itu justru belum memenuhi persyaratan jilbab yang sah untuk dipakai. Sebab jilbab itu sendiri di samping untuk menjaga kemaslahatan bersama juga
untuk menahan perhatian orang agar tidak terlalu tertarik kepada melihat wanita itu sendiri.
26
Keempat, yang dimaksud dengan animo perempuan Indonesia untuk berhijab berkembang yaitu pemakaian hijab dulu berbeda dengan saat ini.
Dahulu disebabkan karena komunitas muslimah belum banyak di masyarakat. Tetapi saat ini komunitas tersebut sudah banyak dijumpai,
membuat para muslimah semakin kreatif dan inovatif dalam berbusana muslim. Hal ini sesuai pernyataan Bintang Krisanti:
“Busana muslim pada tahun 80-an pemakaian hijab jarang karena lingkungannya tidak mendukung. Komunitas-komunitas muslimah
pada tahun 80-an kan tidak banyak, kenapa komunitas itu penting? Secara umum kan kita bisa merasakan bukan dalam hal busana
muslim saja. Ketika banyak komunitas yang sesuai minat kita, tentunya kita akan lebih bersemangat untuk mengembangkan minat.
Karena banyak orang-orang yang sependapat bisa tukar pikiran. Ketika tahun 80-an komunitasnya masih jarang orang-orang
mungkin tidak banyak pilihan, mau pakai jilbab mungkin jilbabnya hanya itu-itu saja. Sekarang pada tahun 2000an desainernya sudah
banyak jadi orang tentunya makin banyak pilihan”.
27
Kelima, makna dari Indonesia masih belum serius mempromosikan produknya karena peragaan busana muslim belum banyak di luar negri.
Langkah awal Kadin Eddy Kuntadi pada tahun 2012 yaitu membawa produk Indonesia pada pameran bisnis di Jakarta.
“Peragaan busana belum banyak di luar negri. Ini baru langkah awalnya pada tahun 2012. Langkah awalnya adalah Kadin Eddy
Kuntadi membawa pameran bisnis The 3rd Muslim World Bisiness and Invesment Zone 2012 ke Jakarta. Berarti pemerintah belum
26
Mullhandy Ibn. Haj, Empat Puluh Satu Tanya Jawab Tentang Jilbab Kerudung Bandung: Espe Press Bandung, 1992, h. 20.
27
Wawancara pribadi dengan Bintang Krisanti, Editor Rubrik Pesona Media Indonesia, 15 April 2013.
serius karena perkembangan busana muslim sudah lama sedangkan langkah awalnya baru pada 2012”.
28
Ujar Bintang Krisanti Selanjutnya yang keenam, dukungan terhadap kebijakan pemerintah
agar label halal Indonesia diterima di negara lain tujuannya untuk menjalin bekerja sama dengan negara lainnya. Menurut Bintang Krisanti setiap
negara memiliki standar labelisasi yang berbeda-beda. “Misalnya kalau kita ingin berdagang ke Malaysia satandarnya
berbeda, Pemahaman labelisasi produknya berbeda. Diplomasi itu hubungan dengan pemerintah, bagaimana pemerintah mengambil
langkah-langkah kerja sama dengan pemerintah Malaysia apakah
label halal Indonesia memenuhi kriteria label halal Malaysia”.
29
Ujar Bintang Krisanti
28
Wawancara pribadi dengan Bintang Krisanti, Editor Rubrik Pesona Media Indonesia, 15 April 2013.
29
Wawancara pribadi dengan Bintang Krisanti, Editor Rubrik Pesona Media Indonesia, 15 April 2013.
4. Corak Media Indonesia Treatment Recommendation menekankan
penyelesaiannya Tabel 4.10
Corak Treatment Recommendation
No Tanggal
Judul Treatment
Recommendation
1. 24 Juni 2012
Fesyen Muslim Berselera Global
Menerapkan padu padan. 2.
22 Juli 2012 Bergaya dengan
Kerudung Rajut Penambahan aksesoris.
3. 5 Agustus
2012 Gaya Atraktif untuk
Hijabers Ghaida merancang
dengan bahan-bahan yang ringan dan tetap
elegan dengan aksesoris.
4. 14 Agustus
2012 Fesyen Muslimah
Makin Trendi, Tetap Syar’i
Perlu industrialisasi.
5. 18 September
2012 Gencar Berpromosi
Jangan Mau Kalah Dengan mempromosikan
produk muslim Indonesia.
6. 18 September
2012 Masih Sulit Ikut
Stabilkan Neraca Perdagangan
Menjalin kerja sama perdagangan dengan
negara-negara lain.
Pada perangkat keempat Treatment Recommendation, menurut
Bintang Krisanti Media Indonesia adalah surat kabar umum yang hanya menyampaikan informasi dan fakta kepada khalayak. Pada umumnya Media
Indonesia tidak menawarkan solusi terkait pemberitaan yang disajikan. Yang harus memberikan solusi yaitu orang-orang yang ahli dibidangnya.
“Sebagai media secara umum kami tidak menawarkan solusi. Kalaupun kami melihat misalkan ada sesuatu dimasyarakat ada
yang tidak benar kami harus melihat pihak lain yaitu ahli-ahli yang berkopenten untuk memberikan solusi itu. Sebagai media kami
menginformasikan, mengungkapkan fakta yang ada. Kalau kami menawarkan solusi itu bukan ahlinya, karena kami kan bidangnya
pemberitaan.”
30
Ujar Bintang Krisanti
30
Wawancara pribadi dengan Bintang Krisanti, Editor Rubrik Pesona Media Indonesia, 15 April 2013.
Fakta atau realitas merupakan hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir, karena
dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Dalam hal ini media
sebagai agen konstruksi pesan. Wartawan bukan hanya melaporkan fakta , melainkan juga turut mendefinisikan peristiwa.
31
Media Indonesia mengharapkan agar pemerintah berperan dalam mempromosikan produk busana muslim Indonesia. Untuk memproduksi
busana muslimnya maka perlu adanya industrialisasi. Setiap pemberitaan mengenai industri busana muslim diharapkan terus dikembangkan sebagai
acuan para muslimah untuk berhijab. Hal ini sesuai penuturan Bintang Krisanti:
“Secara umum permasalahan busana muslim sama dengan busana lainnya. Masalahnya ada pada promosi, bagaimana untuk bisa cepat
dikenal, atau penjualannya lebih besar. Sudah banyak muslimah yang menggunakan busana muslim, pertama dari desainernya.
Desainer harus menciptakan mode busana muslim yang variatif dan memenuhi kebutuhan banyak kalangan. Kebutuhan itu dalam arti
kata bisa mode busananya sesuai dengan berbagai macam acara yang dibutuhkan orang. Juga dalam arti harganya, bisa banyak orang yang
membeli busana muslim itu. Desainer harus menciptakan busana muslim yang aktraktif, busana muslim bukan hanya tampil secara
syari’at yang santun dan tertutup tidak membentuk lekuk tubuh. Dari sisi desainer membuat busana muslim disesuaikan kebutuhan
muslimah. Dari sisi pemerintah bisa memberikan modal, material baik juga sumber daya manusianya. Pemerintah lewat lembaga-
lembaga
keuangannya seperti
Bank-bank pemerintah
bisa memberikan kredit kepada desainer dengan bunga yang lunak
sehingga mereka bisa memperbesar usahanya. Agar desainer bisa memproduksi massal produknya. Dan untuk membantu peragaan di
31
Eriyanto, Analisis Framing: Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media Yogyakarta: LkiS, 2002, Cet ke-1 h. 19-29.
luar negri pemerintah harus membatunya karena peragaan itu tidak murah”.
32
Keinginan Media Indonesia ialah perkembangan industri busana muslim harus selalu didorong. Maka, desainer dianjurkan terus belajar untuk
membuat mode yang bagus, menarik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah juga tetap mendukung dan mendorong, agar
kreatifitas desainer bisa disalurkan, diwujudkan dan akhirnya bisa dijual ke pasar.
Konstruksi sosial atas realitas media yang melahirkan enam corak bingkai berita mengenai industri busana muslim dalam surat kabar Media
Indonesia. Alasan pelaku konstruksi membingkai demikian, konstruksi sosial atas realitas media berbeda, sesuai kepentingan pelaku industri media
Media Indonesia. Menurut Media Indonesia, desainer membutuhkan peran media untuk mempromosikan produknya begitu juga media membutuhkan
desainer sebagai sumber berita. Berlapisnya kepentingan pencitraan yang melahirkan beragam
proses konstruksi. Pencitraan tersebut tertuju kepada pelaku konstruksi dan pencitraan objek konstruksi. Pelaku konstruksi dalam penelitian ini adalah
Media Indonesia. Konstruksi sosial atas realitas media yang melahirkan berbagai
corak. Penelitian ini menemukan perbedaan dalam menonjolkan pelaku dan objek konstruksi. P
ada edisi “Fesyen Muslim Berselera Global” menampilkan model dan busana siluet kimono karya Shafira. Pada edisi
“Bergaya Dengan Kerudung Rajut” yakni menonjolkan lima desainer Dian
32
Wawancara pribadi dengan Bintang Krisanti, Editor Rubrik Pesona Media Indonesia, 15 April 2013.