Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pasar di Indonesia sedang ramai memperbincangkan era perdagangan bebas yang telah dimulai pada waktu sekarang ini. Dengan dimulainya perdagangan bebas di Indonesia maka barang-barang hasil produksi dari berbagai negara banyak masuk ke pasar dalam negeri, hal ini menjadikan pasar di Indonesia ramai dengan berbagai macam produk yang menggunakan merek asing ataupun lokal. Masuknya berbagai produk dengan merek asing di pasar Indonesia membuat produsen-produsen merek lokal menjadi lebih kreatif dan giat dalam menciptakan produk baru, sehingga merek-merek lokal pun semakin pesat perkembangannya dalam upaya untuk mampu bersaing dengan merek-merek asing yang telah ada. Dengan semakin banyaknya aneka ragam merek, baik itu asing ataupun lokal maka telah menjadi fenomena tersendiri dalam pasar Indonesia. Sehingga konsumen dalam mengkonsumsi kebutuhannya menjadi dihadapkan pada dua pilihan alternatif, yaitu pemilihan merek lokal atau merek asing. 2 Bila dapat dikelompokan maka beragamnya merek dapat terbagi ke dalam dua bagian, yaitu merek asing dan merek lokal. Dengan adanya dua kelompok tersebut mengharuskan konsumen untuk memilih salah satunya. Dimana merek lokal dan asing memiliki ciri khas tersendiri yang menjadi modal sebagai daya tarik bagi konsumen untuk memilihnya. Sedangkan pihak konsumen juga memiliki sikap tersendiri untuk menentukan merek mana yang akan dipilihnya. Dalam upaya menentukan merek mana yang akan dipilihnya, maka konsumen dihadapkan dengan dua pilihan yang harus dipilihnya, sehingga terciptalah suatu keputusan membeli. Pada umumnya terdapat tiga cara atau model dalam menganalisis keputusan membeli pada konsumen, yaitu seperti yang diterangkan dalam artikel Buyer decision processes http:en.wikipedia.org: 1. Economic models, dalam model ini konsumen lebih mengedepankan kebutuhan mereka semaksimal mungkin. Hal ini berdasarkan asumsi pada rasionalitas dan pengetahuan. 2. Psychological models, pada model ini konsumen lebih berkonsentrasi pada proses psikologis dan kognitif, seperti motivasi dan rekognisi. Dalam model ini konsumen juga mendapat pengaruh lain yang bersumber dari budaya atau keluarga. 3. Consumer behavior models, merupakan model campuran dari kedua model sebelumnya. 3 Ketiga hal tersebut merupakan cara atau hal yang sekiranya dilalui oleh konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Ketiga hal tersebut merupakan gambaran umum dalam keputusan membeli konsumen yang nantinya akan menentukan merek mana yang akan dipilihnya. Pada akhirnya dapat diketahui bahwa keputusan untuk memilih antara merek lokal dan merek asing menjadi kunci dalam diri konsumen untuk menentukan merek mana yang akan dipilihnya. Menurut Setiadi 2003 ada beberapa hal yang mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan, yaitu: pengaruh dari lingkungan, kognitif dari konsumen, dan afektif yang diaktifkan selama proses pengambilan keputusan. Selanjutnya menurut Setiadi 2003 faktor lingkungan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dengan menyela atau mengganggu aliran proses pemecahan masalah yang sedang berjalan. Dimana ada beberapa kejadian yang dapat mempengaruhinya, yaitu: 1. Unexpected information, yaitu munculnya informasi yang tidak diharapkan atau tidak konsisten dengan pengetahuan yang telah ada. Misalnya seperti suatu merek yang sebelumnya ditolak, sekarang ternyata memiliki ciri yang baru. Hal seperti itu akan menjadikan konsumen melakukan kontrol dalam pemecahan masalah dan menentukan rencana keputusan yang baru. 4 2. Prominent environmental stimuli, yaitu sebuah rangsangan dari luar yang mencolok. Hal ini dapat berupa promosi suatu produk seperti diskon atau iklan produk baru yang diberikan oleh produsen. 3. Affective state and Psychososial, yang mencakup suasana hati atau pengaruh psikososial yang mempengaruhi kondisi dari konsumen. Misalnya adalah rasa bosan terhadap suatu merek tertentu atau pengaruh sosial yang menjadikan konsumen menginginkan suatu produk dari merek tertentu. 4. Conflicts, yaitu suatu konflik yang muncul disaat proses pengambilan keputusan. Konflik sering terjadi dalam proses pengambilan keputusan, yaitu pada saat konsumen dihadapkan pada dua alternatif yang harus dipillihnya. Misalnya ketika konsumen dihadapkan untuk memilih antara merek lokal dengan merek asing. Selain dari faktor lingkungan, gaya hidup dari konsumen juga dapat mempengaruhi dalam mengambil keputusan untuk membeli. Hal ini sama seperti apa yang telah dijelaskan oleh Setiadi 2003, bahwa sikap tertentu yang dimiliki oleh konsumen terhadap suatu objek tertentu misalnya merek produk bisa mencerminkan gaya hidupnya. Jadi dapat diketahui bahwa ada hubungan diantara sikap, gaya hidup dan keputusan untuk memilih merek dalam diri konsumen. 5 Untuk memperkuat penelitian, maka peneliti telah melakukan survey pendahuluan sebelum dilaksanakan penelitian ini. Dimana peneliti melakukan interview dengan beberapa konsumen yang telah bekerja atau telah memiliki penghasilan sendiri secara tetap. Survey pendahuluan ini dilakukan untuk menambah kajian dan tentunya memperkuat hipotesa peneliti, sedangkan responden diambil secara acak dan kriteria yang diambil agar konsumen dapat memilih merek mana yang ia pilih dengan objektif. Survey pendahuluan ini peneliti lakukan pada tanggal 28 Maret 2010, bertempat di salah satu pusat perbelanjaan di wilayah Jakarta Selatan. Di sini peneliti melakukan interview ke konsumen, dan hasilnya seperti BP misalnya, seorang pengajar di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta menyatakan bahwa ia sangat senang dengan semakin berkembangnya merek-merek lokal dan tentu sangat tertarik untuk mengkonsumsinya. Tapi sampai sekarang dirinya masih sering mengkonsumsi produk-produk seperti jaket, tas ataupun sepatu yang bermerek asing. Sedangkan DT seorang public relations pada sebuah kantor di Jakarta merasa bahwa merek-merek lokal memiliki variasi yang tidak kalah saing dengan merek asing, walau demikian kualitas dari merek lokal belum sepenuhnya sama rata dan itu yang membuat beda dari merek asing. Selama ini DT sering menggunakan merek-merek asing walaupun tidak jarang mengkonsumsi merek lokal, asalkan dengan syarat produknya bagus, berkualitas dan murah. 6 Responden lainnya, yaitu NW pegawai di bagian marketing pada sebuah kantor asuransi terkemuka ini memiliki pandangan tersendiri dalam menyikapi maraknya merek-merek lokal. Ia beranggapan bahwa merek lokal mantap, variasinya banya dan tidak kalah saing dengan merek asing. Walau demikian ia lebih sering menggunakan yang merek asing terutama yang limited edition, karena terlihat lebih keren dan gaya. Tapi ia juga tetap membeli barang yang berek lokal, walau hanya untuk keperluan sehari-hari yang kurang penting Dari hasil inteview pada survey pendahuluan tersebut maka dapat diketahui bahwa konsumen pada dasarnya menyikapi positif maraknya merek-merek lokal, walau demikian mereka lebih mengutamakan merek asing dalam pengkonsumsiannya. Sehingga terlihat ada keraguan pada konsumen dalam mengkonsumsi merek lokal. Bahkan tidak hanya ragu, melainkan merek lokal seperti dinomor duakan oleh konsumen di negerinya sendiri. Dari hasil interview juga dapat diketahui bahwa konsumen berterus terang mereka lebih memilih merek asing, hal ini tentu membuat persaingan antara merek lokal dan asing semakin ketat. Konsumen dalam hal ini tahu benar mengenai merek lokal, baik secara kualitas ataupun harganya. Tapi ada hal-hal lain yang membuat mereka lebih memilih mengkonsumsi merek-merek asing. 7 Jika ditinjau lebih dalam lagi maka terdapat beberapa hal yang mempengaruhi keputusan membeli pada konsumen, yang mana diketahui bahwa di dalamnya terdapat komponen-komponen dari sikap. Komponen sikap yang dimaksud sesuai dengan yang terdapat dalam Setiadi 2003, yaitu: 1. Komponen kognitif yang mencakup kepercayaan terhadap merek. 2. Komponen afektif yang mencakup evaluasi merek. 3. Komponen konatif yang mencakup maksud untuk membeli. Masih dalam sumber yang sama, Setiadi lebih lanjut menjelaskan bahwa hubungan diantara ketiga komponen tersebut mengilustrasikan hierarki pengaruh keterlibatan tinggi, yaitu kepercayaan merek mempengaruhi evaluasi merek dan evaluasi merek mempengaruhi maksud untuk membeli. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap terhadap merek tertentu akan mempengaruhi apakah konsumen jadi membeli atau tidak. Dengan demikian maka diketahui bahwa sikap konsumen yang positif terhadap merek lokal akan menjadikan konsumen memutuskan untuk membeli produk- produk dengan merek lokal. Namun kondisi berbeda terjadi dalam pasar Indonesia, dimana konsumen dengan sadar menyikapi positif kepada merek lokal, tapi mereka lebih memilih untuk mengkonsumsi merek asing. Bahkan banyak dari konsumen yang lebih memilih produk lokal yang diberi merek asing. Hal seperti inilah yang menjadi permasalahan utama yang dihadapi oleh produsen merek lokal dan tentunya pemerintah Indonesia. 8 Keputusan untuk mengkonsumsi merek asing ini sebenarnya disadari penuh oleh pemerintah Indonesia sejak jauh-jauh hari, seperti halnya yang diutarakan oleh Wakil Presiden Indonesia periode 2005-2009, Jusuf Kalla dalam www.kompas.com, 18 Maret 2009, dimana beliau berpendapat bahwa masyarakat Indonesia ini masih ragu-ragu dalam memakai produk dengan merek lokal. Bahkan mereka lebih menyukai produk lokal tapi dengan merek asing. Senada dengan Jusuf Kalla, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam http:www.antara.co.id, 11 Mei 2009 menyimpulkan hasil pembicaraannya dengan pelaku ritel, bahwa konsumen di Indonesia masih import minded. Hal ini menyebabkan banyak produsen yang memilih memberi produknya dengan merek berbahasa asing. Apa yang dikatakan oleh Jusuf Kalla dan Mari Elka Pangestu itu memang benar, hal ini dibuktikan oleh pengakuan dari seorang pengrajin sepatu dan sandal asal Sidoarjo, Madchan dalam www.kompas.com, 22 Desember 2008 “Kami tidak pede jika memasang merek Made in Indonesia pada sepatu dan sandal yang kami jual. Biar laku dengan harga tinggi, kami pasang merek Made in Singapore atau Made in Japan”. Dari pemaparan pengrajin sepatu dan sandal tersebut maka dapat diketahui, bahwa masyarakat Indonesia lebih menyukai merek-merek asing. 9 Rasa tidak percaya diri yang ada pada produsen lokal dan masih tingginya konsumsi terhadap merek asing membuat Menteri Perindustrian periode 2005- 2009 Fahmi Idris mengomentarinya. Dalam www.depkominfo.go.id 5 Mei 2009, beliau menghimbau agar produsen tidak malu dalam memakai merek lokal. Dilain kesempatan dalam zakyalhamzah.blogspot.com 13 Mei 2009 beliau juga menanggapi perihal keraguan masyarakat dalam memilih merek lokal, beliau berpendapat bahwa masyarakat Indonesia ini sebenarnya masih cinta dan bangga terhadap merek dalam negeri, tapi masih butuh pelopor atau keteladanan dari pemimpin negara maupun pemuka masyarakat untuk lebih meningkatkan kesadaran dalam mengkonsumsi merek lokal. Walau himbauan dari pemerintah telah ada, akan tetapi masih ada saja produsen yang memberi merek asing pada produk buatannya. Cara lain dalam memikat konsumen adalah tetap memberikan label ‘made in Indonesia’ pada produk, tapi mereknya menyerupai atau menggunakan bahasa asing. Data yang diperoleh dari www.kompas.com 14 Mei 2009, ada beberapa merek yang menggunakan cara itu, seperti The Executive, Hammer dan Nail. Ketiga merek tersebut adalah produk lokal yang cukup dikenal di Indonesia yang menggunakan merek dengan istilah bahasa asing. 10 Tidak hanya di produk pakaian saja, rata-rata di industri garmen produsennya lebih menyukai memberi merek produknya dengan bahasa asing. Seperti data yang peneliti ambil dari tulisan Harmanto Edi Djatmiko dalam http:swa.co.id, 29 April 2010, dimana ada beberapa produsen yang menamai produknya dengan bahasa asing, seperti pada industri sepatu: Spotec, New Era dan Edward Forrer. Sedangkan pada industri tas tercatat beberapa merek, seperti: Exsport, Bodypack, Eiger dan Elizabeth. Hal ini terjadi karena konsumen masih ragu terhadap merek lokal sehingga lebih memilih merek asing, tetapi merek asing yang konsumen pilih itu ternyata produksi lokal pula. Dari data-data yang peneliti dapat maka dapat diklasifikasikan mengenai produk lokal yang menggunakan merek dengan istilah asing sebagai berikut: Tabel 1.1 Data Produk yang Menggunakan Merek dengan Istilah Asing Sumber: www.kompas.com, 14 Mei 2009 dan http:swa.co.id, 29 April 2010 Produk Merek Lokal dengan Istilah Asing Pakaian atasan atau bawahan The Executive, Hammer, Nail Tas Exsport, Bodypack, Eiger, Elizabeth Sepatu dan sandal Spotec, New Era, Edward Forrer 11 Masalah yang terjadi mulai terlihat dengan jelas, yaitu mengenai sikap konsumen Indonesia terhadap merek lokal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irawan, Chairman Frontier Consulting Group dalam www.infoanda.com, menyatakan: “Salah satu tren yang menyedihkan dalam dunia pemasaran di Indonesia adalah semakin melemahnya kekuatan merek-merek lokal. Berdasarkan hasil survei Frontier di enam kota besar Indonesia, saya perkirakan hanya 3 yang dikuasai oleh merek asli daerah tersebut. Sisanya, sebanyak 97, dikuasai merek-merek nasional atau merek global yang diproduksi oleh perusahaan multinasional”. Jika dicermati maka benar bahwa ada suatu hambatan dalam hubungan sikap terhadap merek lokal dengan keputusan membeli pada konsumen. Sikap sendiri menurut Myers dalam Walgito, 2002 memiliki tiga komponen, yaitu: komponen koginitif, afektif dan konatif. Dengan adanya fenomena merek pada konsumen, maka seharusnya sikap memiliki kontribusi terhadap keputusan membeli konsumen. Jika konsumen menyikapi positif suatu merek maka keputusan membelinya juga akan positif, begitu pula sebaliknya. Fenomena-fenomena yang berhasil terungkap seperti yang telah diuraikan tersebut sangatlah penting untuk dikaji lebih dalam. Hal ini menjadi penting karena diakhir penelitian akan terjawab ada tidaknya hubungan dan kontribusi yang signifikan antara keduanya, dan jawaban dari penelitian ini tentu akan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, baik itu produsen, konsumen ataupun peneliti-peneliti lainnya. Maka penelitian dengan judul “Hubungan antara Sikap dan Keputusan Membeli Produk Merek Lokal pada Konsumen” layak untuk dilakukan. 12 Selain dari mencari ada atau tidak adanya hubungan antara sikap terhadap merek lokal dan keputusan membeli pada konsumen, penelitian ini juga mencari apakah ada kontribusi dari sikap terhadap merek lokal kepada keputusan membeli pada konsumen. Dengan demikian pada akhirnya penelitian ini akan menjawab apakah ada atau tidak adanya hubungan dan kontribusi yang signifikan diantara kedua variabel tersebut, yaitu sikap dan keputusan membeli produk merek lokal pada konsumen.

1.2 Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Citra Merek, Harga Dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Konsumen Melakukan Pembelian Produk Levi’s Pada Pengunjung Plaza Medan Fair

22 377 108

Strategi Communication Mix Dan Keputusan Membeli Konsumen ( Studi Korelasioal Tentang Pengaruh Strategi Communication Mix Perusahaan Frisian Flag Terhadap Keputusan Membeli Konsumen di Sony Mart )

2 55 92

Pengaruh Persepsi Konsumen Terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Hand Body Lotion Vaseline For Men Di Kelurahan Gaharu

9 94 104

Hubungana antara sikap terhadap produk elektronik cina dengan keputusan membeli pada konsumen

0 5 117

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP MEREK DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBELI PADA KONSUMEN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Merek Dengan Pengambilan Keputusan Membeli Pada Konsumen.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP MEREK DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBELI PADA KONSUMEN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Merek Dengan Pengambilan Keputusan Membeli Pada Konsumen.

0 3 18

PENDAHULUAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Merek Dengan Pengambilan Keputusan Membeli Pada Konsumen.

0 4 9

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI HANDPHONE QWERTY HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI HANDPHONE QWERTY.

0 0 14

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP MEREK HANDPHONE DENGAN MINAT MEMBELI Hubungan Antara Sikap Terhadap Merek Handphone dengan Minat Membeli.

0 0 16

HUBUNGAN SIKAP KONSUMEN WANITA TERHADAP PENJUAL PRIA DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI PRODUK UNDERWEAR

0 0 80