Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Waktu dan Tempat Metode Penelitian Unit Analisis

tenaga, dan biaya, maka penelitian ini dibatasi pada masalah Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SMP 10 Nopember Jakarta yang mencakup otonomisasi kepala sekolah, partisipasi masyarakat, serta sarana dan prasarana. Sedangkan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Implementasi MBS di SMP 10 Nopember Jakarta.

3. Perumusan Masalah

Dari latar belakang dan pembatasan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMP 10 Nopember Jakarta? b. Bagaimana efektifitas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SMP 10 Nopember Jakarta?

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi: 1. Lembaga pendidikan yang bersangkutan, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang terkait dengan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. 2. Stakeholder, sebagai masukan dalam merencanakan dan mengevaluasi setiap program atau kebijakan. 3. Pembaca, dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan acuan serta studi perbandingan terhadap pengelolaan lembaga pendidikan terutama penerapan MBS dalam meningkatkan mutu pendidikan. 4. Penulis, dapat memberikan pengetahuan menyeluruh serta nyata mengenai penerapan MBS dalam meningkatkan mutu pendidikan. BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Mutu Pendidikan

1. Pengertian Mutu Pendidikan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata mutu berarti ukuran baik buruknya suatu benda, kadar, taraf atau derajat kepandaian, kecerdasan, dan sebagainya, kualitas. 1 Kualitas atau mutu adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu. 2 Dari dua definisi tersebut mutu merupakan ukuran atau tingkat yang digunakan untuk menilai suatu barang maupun jasa. Josep M. Juran mendefinisikan kualitas itu sebagai “kesesuaian untuk pemakaian”, kualitas adalah “terbebas dari kesalahan”. 3 Pendapat tersebut menekankan bahwa sesuatu yang berkualitas itu merupakan hasil yang maksimal tanpa ada cacat atau kesalahan sedikitpun dan sesuai dengan tujuan. Sedangkan Goetsch dan Davis membuat definisi kualitas sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi ini lebih luas karena mencakup elemen-elemen yang lebih komplek. Dari definisi tersebut terbagi menjadi beberapa elemen-elemen yaitu: a. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. b. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah-ubah misalnya saja, apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas dimasa yang akan datang. 4 Sallis mengajukan definisi mutu sebagai kepuasan terbaik dan tercapainya kebutuhan atau keinginan pelanggan. Terkait dengan itu Everard menyatakan bahwa mutu quality adalah mencapai apa yang diharapkan pelanggan. 1 Pusat pembiaan dan pengembangan bahasa, depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Cet. 2, h.768 2 “Kualitas”, http:id.wikipedia.orgwikiKualitas , 05-11-2009 3 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2007, Cet. 3, h. 264 4 Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management TQM-Edisi Revisi, Yogyakarta: Andi, 2003, h.3 8 Sedangkan pelanggan sekolah mencakup orang tua, murid, pegawai, pemerintah yang kemudian memantau harapan dan kepuasan serta pencapaian dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Ukuran sesuatu itu dikatakan bermutu menurut Sallis dan Everard apabila pelanggan merasa puas dengan produk yang dihasilkan maka dapat dikatakan produk atau barang tersebut bermutu. Sedangkan Arcaro menyebutkan mutu adalah sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. 5 Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada masukan, proses, maupun keluaran hasilnya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi: 1 Kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru, laboran, staf tata usaha, dan siswa. 2 Memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, prasarana, sarana sekolah, dan lain-lain. 3 Memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa peragkat linak, seperti peraturan, struktur organisasi, dan deskripsi kerja. 4 Mutu masukan bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan, dan cita-cita. 6 Kemudian hal-hal yang termasuk dalam kerangka mutu proses pendidikan adalah derajat kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasaan, dan lain-lain dari subjek selama memberikan dan menerima layanan jasa. Dan dalam proses pendidikan yang bermutu tersebut terlibat berbagai input, seperti bahan ajar kognitif, afektif, atau psikomotorik, metodologi bervariasi sesuai kemampuan guru, sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. 7 Manajemen sekolah dan dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam proses belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup 5 Syafarudin, Efektifitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, strategi, dan Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif, Jakarta:Rineka Cipta, 2008, Cet. 1, h. 21 6 Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit birokrasi ke Lembaga Akademik, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. 3, h. 53 7 B. Suryosubroto, Manajemen Pedidikan di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, Cet. 1, h. 210 subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Sedangkan pada kerangka keluaranhasil pendidikan dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Prestasi atau hasil pendidikan student achievement tersebut dapat berupa hasil test kemampuan akademis misalnya ulangan umum, Ujian Akhir Nasional UAN atau Ujian Akhir Seklah UAS. Biasanya pada setiap kurun waktu tertentu apakah tiap akhir semester, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun. Keluaranhasil pendidikan dikatakan bermutu dapat dilihat dari keunggulan ekstrakurikuler, misalnya saja peserta didik berprestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang intangible seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb. Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil ouput harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil output yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. 8 Untuk mengetahui hasilprestasi yang dicapai oleh sekolah terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau kognitif dapat dilakukan benchmarking menggunakan titik acuan standar misalnya lulus UN Ujian Nasional dan US Ujian Sekolah. 8 Suryosubroto, Manajemen Pedidikan ...., h.210 Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya benchmarking maupun yang lain kegiatan ekstra-kurikuler dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. 9 Dalam hal ini Rencana Anggran Pendapatan Belanja Sekolah RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Mutu Pendidikan

Menurut laporan Bank Dunia yang dikutip oleh Jalal dan Supriyadi, ada empat faktor yang diidentifikasi menjadi penghambat potensial mutu pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan dasar. Penghambat tersebut sebagai berikut: 1 Kompleksitas pengorganisasian pendidikan dasar antara depdiknas bertanggung jawab dalam hal ini materi pendidikan, evaluasi buku teks dan kelayakan bahan-bahan ajar dan Depdagri dalam bidang ketenagaan, sumber daya material, dan sumber daya lainnya. 2 Praktik manajemen yang sentralistik pada tingkat SMP, pembiayaan dan perencanaan oleh pemerintah pusat yang melinatkan banyak departemen. 3 Praktik penganggaran yang terpecah dan kaku. Kompleksitas organisasi yang menyiapkan anggaran pembangunan menjadikan rumitnya pengelolaan pendidikan dasar. Badan Pendidikan Nasional BAPPENAS, DepartemenPendidikan Nasional DEPDIKNAS, dan Depdagri, termasuk Departemen Agama dalam menyiapkan anggaran pendidikan. 4 Manajemen sekolah yang tidak efektif. Sebagai pelaku utama, kepala sekolah banyak yang kurang mampu melakukan peningkatan mutu sekolahnya karena tidak dilengkapi dengan kemampuan kepemimpinan dan manajerial yang baik. Pelatihan yang kurang dan rekruitmen kepala sekolah yang belum didasarkan atas kemampuan memimpin dan profesionalitas. 10 Faktor yang menyebabkan mutu pendidikan rendah terletak pada unsur-unsur dari sistem pendidikan itu sendiri, yakni saling tidak pada faktor kurikulum, sumber daya ketenagaan, sarana dan prasarana, manajemen sekolah, pembiayaan 9 Suryosubroto, Manajemen Pedidikan ..., h.211 10 Syafarudin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi, dan Aplikasi, Jakarta: Grasindo, 2002, Cet.1, h. 12 pendidikan, dan kepemimpinan merupakan faktor yang dicermati. 11 Disamping itu, faktor eksternal berupa partisipasi politik rendah, ekonomi tak berpihak terhadap pendidikan, sosial budaya, rendahnya pemanfaatan sains dan teknologi, juga mempengaruhi mutu pendidikan. Untuk menghasilkan mutu yang baik dalam penerapan konsep manajemen berbasis sekolah menurut Fattah perlu memperhatikan aspek-aspek mutu yang harus dikendalikan secara komprehensih, yaitu: 1 Karakteristik mutu pendidikan, baik input, proses, maupun output, 2 Pembiayaan cost, 3 Metode atau delivery system penyampaian bahanmateri pelajaran, 4 Pelayanan service kepada siswa dan orang tuamasyarakat. 12 Kepala sekolah dan guru perlu memahami konsep mutu dalam pendidikan sebagaimana dikemukakan. Setidaknya kepala sekolah harus menyusun visi, misi, strategi, dan tujuan sekolah dalam menjangkau masa depan. Kewenangan dan pengawasan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah terutama terhadap kurikulum yang berbasis keperluan masyarakat adalah dimiliki sepenuhnya oleh kepala sekolah dan guru-guru. Strategi, peningkatan mutu sekolah dimulai dari perubahan manajemen sekolah yang operasional rutinitas kepada manajemen berbasis sekolah. Intinya adalah pembaharuan dalam konsep mutu, pembiayaan, metode dan pelayanan pendidikan terhadap pelanggan baik kepada murid, guru, orang tua, masyarakat, dan industri. Oleh karena itu disamping kepemimpinan yang kuat diperlukan peran serta masyarakat untuk peningkatan mutu sekolah.

3. Ciri-ciri sekolah bermutu

Keberadaan mutu suatu lembaga pendidikan adalah paduan sifat-sifat layanan yang diberikan yang menyamai atau melebihi harapan serta kepuasan pelanggannya, baik yang tersurat maupun tersirat. Ini berarti lembaga itu harus memberi pelayanan kepada pihak-pihak yang ada di dalam atau menjadi bagian dari sistem penyelenggaraan pendidikan di lembaga itu, yaitu pengajar dan 11 Syafarudin, Manajemen Mutu ..., h. 14 12 Syafarudin, Efektifitas Kebijakan ..., h. 164 karyawan dan pihak-pihak yang bukan menjadi bagian dari sistem penyelenggaraan pendidikan itu pelanggan eksternal, yaitu siswa, orang tua pemerintah dan masyarakat penyandang dana, dan pemakai lulusan. 13 L embaga pendidikan bermutu adalah lembaga yang mampu memberi layanan yang sesuai atau melebihi harapan guru, karyawan, siswa, penyandang dana orang tua, masyarakat dan pemerintah, dan pemakai lulusan dunia kerja . Merujuk pada pemikiran Edward Sallis, Sudarwan Danim mengidentifikasi 13 ciri-ciri sekolah bermutu, yaitu: a. Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. b. Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul, dalam makna ada komitmen untuk bekerja secara benar dari awal. c. Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya. d. Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif. e. Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrument untuk berbuat benar pada peristiwa berikutnya. f. Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. g. Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawabnya. h. Sekolah mendorong yang dipandang memiliki kreatifitas, mampu menciptakan kualitas, dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas. i. Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk arah kerja secara vertikal maupun horizontal. j. Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas. k. Sekolah memandang atau menempatkan kualitas yang telah tercapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut. l. Sekolah memandang kualitas sebagai integral dari budaya kerja. m. Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus-menerus sebagai suatu keharusan. 14 13 “Penjaminan Mutu Pendidikan” http:www.lpmpjabar.go.id 05-11-2009 14 Danim, Visi Baru ..., h. 55

4. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan

Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. 15 Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented berorientasi pada masukan. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku materi ajar dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan sekolah akan dapat menghasilkan output keluaran yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan sekolah, melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri. Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro pusat tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro sekolah. Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat. 16 15 Suryosubroto, Manajemen Pedidikan ..., h. 203 16 Suryosubroto, Manajemen Pedidikan ..., h.204 Otonomi pendidikan merupakan suatu bentuk reformasi pendidikan yang perlu dijalankan dengan baik, tujuan utama reformasi pendidikan adalah membangun suatu system pendidikan yang lebih baik dan lebih maju dengan memberdayakan seoptimal mungkin potensi daerah dan partisipasi masyarakat. Para kepala sekolah sudah saatnya sebagai manajer sudah saatnya mengoptimalkan mutu kegiatan pembelajaran untuk memenuhi harapan pelanggan pendidikan. Para manajer pendidikan dituntut mencari dan menerapkan suatu strategi manajemen baru yang dapat mendorong perbaikan mutu disekolah. 17 Sehingga muncullah salah satu pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas, yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah MBS atau school based manajemen SBM. Manajemen berbasis sekolah MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada sekolah merupakan kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum.

B. Manajemen Berbasis Sekolah

1. Pengertian

Istilah Manajemen Berbasis Sekolah MBS merupakan terjemahan dari “shcool-based management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. Menurut Fattah MBS diartikan sebagai pengalihan dalam pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah. Pemberian kewenangan dalam pengambilan keputusan dipandang sebagai otonomi di tingkat sekolah dalam pemanfaatan semua sumber daya resources sehingga sekolah mampu secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, memanfaatkan, 17 Syafarudin, Manajemen Mutu ..., h. 20 mengendalikan, dan mempertanggung jawabkan accountability kepada setiap yang berkepentingan stakeholder. 18 Definisi MBS menurut Fattah lebih memfokuskan mengenai otonomi kewenangan yang diberikan kepada sekolah, walau bagaimanapun sekolah yang mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sehingga lebih mudah dalam perencanaan untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan. Mengutip pendapat Mukhtar dan Suparto, Syafarudin mendefinisikan bahwa MBS adalah keseluruhan proses merencanakan, mengorganisasikan, mengembangkan dan mengendalikan seluruh pendukungpengguna sekolah dan sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sekolah khususnya dan tujuan pendidikan pada umumnya. 19 Pendapat ini lebih menekankan pada pelaksanaan implementasi MBS, dimana kunci dari keberhasilan itu sendiri terletak pada proses pelaksanaanya. Sedangkan menurut Mulyasa MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. 20 Kebijakan yang menawarkan otonomi pada sekolah dalam rangka meningkatkan mutu efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasikan keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa MBS adalah manajemen sekolah yang dilaksanakan dengan memberikan kewenangan kepada sekolah untuk memanfaatkan seluruh sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal. MBS secara konseptual dapat digambarkan sebagai suatu perubahan formal struktur penyelenggaraan, sebagai suatu bentuk desentralisasi yang mengidentifikasi sekolah itu sendiri sebagai unit utama peningkatan serta 18 Syafarudin., Efektifitas Kebijakan ..., h.155 19 Syafarudin., Efektifitas Kebijakan ..., h.156 20 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, Cet. Ke-10, h.24 bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana penting yang dengannya peningkatan dapat didorong dan ditopang. 21 MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan untuk meningkatkan kinerja para staff, menawarkan partisipasi langsung ke kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat pendidikan. Menurut Mulyasa sedikitnya ada enam permasalahan yang harus diantisipasi dalam otonomi tersebut, yaitu kepentingan nasional, mutu pendidikan, efisiensi pengelolaan, perluasan dan pemerataan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas masyarakat. 22 Berdasarkan MBS maka tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik-karakteristik dan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu warga sekolah memiliki otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar atas penggunaan sumber daya sekolah guna memecahkan masalah sekolah dan menyelenggarakan aktivitas pendidikan yang efektif demi perkembangan jangka panjang sekolah. MBS diharapkan dapat membuat sekolah lebih mandiri, dengan memberdayakan otonomi yang diberikan dan mengambil keputusan secara partisipatif yang melibatkan warga sekolah dan pihak masyrakat yang dilayaninya stakeholder. 23 Artinya MBS memberikan otonomi yang lebih luas kepada masing-masing sekolah secara individual dalam menjalankan program sekolahnya dan dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi. Selain itu dalam menyelesaikan masalah dan dalam pengambilan keputusan harus melibatkan partisipasi setiap konstituen sekolah seperti siswa, guru, tenaga administrasi, orang tua, masyarakat lingkungan dan para tokoh masyarakat. 21 Ibtisam Abu Duhou, School Based Managemen, Jakarta: Logos, 2002, Cet.1, h. 16 22 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam konteks menyukseskan MBS dan KBK, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. 3, h. 17 23 Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Model Pengelolaan sekolah di era otonomi daerah, Jakarta: Sagung Seto, 2007, Cet.1, h. 31

2. Tujuan dan Manfaat MBS

Mengutip pendapat Permadi, Syafarudin memberikan asumsi dasar dari MBS adalah sekolah harus lebih bertanggung jawab high responsibility dan mempunyai kewenangan yang lebih more outhority dan dapat dituntut pertanggung jawaban oleh setiap yang berkepentingan. 24 Tujuan dari MBS adalah pemberian otonomi sekolah dan peningkatan partisipasi masyarakat yang tinggi untuk mencapai efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, dan mikro. MBS bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. 25 Peningkatan efisiensi, antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi mayarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang diberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas utama. 26 MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orang tua, peserta didik, dan masyarakat yang lebih luas dalam perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan. Kesempatan berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap sekolah. 24 Syafarudin., Efektifitas Kebijakan..., h.157 25 Mulyasa, Manajemen Berbasis ..., h.25 26 Mulyasa, Manajemen Berbasis ..., h.26

3. Karakteristik MBS

Karakteristik MBS dapat diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan. 27 Sejalan dengan itu mengutip pendapat Saud, Mulyasa mengemukakan karakteristik dasar MBS antara lain: a Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah MBS memberikan otonomi luas kepada kepala sekolah, disertai dengan seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi tersebut pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih memberdayakan tenaga kependidikan guru agar lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya. Kemudian melalui otonomi yang luas pula, sekolah dapat dengan meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara proporsional dan secara professional. b Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua Dalam MBS, pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah. c Kepemimpinan yang demokratis dan Profesional Guru-guru yang direkrut oleh sekolah adalah pendidik professional dalam bidangnya masing-masing, sehingga mereka bekerja berdasarkan pola kinerja 27 Mulyasa, Manajemen Berbasis ..., h.29 professional yang disepakati bersama untuk memberi kemudahan dan mendukung keberhasilan pembelajaran peserta didik. d Team-Work yang kompak dan Transparan Dalam MBS, keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team-work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Dalam dewan pendidikan dan komite seklah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu “sekolah yang dapat dibanggakan” oleh semua pihak. Empat faktor penting yang perlu di perhatikan dalam implementasi MBS, yakni kekuasaan, pengetahuan dan keterampilan, sistem informasi, serta sistem penghargaan. Menurut Bailey terdapat Sembilan karakteristik manajemen berbasis sekolah dan karakteristik ideal sekolah abad ke-21, karakteristik tersebut antara lain: a Adanya keragaman dalam pola penggajian guru b Otonomi manajemen sekolah c Pemberdayaan guru secara optimal d Pengelolaan sekolah secara partisipatif e Sistem yang didesentralisasikan f Sekolah dengan pilihan atau otonomi sekolah dalam menentukan aneka pilihan g Hubungan kemitraan partnership antara dunia bisnis dan dunia pendidikan h Akses terbuka bagi sekolah untuk tumbuh relatif mandiri i “Pemasaran” sekolah secara kompetitif. 28 Tabel 1 Depertemen Pendidikan Australia mengemukakan ciri-ciri MBS dalam bagan berikut: 29 Organisasi Sekolah Proses Belajar Mengajar Sumber Daya Manusia Sumber daya dan Administrasi Menyediakan manajemen Meningkatkan kualitas belajar siswa Memberdayakan staf dan menempatkan Mengidentifikasi sumber daya yang 28 Danim, Visi Baru ..., h. 29 29 Mulyasa, Manajemen Berbasis ..., h. 30 organisasi kepemimpinan transpormasional dalam mencapai tujuan personel yang dapat melayani keperluan semua siswa diperlukan dan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kehidupan Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah Memilih staf yang memiliki wawasan manajemen berbasis sekolah Mengelola dana sekolah Mengelola kegiatan operasional sekolah Menyelenggarakan pengajaran yang efektif Menyediakan kegiatan untuk mengembangkan profesi pada semua staf Menyediakan dukungan administrative Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat terkait Menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa Menjamin kesejahteraan staf dan siswa Mengelola dan memelihara gedung dan sarana lainnya Menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab akuntabel kepada masyarakat dan pemerintah Program pengembangan yang diperlukan siswa Kesejahteraan staf dan siswa Memelihara gedung dan sarana lainnya

4. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan

BPPN bekerjasama dengan Bank Dunia telah mengkaji beberapa faktor yang perlu diperhatikan sehubungan dengan manajemen berbasis sekolah. Faktor-faktor tersebut antara lain 30 : a. Kewajiban Sekolah MBS menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem pendidikan yang professional. seperti mengadakan pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya. 30 Mulyasa, Manajemen Berbasis ..., h.26 b. Kebijakan dan Prioritas Pemerintah Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional. c. Peranan Orangtua dan Masyarakat Partisipasi masyarakat dalam hal ini diperlukan, melalui dewan sekolah school council, orang tua dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih memahami serta mengawasi dan membantu sekolah dalam pengelolaan termasuk kegiatan belajar-mengajar. d. Peranan Profesionalisme dan Manajerial Pelaksanaan MBS berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat professional dan manajerial. Untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan MBS, kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi harus memiliki dua sifat tersebut yaitu professional dan manajerial. e. Pengembangan Profesi Dalam MBS pemerintah harus menjamin bahwa semua unsur penting tenaga kependidikan sumber manusia menerima pengembangan profesi yang diperlukan untuk mengelola sekolah secara efektif. Agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan MBS, perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatihan tenaga kependidikan untuk MBS. Merujuk pendapat Hallinger, Murphy, dan Hasanudin dalam Ibtisam Abu Duhou menunjuk MBS sebagai terdiri dari usaha-usaha untuk: mendesentralisasikan organisasi, manajemen, dan penyelenggaraan pendidikan; memberdayakan infrastruktur tersebut lebih dekat dengan para siswa di ruang kelas yaitu para guru, orangtua, dan kepala sekolah, menciptakan peran dan tanggung jawab baru bagi para pelaku dalam sistem tersebut, dan mentransformasikan proses belajar-mengajar yang berkembang di ruang kelas. 31 31 Duhou, School Base ..., h. 17

5. Komponen-komponen Manajemen Berbasis Sekolah

Hal yang paling penting dalam implementasi manajemen berbasis sekolahadalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen pelayanan khusus lembaga pendidikan. 32 Tetapi yang akan dibahas pada penelitian ini hanya membahas mengenai otonomi sekolah, manajemen sarana dan prasarana, dan parisipasi masyarakat.

a. Otonomi Sekolah

Sekolah pada saat ini menjadi unit strategis yang memiliki kewenangan untuk menentukan apa yang harus dilakukannya sesuai dengan kebutuhan tanpa mengabaikan program nasional pendidikan secara menyeluruh. Diberlakukannya otonomi sekolah, personil sekolah telah terlibat secara aktif bahkan pro-aktif dalam menentukan berbagai kebijakan untuk kepentingan sekolah. Pimpinan sekolah harus mampu memberdayakan personel sekolah dalam proses pengembangan sekolah. Hesselbein menjelaskan lebih lanjut, para pemimpin harus mengusahakan, memperjuangkan, dan kemudian mendukung gagasan- gagasan baru. Pemberdayaan orang-orang untuk berinovasi bukan berarti memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melakukan sesuatu yang mereka inginkan, tetapi berinovasi adalah adanya pengakuan dan penerimaan gagasan-gagasan baru tersebut tentunya dalam kerangka pengembangan sekolah. 33 Otonomi sekolah secara terang-terangan membutuhkan kepala sekolah yang terampil memanfaatkan kecerdasan intelegensia manajerialnya kecerdasan memimpin dan terampil mengelola organisasi, dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia sehingga dengan seluruh perangkat yang dimiliki organisasi 32 Mulyasa, Manajemen Berbasis ..., h. 39 33 Syafarudin, Efektifitas Kebijakan ..., h.133 dapat bersinergi dan dapat menuju pada pencapaian tujuan organisasi dan optimal. 34

b. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

Masyarakat merupakan partner sekolah dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran, Hubungan sekolah dengan masyarakat sebenarnya sudah didesentralisasikan tetapi dalam pelaksanaannya belum optimal. 35 Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk 1 meningkatkan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anak, 2 memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat, dan 3 menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. Jika hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan dengan harmonis, rasa tanggung jawab dan partisipasi masyarakat untuk memajukan sekolah juaga akan baik dan tinggi. Agar tercipta hubungan dan kerjasama yang baik antara sekolah dengan masyarakat, masyarakat perlu mengetahui dan memiliki gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan. Gambaran tersebut dapat diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan kepada orang tua murid, bulletin bulanan, penerbitan surat kabar, pameran sekolah, open house, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah murid, penjelasan oleh staf sekolah, murid, radio dan televisi, serta laporan tahunan. Kepala sekolah dituntut senantiasa berusaha membina dan meningkatkan hubungan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Melalui hubungan yang harmonis tersebut, diaharapkan tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu terlaksananya proses pensisikan disekolah secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang produktif dan berkualitas.

c. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

Ditinjau dari fungsi atau peranannya terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar, maka sarana pendidikan sarana material menurut Suharsimi 34 Amirudin siahaan, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Ciputat: Quantum Teaching, 2006, Cet. 1, h. 109 35 Mulyasa, Menjadi Kepala..., h. 22 dibedakan menjadi 3 macam, yaitu alat pengajaran, alat peraga, dan media pengajaran. Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halam sekolah sebagai lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan. 36 Standar sarana dan prasarana telah diatur dalam standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan informasi dan komunikasi. 37 Manajemen sarana dan prasarana bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan penghapusan serta penataan.

6. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah

Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar- mengajar, serta dukungan masyarakat yang tinggi. 36 Mulyasa, Manajemen Berbasis..., h.49 37 Permen No. 19 Tahun 2005, Tentang “Standar Nasional Pendidikan”, Jakarta: Cipta Jaya, 2005. h.25 Kualifikasi sekolah bervariasi dari sekolah yang sangat maju sampai sekolah yang ketinggalan, sedangkan lokasi sekolah sangat bervariasi mulai dari daerah perkotaan sampai di daerah pedesaan. Demikian juga partisipasi masyarakat orang tua juga bervariasi mulai dari masyarakat yang partisipasinya tinggi bahkan masyarakat yang kurang bahkan tidak berpartisipasi sama sekali. Agar MBS terimplementasi dengan optimal, sekolah perlu dikelompokkan menurut tingkat kemampuan manajemen mereka. Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk mempermudah pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan MBS. a. Pengelompokkan Sekolah Berdasarkan Kemampuan Manajemen Berdasarkan kondisi lokasi dan kualifikasi sekolah saat ini, kurang lebih akan ditemui tiga karakter sekolah, antara lain sekolah baik, sedang, dan kurang, yang tersebar dilokasi-lokasi maju, sedang, dan tertinggal. Kelompok-kelompok tersebut biasanya juga menggambarkan tingkat kemampuan manajemennya. Dengan adanya perbedaan manajemen tersebut sekolah-sekolah harus diperlakukan secara berbeda-beda, tergantung pada tingkat kemampuannya dalam menyerap sistem baru yang ditawarkan dalam MBS. 38 Dengan mempertimbangkan kemampuan sekolah, kewajiban dan kewenangan sekolah terhadap pelaksanaan MBS, pemerintah berkewajiban melakukan upaya-upaya maksimal bagi sekolah yang kemampuan manajemennya kurang untuk mempersiapkan pelaksanaan MBS. b. Pentahapan Pelaksanaan MBS Implementasi MBS adalah realisasi dari desentralisasi pendidikan yang memerlukan perubahan-perubahan mendasar terhadap aspek-aspek yang menyangkut keuangan, ketenagaan, kurikulum, sarana dan prasarana, dan partisipasi masyarakat. MBS diyakini akam dapat terimplementasi dengan 38 Sulaeman Hariadi, School Based Management, Jakarta: Depdiknas DKI Jakarta, 2001, h. 17 optimal setidaknya melalui tiga tahap, yaitu jangka pendek tahun pertama sampai dengan tahun ketiga, jangka menengah tahun keempat sampai tahun keenam, dan jangka panjang setelah tahun keenam. 39 Pelaksanaan jangka pendek diprioritaskan pada kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan perubahan mendasar terhadap tiga aspek-aspek pendidikan. Strategi ini bersifat sosialisasi MBS terhadap masyarakat dan sekolah, pelatihan terhadap sumber daya manusia yang akan melaksanakan MBS, dan mengalokasikan block grant langsung ke sekolah sebagai praktek pengelolaan keuangan dengan prinsip MBS. Apabila sekolah telah memahami hak dan kewajiban masing-masing, secara mendasar tentang aspek-aspek pendidikan dapat dilakukan sebagai jangka menengah dan jangka panjang. Merujuk pendapat Fattah, Mulyasa membagi implementasi MBS menjadi tiga tahapan, yaitu sosialisasi, piloting, dan desiminasi. Tahap sosialisasi merupakan tahap penting mengingat luasnya wilayah nusantara. Masyarakat harus dapat beradabtasi lebih baik dengan perubahan- perubahan baru, sehingga pencapaian tujuan perubahan tersebut menjadi leih efektif. Tahap piloting merupakan tahap uji coba agar penerapan konsep MBS tidak mengandung resiko, efektifitas model uji coba memerlukan persyaratan dasar, yaitu akseptabilitas adanya penerimaan dari para tenaga kependidikan sebagai pelaksana dan tanggung jawab pendidikan disekolah, akuntabilitas atinya program MBS harus dapat dipertanggung jawabkan, baik secara konsep, operasional, maupun pendanaannya, reflikabilitas artinya model-model MBS diuji-cobakan dapat direflikasi di sekolah lain sehingga perlakuan yang diberikan kepada sekolah uji-coba dapat dilaksanakan disekolah lain, dan sustainabilitas artinya program tersebut dapat dijaga kesinambungannya setelah uji coba dilaksanakan. Dan tahap selanjutnya tahap desiminasi merupakan tahapan 39 Hariadi, School Based ..., h. 19 memasyarakatkan model MBS yang telah diujicobakan ke berbagai sekolah agar dapat mengimplementasikannya secara efektif dan efisien. 40 c. Perangkat Pelaksanaan MBS Dalam mengimplementasikan MBS diperlukan adanya pedoman- pedoman sebagai pendukung serta untuk menjamin terlaksananya MBS yang mengakomodasi kepentingan otonomi sekolah, kebijakan pemerintah dan partisipasi masyarakat. Dalam pelaksanaannya MBS memerlukan seperangkat peraturan dan pedoman-pedoman yang digunakan sebagai pedoman perencanaan, monitoring dan evaluasi, dan laporan pelaksanaan. Dalam rencana sekolah merupakan perencanaan sekolah untuk jangka waktu tertentu, yang disusun oleh sekolah sendiri, yang bervisi dan misi sekolah, tujuan sekolah, dan prioritas-prioritas yang akan dicapai, serta strategi-strategi yang digunakan untuk mencapainya. 41 40 Mulyasa, Manajemen Berbasis ..., h.62 41 Hariadi, School Based ..., h.22 BAB III METODE PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah pada bab I, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah MBS dalam meningkatkan mutu pendidikan. 2. Mengetahui efektifitas Implementasi MBS dalam meningkatkan mutu pendidikan.

B. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama SMP 10 Nopember Jakarta yang beralamatkan di Jalan H. Ilyas Nomor 27 Kelurahan Petukangan Utara Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Sedangkan waktu penelitian ini pada bulan Januari - Maret tahun 2010.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu metode penelitian yang menggambarkan menginterpretasikan objek penelitian sesuai dengan apa adanya. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa perlakuan terhadap objek yang diteliti.

D. Unit Analisis

Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah semua guru dan staf di SMP 10 Nopember Jakarta. Sedangkan sumber data pelengkap adalah Kepala Sekolah. 29 Adapun responden yang diambil adalah seluruh guru dan staf di SMP 10 Nopember Jakarta yang berjumlah 17 orang.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAM (MBS) DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SDN KAUMAN 1 MALANG

0 7 17

KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH (MPMBS)

0 5 170

PENGARUH PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH TERHADAP MUTU PENDIDIKAN Pengaruh Peran Kepala Sekolah dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Mutu Pendidikan SD Negeri 01 Popongan Tahun 2015/2016.

0 1 14

PENGARUH PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH TERHADAP MUTU Pengaruh Peran Kepala Sekolah dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Mutu Pendidikan SD Negeri 01 Popongan Tahun 2015/2016.

0 1 15

IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN DI SMP NEGERI 6 KISARAN KABUPATEN ASAHAN.

0 1 27

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DALAM PENINGKATAN MUTU PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR NEGERI 020263 KOTA BINJAI.

0 0 28

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Islam (Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta Tahun 2011/2012).

0 0 12

PEMBERDAYAAN DEWAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN : Studi Analisis Terhadap Implementasi Konsep Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Se-Kabupaten Majalengka.

0 1 66

EVALUASI IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SMK NEGERI 1 CIMAHI.

0 1 37

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS MADRASAH (MBM) DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI MADRASAH ALIYAH NEGERI TOLITOLI

0 1 121