18
keragu-raguan atas kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya, pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas perlu dibuat,
terlepas dari pengungkapan dalam laporan keuangan. PSA 30 membolehkan tetapi tidak menganjurkan pernyataan tidak memberikan pendapat kerena
adanya kesangsian atas kelangsungan hidup.
4. Debt Default
Debt default
didefinisikan sebagai
kegagalan debitor
perusahaan untuk membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo Ramadhany, 2004:41. Dalam PSAK 30, indikator
going concern yang banyak digunakan oleh auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban
hutangnya default. Penyebab defaultnya suatu hutang disebabkan oleh kurangnya likuiditas perusahaan untukmembayar pokok dan
bunganya pada saat jatuh tempo. Hal ini dikarenakan lemahnya manajemen modal kerja perusahaan dan tidak tercapainya target
penjualan yang diharapkan sehingga kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi
kondisi keuangan perusahaan dimana sebagian dari kas akan dianggarkan sebagai dana pelunasan hutang kompas.
Ramadhany 2004:27 dalam penelitiannya menulis bahawa wawancara yang dilakukan Munchler 1984 terhadap auditor
menyatakan bahwa mereka tidak perlu menggunakan analisis rasio
19
dalam memutuskan keputusan going concern. Auditor hanya perlu berkonsentrasi pada identifikasi indikator-indikator yang lebih jelas
dari potensi masalah going concern. Dapat dikatakan bahwa status hutang perusahaan merupakan faktor
pertama yang akan diperiksa oleh auditor untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan. Ketika jumlah hutang perusahaan sudah sangat
besar, maka aliran kas perusahaan tentunya banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya, sehingga akan mengganggu kelangsungan
operasi perusahaan. Apabila hutang ini tidak mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default.
Status default dapat meningkatkan
kemungkinan auditor
mengeluarkan laporan going concern. Dengan menambahkan variabel default hutang pada model prediksi going concern yang sebelumnya hanya
memasukkan variabel-variabel rasio keuangan saja. Chen dan Church 1992 dalam penelitiannya meneliti manfaat
status default terhadap kewajiban hutang dalam pengeluaran opini audit going concern. Dari 127 perusahaan yang menerima opini going concern
pertama kalinya dari tahun 1983 sampai 1986, sebanyak 98 perusahaan dalam keadaan default atau dalam proses restrukturisasi kewajiban hutang
mereka, tujuannya adalh untuk menghindari default selanjutnya. Sebaliknya, hanya satu dari 127 perusahaan didalam sampel kendali berada
dalam default. Dimana sampel kendali meliputi perusahaan-perusahaan yang setidaknya memiliki satu karakteristik perusahaan bermasalah yaitu,
20
modal kerja negatif, defisit dalam laba ditahan dan menerima opini bersih. Pada penelitian tersebut ditemukan hubungan yang kuat antara
variabel default dengan keputusan opini going concern. Hasil temuannya juga menyatakan bahwa kesulitan dalam mentaati persetujuan hutang,
fakta-fakta pembayaran yang lalai atau pelanggaran perjanjian, memperjelas masalah going concern suatu perusahaan. Dengan penelitian
yang dilakukan Chen dan Church tersebut menjelaskan debt default atau status default pada hutang berpengaruh pada pemberian opini going
concern oleh auditor.
5. Opini Audit Tahun Sebelumnya
Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya atau 1 tahun sebelum tahun penelitian.
Opini audit tahun sebelumnya ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu auditee dengan opini going concern GCAO dan tanpa opini going concern
NGCAO. Mutchler 1984 melakukan wawancara dengan praktisi auditor
yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini
yang sama pada tahun berjalan. Mutchler 1984 menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern,
yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan
21
tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang
lain. Penelitian oleh Ramadhany 2004 memperkuat bukti mengenai
opini audit going concern yang diterima tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang
signifikan antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun
sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali
opini audit going cocern pada tahun berikutnya. Dengan adanya penelitian dari Mutchler dan Ramadhany menjadi bukti kuat pengaruh dari opini
auditor tahun sebelumnya dengan kemungkinan penerimaan opini going concern pada laporan keuangan suatu perusahaan.
6. Keberadaan Komite Audit
Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan
perusahaan. Komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam
menangani masalah pengendalian Nasution dan Setiawan, 2007. Kewenangan komite audit hanya sebatas memberikan rekomendasi
kepada dewan komisaris, kecuali jika komite audit mendapatkan kuasa
22
dari dewan komisaris, misalnya untuk menentukan komposisi auditor eksternal. Meskipun demikian, peran komite audit dalam meningkatkan
kinerja perusahaan cukup penting. The Institute of Internal Auditors IIA merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki
Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap Forum for Corporate Governance Indonesia, 2000. Penelitian oleh Wedari 2007 menguji
pengaruh keberadaan komite audit dengan praktik manajemen laba, hasilnya keberadaan komite audit berpengaruh secara signifikan dengan aktifitas
manajemen laba. Auditor terkadang mendapatkan tekanan dari manajemen dan
pemegang saham atas pemberian opini auditnya. Manajemen tentunya menginginkan opini audit atas laporan keuangannya yang bersih,
dalam artian wajar tanpa pengecualian. Oleh karena itu, keberadaan komite audit sangat penting untuk meredakan tekanan terhadap auditor
untuk menghasilkan opini yang wajar tanpa pengecualian.
7. Kepemilikan Manajerial
Menurut Jensen dan Meckling 1976, perbedaan kepentingan dan perilaku oportunistik berbanding terbalik dengan bagian kepemilikan
pihak dalam, karena kepemilikan pihak dalam manajemen bertindak sebagai sarana pengawasan yang membawa pada kualitas pelaporan yang
lebih tinggi. Jadi, semakin besar saham yang dimiliki oleh manajemen, mereka akan bertindak lebih hati-hati dalam membuat keputusan dan