Jenis Pekerjaan Orang Tua
23
8 Pegawai negeri golongan IA – ID 9 Supervisor pengawas
d. Golongan D 2 Pensiunan
3 Tidak mempunyai pekerjaan tetap e. Golongan E
1 Guru SMP, SMA 2 Juru rawat
3 Pekerja sosial 4 Kepala sekolah
5 Kontraktor kecil 6 Pegawai negeri golongan IIA – IID
7 Perwira ABRI 8 Wartawan
f. Golongan F
1 Buruh tidak tetap 2 Petani penyewa
3 Tukangpenarik becak g. Golongan G
1 Ahli hukum 2 Ahli ilmu tanahukur tanah
3 Apoteker 4 Arsitek
24
5 Dokter 6 DosenGuru besar
7 Gubernur 8 Insinyur
9 Kepala kantor pos pusat 10 Kontraktor besar
11 Manager perusahaan 12 Menteri
13 Pegawai negeri golongan IIA ke atas 14 Pengarang
15 Peneliti 16 Penerbang
17 Perwira ABRI MayorJendral 18 WalikotaBupati
h. Golongan H 1 Pembantu
2 Penjual keliling 3 Tukang cuci
i. Golongan I
1 ArtisSeniman 2 Buruh tetap
3 Montir 4 Pandai besiemasperak
25
5 Penjahit 6 Penjaga
7 Supir bus 8 Tukang kayu
9 Tukang listrik 10 Tukang mesin
Sementara itu, menurut Dewi 2004:32, pekerjaan dapat dibedakan menjadi dua 2 jenis, yaitu:
a. Pekerjaan pokok Pekerjaan pokok adalah jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang
sebagai sumber utama dari penghasilan, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sifat dari pekerjaan ini adalah
tetap. b. Pekerjaan sampingan
Pekerjaan sampingan adalah pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan oleh seseorang sebagai pekerjaan untuk memperoleh penghasilan
tambahan guna memenuhi kebutuhan hidup. Sifat dari pekerjaan ini adalah melengkapi pekerjaan pokok.
2. Pengertian orang tua Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1995:706, orang tua adalah
orang yang dianggap tua cerdik, pandai, ahli, dsb. Dalam pengertian sehari-hari, orang tua yang lazim disebut ayah dan ibu, memegang peranan
dalam kelangsungan hidup keluarga. Oleh karena itu, peran dan tanggung PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
jawab orang tua sangat besar dalam sebuah keluarga. Dalam penelitian ini, penulis membedakan pekerjaan orang tua menjadi dua jenis, yakni
berwirausaha dan tidak berwirausaha.
E . Kerangka Teoretik
1. Jiwa kewirausahaan mahasiswa ditinjau dari kutur keluarga Keluarga adalah tempat di mana kebanyakan orang menerima program
budaya pertama mereka. Antar keluarga yang satu dengan lainnya pola pikir, kebiasaan-kebiasaan, dan tindakan yang ditanamkan oleh anggota
keluarga bapak, ibu, kakak, dll kepada anaknya atau orang yang lebih muda berbeda-beda. Kultur yang tercermin pada hal-hal demikian
memungkinkan diserap anak dan selanjutnya akan berpengaruh pada segala hal yang dikerjakan anak, termasuk berwirausaha. Kultur dapat
diklasifikasikan ke dalam empat dimensi, yaitu: power distance, individualismcollectivism
, masculinityfemininity
, dan
uncertainty avoidance
. Dimensi power distance menunjukkan tingkat dimana kekuasaan
anggota dalam keluarga didistribusikan secara berbeda. Dalam situasi power distance
yang besar, perilaku bergantung anak pada orang tua adalah sesuatu yang diharapkan. Oleh karena itu, jiwa kewirausahaan yang
dimiliki anak rendah, karena otoritas orang tua terus berlangsung dalam hidupnya. Sebaliknya, dalam situasi power distance yang kecil, tujuan
pendidikan yang diberikan orang tua adalah untuk membiarkan anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
mengambil kontrol atas tindakan mereka sendiri. Oleh karena itu, jiwa kewirausahaan yang dimiliki anak tinggi, karena seorang anak selalu
diharapkan oraang tuanya untuk dapat berperilaku aktif dan dapat membuat keputusan sendiri tanpa pengaruh dari orang tuanya.
Individualitas menunjukkan suatu kelompok keluarga dimana pertalian antar individu cenderung menghilang. Sementara dimensi
kolektivitas menunjukkan suatu kondisi kelompok keluarga dimana individu-individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka
memiliki sifat loyal terhadap kelompoknya. Dalam budaya individualis, anak-anak diharapkan dan didorong oleh orang tua untuk menghasilkan
opini mereka sendiri. Oleh karena itu, semakin individualis maka semakin tinggi jiwa kewirausahaan pada anak. Orang tua bangga jika anak-anaknya
pada usia awal sudah bekerja untuk menambah uang saku sehingga dapat memutuskan bagaimana membelanjakan uang mereka. Sebaliknya,
semakin kolektif maka semakin rendah jiwa kewirausahaan pada anak. Hal ini disebabkan bukan hanya karena anak-anak tidak terbiasa belajar
membuat opini, tetapi juga karena budaya yang bersifat loyal dalam membentuk sebuah kebersamaan.
Pada dimensi
maskulin masculinity,
laki-laki dan
perempuan memegang nilai ketegasan, sedangkan dalam dimensi feminin femininity
memegang nilai yang lebih lunak. Dalam sebuah keluarga, satu dimensi yang berhubungan dengan gender dipengaruhi oleh orang tua. Jiwa
kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan kemajuan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
dan tantangan Suryana, 2003:13. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka pembentukkan jiwa kewirausahaan anak lebih dominan ada pada
budaya keluarga maskulin daripada feminin. Hal ini dikarenakan dengan memegang nilai ketegasan, baik laki-laki dan perempuan belajar untuk
berambisi dan bersaing untuk sebuah tujuan. Alasan selain itu, menurut John W. Berry, etc dalam Psikologi Lintas Budaya: Riset dan Aplikasi
adalah adanya penekanan terhadap tujuan-tujuan kerja, seperti ingin memiliki penghasilan.
Dimensi uncertainty avoidance menunjukkan sejauh mana pandangan anggota keluarga dalam menghadapi situasi yang tidak pasti. Keluarga
dengan budaya penghindaran ketidakpastian yang tinggi akan merasa terancam dengan sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Oleh kerena itu,
semakin tinggi dimensi uncertainty avoidance maka semakin rendah jiwa kewirausahaan
pada anak.
Sebaliknya, semakin
rendah dimensi
uncertainty avoidance pada sebuah keluarga maka semakin tinggi jiwa
kewirausahaan anak, karena penghindaran ketidakpastian yang lemah cenderung akan diperoleh perasaan yang positif dalam melihat segala
sesuatu. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara
kultur keluarga terhadap pembentukkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa.
29
2. Jiwa kewirausahaan mahasiswa ditinjau dari prodi Banyak orang mengidentifikasikan jiwa kewirausahaan seseorang
berkaitan erat dengan latar belakang disiplin ilmu yang digelutinya. Orang yang menggeluti bidang ekonomi identik dengan jiwa kewirausahaan.
Sebaliknya, orang yang bergelut di bidang non ekonomi dianggap menjadi sesuatu yang mustahil untuk dapat berwirausaha. Suryana 2003:7
mengungkapkan bahwa kewirausahaan merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dan diajarkan. Hal ini memberi penjelasan bahwa baik dalam
bidang ekonomi maupun non ekonomi, jika seseorang dalam masa studinya
diarahkan dan
dipersiapkan untuk
membangun dan
mengembangkan jiwa kewirausahaan, maka potensi itu akan tumbuh pada pribadi seseorang. Prodi-prodi di USD yang menawarkan mata kuliah
kewirausahaan, yakni
prodi Manajemen,
Pendidikan Akuntansi,
Pendidikan Dunia Usaha, Sastra Indonesia, Ilmu Komputer, Teknik Informatika, dan Farmasi-Profesi Apoteker memiliki rumusan tujuan yang
berbeda-beda. Prodi Manajemen memfokuskan misinya untuk menyiapkan calon manajer profesional yang mampu mengelola dan mengembangkan
perusahaanlembaga tempat ia bekerja. Prodi Pendidikan Akuntansi bertujuan menghasilkan tenaga kependidikan baik guru maupun non guru
yang profesional, serta memiliki prospek lulusan untuk bekerja di berbagai dunia usaha. Sama halnya dengan prodi Pendidikan Akuntansi, prodi
Pendidikan Dunia Usaha bertujuan menghasilkan tenaga kependidikan. Tujuan lainnya dari prodi ini adalah menyiapkan lulusan untuk dapat
30
menguasai ilmu ekonomi, manajemen, kewirausahaan, perkoperasian, akuntansi, dan praktek komputer yang memungkinkan lulusannya bekerja
di dunia usaha maupun pemerintah. Prodi Sastra Indonesia memiliki tujuan mempersiapkan praktisi dalam bidang aplikasi bahasa dan sastra
sesuai dengan
tuntutan era
global dan
perkembangan teknologi
komunikasi yang modern. Prodi Ilmu Komputer bertujuan menghasilkan sarjana sains yang menguasai struktur dan mekanisme kerja komputer.
Prodi Teknik
Informatika dalam
salah satu
rumusan tujuannya
memfokuskan agar lulusannya mampu bersikap positif dan mandiri dalam mengembangkan
kemampuan ilmu
teknik yang
dimilikinya dan
menerapkannya secara arif dan bijaksana untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat. Prodi Farmasi-Profesi Apoteker memiliki tujuan
menghasilkan Apoteker
yang berjiwa
Pancasila, berbudi
luhur, mempunyai kemandirian dan kreativitas, memiliki keterampilan di bidang
pelayanan kefarmasian, serta memiliki tekad untuk berpartisipasi aktif dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat. Mahasiswa
yang berada pada prodi-prodi tersebut akan memiliki jiwa kewirausahaan yang sejalan dengan tujuan yang telah dirumuskan, jika benar-benar
diarahkan dan dipersiapkan dengan baik. Selain pengaruh tujuan yang telah dirumuskan oleh setiap prodi, tumbuhnya jiwa kewirausahaan
seseorang juga dipengaruhi oleh faktor fasilitas dan tenaga pengajar. Prodi yang memberikan fasilitas untuk berwirausaha bagi mahasiswanya, baik
berupa tempat usaha, peralatan-peralatan yang diperlukan, dan izin usaha, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
membawa pengaruh bagi mahasiswanya untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan dalam dirinya. Begitu juga dengan faktor tenaga pengajar.
Masing-masing tenaga pengajar, dalam hal ini dosen mempunyai metode mengajar yang berbeda-beda. Ada dosen yang berpedoman pada metode
ceramah saja yang dirasa sudah cukup memadai untuk perkuliahan, ada juga dosen yang berpedoman pada metode ceramah atau pemberian teori,
kemudian dilengkapi dengan penerapan dalam praktek di lapangan. Tujuan-tujuan yang telah dirumuskan pada setiap prodi, fasilitas, dan
tenaga pengajar seperti diungkapkan di atas, berbeda pada setiap prodi yang menawarkan mata kuliah kewirausahaan. Hal-hal tersebut dapat
berpengaruh pada jiwa kewirausahaan dari mahasiswa yang mengikuti mata kuliah kewirausahaan. Oleh karena itu, diduga bahwa pada prodi
yang berbeda, jiwa kewirausahaannya juga berbeda. 3. Jiwa kewirausahaan mahasiswa ditinjau dari jenis pekerjaan orang tua
Berwirausaha bukan merupakan sesuatu yang dapat terjadi secara alamiah. Di dalam kenyataannya tidak dapat dihindari bahwa jiwa
kewirausahaan yang timbul dari seseorang tidak terlepas dari situasi atau kondisi dimana orang tersebut berada. Status atau pekerjaan orang tua
dapat menjadi peranan penting untuk membentuk jiwa kewirausahaan seseorang. Mahasiswa yang orang tuanya berwirausaha akan berdampak
pada anaknya untuk berwirausaha pula. Menurut Levi http:www. republika.co.idkorandetail.asp?id=232090katid=100, kuncinya adalah
pembiasaan. Orang tua dapat membiasakan sikap-sikap seperti tidak takut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
gagal, tidak cepat puas, dan selalu berusaha lebih baik daripada sebelumnya. Sikap-sikap ini dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan
pada diri seseorang. Hal ini berbeda dengan mahasiswa yang orang tuanya tidak berwirausaha. Mereka sebagai orang tua kurang memiliki sikap-sikap
seperti di atas, dimana dalam kehidupan sehari-harinya sikap-sikap tersebut tidak selalu muncul dan dibiasakan pada anak. Berdasarkan
pandangan di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa mahasiswa yang orang tuanya
berwirausaha memiliki
jiwa kewirausahaan
yang berbeda
dibandingkan dengan mahasiswa yang orang tuanya tidak berwirausaha.