Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
kewirausahaan merupakan bakat atau bawaan lahir, atau dengan kata lain dengan sendirinya seseorang mempunyai jiwa seperti ini karena ia memang
dari keturunan yang gemar berwirausaha. Namun pandangan tersebut kurang tepat. Jika seseorang mengikuti jejak orang tuanya untuk berwirausaha, hal
tersebut lebih banyak diperoleh dari proses belajar http:www.republika.co.id korandetail.asp?id=232090kat.id=100.
Penawaran mata kuliah kewirausahaan di tujuh program studi prodi di USD, yakni prodi Manajemen, Pendidikan Akuntansi, Pendidikan Dunia
Usaha, Sastra Indonesia, Ilmu Komputer, Teknik Informatika, dan Farmasi- Profesi Apoteker, dimaksudkan untuk mengembangkan dan menumbuhkan
jiwa kewirausahaan mahasiswa. Ada beberapa faktor yang diduga kuat berhubungan dengan pembentukan jiwa kewirausahaan mahasiswa, antara
lain: kultur keluarga, pekerjaan orang tua, dan latar belakang pendidikan. Pada dimensi kultur keluarga yang berbeda, kemungkinan jiwa kewirausahaan yang
dimiliki mahasiswa juga berbeda. Kultur keluarga dapat diklasifikasikan ke dalam empat dimensi, yaitu: power distance, individualismcollectivism,
masculinityfemininity , dan uncertainty avoidance. Keluarga dengan dimensi
power distance yang besar akan berpengaruh pada rendahnya jiwa
kewirausahaan anak, karena otoritas orang tua terus berlangsung dalam kehidupan anak. Sebaliknya, keluarga dengan dimensi power distance yang
kecil akan mempengaruhi jiwa anak untuk berwirausaha. Hal ini dikarenakan adanya pembiasaan yang dilakukan orang tua agar anaknya berperilaku aktif
dan dapat membuat keputusan sendiri. Dalam sebuah keluarga dengan budaya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
individualis, anak-anak belajar untuk berpikir mengenai diri mereka sendiri. Mereka diharapkan bertanggung jawab pada setiap opini yang dibuat. Oleh
karena itu, semakin individualis maka semakin tinggi jiwa kewirausahaan pada anak. Sebaliknya dalam budaya kolektif, hal utama yang dipegang adalah
loyalitas pada
keluarga. Sifat
loyal ini
menjadikan kuatnya
ikatan persaudaraan, sehingga secara terus-menerus anak kurang dapat bertanggung
jawab terhadap kebutuhan keuangannya. Dalam keluarga seperti ini, jiwa kewirausahaan pada anak kurang bisa terbentuk atau rendah. Pada dimensi
masculinity , laki-laki dan perempuan memegang nilai ketegasan, sedangkan
dalam dimensi femininity memegang nilai yang lebih lunak. Oleh karena itu berdasarkan karakteristik jiwa kewirausahaan yang telah diungkapkan
sebelumnya, maka kultur keluarga pada dimensi masculinity akan lebih dominan membentuk jiwa kewirausahaan anak dibandingkan pada dimensi
femininity. Keluarga dengan budaya uncertainty avoidance yang tinggi akan
berdampak pada rendahnya jiwa kewirausahaan anak, sedangkan pada tingkat uncertainty
avoidance rendah
memungkinkan terbentuknya
jiwa kewirausahaan anak. Dengan mengembangkan sikap dan cara berpikir positif,
maka akan meminimalkan perasaan terancam pada sesuatu yang belum pasti. Mahasiswa yang berada di prodi yang satu, jiwa kewirausahaannya juga
akan berbeda dengan mahasiswa yang berada pada prodi yang lain, meskipun keduanya menawarkan mata kuliah kewirausahaan. Faktor yang dapat
mempengaruhinya antara lain: fasilitas, tenaga pengajar, dan tujuan yang telah dirumuskan oleh setiap prodi. Jika suatu prodi memberikan fasilitas untuk
5
berwirausaha bagi mahasiswanya, baik berupa tempat usaha, peralatan- peralatan yang diperlukan, dan izin usaha, maka memungkinkan terbentuknya
jiwa kewirausahaan. Tenaga pengajar seperti dosen pada setiap prodi juga memiliki metode berbeda-beda dalam membekali mahasiswa untuk tertarik
berwirausaha. Ada dosen yang berpedoman pada metode ceramah saja yang dirasa sudah cukup memadai untuk perkuliahan, ada juga dosen yang
berpedoman pada metode ceramah atau pemberian teori, kemudian dilengkapi dengan penerapan dalam praktek di lapangan.
Rumusan tujuan yang ada pada setiap prodi yang menawarkan mata kuliah kewirausahaan berbeda-beda. Prodi Manajemen memfokuskan misinya untuk
menyiapkan calon manajer profesional yang mampu mengelola dan
mengembangkan perusahaanlembaga tempat ia bekerja. Prodi Pendidikan Akuntansi bertujuan menghasilkan tenaga kependidikan baik guru maupun
non guru yang profesional, serta memiliki prospek lulusan untuk bekerja di berbagai dunia usaha. Sama halnya dengan prodi Pendidikan Akuntansi, prodi
Pendidikan Dunia Usaha bertujuan menghasilkan tenaga kependidikan. Tujuan lainnya dari prodi ini adalah menyiapkan lulusan untuk dapat
menguasai ilmu
ekonomi, manajemen,
kewirausahaan, perkoperasian,
akuntansi, dan praktek komputer yang memungkinkan lulusannya bekerja di dunia usaha maupun pemerintah. Prodi Sastra Indonesia memiliki tujuan
mempersiapkan praktisi dalam bidang aplikasi bahasa dan sastra sesuai dengan tuntutan era global dan perkembangan teknologi komunikasi yang
modern. Prodi Ilmu Komputer bertujuan menghasilkan sarjana sains yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
menguasai struktur dan mekanisme kerja komputer. Prodi Teknik Informatika dalam salah satu rumusan tujuannya memfokuskan agar lulusannya mampu
bersikap positif dan mandiri dalam mengembangkan kemampuan ilmu teknik yang dimilikinya dan menerapkannya secara arif dan bijaksana untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat. Prodi Farmasi-Profesi Apoteker memiliki tujuan menghasilkan Apoteker yang berjiwa Pancasila, berbudi
luhur, mempunyai kemandirian dan kreativitas, memiliki keterampilan di bidang pelayanan kefarmasian, serta memiliki tekad untuk berpartisipasi aktif
dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat. Mahasiswa yang berada pada prodi-prodi tersebut akan memiliki jiwa kewirausahaan yang
sejalan dengan tujuan yang telah dirumuskan, jika benar-benar diarahkan dan dipersiapkan dengan baik.
Jiwa kewirausahaan yang ada pada seseorang juga tidak terlepas dari situasi dan kondisi dimana orang tersebut berada. Mahasiswa yang orang
tuanya berwirausaha akan lebih mempengaruhi dirinya untuk berwirausaha pula dibandingkan jika orang tuanya tidak berwirausaha. Pada mahasiswa
yang orang tuanya berwirausaha akan selalu membiasakan anaknya
melakukan sikap-sikap, seperti tidak takut gagal, tidak cepat puas, dan selalu berusaha lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini sejalan dengan sifat-sifat
wirausahawan yang sukses. Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk menyelidiki jiwa
kewirausahaan mahasiswa dilihat dari segi kultur keluarga, latar belakang pendidikan, dan pekerjaan orang tua. Penelitian ini selanjutnya dituangkan
7
dalam judul “Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Ditinjau dari Kultur Keluarga, Program Studi, dan Jenis
Pekerjaan Orang Tua” dan merupakan studi kasus pada mahasiswa USD
yang telah mengikuti mata kuliah kewirausahaan.