kehidupan sehari-hari. Misalnya dengan mempelajari proses terjadinya hujan, dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan tadah air hujan yang disuling menjadi air
bersih. Berdasarkan hakikat IPA tersebut, dalam proses pembelajaran diharapkan
ke empat komponen tersebut muncul, sehingga menjadikan pembelajaran menjadi bermakna dan utuh, serta siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dalam
memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah dengan menerapkan metode ilmiah, dan tujuan pembelajaran IPA dapat tercapai.
2.1.4 Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran IPA diharapkan menjadi wahana peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut
dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari KTSP; 2007: 484. Pembelajaran IPA dapat digambarkan sebagai suatu sistem sehingga pembelajaran IPA
merupakan interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran guna mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah
ditetapkan. Carin 1993: 4 mendeskripsikan sains sebagai keteraturan dan organisasi.
Jagat raya adalah suatu organisasi yang teraur terdiri dari materi yang memiliki bentuk bermacam-macam dari Kristal garam sampai galaksi, dari sel amoeba
sampai multi seluler manusia. Tetapi dari bentuk itu tersembunyi keteraturan dan tidak terlihat, kecuali jika diteliti dengan memotong melintang materi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka secara umum pembelajaran IPA merupakan
pembelajaran yang mempelajari mengenai diri sendiri dari yang paling kecil yaitu sel-sel hingga jagat raya.
Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD MI antara lain; 1 makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya
dengan lingkungan serta kesehatan; 2 bendamateri, sifat-sifat dan kegunaanya meliputi cair, padat dan gas; 3 energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi,
panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana dan 4 bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Pada umumnya seorang anak memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar pada usia 6 tahun. Piaget dalam Slavin, 2006: 65 mengelompokkan tahap
perkembangan kognitif menjadi beberapa tahapan antara lain sebagai berikut. 1. Tahap sensorik instigtif 0-2 tahun
2. Tahap praoprasional 2-7 tahun 3. Tahap operasional konkret 7-12 tahun
4. Tahap operasional formal 12-15 tahun Tahapan perkembangan yang telah diungkapkan oleh Piaget, bahwa pada
usia 7-12 tahun anak sedang duduk di bangku sekolah dasar dan berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, anak mampu mengoperasionalkan
berbagai logika namum cara berpikir anak masih konkret dan belum menangkap yang abstrak. Maka dalam pembelajaran, guru perlu menyesuaikan dengan
keadaan dan karakteristik siswa. Edgar Dale dalam kerucut pengalaman Dale
Dale’s Cone Experience mengatakan bahwa hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman
langsung, kenyataan yang ada di lingkungan, meliputi benda tiruan, hingga pada lambang abstrak. Pengalaman konkrit akan mempermudah siswa dalam
memahami suatu gagasan dibandingkan ketika siswa menerima pengetahuan secara teoritis.
Peran guru dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar sangat penting dalam menyediakan benda-benda konkrit serta alat peraga sebagai pendukung
pembelajaran, sehingga menjadikan pembelajaran IPA lebih mudah dipahami oleh siswa. Pembelajaran IPA juga menggunakan keterampilan proses dalam
pengalaman belajar. Keterampilan proses merupakan perlakuan dalam pembelajaran yang menekankan pada pembentukan keterampilan untuk
memperoleh suatu pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pembelajaran IPA juga mencakup empat komponen hakikat IPA. Komponen
tersebut meliputi, IPA sebagai produk, IPA sebagai proses, IPA sebagai sikap ilmiah dan IPA sebagai teknologi. Oleh sebab itulah IPA masuk dalam kurikulum
di sekolah dasar.
2.1.5 Model Pembelajaran