Hasil-hasil penelitian tentang Ruang Yang Terbatas dan Pola Pengasuhan Anak :

2.2 Hasil-hasil penelitian tentang Ruang Yang Terbatas dan Pola Pengasuhan Anak :

1. Ruang Yang Terbatas

Rumah dan lingkungan pemukiman akan memberi pengaruh psikologis pada individu yang menempatinya. Lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu di suatu tempat tinggal, rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya. Macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal di sana. Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi sosial. Para mahasiswa yang bertempat tinggal di asrama yang padat sengaja mencari dan memilih tempat duduk yang jauh dari orang lain, tidak berbicara dengan orang lain yang berada di tempat yang sama. Dengan kata lain mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung untuk menghindari kontak sosial dengan orang lain. Penelitian yang diadakan oleh Karlin dkk, mencoba membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar. Kesemuanya itu tinggal dalam kamar yang dirancang untuk Universitas Sumatera Utara dua orang. Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporkan adanya stres dan kekecewaan yang secara nyata lebih besar dari pada mahasiswa yang tinggal berdua. Selain itu mereka yang tinggal bertiga juga lebih rendah prestasi belajarnya. Pengaruh ini ternyata lebih berat dihadapi pada mahasiswi yang lebih banyak mengubah lingkungan untuk menyesuaikan diri, sebaliknya pada mahasiswa pada umumnya lebih banyak mengubah perilaku untuk menyesuaikan diri. Para mahasiswi berusaha membuat bagian ruang yang sudah sempit tersebut agar dapat menjadi ruang yang menyenangkan, sementara para mahasiswa lebih banyak menggunakan waktunya di luar. Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas apabila dihuni oleh sejumlah besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negatif pada penghuninya. Hal ini terjadi karena dalarn rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu sering harus bertemu dan berhubungan dengan orang lain baik secara fisik maupun verbal, sehingga individu memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut dapat menyebabkan individu merasa tidak mampu rnengolah dan mengatur masukan yang diterima. Individu menjadi terhambat untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Keadaan tersebut pada akhimya menimbulkan perasaan sesak pada individu dan pada penghuni didalam rumah tempat tinggal tersebut. Universitas Sumatera Utara

2. Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga

Hastuti 2008 mengemukakan bahwa pengasuhan kerap didefinisikan sebagai cara mengasuh anak mencakup pengalaman, keahlian, kualitas dan tanggung jawab yang dilakukan orangtua dalam mendidik dan merawat anak, sehingga anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan oleh keluarga dan masyarakat dimana dia berada atau tinggal. Tugas pengasuhan ini umumnya dilakukan oleh ayah dan ibu orangtua biologis anak, namun bila orangtua biologisnya tidak mampu melakukan tugas ini, maka tugas ini diambil alih oleh kerabat dekat termasuk kakak, kakek dan nenek, orangtua angkat atau oleh institusi pengasuhan sebagai alternative care. Tugas pengasuhan juga mencakup pemenuhan kebutuhan psikis anak dan pemberian stimulasi untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan anak secara maksimal. Beberapa aspek dalam pola pengasuhan yaitu mencakup pola asuh makan, pola asuh hidup sehat, pola asuh akademik atau intelektual, pola asuh sosial emosi serta pola asuh moral dan spiritual. Penelitian yang dilakukan pada keluarga yang tinggal di desa dan kota menemukan fakta bahwa anak yang tinggal di kota lebih banyak menerima stimulasi dari orangtuanya dibandingkan dengan anak yang tinggal di desa. Hal ini dipengaruhi oleh nomor urut anak, pendidikan orangtua dan pendapatan keluarga. Faktor karakteristik anak dan kondisi ekonomi serta pendidikan orangtua berpengaruh dalam pemberian stimulasi pada anak dan menemukan bahwa selain faktor ekonomi, faktor keadaan kehidupan keluarga juga mempengaruhi pola Universitas Sumatera Utara pengasuhan anak dalam keluarga tersebut. Pada penelitian, ditemukan bahwa banyak sekali keluarga yang tidak lengkap struktur keluarganya, namun di sisi lain juga ditemukan keluarga yang terlalu banyak anggota keluarganya. Pola pengasuhan anak juga dipengaruhi oleh keadaan pekerjaan tetap pada orangtua, dengan adanya pekerjaan pada orangtua yang mengharuskan suami dan istri bekerja guna untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dimana hal itu akan mempengaruhi penerapan pola pengasuhan dan cenderung berbeda antara satu keluarga dan keluarga yang lainnya dan berujung pada pembentukan kualitas karakter anak kedepannya. Pola pengasuhan anak terkadang juga dapat dipengaruhi oleh kebudayaan yang ada di lingkungan dimana mereka tinggal, maupun kebudayaan dari etnis yang mereka wariskan. Pola Pengasuhan Anak Pada Etnis Jawa Pola pengasuhan anak pada setiap etnis ternyata memiliki kekhasan masing- masing. Berangkat dari fakta pengasuhan anak kemudian dipergunakan sebagai bahan kajian untuk membangun konsep dan proposisi ilmiah. Fakta yang ditemukan pada etnik mandar adalah bahwa ibu menyiapkan ASI secara sederhana, menyusui pada tempat tertentu dan secara terbatas, memberi makanan pada anak dengan cara anak menyuap dirinya sendiri, dan melepaskan anak bebas bermain tanpa kontrol ketat. pada orang Jawa migran ditemukan fenomena berupa tindakan persiapan ASI yang lebih kompleks, menyusui kapan saja dan di mana saja, pemberian makanan dengan jalan disuapi, dan anak bermain di bawah pengawasan ketat. Ibu Jawa migran mempersiapkan ASI dengan minum jamu, pilis susu, dan wowong yang dianjurkan Universitas Sumatera Utara oleh orang tuanya sedangkan pada ibu Mandar tidak ditemukan hal sedemikian. Budaya memiliki salah satu aspek yaitu norma. Perilaku terpilih kemudian dianut oleh sabagian besar masyarakat yang terbentuk menjadi norma. Norma ini mengatur perilaku masyarakat atau menjadi pola pengasuhan anak yang dianut masyarakat. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa norma yang dianut oleh suatu masyarakat berpengaruh terhadap pola pengasuhan anak pada masyarakat bersangkutan. Pola pengasuhan anak diperoleh dari produk interaksi ibu dengan lingkungannya significant others dan generalized others. Interaksi itu sendiri merupakan norma berperilaku dari ibu dalam bermasyarakat pada suatu komunitas sosietas. Norma itu sendiri merupakan salah satu unsur budaya. Dengan demikian pola pengasuhan merupakan produk budaya. Peneliti. menangkap makna tindakan pengasuhan yang dilakukan ibu ternyata bersandar pada apa yang dituntut masyarakat terhadap diri ibu yang merupakan norma pengasuhan anak. Karena perilaku etnik merupakan produk budaya maka dapat disimpulkan : 1 pengasuhan anak melekat pada orang jawa migran merupakan produk budaya Jawa migran; 2 pengasuhan anak lepas pada orang Mandar merupakan produk budaya Mandar. Kristalisasi kesimpulan makna adalah ditemukan pengasuhan anak melekat pada orang Jawa migran dan ditemukan pengasuhan anak lepas pada orang Mandar. Bila diajukan pertanyaan mengapa orang Jawa Mandar mengasuh secara lepas, penelitian ini akan menyodorkan kesimpulan yang diambil berdasar pada fakta dari dua etnik tersebut. Proposisi yang disimpulkan secara rinci adalah : Proposisi 1: Pengasuhan anak dipengaruhi oleh budaya asal ibu. Proposisi 2: Pengasuhan anak merupakan produk Universitas Sumatera Utara budaya etnik ibu. Proposisi 3: Pengasuhan anak merupakan hasil interaksi budaya ibu dengan masyarakat tempat ibu berada. Pola Pengasuhan Anak Pada Etnis Batak Hasil penelitian Irmawati yang disampaikan pada temu Ilmiah Nasional dan Kongres D Himpunan Psikologi Indonesia Surabaya 15-17 Januari 2004 menunjukkan bahwa suku Bangsa Batak Toba yang tinggal di desa Parparean II memiliki lingkungan geogra fis yang berstruktu r tanah gersang, tidak mudah diolah dan tingkat kesuburan yang tergantung pada curah hujan, membuat masyarakatnya tidak terrnanjakan oleh alam. Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Menariknya, penggarap sawah adalah perempuan sekalipun tidak berarti bahwa laki-laki sama sekali tidak bertani. Bilamana usai pelajaran sekolah, anak-anak juga terlihat membantu pekerjaan orangtua di sawah. Menurut beberapa orangtua dengan menyertakan anak bekerja sejak usia sekolah dasar, utamanya bukanlah karena ingin memanfaatkan tenaga anak-anak tersebut sekalipun bantuan anak-anak sangat memudahkan mereka, tetapi lebih untuk memperkenalkan mereka pada kehidupan yang menuntut kerja keras. Kehidupan penduduk di desa ini tergolong sederhana. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas rumah penduduk yang dibangun dari kayu dan beratap seng. Hal yang mencolok adalah mereka mempunyai kebanggaan dengan menghiasi dinding ruang tamu dengan foto-foto anak-anaknya yang telah berhasil dalam pendidikan wisuda. Sarana hiburan dapat dikatakan tidak ada, kecuali sarana kehidupan sosial masyarakat pria Batak Toba yaitu kedai kopituak yang berjumlah 3 buah kedai. Dalam melakukan akti fitas keseharian rumah tangga, Universitas Sumatera Utara mereka terbiasa bekerja sama antara orangtua dan anak tanpa melibatkan orang lain. Hai yang istimewa adalah sarana pendidikan yang cukup lengkap, yang dimulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai tingkat pendidikan menengah atas, termasuk di antaranya sekolah kejuruan. Suku Bangsa Batak Toba meletakan nilai pendidikan sebagai hal yang utama dalam kehidupan mereka. Untuk pendidikan, keluarga suku bangsa BatakToba satu dan lainnya sangat berkompetisi dalam menyekolahkan anak- anaknya. Hal ini dilandasi oleh nilai-niiai filsafat hidup orang Batak Toba, bahwa jalan menuju tercapainya. Kekayaan hamoraon dan kehormatan hasangapon adalah melalui pendidikan. Namun diantara nilai-nilai tersebut, anak hagabeon merupakan nilai yang paling penting. Dalam nilai gabe, juga tercakup unsur-unsur kaya dan kehormatan. Aspirasi orangtua mengenai pendidikan anak ternyata agar anaknya mampu bersekolah sampai tingkat perguruan tinggi. Pembentukan motivasi berprestasi pada anak-anak Batak Toba sekalipun pada awalnya bersifat ekstrinsik namun kemudian hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi ini terinternaiisasi menjadi motivasi intrinsik. Berbicara mengenai pola pengasuhan, orangtua cenderung bergaya authoritative. Sekalipun demikian, gaya authoritarian tetap masih ada berkaitan dengan keinginan agar anak bersikap taat pada aturan agama dan orangtua. Pola pengasuhan ini diikuti juga oieh sikap orangtua yang mendorong pencapaian pendidikan anak dibidang pendidikanakademik berupa dukungan, kontrol dan kekuasaan, yang mereka perlihatkan dalam mengarahkan kegiatan anak pada pencapaian prestasi tertentu. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN