rempeyek A2 dan A3 karena rempeyek A1 mempunyai penilaian yang paling tinggi 2,4 dimana semakin tinggi tingkat penilaian maka rempeyek akan
semakin disukai. Warna rempeyek kacang hijau yang dimodifikasi dengan tepung belalang
kayu memiliki warna yang berbeda dengan rempeyek pada umumnya. Warna yang dihasilkan lebih coklat dari warna pada umumnya. Hal ini disebabkan karena
tepung belalang memiliki warna coklat. Warna dapat menandakan rasa suatu makanan. Bila suatu makanan
menyimpang dari warna yang umumnya berlaku, makanan tersebut pastinya tidak akan dipilih oleh konsumen. Meskipun sesungguhnya makanan tersebut masih
baik kondisinya. Meskipun demikian warna juga tidak selalu identik dengan suatu rasa tertentu Astawan, 2008.
Fungsi dari warna pada suatu makanan sangatlah penting, karena dapat membangkitkan selera makan. Warna dalam suatu makanan yang dijual di pasaran
belum tentu aman, yang tidak baik untuk dikonsumsi terlalu sering karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut sehingga berbahaya bagi kesehatan
Winarno, 2004.
5.4 Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Rempeyek
Pengujian organoleptik terhadap aroma rempeyek yang memiliki skor tertinggi adalah A1 dengan campuran tepung belalang dan tepung tapioka
20:20 yaitu sebesar 78 86,6 yang termasuk dalam kategori suka. Rempeyek A2 dengan campuran tepung belalang dan tepung tapioka 25:15
memiliki skor 63 70,0 termasuk dalam kategori kurang suka. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
rempeyek A3 dengan campuran tepung belalang dan tepung tapioka 30:10 memiliki skor 57 63,4 termasuk dalam kategori kurang suka.
Berdasarkan hasil analisis Sidik Ragam menunjukkan bahwa nilai F
hitung
11,14 F
tabel
3,15. Hal ini berarti ada perbedaan penilaian terhadap aroma rempeyek yang dimodifikasi tepung belalang kayu dengan persentase 20, 25
dan 30. Berdasarkan Uji Ganda Duncan terhadap hasil penilaian aroma rempeyek
A2 sama dengan A3, namun rempeyek A1 berbeda dengan kedua rempeyek lainnya. Hal ini berarti bahwa aroma rempeyek A1 lebih disukai daripada aroma
rempeyek A2 dan A3 karena rempeyek A1 mempunyai penilaian yang paling tinggi 2,5 dimana semakin tinggi tingkat penilaian maka rempeyek akan
semakin disukai. Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk
diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar. Aroma dihasilkan dari interaksi zat-zat dengan jutaan rambut getar pada sel epitelium
olfaktori yang terletak di langit-langit rongga hidung Setyaningsih, 2010.
5.5 Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Rempeyek
Pengujian organoleptik terhadap rasa rempeyek yang memiliki skor tertinggi adalah A1 dengan campuran tepung belalang dan tepung tapioka
20:20 yaitu sebesar 76 84,4 yang termasuk dalam kategori suka. Rempeyek A2 dengan campuran tepung belalang dan tepung tapioka 25:15
memiliki skor 71 78,9 termasuk dalam kategori suka. Sedangkan rempeyek
Universitas Sumatera Utara
A3 dengan campuran tepung belalang dan tepung tapioka 30:10 memiliki skor 52 57,8 termasuk dalam kategori kurang suka.
Berdasarkan hasil analisis Sidik Ragam menunjukkan bahwa nilai F
hitung
11,3 F
tabel
3,15. Hal ini berarti ada perbedaan penilaian terhadap rasa rempeyek yang dimodifikasi tepung belalang kayu dengan persentase 20, 25
dan 30. Berdasarkan Uji Ganda Duncan terhadap hasil penilaian rasa rempeyek A2
sama dengan kedua perlakuan lainnya, namun rasa rempeyek A1 berbeda dengan rempeyek A3. Hal ini berarti bahwa rasa rempeyek A1 lebih disukai daripada rasa
rempeyek A2 dan A3 karena rempeyek A3 mempunyai penilaian yang paling tinggi 2,5 dimana semakin tinggi tingkat penilaian maka rempeyek akan
semakin disukai. Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu
senyawa dapat dikenali rasanya. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.
Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan threshold. Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan
threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa
Winarno 2004.
Universitas Sumatera Utara
5.6 Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Rempeyek