commit to user
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Judul
Pengertian dari judul Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah sebagai
berikut: Interior
: Ruang dalam suatu bangunan
Ensiklopedia Indonesia, 1989, hal : 195
Desain Interior : Merencanakan, menata dan merancang ruang-ruang
interior dalam bangunan.
Francis D.K. Ching, Desain Interior, 1996, hal 46
Seni pertunjukan : Merupakan ekspresi dari perseorangan atau komunitas
dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang.
Drs. Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi dan Tantangannya, 2003, hal: 23
Eklektik : Gaya eklektik sendiri dikenal dalam istilah interior
sebagai gaya gado-gado, yang merupakan paduan dari beragam selera gaya.
http:okezone.com
Jadi Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah suatu proses, pembuatan,
merancangkan, merencanakan desain tempat pertunjukan yang menampung
commit to user 11
kegiatan manuasia untuk mengekspresikan dari perseorangan atau komunitas dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang ruang dalam
suatu bangunan yang berupa tempat pertunjukan seni tradisional Jawa untuk melengkapi fasilitas hiburan yang ada di Surakarta dengan perpaduan desain
interior dari berbagai gaya atau disebut eklektik.
B. Tinjauan Khusus Gedung Pertunjukan
1. Tinjauan dan Latar Belakang Bentuk Teater
Kata “
teater
” sebenarnya merupakan istilah seni yang dipertunjukkan. Istilah ini berasal dari Yunani yaitu “
theatron
” yang berarti “tempat pertunjukan”. Teater disini tidak sebatas pada pengertian saja tetapi lebih dari
itu. Secara tersirat teater mengandung pengertian : teater adalah suatu kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai alat atau media
utama untuk menyatakan rasa dan karsanya, mewujudkan dalam suatu karya seni. Didalam menyatakan rasa dan karsanya itu, alat atau media utama tadi
ditunjang oleh unsur gerak, unsur suara, dan bunyi, serta unsur rupa. Unsur
– unsur teaternya menurut urutan sebagai berikut
:
a. Tubuh manusia sebagai alat media utama pemeran pemain
b. Gerak sebagai unsur penunjang gerak, tubuh, suara, bunyi, rupa
c. Suara sebagai unsur penunjang kata atau ucapan pemeran
d. Bunyi sebagai unsur penunjang efek bunyi benda, musik
e. Rupa sebagai unsur penunjang cahaya, sinar lampu, skeneri, kostum, tata
rias Sedangkan pengertian teater dalam arti luas adalah segala bentuk
tontonan yang dipertunjukkan banyak orang. Misalnya wayang orang,
commit to user 12
ketoprak, lenong, dan lain sebagainya. Sebagai seni yang dipertunjukkan, teater paling tidak harus memiliki tiga elemen pokok, yaitu :
Penonton, dalam pentas teater tidak mengenal kedudukan pria, wanita , tua, muda, dan anak
– anak. Secara naluriah, manusia dipengaruhi oleh sikap dan tindakannya. Kemauan pergi ke teater karena mereka ingin mengetahui.
Berawal dari sinilah mereka pergi untuk melihat, menghayati, serta menikmati pertunjukan yang disajikan. Karena ia menikmati, menyaksikan
dan melihat maka ia disebut sebagai penonton. Pertunjukan teater tidak lengkap tanpa adanya penonton, karena pokok dari penyajian adalah untuk
mengubah, mempengaruhi, membawa penonton kesuasana kehidupan yang sebenarnya dan diharapkan dapat terlihat langsung dalam pertunjukan.
Tempat, jika dilihat dari perkembangannya teater pada mulanya merupakan wujud pemujaan upacara sakral. Hingga perkembangan selanjutnya
berubah dari upacara pemujaan menjadi akting, dengan sendirinya berpengaruh juga pada bentuk ruang teater. Mula
– mula tapal kuda atau setengah lingkaran, sering disebut
“theatre in the round”. Tempat pementasan yang baik adalah adanya hubungan yang baik antara pemain
dengan penonton. Tempat pertunjukan yang dipilih pada ruang tertutup atau terbuka. Tempat merupakan elemen kedua yang harus ada.
Penyaji, elemen ini merupakan elemen yang paling penting karena tanpa penyaji pertunjukan tidak pernah ada. Penyaji adalah semua orang yang
terlibat dalam pertunjukan. Biasanya mereka terdiri dari penata lampu, penata laku, penata kostum, penata panggung, perancang dekorasi, dan
masih banyak lainnya.
commit to user 13
Bentuk fisik ruang teater sekarang ini mengacu pada perkembangan teater di Eropa. Sejarah yang panjang mengenai ruang pertunjukan dapat
dilihat pada sejarah perkembangan teater atau ruang pertunjukan.
Yuni Kristanti
, 2008, Hal: 29-31
2. Pengertian Gedung Pertunjukan atau Pementasan
Ruang pertunjukan atau ruang pentas adalah merupakan sarana yang senantiasa menjadi wahana utama dalam mewujudkan adanya interaksi suatu
pementasan sebagai bentuk aktivitas. Pengertian ruang yang berkaitan dengan seni pertunjukan ini sebenarnya terbats pada fungsinya yang secara praktis
dapat dikategorikan dalam 4 macam klasifikasi: Akting area atau panggung
Auditorium atau ruang penonton
Auxilary working storage
atau penunjang
Storage space
atau ruang pengadaangudang Keempat komponen tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling
mendukung dalam menyiapkan dan melaksanakan kegiatan aktivitasyang berhubungan dengan suatu pementasan. Keempat ruang tersebut mempunyai
hubungan berantai dalam proses interaksi. Secara fungsional, organisasi ruang pertunjukan dikelompokkan
menjadi tiga bagian sebgai berikut: a.
Ruang utama, yaitu ruang yang berfungsi sebagai tempat untuk menampung penonton.
b. Ruang penunjang, berupa reception bagian penerimaan yang terdiri
dari kantor, tempat penyimpanan pakaian dan sebagainya.
commit to user 14
c. Ruang perlengkapan, berupa panggung utama, panggung sayap,
daerah belakang panggung, gudang layar pertunjukan, bengkel kerja, ruang latihan, dan sebagainya.
Adapun kebutuhan ruang pertunjukan secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Perangkat ruang pentas, yang terdiri dari:
Raung persiapan
Auxilary working storage,
ruang yang berfungsi sebagai tempat pengontrol suara dan cahaya untuk
daerah panggung yang biasanya digunakan untuk mengawasi suara pemain dalam pertunjukan yaitu agar pemain tersebut dapat
mengetahui bagaimana suara sesungguhnya dapat diterima penonton dan dapat digunakan untuk mengatur cahaya yang
ditujukan ke panggung. Ruang tatarias, yaitu ruang yang berfungsi sebagai ruang
pengarahan dan merupakan daerah lounge para pemain juga digunakan untuk berlatih sementara menunggu untuk tampil.
Raung pementasan, yaitu ruang yang disebut panggung yang dipakai pemain atau actor dalam pementasan. Panggung ini
terpisah dan mempunyai bukaan bertingkat, dari sinilah penonton melihat pertunjukan telah berlangsung.
b. Perangkat ruang penonton, yang terdiri dari:
Ruang tunggu, yaitu serambi merupakan ruangan besar atau aula masuk dari sebuah gedung pertunjukan.
commit to user 15
Pintu masuk
entrance dan lobby
, menurut Poerwodarminto pintu berarti gerbang atau lawang yang digunakan untuk
menunjukkan arah keluar dan masuk. Ruang duduk, bahwa ruang duduk dalm ruang pertunjukan
merupakan ruang yang memungkinkan penonton untuk bersantai, duduk atau berbincang-bincang dengan santai sambil menunggu
pertunjukan dimulai. Ruang auditorium, pada dasarnya auditorium merupakan suatu
ruang dimana sejumlah besar penonton dapat ditampung menikmati suatu pertunjukan dengan kenyamanan visual dan
auditori yang memadai. Rauang loket karcis, merupakan sarana pelengkap yang selalu ada
pada setiap gedung pertunjukan. Loket karcis merupakan bagian pertama sebuah gedung pertunjukan yang akan selalu dilalui
penonton.
Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi Pembagian
Jenis
Perangkat ruang pentas
a. Ruang persiapan
b. Ruang pementasan
c. Ruang pengiring
-
Auxiliary working
-
Proscenium
dan
apron
-
Pit atau orchestra
Perangkat ruang penonton
a. Serambi
b. Jalan masuk
c. Ruang duduk
d. Fasilitas lain
-
Foyer
-
Entrance
-
Auditorium
-
Loket, lavatory, cafetaria
commit to user 16
Perangkat ruang pendukung
a. Gudang
b. Ruang untuk alat dekor
c. Ruang untuk gladi
Storage, scenary space
Tabel. 1. Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi
Sumber : skripsi
Yuni Kristansi. 2008.
Perancanga n dan Perancanaan Gedung Wayang Orang di Surakarta.
Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS
3.
Tinjauan Bentuk Panggung
Stage
a. Interior Panggung
Panggung
stage
adalah ruang yang umumnya menjadi orientasi utama dalam sebuah auditorium. Ruangan ini diperuntukan bagi penyaji
untuk mengekspresikan materi yang akan disajikan. Bentuk dan dimensi panggung sangat bermacam-macam. Saat ini dikenal pula panggung
permanen dan semi permanen, yaitu panggung dengan bebtuk, peletakan, dan dimensi yang dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan. Panggung semacam ini
umumnya ditempatkan pada auditorium multifungsi. Menurut
Christina E. Mediastika, Ph.D
dalam bukunya “Akustika Bangunan” bahwa bentuk dan tingkat komunikasinya dengan penonton,
panggung dapat dibedakan menjadi empat jenis: 1
Panggung
Proscenium
Bentuk dan peletakan panggung yang disebut
proscenium
adalah peletakan konvensional, yaitu penonton hanya melihat tampilan penyaji
dari arah depan saja. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada panggung semacam ini sangat minim. Komnikasi yang dimaksud adalah
tatapan mata, perasaan kedekatan antara penyaji dengan penonton, dan keinginan penonton untuk secara fisik terlibat dengan materi yang
commit to user 17
disajikan. Panggung semacam ini lebih cocok dipergunakan untuk model sajian yang tidak membutuhkan tingkat komunikasi yang tinggi, seperti
misalnya pertunjukan seni tari klasik atau seni musik klasik.
Christina E. Mediastika, Ph.D, 2005: 93-94
2 Panggung Terbuka
Masyarakat awam seringkali salah paham menganggap bahwa semua auditorium yang tidak beratap adalah panggung terbuka. Panggung
terbuka adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pengembangan dari panggung
proscenium
yang memiliki sebagian area panggung menjorok ke rah penonton, sehingga memungkinkan penonton bagian depan untuk
menyajikan penyaji dari arah samping contohnya catwalk tempat peragaan busana. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada
panggung semacam ini lebih baik dan lebih terbangun. Pada panggung terbuka ini, baik penyaji maupun penonton berada di dalam ruangan yang
beratap. 3
Panggung Arena Panggung arena adalah panggung yang terletak di tengah-tengah
penonton, sehingga penonton dapat berada pada posisi di depan, di samping, atau bahkan dibelakang penyaji. Panggung semacam ini
biasanya dibuat semipermanen dalam sebuah auditorium multifungsi. Komunikasi antara penyaji dan penonton dapat berlangsung denagan
baik. Panggung arena seringkali dibuat dapat berputar sehingga penonton pada sisi yang berbeda dapat melihat penyaji dari semua sudut.
4 Panggung
Extended
commit to user 18
Bentuk panggung
extended
adalah pengembangan dari bentuk
proscenium
yang melebar kea rah samping kiri dan kanan. Bagian pelebaran atau perluasan ini tidak dibatasi dengan dinding samping,
sehingga penonton dapat menyajikan penyaji dari arah samping. Bentuk panggung ini sanagt cocok digunakan untuk sajian acara yang terdiri dari
beberapa bagian pertunjukan, seperti sajian music dan mungkin pula dilengkapi denagn sajian lawakkomedi. Masing-masing bagian sajian
tersebut dapat menempati sisi panggung yang berbeda, sehingga persiapan set dekorasi masing-masing panggung tidak saling
mengganggu.
b. Panggung dan Perlengkapannya
Perlengkapan panggung sebagai berikut :
1 Pit atau sudut orkes, yakni sebuah lantai yang rendah di depan
panggung yang diperlukan untuk orkes. 2
Apron
atau serambi panggung, yaitu bagian lantai panggung yang paling depan dibatasi garis layar dan ujung panggung yang menjorok
ke auditorium. 3
Pelengkung
proscenium
, yaitu
lubang
proscenium
yang memperlihatkan batas antara penonton dan pemeran yang biasanya
disertai kain – kain untuk menutupi sebagain panggung yang tidak
perlu dilihat penonton. 4
Layar
asbestos
, yaitu layar dibelakang
proscenium
yang tahan api dengan maksud untuk menghindari menjalarnya kebakaran ke
commit to user 19
tempat lain apabila sewaktu – waktu terjadi kebakaran di belakang
panggung. 5
Layar utama, yaitu salah satu layar yang memilki kedudukan penting dalam hubungannya dengan identitas teater yang dipasang pada saat
panggung beum dibuka. 6
Layar layang, gedung teater yang memiliki ketinggian yang wajar dengan perlengkapan sistem bandul keseimbangan sering layar
utamanya dikerjakan dengan layar layang. Cara kerja layar layang hamper tidak mengeluarkan bunyi pada saat layar tersebut bergerak.
7 Layar tarik, yaitu layar yang terjadi dari dua bidang yang bertemu
dan membuka di tengah apabila masing – masing bidang ditarik
kepinggir sisi kiri kanan pelengkung proscenium. 8
Layar tab, yaitu layar yang bekerja melalui dua utas tali atau lebih yang ditarik menelusuri cincin pada layar. Apabila cincin itu disusun
secara diagonal maka layar akan membuka dan menutup secara diagonal dan apabila dipasang secara vertical akan membuka secara
vertical. 9
Layar gulung, umumnya digunakan pada gedung teater yang kecil dan sempit. Digunakan oleh teater
– teater lama pada kereta – kereta Teater Keliling abad 19.
10 Tiser dan Tormentor, yaitu kain penghalang yang dipasang diatas
panggung paling depan menyilang horizontal dan ukurannya lebih besar dari border dipasang diganti pada sebatang pipa gantungan
dengan sistem bandul.
commit to user 20
11 Jembatan lampu, yaitu untuk menggantungkan lampu – lampu juga
untuk menggantungkan kain border ke satu. Jembatan lampu ini tergantung kain pada dua pasang tali atau kawat
slink
pada sistem bandul keseimbangan sehingga jembatan lampu dapat dinaikkan atau
diturunkan menurut kebutuhan. 12
Para – para, adalah jajaran kayu dan besi yang disusun berderet letaknya diatas panggung kurang lebih dua meter dibawah atap dan
memenuhi seluruh ruangan. Para – para adalah tempat kedudukan
keekan tali penggantung layar, lampu, dan sebagainya. 13
Sistem bandul keseimbangan, yaitu merupakan cara penggerekan yang dipandang naik dan mudah. Di dalam sistem bandul
keseimbangan ini utasan tali diganti dengan kawat baja yang bekerja mulai dari batang gantungan menuju ke para
– para masuk kebiji kerekan lalu menuju ke salah satu panggung tempat induk kerekan.
14 Siskorama, adalah layar berbentuk tiga sisi yang sudut – sudutnya
dapat dilengkungkan untuk memberikan efek kedalaman layar belakang set eksterior langit atau cakrawala atau efek kedalaman
yang luar biasa. 15
Penutup lantai panggung, adakalanya bagian penting daerah permanan panggung ditutup dengan kain terpal atau lapisan karet
tipis. Biasanya berwarna cokelat tua atau abu – abu kehijauan atau
kehitaman. Penutup ini dipasang hingga lantai panggung depan termasuk batas layarnya melampaui 1 atau 1,5 m di depan
pelengkung proscenium.
commit to user 21
a. Pengertian Auditorium
Auditorium berasal dari kata
audiens
penontonpenikmat dan
rium
tempat, sehingga auditorium dapat diartikan sebagai tempat berkumpulnya penonton untuk menyaksikan suatu acara tertentu. Berdasarkan jenis aktivitas
yang dapat berlangsung di dalammya, maka suatu auditorium dibedakan jenisnya menjadi:
a. AUDITORIUM UNTUK PERTEMUAN, yaitu auditorium dengan
aktivitas utama percakapan, seperti untuk seminar, konferensi, rapat besar. Kriteria waktu dengung 0
– 1 detik, idealnya 0,5detik. b.
AUDITORIUM UNTUK PERTUNJUKAN SENI, yaitu auditorium dengan aktivitas utama sajian kesenian, seperti seni musik dan tari.
Secara akustik jenis auditorium ini masih dapat dibedakan lagi menjadi auditorium yang menampung aktivitas musik saja dan menampung
aktivitas musik sekaligus gerak. Kriteria waktu dengung 1 – 2 detik, ideal
1,5detik. c.
AUDITORIUM UNTUK MULTIFUNGSI, yaitu auditorium yang tidak dirancang secara khusus untuk fungsi percakapan atau musik, namun
sengaja dirancang untuk berbagai keperluan tersebut, termasuk pameran produk, perhelatan pernikahan, dan lain-lain. Memiliki penyelesaian
interior yang fleksibel untuk menjaga kualitas akustik pada setiap kegiatan yang diselenggarakan. Model yang dapat digunakan sistem
geser
sliding
, sistem gulung
rolling
dan sistem bongkar pasang
knockdown
.
Christina E. Mediastika, Ph.D, 2005: 91
commit to user 22
C. Tinjauan Khusus Interior Sistem
1. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu elemen terpenting dalam interior. Dengan pencahayaan yang bagus, setiap ruang dapat tampil lebih indah dan
berfungsi lebih efektif. Cahaya dipakai untuk menerangi obyek agar tercipta suasana yang lebih indah dan eksotis. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan
antara lain fungsi ruang, karakter bangunan, karakter penghuni, kegiatan
penghuni, juga suasana yang ingin diciptakan.
Seiring dengan perkembangan jaman, pencahayaan kini juga memiliki fungsi dalam menunjang keindahan. Oleh karena itu, perkembangan
pencahayaan bukan lagi di pandang sebagai kebutuham primer, tetapi sudah menjadi kebutuhan sekunder dan tersier tergantung dari fungsi cahaya itu
sendiri. Hal tersebut menyebabakan kebutuhan akan pencahayaan jadi semakin meningkat.
a. Macam-macam Sumber Cahaya
1 Sumber Cahaya Alami
Natural Lighting
Sumber cahaya alami adalah adalah suatu sistem pencahayaan yang menggunakan sumber cahaya alam yaitu sinar matahari.
Sifat dari sistem ini hanya sementara, artinya hanya pada waktu matahari terbit
hingga tenggelam, jadi tidak dapat dimanfaatkan sepanjang hari. .Fungsi dari adanya sistem pencahayaan alami adalah:
Sumber cahaya diwaktu pagi hingga petang hari Menciptakan adanya cahaya pantul sebagai unsur estetik
Memberikan cahaya yang sangat terang saat pagi hingga sore hari
commit to user 23
Dari fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa hanya pada waktu pagi hingga sore hari saja kita dapan memperoleh pencahayaan alami
dari sinar matahari. Sehingga apabila malam telah tiba harus menggunakan bantuan lampu atau yang disebut dengan pencahayaan
buatan. Menurut jenis pemakaiannya, sistem pencahayaan alami dibagi menjadi 2 yaitu :
Sistem pencahayaan alami langsung
direct lighting
Sistem pencahayaan ini langsung diterima oleh tanpa ruangan tanpa adanya suatu penghalang. Cahaya ini langsung masuk ke dalam
ruangan melalui jendela kaca maupun aksen sirkulasi cahaya yang lain seperti pintu, kaca-kaca hias yang terpasang di dinding sebagai unsur
estetis maupun lubang-lubang dinding yang dimaksudkan untuk masuknya cahaya matahari.
Sistem pencahayaan alami tak langsung
indirect ligthting
Sistem pencahayaan ini tidak langsung diterima oleh suatu ruangan tetapi merupakan cahaya pantul yang didapat dari sinar matahari.
Sehingga sinar matahari yang datang lalu diterima oleh benda pemantul baru benda tersebut memantulkan cahayanya kedalam
ruangan tersebut. Benda yang digunakan untuk memantulkan sinar matahari dapat berupa kaca, cermin, aluminium maupun benda-benda
lain yang dapat memantulkan bayangan. Oleh karena itu hasil dari pantulan sinar matahari tadi dapat diolah maupun dibuat sebagai unsur
estetis ruangan dengan melalui pemantulan tersebut. 2
Sumber Cahaya Buatan
Artificial Lighting
commit to user 24
Suatu sistem pencahayaan menggunakan sumber cahaya buatan, seperti: lampu, armatur, dan peralatan yang memendarkan cahaya.
Sifat dari cahaya buatan juga sementara, karena hanya dipergunakan pada
waktu malam hari saja sebagai sinar tambahan untuk menerangi suatu ruangan bangunan. Adapun fungsi dari cahaya buatan:
Mendukung pencahayaan dalam ruangan yang tidak terjangkau pencahayaan siang hari.
Digunakan bersama dengan
natural light
untuk mereduksi terang gelapsumber cahaya langit.
Menciptakan kondisi penerangan dalam ruang menurut aktifitas dan kebutuhan.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan innováis desain, cahaya buatan dapat dipermainkan sesuda hati. Menggunakan dimmer,
intensitas cahaya dapat diatur sekehendak hati untuk memperoleh suasana yang sesuai dengan mood. Ini berbeda dengan matahari,
intensitas dan warna cahaya alam ini sangat tergantung dengan lokasi dan waktu.
b. Fungsi Pencahayaan
Pengaturan cahaya pencahayaan yang baik membuat ruangan tertentu menjadi nyaman untuk dijadikan tempat beristirahat. Memahami
fungsi pencahayaan merupakan hal yang penting dalam mengatur cahaya. Pencahayaan dibagi menjadi tiga funsi, yaitu
general lighting
sumber penerangan utama,
task lighting
endukung aktivitas tertentukhusus,
commit to user 25
dan
decorativea ccent lighting
dekorasi sebagai aksen ruang dan obyek. Adapun funsi-fungsi pencahayaan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1
General Lighting General lighting
atau kadang disebut
ambience lighting
merupakan fungsi dasar cahaya, yaitu cahaya dituntut harus ada di seluruh ruang tertentu. Cahaya di sini berfungsi sebagai penerangan
utama, sifat penyinarannya merata dan harus menerangi seluruh ruang. Dalam memenuhi fungsi ini, lampu yang digunakan biasanya lampu yang
memiliki watt besar agar cahayanya cukup untuk menerangi seluruh bagian ruang. Lampu tersebut diosisikan di tengah atau titik pusat bidang
di plafon. Namun, bila diinginkan variasi, lampu dapat diletakkan di setiap sudut-sudut ruang yang dinyalakan bersamaan sehingga
menghasilkan pencahayaan merata. Jenis lampu yang digunakan sebaiknya bersifat memancar ke
segala arah secara merata, baik secara langsung mauun tidak langsung
indirect light
lampu yang dipantulkan ke plafon, sementara lampunya sendiri tersembunyi. Namun, harus diperhatikan bahwa dalam keadaan
bagaimana pun sumber lampu dibuat jangan terlihat langsung oleh mata, baik dengan cara disembunyikan atau diselubungi oleh bahan berendar.
General lighting
juga meliputi sinar alami yang masuk ke ruang tertentu. Sinar matahari ini pun diusahakan jangan langsung menyilaukan
mata. Jika situasinya mengharuskan, buatlah saringan cahya matahari di tempat masuknya sehingga dapat mengurangi pantulan cahaya yang
ditimbulkannya.
commit to user 26
2 Task Lighting
Task lighting
adalah pencahayaan setempat dengan tujuan untuk mendukung aktivitas yang membutuhkan cahaya lebih terang seerti
membaca, memasak, dan pekerjaan lainnya. Lampu yang digunakan untuk
task lighting
sebaiknya memunyai sinar cukup terang dan dapat diarahkan atau difokuskan pada titik tertentu. Agar efisien,
task lighting
sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan obyek pencahayaan. Menurut hokum kebalikan kuadrat
inverse square la w
dari ilmuoptika dinyatakan bahwa jarak cahaya yang diperjauh dua kali akan mengurangi
terang cahaya sebanyak pangkat dua dari nilai terang sebelumnya, yaitu empat kali. Diperjauh tiga kali, kekuatan cahaya akan berkurang
sembilan kali, dan seterusnya. Tentu saja harus dipertimbangkan juga segi kepraktisan dan kenyamanan pengguna lampu tersebut, terutama
mengenai panas dan silaunya lampu. Untuk
task lighting
sebaiknya digunakan lampu atau unit pencahayaan yang memancar hanya ke satu arah, yaitu ke tempat bidang.
3
Decorativeaccent lighting
Untuk fungsi yang terakhir ini, cahaya lebih berperan dalam segi estetika. Cahaya berfungsi menonjolkan nilai keindahan obyek pada
ruang atau desain dari ruang itu sendiri. Untuk memenuhi fungsi dekoratif tersebut, lampu dapat diletakkan, misalnya di dinding yang
disebut sebagai latar suatu obyek. Variasi peletakan lampu ini masih banyak tergantung pada kreasi anda sesuai dengan keadaan atau
ambience
yang ingin ditimbulkan. Selain itu, lampu yang digunakan pun
commit to user 27
daat menjadi elemen dekoratif tersendiri. Jenis dan variasi bentuk yang telah ada dipasaran sangat beraneka ragam. Desain kap lampu yang unik
atau elegan pun memiliki nilai keindahan tersendiri bila disesuaikan dengan tema ruang yang ada.
c. Standart Penerangan Buatan Khusus pada Gedung Pertunjukan
Pencahayaan panggung yaitu pencahayaan yang ditujukan pada daerah panggung, berfungsi untuk menerangi daerah panggung.
1 Fungsi Penerangan Panggung
Untuk dapat terlihat jelas dan teliti bagian – bagian pementasan adegan yang dipertunjukkkan.
Untuk dapat menimbulkan suatu perasaan penonton terhadap pertunjukan itu sendiri, atau membentuk suasana ruang,
Untuk membantu membentuk suatu komposisi panggung Untuk membentuk efek – efek pada panggung.
2 Area Pencahayaan Panggung
Pencahayaan panggung terdiri dari tiga area penting, yaitu :
Lighting The Actor
Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi pemain pementas. Untuk pencahayaan pemain biasanya digunakan lampu
jenis
Follow Spot Light, Reflector Spot Light
, dan
Profile Spot Light
. Letak lampu tersebut ada yang digantung, berdiri atau stand, dan
diletakkan di lantai.
Lighting The Acting Area
commit to user 28
Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi memberi efek pada panggung. Untuk pencahayaan area panggung
biasa digunakan lampu jenis
Fresnel Spot Light, Fresnel Down Light, Border Light,
dan
Striplight
. Letak lampu tersebut ada yang digantung, atau ditanam pada lantai.
Lighting The Background Effect
Yaitu memberi penerangan dan efek pada panggung latar belakang panggung. Untuk pencahayaan latar belakang panggung
biasa digunakan lampu jenis
Striplight, Fresnel Light, Border Light, Fan Light
, dan
Rotary Light
. Tata letaknya ada yang digantung, diletakkan pada lantai atau dengan
stand.
3 Jenis Lampu Panggung
Pencahayaan yang digunakan khusus untuk kepentingan penampilan di panggung diantaranya :
“Follow Spot Light”, yaitu lampu yang memiliki sinar langsung dan dapat diarahkan kepada yang dituju. Lampu ini dapat
diputar ke segala arah dengan kekuatan yang cukup tinggi 500- 1500 watt.
“Foot Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada pinggir panggung depan menggunakan reflector dari metal agar tidak
menyilaukan penonton tapi dapat menimbulkan efek ke arah panggung.
“House Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada langit – lanit panggung dan dari samping panggung.
commit to user 29
Pengontrolan lampu – lampu tersebut dilakukan dari ruang control
cahaya, sedangkan untuk mengatur letak dan posisi lampu – lampu tersebut
dicapai melalui „cat walk’ di atas plafon.
Yuni Kristanti
, 2008, Hal: 99-101
2. Penghawaan
Merupakan usaha mengatur kebutuhan manusia akan udara atau hawa untuk kelangsungan hidupnya tanpa adanya kenyamanan suhu yang memadahi,
penonton tidak akan dapat sepenuhnya menikmati pertunjukan yang disajikan. Adanya sirkulasi udara yang lancar memungkinkan ruangan berada
dalam suhu dan kelembaban yang wajar dan nyaman
.
Dilihat dari cara kerjanya, ventilasi dapat dibadakan menjadi dua, yaitu :
Ventilasi alamiah Bertujuan mendapatkan kenyamanan udara bagi pemakai ruangan dengan
aturan suhu, kelembaban dan sirkulasi udara dalam ruang tergantung pada faktor alam antara lain kecepatan angin, karena gerakan atau aliran yang
bergerak, orientasi wadah kegiatan. Ventilasi buatan
Aliran udara diperoleh dengan menggunakan alat bantu seperti kipas angin dan lain sebagainya.
Penghawaan diperlukan pada teater karena tidak memungkinkan perlubangan yang dapat mengakibatkan kebocoran suara sehingga tercipta kondisi akustik
yang tidak baik. Standart kenyamanan ruang :
- Temperatur udara : 18
-25 C
- Kelembaban : 40-70
commit to user 30
- Pergerakan udara : 0,1-0,5 mdetik
Penghawaan buatan dalam hal ini adalah penghawaan air conditioner AC
yang macamnya terdiri dari : -
Window Unit, yaitu AC yang digunakan pada ruang – ruang kecil dimana sistem mekanisnya terdapat dalam satu unit yang kompak.
- Split Unit, yaitu AC yang digunakan untuk satu atau beberapa ruang,
sedang kelengkapan untuk evaporator terpisah pada tiap ruang. -
Central AC yaitu AC yang digunakan untuk ruang luas dan perlengkapan keseluruhannya terletak diluar ruangan kemudian didistribusikan ke ruang-
ruang melalui ducting dan berakhir dengan aliran diffuser.
Pamudji Suptandar, Interior Design,1982, Hal: 85
3. Akustik
Sebelum membahas lebih mendalam mengenai akustik dalam ruang auditorium, perlu kiranya kita tinjau kembali keberadaan ruang-ruang yang
dibutuhkan di dalam bagunan auditorium. Secara garis besar ruang-ruang di dalam auditorium dapat dibedakan menjadi:
Ruang-ruang utama, yang meliputi: ruang panggung dan ruang penonton, baik ruang penonton lantai satu maupun balkon.
Ruang-ruang pendukung, yang meliputi: ruang persiapan pementasan, toilet, kafetaria,
hall
, ruang tiket, dan lain-lain. Ruang-ruang servis, yang meliputi: ruang generator, ruang pengendali
udara, gudang peralatan, dan lain-lain. Keberadaan ketiga kelompok ruang tersebut saling mendukung untuk
menampung aktivitas yang terjadi dalam auditorium, namun demikian
commit to user 31
hanya ruang utamalah yang membutuhkan penyelesaian akustik secara mendalam. Oleh karena itu hanya ruang-ruang tersebutlah yang akan
dibahas lebih jauh. Meski demikian, sangat disarankan agar ruang-ruang servis yang menghasilkan kebisingan tambahan diletakkan terpisah atau
cukup jauh dari ruang utama. Sedangkan untuk ruang pendukung, peletakannya secara umum selalu berdekatan dengan ruang auditorium.
Peletakan ini juga kan sangat memudahkan penyaji dan pengunjung ketika meraka membutuhkan ruang-ruang tersebut.
Christina E. Mediastika, Ph.D, 2005: 93
a. Syarat – Syarat Akustik dalam Ruang Tertutup
Sebuah auditorium merupakan suatu ruangan yang mempunyai permasalahan akustik ruang cukup kompleks, berikut ini adalah
persyaratan kondisi mendengar yang baik di dalam sebuah auditorium : 1
Harus ada kekerasan
loudness
yang cukup dalam tiap bagian auditorium terutama ditempat-tempat duduk yang jauh.
2 Energi bunyi harus didistribusikan secara merata terdifusi dalam
ruang. 3
Karakteristik dengung optimum harus disediakan dalam auditorium untuk memungkin penerima bahan acara yang paling banyak disukai
penonton dan penampilan acara yang paling efisien oleh pemain. 4
Ruang baru bebas dari cacat akustik seperti gaung, pemantulan yang berkepanjangan
long delayed
reflection, gaung, pemusatan bunyi, distorsi, bayangan dan resonansi ruang.
commit to user 32
5 Bising dan getaran yang akan menganggu atas pementasan harus
dihindari atau dikurangi dengan cukup banyak dalam tiap bagian ruang.
Dari tuntutan di atas yang harus dipenuhi bagi sebuah gedung pertunjukan adalah sebagai berikut :
1 Kekerasan yang cukup
Masalah utama kekerasan bunyi dalam sebuah ruanagn auditorium merupakan hal klasik yang selalu dicoba dipecahkan
sesuai dengan tuntutan masing – masing gedung, karena dalam
sebuah auditorium energi bunyi yang dipancarkan akan diserap oleh penonton, tempat duduk, dan bahan pembentuk ruang yang lainnya,
maka diperlukan sebuah kekerasan tertentu yang mewadahi sehingga gelombang bunyi diterima oleh semua penonton dalam sebuah
gedung pertunjukan. Pemantul bunyi yang ditempatkan dengan benar selain
menguatkan energi bunyi juga menimbulkan suatu kondisi lingkungan yang dikenal dengan efek ruang. Hal in tercapai bila
pendengar mnerima bunyi dari berbagai arah, gejala ini sangat khas untuk ruang
– runag tertutup, tetapi hilang sama sekali pada gedung pertunjukan yang terbuka.
2 Difusi bunyi
Difusi merupakan salah satu cara untuk menyebarkan suara ke seluruh ruangan yang merata. Untuk memperoleh penyebaran
commit to user 33
bunyi yang merata dan sempurna dalam suatu ruangan maka dapat digunakan cara sebagai berikut ini :
- Membuat permukaan ruang menjadi tidak teratur langit –
langit, dinding, atau dekorasi di dalam ruangan harus banyak digunakan dan cukup besar untuk menangani penyebaran bunyi
dalam ruang. -
Untuk ruang dengan kapasitas kecil penggunaan permukaan yang tidak teratur kadang sulit untuk diwujudkan namun untuk
ruang seperti ini difusi bunyi dapat dicapai dengan penggunaan bahan penyerap bunyi dan pemantul bunyi secara bergantian
meningkatkan faktor difusi di dalam ruang. -
Penggunaan akustik diffuser penyebar akustik dalam ruangan relative besar akan membantu meningkatkan difusitas ruang
tersebut. 3
Pengendalian dengung Dengung dalam sebuah ruangan disebabkan karena
pemantulan berulang – ulang suatu sumber bunyi, karena cukup
banyak sumber bunyi pada sebuah pementasan maka meningkat pula factor kemungkinan terjadinya dengung dalam ruang pertunjukan
tersebut. Pengendalian
dengung dapat
dilakukan dengan
memanfaatkan rumus Sabine. Dari rumus tersebut dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
- Semakin besar volume ruang, maka makin panjang RT
commit to user 34
- Semakin banyak penyerapan yang terjadi dalam ruang maka
semakin rendah RT waktu dengung dalam detik. 4
Cacat akustik Cacat akustik yang terjadi dalam sebuah ruangan auditorium
adalah : a
Gema Gema merupakan cacat akustik yang paling berat, gema
merupakan pengulangan bunyiasli yang dapat didengar dengan cukup jelas ke telinga pendengar, gema terjadi bila selang
minimum sebesar 125-110 detik terjadi antara bunyi pantul denganbunyi langsung yang berasal dari sumber bunyi yang
sama. Salah satu penyebab potensial gema dalam sebuah gedung pertunjukan adalah dinding belakang yang langsung berhadapan
dengan sumber bunyi, hal ni dapat dihindari dengan penempatan balkon atau penggunan formasi tertentu pada dinding.
Untuk menghindari gema dilakukan dengan mengatur permukaan
pemantul dalam
ruang potensial
yang menyebabkannya, dengan berbagai cara, yaitu :
- Memasang bahan penyerap bunyi pada permukaan pemantul
yang menyebabkan cacat bunyi. -
Permukaan tersebut dibuat difusi atau menyebar. -
Pengaturan posisi permukaan agar dapat menghasilkan waktu tanda pemantulan yang singkat
Leslei L. Doelle Lea Prasetyo, 1990 : 149
commit to user 35
b Gaung
Gaung terdiri dari gema – gema kecil yang berurutan
dengan cepat dan dapat dicermati dengan indera pendengar kita. Misalnya bunyi tepuk tangan atau bunyi ledakan kecil, dengan
melakukan eliminasi permukaan pemantulan yang sejajar atau berhadap
– hadapan serta melakukan pemasangan bahan penyerap bunyi pada dinding pemantul, dapat mengurangi dan
menghilangkan gaung. c
Pemusatan bunyi Pemusatan bunyi disebabkan karena pemantulan bunyi
terhadap permukaan
cekung, sehingga
mengakibatkan munculnya suatu lokasi khusus di daerah penonton yang disebut
sebagai
hot spot
, yang pada lokasi tersebut mempunyai intensitas cukup tinggi. Bila tidak dihindari penggunaan ruang
cekung dan tidak terputus, maka pemusatan bunyi diatasi dengan mengarahkan titik
hot spot
ke atas penonton atau menggunakan lapisan penyerap bunyi di sepanjang permukaan
lengkung tersebut serta penggunaan system pengeras suara yang tepat agar dapat mengeliminasi cacat akustik tersebut.
d Ruang Gandeng
Ruang gandeng biasanya sering terjadi pada dengung dengan penataan ruang yang mengakiatkan beberapa ruang
dapat terhubung langsung dengan ruang pertunjukan, misalnya sebuah lobby dengan ruang pertunjukan, diantara kedua ruangan
commit to user 36
tersebut dihubungkan dengan sebuah pintu dimana penonton dapat duduk dekat dengna pintu yang menghubungkan ke lobby
tersebut, hal ini mengakibatkan dua buah ruang menjadi satu atau bergabung sehingga kondisi akustik ruang tadi terganggu,
efek yang terjadi ini dapat diatasi dengan menyamakan nilai RT dari ke dua ruangan tersebut.
e Distorsi
Distorsi adalah perubahan kualitas bunyi musik yang tidak dikehendaki dan terjadi karena tidak seimbangnya
penyerapan bunyi yang sangat banyak oleh permukaan batas pada frekuensi yang berbeda. Hal ini dapat dihindari bila lapisan
– lapisan akustik yang digunakan mempunyai karakteristik penyerapan yang seimbang dengan frekuensi radio.
f Bayangan bunyi
Bayangan bunyi dapat diamati di bawah balkon yang menonjol terlalu ke dalam suatu ruang udara suatu auditorium,
ruang di bawah balkon yang mempunyai kedalaman lebih dari dua kali tinggi balkon harus dihindari, karena akan menghalangi
penyebaran bunyi pada tempat duduk yang paling jauh. b.
Standarisasi akustik unsur ruang 1
Akustik lantai panggung Agar semua penonton dapat menyaksikan penyaji dengan
baik, lantai panggung biasanya dibuat lebih tinggi daripada lantai
commit to user 37
penonton yang paling bawah. Perbedaan tinggi berkisar setengah ketinggian badan manusia pada umumnya split level 80
– 90 cm. Pada panggung yang terletak di dalam ruang tertutup dan
digunkan untuk menyajikan acara yang menghasilkan bunyi, lantai panggung tersebut sebaiknya dilapis dengan bahan tebal lunak yang
mampu meredam bunyi seperti penggunaan karpet tebal. Lapisan lantai yang menyerapmemantulkan suara disesuaikan dengan
tuntutan kegiatan, untuk bahan reflektor dapat dengan lantai parquette, untuk yang meredam dapat dengan lantai karpet tebal.
2 Akustik dinding panggung
a Pada bentuk panggung
proscenium
, terbuka, dan
extended
, panggung memiliki dinding pembatas, yaitu di bagian belakang
serta samping kiri dan kanan. b
Dinding bagian belakang panggung umumnya didesain relatif mendatar dengan bahan penyerap suara, agar tidak memantulkan
suara kembali kepada penaji yang dapat menimbulkan suara bias.
c Pada panggung yang memiliki dinding pembatas samping,
sebaiknya dipilih bahan yang menyerap suara, agar suara tidak bias; atau dilapisi bahan pemantul dengan memposisikan pada
sudut terbuka keluar atau model sirip membuka ke arah area penonton.
d Panggung yang dinding sampingnya membuka kea rah
penonton, dapat memanfaatkan dinding sampingnya itu untuk
commit to user 38
memantulkan suara ke rah penonton, sehingga memperkuat suara yang terjadi tanpa bantuan peralatan listrik.
Gambar.1
Akustik dinding panggung
Sumber :
Architectural Acoustics,
1988 3
Akustik plafon panggung 1
Ketinggian plafon panggung sangat bermacam-macam dan biasanya bergantung dimensi ruang auditorium secara
keseluruhan. Peletakan plafon yang terlalu rendah kurang baik bagi lantai penonton yang dibuat bertrap. Plafon raung
pangguang sebaiknya diselesaikan dengan bahan yang memantulkan, agar pada keadaan tanpa bantuan peralatan
elektronik
sound sistems
suara dari penyaji dapat disebarkan ke arah penonton.
2 Bentuk dan perletakan plafon dengan bahan yang memantulkan,
munculnya suara pantulan tidak lebih lama dari120 detik sura asli.
commit to user 39
Gambar.2
Contoh plafon area penonton
Sumber :
Architectural Acoustics,
1988
4 Area penonton
Selain panggung, raung penonton adalah ruangan yang sangat penting. Ruangan ini harus didesain sedemikian rupa agar penonton
merasa nyaman saat menyaksikan sajian. a
Dasar pertimbangan: kenyamanan audio dan visual b
Strategi teknis: desain area penonton sebaiknya tidak memanjang ke belakang, jarak maksimal 25
– 30 meter; kemampuan manusia melihat secara jelas dan nyaman berada
pada sudut 20
o
kanan-kiri atau total 40
o
. Oleh karena itu, idealnya dibuat panggung yang lebarnya tidak melebihi lebar
bagian depan lantai penonton. c
Posisi penonton ke arah panggung sekitar 100
o
kanan-kiri dari ujung depan kanan-kiri panggung.
commit to user 40
Gambar.3
Contoh desain area penonton
Sumber :
Architectural Acoustics,
1988
Gambar.4
Contoh area penonton
Sumber :
Architectural Acoustics,
1988 5
Akustik dinding area penonton a
Penyelesaian dinding ini dapat didesain dinding ganda, yaitu sebagai insulasi bunyi dari luar dan untuk meningkatkan kualitas
bunyi dalam ruang. b
Untuk pemantulan suara berada pada batas-batas bunyi dengung, tidak semua bagian dinding dirancang untuk
memantulkan bunyi, yaitu di dekat area penonton bagian belakang dan dinding belkang area penonton.
commit to user 41
c Bentuk dinding yang membentuk sudut meruncing ke arah
penonton sebaiknya dihindarkan, pilih dinding yang sejajar atau dinding membentuk sudut melebar ke arah area penonton, agar
tidak terjadi cacat akustik.
Gambar.5
Contoh dinding area penonton
Sumber :
Architectural Acoustics,
1988 6
Akustik lantai area penonton a
Lantai penonton dapat diselesaikan mendatar untuk multifungsi kegiatan, namun untuk menampung penonton yang jumlahnya
besar akan mendapatkan kualitas visual yang rendah, sehingga penantaan dengan sistem lantai miring
sloped
atau bertrap
inclined
dapat membantu. b
Untuk prinsip terasering inclined dapat mengadopsi sitem tangga dengan beda 15
– 25 cm. c
Jumlah ideal kursi penonton untuk ditata berjajar adalah 12 – 15 buah, dengan asumsi bahwa penonton yang duduk di tengah-
tengah tidak menempuh perjalanan terlalu jauh ke arah selasar utama.
commit to user 42
d Jarak antar kursi dalam baris depan-belakang min 86cm dan
sirkulasi sehingga jarak 115cm. e
Lantai dilapisai dengan bahan lunak yang mampu menyerap kebisingan.
Gambar.6
Contoh lantai area penonton
Sumber :
Architectural Acoustics,
1988 7
Akustik plafon area penonton a
Bentuk dan perletakan plafon diatur agar pemantulan yang terjadi merata dan berlangsung seketika kurang dari 120 detik
atau jarak tempuh lebih dari 20.7 m, pemantulan ini dapat menguatkan bunyi.
b Penonton yang duduk pada jarak 12m dari panggung dapat
mendengar bunyi asli secara baik. c
Bentuk plafon dapat berupa bentuk gerigi, dimana plafon yang menghadap penonton berada diatas panggung berlanjut kearah
area penonton yang duduk di belakang, untuk bagian plafon yang mengahdap ke panggung sebaiknya dengan bahan
penyerap.
commit to user 43
8 Prinsip desain akustik auditorium
Dalam penanganan desain akustik ruangan, ada beberapa faktor yang seharusnya kita perhatikan untuk mendapatkan kenyamanan akustik,
diantaranya adalah : a
Bentuk bidang pembatas ruang yaitu dinding, lantai ataupun langit-langitnya.
b Bahan bidang pembatas ruang, terutama mengenal karakter
bahan yang kita pergunakan, diantaranya: - Bahan penyerap nada-nada tinggi
Yaitu bahan yang mengandung banyak hawa udara atau berpori- pori lembut.
- Bahan penyerap nada-nada menengah dan rendah Bekerja dengan prinsip pengubahan energi bunyi ke energi
mekanis yaitu dengan gerak getaran selaput membran atau pelat yang relatif tipis tetapi padat.
c Memperhatikan metode konstruktif pemasangan bahan dengan
pelat dan panel akustik yang tepat. d
Isolasi dinding e
Perletakan program ruang
commit to user 44
D. Tinjauan Khusus Seni Pertunjukan Tradisional Jawa
1. Sejarah Seni Pertunjukan
Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan yang bersifat universal. Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang keberadaannya sangat
diperlukan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kesenian merupakan sesuatu yang hidup senapas dengan mekarnya rasa keindahan yang
tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran rasa.
Seni dalam kehidupan budaya dan masyarakatnya memiliki dimensi dan fungsi yang multi sebagai sosok seni, ia adalah ekspresi estetik manusia yang
merefleksi pandanagan hidup, cita-cita, realitas kedalam karya, yang berkat bentuk dan isinyaberdaya membangkitkan pengalaman tertentu pada
penghayatnya. Seni pertunjukan itu lahir dari masyarakat, dan ditonton oleh masyarakat. Artinya ia lahir dan dikembangkan di tengah, oleh, dan untuk
masyarakat. Oleh karena itu seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang tidak bisa dipengaruhi oleh sistem yang ada, seperti sistem kekuasaan, sistem
kepercayaan, sistem sosial dan lain sebagainya. Berdasarkan data-data arkeologis, baik dari prasasti, relief candi,
maupun dari sumber naskah kuno, dapat diketahui bahwa di Jawa seni pertunjukan sudah dikenal setidaknya pada masa Jawa Kuno, yaitu pada abad
VIII M. Periode abad VIII-X dalam sejarah kebudayaan sering disebut sebagai periode Jawa Tengah atau periode klasik tua. Sumber-sumber informasi untuk
periode tersebut masih terbatas pada prasasti-prasasti dan relief pada bangunan
commit to user 45
candi. Uraian tentang adanya seni pertunjukan pada masa itu anatara lain dapat diketahui pada prasasti Kuti yang berangka tahun 762 Saka 840 M.
- Seni pertunjukan tradional Jawa sudah dikenal sejak lama. Di
dalam beberapa relief maupun prasasti disebutkan beberapa bentuk pahatan ataupun ukiran yang menggambarkan bagaimana masyarakat Jawa telah
berkesenian. Bahkan di dalam relief di candi-candi tertentu ditemukan pula beberapa penggambaran bentuk-bentuk instrumen musik yang berupa kecapi
dan celempung pada candi Jago, reyong di candi Ngrimbi, kendhang di candi tegawabgi, gong pada candi Kedato dan candi Panataran, bendhe dan terompet
pada candi Sukuh, dan sebagainya. Bila dilihat berdasarkan data yang dikumpulkan diperoleh gambaran sekilas tentang bagaimana seni pertunjukan
masa JawaKuna sekitar abad V-XVI yang meliputi seni musik gamelan, seni tari dan lawak topeng, serta wayang. Di dalam catatan sejarah Jawa tidak
diketahui sejak kapan bentuk kesenian ini pertama kali dikenal di Jawa. Kemungkinan sejak pertama kali agama Islam mulai diperkenalkan di wilayah
Jawa. Dugaan ini mungkin cukup masuk akal mengingat adanya kebiasaan membaca Al Qur’an sambil melagukan yang sering dilakukan oleh para ulama
setiap selesai waktu sholat bahkan oleh penganut biasa yang telah lancer membaca Al Qur’an.
Drs. Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi dan Tantangannya, 2003, Hal: 23-44
2. Nilai-nilai Dalam Seni Pertunjukan Tradisional
Ada beberapa batasan mengenai arti seni pertunjukan tradisional sebelum dapat mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam seni
pertunjukan. Akan lebih baik bila di ungkapkan terlebih dahulu apa seni
commit to user 46
pertunjukan tradisional tersebut. Seni pertunjukan adalah segala sesuatu yang bisa ditonton tersebut harus mempunyai nilai estesis atau keindahan. Selain itu
pengertian bahwa seni pertunjukan adalah ekspresi dari suatu komunitas kecil dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang, baik ruang
ekonomi, sosial ataupun politik, sehingga tumbuh kesadaran untuk mempertunjukannya.
Ditinjau dari sifat atau esensi dari difinisi seni pertunjukan tersebut terlihat bahwa dalam diri setiap manusia mempunyai sifat dan sikap untuk
mengekspresikan dirinya untuk dpaat dilihat oleh orang lain. Jadi sifat dasar untuk mempertunjukan sesuatu kepada orang lain itu ada dalam setiap diri
manusia. Kemudian, adanya sikap dasar tersebut dikemas dalam sebuah frame tau bingkai yang digabungkan dalam siatu perilaku manusia yang ditentukan
baik secara perseorangan maupun public. Seni pertunjukan sangat bersifat kompleks, sanagt tergantung kepada dimensinya apakah itu seni tari, seni
suara, seni rupa, dan lain sebagainya. Keberadaan seni pertunjukan pun sangat tergantung kepada masyarakat yang melingkupi kesenian itu.
Seni pertunjukan Jawa dibagi menjadi empat yaitu: Tari rakyat
Musik rakyat Drama rakyat
Dan seni resitasi rakyat Pembagian ini sebenarnya merupakan rekaan untuk membuat
pengelompokan secara sistematis agar lebih mudah untuk memahami. Namun kenyataan yang ada bahwa seni pertunjukan Jawa pada umumnya merupakan
commit to user 47
seni pertunjukan total atau total
theatre
yang didalamya mengandung hampir semua aspek seni pertunjukan.
Contoh yang jelas adalah pertunjukan wayang kulit, bahwa di dalam pertunjukan tersebut juga mengandung unsur seni tari dengan cara sang dalang
menarikan wayangnya, pengiring atau seni musiknya dengan iringan gamelan. Wayang ini juga mengandung unsur drama, karena menampilkannya melalui
karakter-karakternya, serta seni resetasi yang diungkapkan oleh dalang pada saat mengucapkan janturan. Oleh karena itu, hampir setiap kesenian
tradisioanal mengandung keempatnya yaitu unsur tari, musik, drama, serta resitasi. Pada tahap perkembangan selanjutnya dilihat dari sifat keseniannya,
seni pertunjukan Jawa menjadi dua yaitu seni pertunjukan untuk kepentingan ritual dan seni pertunjukan yang bersifat
pseudo-ritual
. Maksudnya suatu kesenian yang bersifat “transisi”, dalam arti bahwa bila dikategorikan sebagai
bentuk seni pertunjukan sekuler belum sepenuhnya memenuhi persyaratan seni komersial.
Di dalam setiap pementasannya, beberapa bentuk kesenian tradisional ini selalu membawakan sebuah misi yang ingin disampaikan kepada para
penonton atau para pendengarnya. Dengan demikian sebagai sebuah seni pertunjukan, kesenian-kesenian
tradisional selalu melihat atau menampilkan pesan atau nilai-nilai yang sesuai pada masanya. Apakah itu pesan-pesan yang bersifat sosial, politik, moral dan
sebagainya. Sebenarnya ada beberapa nilai tertentu yang terdapat disetiap pertunjukan tradisional. Secara garis besar nilai-nilai yang terkandung di dalam
seni pertunjukan tradisional dapat digunakan sebagai media pendidikan, media
commit to user 48
penerangan atau sebagai suatu wadah wahana untuk menyampaikan kritik sosial, serta sebagai media hiburan atau tontonan.
Nilai-nialai lainnya yang ada dalam seni pertunjukan wayang baik wayang kulit maupun wayang orang antara lain: nilai patriotism, nilai
kesetiaan, nilai filsafat, serta nilai tata krama. Nilai patriotisme dari pertunjukan wayang kulit ataupun wayang orang, misalnya dalam beberapa
ceritera tentang peperangan Bharata Yudda. Nilai kesetian juga terlihat di dalam cerita seperti Begawan Ciptoning,
di sini tampak adanya kesetiaan antara atasan dan bawahan, antara suami dan istri, serta kesetiaan membela tanah air negara. Di dalam cerita wayang juga
terdapat nilai-nilai filsafat, seperti terlihat dalam lakon Dewaruci. Dalam cerita tersebut dikisahkan Bima Sena werkudara yang diibaratkan berbadan tinggi
besar dapat masuk ke telinga Dewaruci yang badannya jauh lebih kecil. Dalam cerita tersebut sarat dengan pesan-pesan moral yang disampaikan dalang
kepada para penonton maupun pendengarnya. Nilai tata karma juga dilihat melalui dialog-dialog yang diucapkan baik oleh dalang wayang kulit ataupun
dialog anatara tokoh utama dengan para pembantunya dalam wayang orang. Di sini pelaku harus bertindak sesuai dengan kedudukannya. Kalau hal
tersebut dilanggar, maka diantara mereka akan terjadi konflik. Dengan kata lain dapat diketahui bahwa dengan melihat seni pertunjukan tradisional baik berupa
wayang orang, wayang kulit, ataupun kethoprak, kita suguhkan kepada segala potret kehidupan sehingga dari semua aspek atau pun nilainya penonton dan
pendengar dapat memetiknya. Pendek kata melalui media seni pertunjukan ternyata berbagai transformasi nilai-nilai budaya bisa didapat oleh masyarakat.
commit to user 49
3. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional di Masyarakat Pendukungnya
Pada dasarnya seni pertunjukan tradisional secara umum mempunyai empat fungsi utama yaitu:
Fungsi ritual Fungsi pendidikan sebagai media tuntunan
Fungsimedia penerangan atau kritik sosial Fungsi hiburan atau tontonan
a. Fungsi ritual
Pada awalnya tumbuhnya seni tradisi bermula dari adanya keperluan-keperluan
ritual. Seni
yang dimunculkannya
biasanya dianalogikan dalam suatu gerak, suara, ataupun tindakan-tindakan tertentu
dalam suatu upacara ritual. Maksudnya adalah sebagai ungkapan atau simbol untuk berkomunikasi kepada Yang Maha Kuasa, atau diagungkan.
Misalnya saja dari hasiltemuan prasasti POH 905 M yang ditulis oleh Sutter Rein 1940: 3-28 yang disebutkan bahwa pada saat upacara penetapan seina
para seniman seperti seniman musik, tari maupun lawak diundang untuk menghadirinya. Mereka juga menggelar pertunjukannya masing-masing
baik dari musiknya, tari maupun lawaknya. Dari uraian tersebut jelas terlihat bahwa seni pertunjukan tradisional berfungsi secara ritual yaitu sebgai salah
satu prasyarat dalam sebuah acara penobatan seina. Di dalam perkembangan selanjutnya, dewasa ini seni pertunjukan
tradisional juga masih dapat memperlihatkan fungsinya secara ritual. Keberadaan pementasan wayang kulit di pedesaan misalnya, masih benyak
ditampilkan untuk keperluan upacara-upacara ritual seperti untuk keperluan
commit to user 50
upacara bersih desa atau memetri desa, ruwatan, upacara keselamatan individu atau congkokan memperingati usia 8 windu, untuk upacara
tingkepan, untuk upacara jumenengan raja dan sebagainya. Untuk memenuhi fungsi secara ritual ini, seni pertunjukan yang ditampilkan
biasanya masih tetap berpijak kepada aturan-aturan tradisi yang berlaku. Seperti untuk pementasan wayang kulit sebelum pertunjukan dimulai,
dilengkapi dengan beberapa sesaji yang harus dipenuhi. Sang dalang yang bertanggung jawab dalam pementasan harus benar-benar bersih dan suci.
Begitu pula denagn lakon-lakon yang dipilih harus lakon yang suci dan keramat yang juga disesuaikan dengan keperluanhajatan tertentu.
b. Fungsi pendidikan
Salah satu fungsi dari seni pertunjukan tradisional yang tidak kalah pentingnya adalah berfungsi sebagai media pendidikan atau sebagai
tuntunan bagi para penonton yang menikmatinya. Di dalam setiap pementasan seni pertunjukan tradisional wayang orang, wayang kulit,
maupun kethoprak, pada intinya para seniman yang melakukannya mempunyai misi yang ingin disampaikan kepada penontonnya. Misi yang
akan disampaikan itu bisa melalui dialognya ataupun melalui gerakan apabila itu berupa tarian.
Sebagai media pendidikan melalui transformasi nilai-nilai budaya yang ada di dalam seni pertunjukan tradisional tersebut, maka seorang
seniman betul-betul dituntut untuk dapat berperan semaksimal mungkin atas peran yang diembannya. Seni pertunjukan tradisional wayang orang,
wayang kulit, maupun kethoprak sebagai media pendidikan sebenarnya
commit to user 51
sudah terkandung pada hakekat seni pertunjukan itu sendiri, dalam perwatakan tokoh-tokohnya, serta dalam ceriteranya yang secara utuh.
Di dalam dialog-dialognya seni pertunjukan kethoprak juga penuh dengan fungsi-fungsi pendidikan baik melalui jalan ceritanya maupun
gerakan-gerakan yang ditampilkan oleh para pelakunya. Fungsi pendidikan yang paling menonjol adalah melalui dialog-dialog yang membedakan
misalnya antara juragan dengan abdinya. Di dalam percakapan biasanya mereka menggunakan tingkatan bahasa ngoko dan para abdinya
menggunakan bahasa krama. Di sinilah bisa dipetik fungsinya bahwa di dalam pembicaraan dengan siapa pun hendaknya selalu tanggap dengan
kedudukan kita masing-masing. Fungsi pendidikan yang dapat diambil manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari misalnya juga nilai kerukunan
dalam keluarga Pandawa yang bisa diterapkan dalam keluarga. c.
Media penerangan sebagai kritik sosial Dalam masa pembangunan seperti sekarang ini, seni pertunjukan
tradisional juga cukup efektif untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan. Pesan-pesan pembangunan yang dapat disampaikan tokoh-
tokoh wayang bisa berbagai macam topik sesuai dengan keinginan. Bisa topik-topik sekitar kepahlawanan, kebersamaan, kesetiaan, kepatuhan,
bahkan dapat pula berupa kritikan sosial yang cenderung banyak dilakukan oleh masyarakat pada masa kini. Misalnya saja isue yang mencuat akir-akir
ini adalah masalah penegakan hukum, pemberantasan KKN dan sebagainya. Di samping dilihat dari jenis tontonan yang dapat menyampaikan
pesan-pesan nilai, moral, pembangunan, kritik sosial yang ditampilkan oleh
commit to user 52
kesenian tersebut baik wayang orang, wayang kulit, maupun kethoprak. Sebagai media untuk penyampaian kritik sosial, memang dengan bentuk
kesenian tradisional seungguh tepat. Masyarakat Indonesia yang menganut paham paternalistik tentu sangat tabu apabila akan mengkritik seseorang
secara langsung, apabila kalau orang yang dikritik itu adalah pimpinannya, atasannya, ataupun saudaranya, atau juga kondisi Negara saat ini. Media
yang sangat tepat untuk mengkritiknya adalah melalui kesenian tradisional, denagn jalan menyindir melalui tokoh-tokoh yang diperankan ataupun
melalui dialog-dialog tertentu. Misalnya menyindir atau mengkritik pimpinan yang sedang menjabat terkena kasus KKN, mengkritik aparat desa
yang sewenang-wenang dan sebagainya. d.
Fungsi hiburan tontonan Fungsi seni pertunjukan tradisional baik wayang orang, wayang
kulit, maupun kethoprak sebagai sarana hiburan atau tontonan sudah jelas. Biasanya penonton melihat kesenian bertujuan untuk mencari hiburan,
melepas lelah, menghilangkan stress dan bersantai ria. Pertunjukan ini biasanya diselenggarakan untuk memperingati peristiwa atau sebagai sarana
hiburan dalam suatu keperluan. Namun demikian pemilihan lakon disesuaikan dengan peristiwa yang diperingati. Sebagai sarana hiburan pun
pada wayang ataupun ketoprak juga tetap mengandung memuat ajaran, tuntunan maupun nilai-nilai yang diperlukan oleh masyarakat.
4. Tantangan Seni Pertunjukan Tradisional di Masa Depan
Beberapa media massa pada akhir-akhir ini mengulas keberadaan seni tradisi yang semakin memprihatinkan keberadaannya. Di samping mengulas
commit to user 53
tentang senimannya yang semakin memelas kehidupannya, ternyata panggung- panggung hiburan tempat seni tradisi ini pentaspun juga semakin banyak yang
tutup, gulung tikar tidak beroperasi lagi. Bahkan banyak pula pangggung hiburan tidak terawatt lagi, dan siapa yang bertanggungjawab terhadap gedung-
gedung pertunjukan
itu biasanya
para pengelolanya
saling lepas
tanggungjawab. Keberadaan seni pertunjukan tradisional ternyata sangat ditentukan oleh dua hal yang penting yaitu.
a. Faktor senimannya pekerja senipelaku seni
b. Kepedulian masyarakat pendukungnya.
a. Faktor seniman pelaku seni
Seniman adalah seseorang yang sepenuhnya kehidupannya dicurahkan kepada salah satu bentuk kesenian. Profesi seniman diperoleh
seseorang dapat melalui bakat, dalam hal ini karena faktor keturunan dan dapat pula karena belajar atau melalui sosialisasi. Keberadaan seniman seni
tradisi pada saat ini sungguh memprihatinkan. Mereka kurang dihargai atau kurang memperoleh perhatian di masyarakat maupun pemerintah. Pekerja
seni dianggap sebagai pekerjaan yang diremehkan, dan kurang dapat menjanjikan untuk kelangsungan hidup seseorang. Orientasi para seniman
ada kecenderungan berorientasi pada seni sebagai pencarian lahan hidup =baca uang. Dengan demikian berbagai macam jaln ditempuh, asal
mendatangkan uang. Mereka tidak mau atau tidak berani mengadakan pembaharuan-pembaharuan dalam berperan, sehingga kadang kala sangat
membosankan penontonnya. Seniman-seniman tidak berani mengadakan gebrakan-gebrakan terobosan, aktingnya dinilai sangat mononton. Salah
commit to user 54
satu hal penyebab terjadinya hal seperti itu adalah tingkat pendididkan mereka terlalu rendah. Sumber daya manusia SDM dalam perkumpulan
tersebut rendah, rata-rata hanya berpendididikan sekolah dasar SD ataupun tertinggi sekolah tingkat atas SLTA, tanpa ada latar pendididkan kesenian.
Mereka mempunyai darah seni karena keadaan keluarga, atau sering melihat salah satu keluarga berkecimpung di kesenian, tanpa ada bekal kesenian
secara formal. Di samping SDM yang rendah, mereka ternyata kurang disiplin dalam mengerjakan pekerjaan seninya. Hal semacam ini sering kali
mengecewakan para penonton, karena keterlambatan saat dimulainya pertunjukan. Oleh karena para pemain seni tradisi telah berorientasi secara
komersial, sehingga sering meninggalkan grupnya, sering tidak tampil. Hal- hal atau kendala seperti itulah yang sedikit demi sedikit akan menyurutkan
masyarakat untuk lebih menyenangi seni tradisi. Kalau keadaan ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin pada akhirnya seni tradisi akan
semakin hilang. Kondisi seperti di atas ternyata tidak hanya dialami oleh para pelaku
atau pemain kethoprak maupun wayang orang, tetapi juga dialami oleh para dalang wayang kulit. Oleh karena berorientasi komersial, tidak sedikit para
dalang yang mengejar kesenangan penontonnya. Para dalang tersebut kurang memperhatikan nilai tuntunan yang harus diembannya. Mereka
hanya menitik beratkan kepada segi hiburan saja. Tantangan keberadaan seniman seni tradisi dalam menatap masa
depan sebenarnya cukup berat. Sebab mereka harus dapat benar-benar bersaing dengan jenis kesenian modern maupun kontemporer yang telah
commit to user 55
banyak tampil bahkan merajai layar kaca TV. Para seniman seni tradisi hendaknya akan selalu tanggap terhadap perubahan lingkungannnya,
sehingga dapat membuat terobosan-terobosan baru tanpa meninggalkan pakem. Hal demikian kiranya perlu dilakukan agar seni tradisi tetap dicintai
oleh masyarakat pendukungnya. Memang, untuk dapat merubah orientasi para senimannya yang telah terlanjur bersifat komersial memang cukup sulit
dan butuh proses. Oleh sebab itu keterlibatan pemerintah pun sangat
diharapkan dalam penanganan pembinaan seni tradisi.
b. Faktor masyarakat pendukungnya
Di lihat daari animo penonton seni tradisi yang semakin lama semakin sedikit, para pelaku seni tradisi hendaknya harus berani mengambil
gebragan atau inisiatif atau terobosan baru agar seni tradisi ini tetap diminati oleh masyarakatnya. Tentu saja terobosan atau usaha ini tidak berhasil
apabila tanpa ada dukungan dari masyarakat sebagai pemangku kebudayaan tersebut. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana menumbuhkan
kesadaran dalam diri masyarakat untuk berkesenian. Uasaha tersebut sudah adapat dilaksanakan sejak dini, khususnya melalui pengenalan seni tradisi di
sekolah-sekolah yang dilakukan terhadap anak didik. Mereka diperkenalkan berbagai cerita ataupun lakon-lakon yang terdapat dalam seni tradisi.
Di samping bermanfaat sebagai hiburan juga mengandung nilai-nilai moral yang dapat dijadikan cermin bagi kehidupan di dalam masyarakat.
Oleh karena itu, kepedulian masyarakat untuk selalu mencintai seni pertunjukan tradisional perlu ditumbuhkan. Selain itu dari segi
masyarakatnya sendiri juga ditumbuhkan rasa saling menghargai dan
commit to user 56
menghormati keberadaan
seni pertunjukan-pertunjukan
tradisional. Sementara itu, dari pihak media massa terutama televise hendaknya semakin
membatasi ataupun menyeleksi terhadap sering munculnya seni tradisi. Mereka harus pandai memilih dan memilah seni tradisi mana yang pantas
ditampilkan dan mana yang tidak pantas ditampilkan dalam acara televisinya.
Drs. Sujarno, 2003, Hal: 49-62
5. Seni Pertunjukan Tradisional di Surakarta
Surakarta salah satu kota di Indonesia yang merupakan bekas ibukota kerajaan. Sebagaimana prinsip kultus dewa-raja, kerajaan merupakan pusat
kebudayaan, yang tentunya digunakan sebagai pusat acuan bagi perilaku dan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagai kota raja, Surakarta mempunyai
predikat sebagai kota budaya. Hal itu terbukti bahwa Surakarta mempunyai potensi budaya yang cukup kaya. Begitu pula halnya dalm potensi budaya yang
berupa seni pertunjukan. Contoh salah satu kesenian tradisional:
a. Wayang kulit
Menurut Rasser, pertunjukan wayang kulit Jawa sebelumya merupakan suatu pertunjukan ritual untuk mengundang roh nenek moyang
turun ke bumi agar menolong keturunannya yang masih hidup di dunia. Wayang kulit Jawa murni yang bagus dikerjakan oleh seniman
penatah kulit yang ahli. Seperti telah kita ketahui, tokoh-tokoh wayang adalah gambaran dari kisah-kisah klasik seperti Ramayana dan Mahabarata.
Masing-masing tokoh wayang dilukis dan ditatah sangat teliti, untuk kemudian diberi atau ditancapi batang kayu yang memungkinkan seorang
commit to user 57
dalang memerankan wayang-wayang itu. Kemampuan dalang untuk memainkan wayang dibalik tabir akan memunculkan bayang-bayang
wayang, fenomena seperti inilah yang dianggap sebagai sebuah pertunjukan mahakarya seni.
b. Ketoprak
Ketoprak adalah seni teater rakyak yang mengangkat berbagai sejarah dan legenda atau cerita rakyat. Adapun mengenai modal dasar
pemain, untuk pertunjukan wayang oaring para pemainnya dituntut menguasai olah tari, menguasai
ontowecono,
dan menguasai vocal tembang atau palaran. Sedangkan untuk pemain
ketoprak
pemain harus bisa acting, perang, dan vocal.
c. Wayang Orang
Wayang orang adalah salah satu jenis teater tradisional Jawa yang merupakan gabungan antara seni drama yang berkembang di Barat dengan
pertunjukan wayang yang tumbuh dan berkembang di Jawa. Lakon yang dipentaskan disini bersumber pada ceritera-ceritera wayang purwa. Jenis
kesenian ini pada mulanya berkembang terutama di lingkungan kraton dan kalangan para priyayi bangsawan Jawa.
Wayang orang secara harafiah berarti wayang yang diperankan oleh
orang. Walaupun beberapa ahli percaya wayang orang telah ada sejak abad ke-12 di Jawa Timur, menurut tradisi pencipta wayang orang
seperti yang ada sekarang adalah Hamengkubuwana I 1755-1792 dari Yogyakarta atau
Mangkunegara I 1757-1795 dari Surakarta. Baik Keraton Yogyakarta maupun Mangkunegara menganggap wayang orang bukan sekedar bentuk
commit to user 58
hiburan, melainkan bagan dari upacara kenegaraan; seperti khitanan, perkawinan, dan penyambutan tamu Negara.
Kata wayang orang berasal dari kata wayang wang diambil dari bahasa Jawa Kuno. Waya
ng berarti “bayangan”, sedang wong berarti “orang”. Jadi wayang orang dapat diartikan sebuah pertunjukan wayang yang
pelaku-pelakunya dimainkan oleh manusia
Hersa pandi, 1999: 16.
wayang orangadalah sebuah drama tari yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Di Jawa Tengah istilah ini digunakan untuk menyebut
pertunjukan drama tari berdialog bahasa Jawa prosa yang biasanya membawakan wiracarita Mahabharata dan Ramayana.
Banyak kaidah pertunjukan wayang orang diambil dari wayang kulit. wayang orang bersumber pada versi Jawa dua epik India, Ramayana dan
Mahabharata. Pertunjukan wayang orangterbagi menjadi tiga, masing- masing ditegaskan oleh hubungan perlambangan nada gamelan : pathet nem,
pathet sanga, dan pathet manyura jika menggunakan laras slendro; atau pathet lima, pathet nem, dan pathet barang jika laras pelog yang digunakan.
Tata rias, busana, dan perwatakan wayang orangjuga diambil dari kaidah- kaidah wayang kulit. Wayang orang merupakan personifikasi dari wayang
kulit yang terlihat jelas dari berbagai aspek antara lain sumber cerita, penggolongan karakter, karawitan, antawacana dialog, peranan dalang dan
busana serta tat riasnya. Dialog atau antawacana yang digunakan pada pementasan wayang orang sama seperti dialog pada wayang kulit yakni,
dengan menggunakan bahas jawa kawi, bahas ngoko maupun karma, sesuai dengan tokoh pada wayang tersebut. Dalam penyajiannya wayang orang
commit to user 59
menggunakan gerak tari tradisi dengan norma gerak sesuai masing-masing karakter pada tokohnya. Sumber cerita wayang orang baik di Surakarta
maupun Yogyakarta mengambil cerita Mahabarata ataupun Ramayana, dan kedua sumber tersebut bisa dibagi menjadi beberapa episode serta beberapa
jenis lakon antara lain: Lakon Baku adalah lakon yang diangkat dari cerita induk Ramayana dan
Mahabarata Lakon Carangan adalah lakon yang dikembangkan dari sebuah peristiwa
yang termuat dalam cerita induk Ramayana dan Mahabarata.
E. Tinjauan Umum Kota Surakarta
1. Letak, Luas dan Batas
Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan “Kota Solo” secara umum
merupakan daerah dataran rendah dan berada antara pertemuan sengai-sungai seperti Pepe, Jenes dengan Bengawan Solo, serta mempunyai ketinggian
kurang lebih 92 m dari permukaan air laut. Berdasarkan peta topografi Kota Surakarta secara astronomi terletak antara: 110
o
45c 15
2
– 110
o
45c 35
2
Bujur Timur 7
o
36c 00
2
– 7 56c 00
2
Lintang Selatan. Dari sudut pandangan sosial ekonomi, wilayah Kota Surakarta
merupakan pusat aktivitas penduduk yaitu dalam pemerintahan, pendidikan, dan perdagangan. Di samping itu, Surakarta atau Kota Solo sebagai pusat
kebudayaan Jawa. Secara administratif wilayah Kota Surakarta berbatasan dengan daerah-
daerah lain. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Dati II Karanganyar dan Kabupaten Dati II Boyolali, sebelah timur berpatasan dengan Kabupaten
commit to user 60
Dati II Sukoharjo dan Kabupaten Dati II Karanganyar, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Dati II Sukoharjo, dan sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Dati II Sukoharjo dan Kabupaten Dati II Boyolali.
Gambar.7
Peta Kota Solo
Sumber : Bappeda Kota Surakarta
2. Keadaan Sosial Budaya
Kebanyakan penduduk yang tinggal di Kota Surakarta adalah suku bangsa Jawa. Mereka di dalam sikap hidupnya dipengaruhi oleh nilai-nilai
budaya Jawa, bahkan dalam pola cara berfikirnya dipengaruhi oleh nilai budaya yang berlaku di masyarakatnya. Termasuk dalam pengertian nilai
budaya pada umumnya adalah beberapa konsepsi abstrak yang hidup di dalam aalm pikiran warga masyarakat yang dianggap dan dijadikan pedoman tingkah
laku atau perbuatan manusia sebagai warga masyarakat itu. Contohnya aturan sopan santun, adt istiadat, norma-norma dan lain sebagainya.
commit to user 61
Berdasarkan perkembangan kebudayaan, khususnya dalam bidang keseniannya, yang tentu saja berpusat pada sistem sosial budaya daerah
Surakarta atau lebih dikenal “Kota Solo”. Bahwa sistem sosial budaya daerah Surakarta atau Kota Solo itu dipengaruhi oleh norma-norma lama yang
berorientasi kepada sistem
feodalisme
. Dengan kata lain kita dapat menyebutkan bahwa sistem budaya yang berlaku di daerah Surakarta itu
dipengaruhi oleh pola kebudayaan kraton. Tampaknya para wargamasyarakat di Surakarta mempunyai pola cara
berfikir yang erat hubungannya dengan
mitologi
. Cirri dari pola cara berfikir ini yaitu terlihat pada tingkah laku para warga masyarakat yang bersifat
religious
, dengan upacara-upacara dan selamatan sebagai inti atau puncak perbuatannya. Upacara-upacara yang merupakan bagian dari kebudayaan Jawa
itu, di dalam pelaksanaannya berorientasi pada kebudayaan Kraton Surakarta. Begitu pula unsur-unsur kebudayaan lain, seperti kesenian, agama, bahasa,
kepercayaan, dan lain sebagainya. Maka uraian keadaan sosial budaya masyarakat di Kota Surakarta atau
Kota Solo sangat berkaitan pada aspek kesenian, agam, dan bahasa. Ketiga aspek tersebut memiliki kaitan yang erat dengan seni pertunjukan tradisional
Jawa.
3. Potensi Pariwisata Kota Surakarta
Kota Surakarta dengan motto pembangunan Panca Krida utama akan menjadikan Kotamadya DATI II Surakarta sebagai kota budaya, kota
pariwisata, kota olahraga, kota pusat perdagangan dan jasa, kota pusat perkembangan industri kerajinan rakyat serta kota pendidikan dan pelatihan
commit to user 62
kepariwisataan Kota Surakarta. Kepariwisataan di Kotamadya Surakarta mengandalkan dua buah Keraton. yaitu Keraton Kasunanan dan Keraton
Mangkunegaran sebagai daya tarik utama. Selain hal tersebut di atas, terdapat pula objek-obyek wisata yang cukup
menarik di dalam Kota Surakarta dan perlu dikembangkan antara lain : Taman Wisata Budaya Sriwedari, Taman Wisata Olahraga, Taman Wisata Satwa Taru
Jurug, Museum Radyapustaka dan Musium Lukisan Dullah. Obyek wisata lainnya yang bersifat pelayanan souvenir adalah Pasar Klewer, Pasar Triwindu,
Batik Shop, pembuatan keris, gamelan dan sebagainya. Sedangkan obyek wisata di luar Kotamadya Surakarta adalah sebagai berikut :
- Di sebelah utara Kota Surakarta :
Musium Sangiran Astana Girilayu
- Di sebelah timur Kota Surakarta :
Candi Sukuh dan Candi Ceto Pemandian air hangat Bayanan
Puncak La wu Astana Mengadeg dan Astana Giribangun
- Di sebelah selatan Kota Surakarta :
Pantai Paranggupito Waduk Gajah Mungkur Wonogiri
Puncak Silamuk dan Kahyangan Dlepih
- Di sebelah barat Kota Surakarta :
Ra wa Jombor
commit to user 63
Pemandian Pengging dan Cokrotulung Waduk Cengklik
Disamping obyek wisata maka event juga merupakan daya tarik bagi wisatawan, dengan maksud event yang dimaksud adalah suatu bentuk kegiatan
atau pertunjukan baik yang bersifat ritual maupun yang bersifat hiburan. Adapun yang termasuk dalam event di Surakarta ini seperti :
Sekaten, Kira b Pusaka, Jumenengan, Maleman Sriwedari, Pesta Seni Akhir Tahun, Labuh
Pusaka, Wayang orang, Pagelaran kesenian, lukisan
dan budaya lainnya. Tanpa adanya event maka suasana kepariwisataan akan terasa gersang. Event-
event yang diselenggarakan secara rutin tiap-tiap tahun. Akhir-akhir ini perkembangan dunia kepariwisataan di Surakarta menunjukan gejala
peningkatan. Peningkatan ini tdak terbatas pada wisatawan Nusantara saja melainkan wisatawan Mancanegara.
Dengan diresmikan
bandara Adisumarmo
sebagai Bandara
Internasional penuh yang berate telah dilakukan penerbangan langsung dari Surakarta ke luar negeri sementara baru Singapura tidak hanya akan
meramaikan penerbangan ked an dari Kodya Surakarta dan sekitarnya, tetapi juga menguntungkan bagi wilayah Jawa Tengah dan DIY Yogyakarta. Dengan
segera dibangunnya jalan tol Semarang – Solo dan Solo – Yogyakarta, akan
memperbesar peluang dan sekaligus tantangan bagi kepariwisataan di Kotamadya Surakarta. Kebijaksanaan ini secara langsung akan meningkat
kegiatan sektor Industri, perdagangan dan pariwisata di Kodya Surakarta dan sekitarnya.
commit to user 64
Melihat prasarana, sarana dan sarana penunjang, faktor pendukung dan event-event yang lain sudah sepantasnya dikatakan Surakarta sebagai tujuan
wisata, kalau dibandingkan dengan Semarang ataupun daerah lainnya di Jawa Tengah, faktor-faktor yang dimiliki daerah-daerah tersebut tidak selengkap
yang dimiliki Surakarta, seperti : -
Peninggalan sejarah atau budaya -
Taman hiburan rekreasi baik yang sudah ada ataupun yang dalam tahap pengembangan.
- Kesenian
- Event-event
- Obyek-obyek wisata di Surakarta
Dari berbagai hal diatas kita dapat berbangga hati tetapi kita harus tetap mempersiapkan atau mengadakan pembenahan hal-hal yang sampai sekarang
ini dinilai masih kurang, khususnya di bidang industri pariwisata antara lain : -
Hotel Non Bintang Losmen jumlahnya masih perlu penyempurnaan agar memenuhi persyaratan.
- Rumah makan pub restoran masih perlu di dorong untuk dapat menyajikan
kesenian tradisional. -
Pembenahan obyek-obyek wisata khususnya obyek-obyek wisata yang dinilai masih menyedihkan perlu mendapatkan uluran tangan dari
pemerintah pusat karena terbatasnya dana bagi daerah tingkat II maupun daerah tingkat I.
- Budaya BERSERI terhadap lingkungan belum dapat dilaksanakan secara
maksimal atau belum mendarah daging.
commit to user 65
Usaha-usaha pemerintah daerah untuk mengatasi kendala tersebut antara lain : -
Mengadakan pembinaan, penyuluhan dan sarasehan- saraasehan baik terhadap pengusaha industri pariwisata yang ada maupun terhadap
masyarakat. -
Bekerjasama dengan instansi vertical dan horizontal dalam meraih dana untuk pengembangan kepariwisataan di daerah.
4. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kota Madya Dati II Surakarta di
Bidang Pariwisata
Kebjaksanaan Pemerintah Daerah Kota Madya Dati II Surakarta dalam usaha peningkatan kepariwisataan di Surakarta telah membuat Rencana
Pengembangan Pariwisata yang telah dibakukan oleh BAPPEDA Kotamadya Dati II Surakarta sebagai Pola Dasar Pengembangan Pariwisata Kotamadya
Dati II Surakarta. Rencana pegembangan tersebut meliputi :
- Pengembangan di bidang industri wisata, antara lain :
Performance centre pusat pertunjukan Daerah Hospitality Industri daerah pelayanan industri wisata
Daerah Ammucement centre pusat hiburan
- Pengembangan dalam produk wisata adalah :
Obyek wisata kompleks Keraton Suraka rta Hadiningrat. Obyek wisata Istana Mangkunegaran.
Obyek wisata flora dan fauna daerah rekreasi Jurug. Obyek wisata Taman Balekambang
Obyek wisata Taman Sriweda ri
commit to user 66
Daerah pusat perbelanjaan wisata wan da n daerah seni kerajinan.
Sesuai dengan rencana pengembangan pariwisata di Surakarta yang dibakukan sebagai pola Dasar Pengembangan Pariwisata Kodya Dati II
Surakarta, maka tersedia lokasi pengembangan Daerah Industri Wisata antara lain di Jalan Ahmad Yani di sebelah selatan Taman Balekambang, lokasi
yang berada di sekitar Ketandan sebelah selatan Pasar Gedhe dan lokasi yang berada di sekitar Taman satwa taru Jurug.
5. Arah Pengembangan Kota Surakarta
Untuk melihat arah dan prospek perkembangan kota Surakarta perlu meninjau kondisi-kondisi sebagai berikut :
a. Prospek letak
Posisi Kodya DATI II Surakarta terletak pada 110 - 111
BT dan 7,6
- 8 LS merupakan posisi yang sangat strategis karena di samping
simpul pengembangan daerah sekitarnya, juga sebagai daerah penghubung antara daerah propinsi Jateng, DIY, Jabar, dan DKI Jakarta dengan lalu
lintas yang sangat padat. Dampak positif dari posisi yang sangat strategis tadi maka kota Surakarta berkembang menjadi Kota Pariwisata dan Kota
Dagang terkenal berdasarkan Perda No. 1 tahun 1989, wilayah Kodya DATI II Surakarta dibagi dalam 4 wilayah Pengembangan, yaitu :
- Wilayah Pengembangan Utara
- WIlayah Pengembangan Barat
- Wilayah Pengembangan Timur
- Wilayah Pengembangan Selatan
commit to user 67
Dari 4 wilayah pengembangan tersebut, dirinci lagi menjadi 10 Sub Wilayah Pengembangan SWP, sebagai unit perencanaan. Adapun
kegiatan-kegiatan yang disediakan ruangnya di dalam wilayah Kodya DATI II Surakarta mengacu pada pengembangan fungsi-fungsi Kodya Surakarta di
masa mendatang, yaitu : -
Penyediaan areal pusat pariwisata -
Penyediaan areal pusat pengembangan kebudayaan -
Penyediaan areal olahraga -
Penyediaan areal relokasi industri -
Penyediaan areal perluasan dan pengembangan pendidikan -
Penyediaan areal pusat perdagangan, pertokoan dan perbelanjaan. -
Penyediaan areal pusat perkantoran pusat administrasi -
Penyediaan areal lingkungan perumahan b.
Prospek Perdagangan Prospek perdagangan yang mendukung perkembangan positif kota
Surakarta adalah : -
Kota Surakarta mempunyai sarana dan prasarana yamg terlengkap di wilayah eks Karesidenan Surakarta, yang tentunya akan semakin
melancarkan jalannya dunia usaha. -
Merupakan kota perdagangan lama seiring dengan perkembangan kotanya, menarik wisatawnan domestic maupun mancanegara untuk
mengunjunginya. -
Letak geografis Surakarta di simpul hubungan perkotaan potensial Semarang, Yogyakarta, Purwodadi, Surabaya, Pacitan dan Ponorogo dan
commit to user 68
rencana dibukanya bandara Internasioanl Adi Sumarmo sebagai bandara Internasional menambah semarak dan kelancaran aktifitas di kota
Surakarta, Rencana Pembangunan Lima Tahun ke 6 daerah Kodya DATI II Surakarta, Buku III.
c. Prospek Pariwisata
Prospek pariwisata yang mendukung perkembangan positif Kota Surakarta adalah pengembangan sarana Pariwisata wilayah DATI II, dengan
melihat berbagai factor yang ada yaitu : -
Jarak lokasi obyek terhadap kota yang ada. -
Sarana dan prasarana yang ada dan yang diperlukan di dalam kota untuk menunjang kegiatan paket-paket wisata.
- Akumulasi kegiatan wisata yang mungkin dapat dikembangkan.
- Lingkup pelayanan obyek-obyek wisata.
Maka dapat disimpulkan bahwa jenis sarana dan prasarana seperti : -
Hotel, Tourist Information Center, Rumah makan restoran, tempat hiburan umum, mandala wisata dan lain-lain lebih banyak ditempatkan di
Kodya Surakarta disamping penyediaan sesuai kebutuhan standart pada kota Kabupaten sekitarnya.
F. Tinjauan Konsep Eklektik
Setelah masa arsitektur antik atau kuno, kemudian klasik, arsitektur Barat memasuki zaman
Post-Renaissance
. Berikutnya arsitektur Barat berkembang pada abad XIX atau zaman kolonial, kehampir seluruh dunia terutama wilayah koloni
atau jajahan orang-orang Eropa di Amerika, Amerika Latin, Afrika, Asia, Australia, Selandia Baru.
commit to user 69
Pada daerah-daerah koloni tersebut berkembang dengan cepat dan beberapa daerah sepenuhnya dikuasai oleh orang-orang Barat seperti Amerika dan
Australia. Pada masa itu atau sering disebut masa Pascakolonial, berkembang Arsitektur Modern Pascakolonial.
Pada akhir zaman klasik, timbul kejenuhan terhadap bentuk, konsep dan norma arsitektur klasik, yang sudah merajai dunia arsitektur sejak ribuan tahun
silam. Pada masa inilah timbul dan berkembang bentuk arsitektur mengikuti pola pikir eklektik, menyebar keseluruh dunia bersamaan dengan penjelajahan dan
penaklukan orang Eropa keseluruh dunia dalam masa Kolonial dan Pascakolonial. Eklektik artinya memilih terbaik dari yang sudah ada sebelumnya.
Arsitektur Eklektik adalah aliran memilih, memadukan unsur-unsur atau gaya ke dalam bentuk tersendiri. Arsitek, pemilik bangunan atau keduanya bersama
memilih secara bebas, gaya-gaya atau bentuk-bentuk paling cocok dan pantas menurut selera dan status sosio-ekonomi mereka.
Berdasarkan arti katanya maka Eklektisme dalam arsitektur sudah ada sejak lama misalnya pada zaman
Renaissance
di mana elemen-elemen Romawi kolom, ornamen dan lain-lain digabung dan ditambah dengan unsur-unsur,
kaidah dan bentuk baru. Demikan juga arsitektur Romawi telah mengambil unsur- unsur Yunani digabung dan dikembangkan menjadi bentuk baru.
Dari segi sejarah dan ciri-ciri pengulangan bentuk-bentuk lama Eklektisme dalam arsitektur sering disebut antara lain dengan
Post-Renaissance
, Neo-Klasik, Kolonial, dan lain-lain. Masa itu dapat dikatakan belum terlalu banyak pilihan dan
percampuran, masih terbatas atau terikat pada kaidah-kaidah klasik. Oleh karena
commit to user 70
itu dalam kajian perkembangan arsitektur sering disebut sebagai zaman Neo- Klasik, atau Neo-Klasik Internasional karena sudah berkembang diseluruh dunia.
Arsitektur modern mulai berkembang pada abad XVI di Eropa dimulai dengan Eklektisme, selain karena kejenuhan terhadap pola klasik lama juga
karena semakin banyak pilihan untuk digabungkan atau diulang tetapi dalam pola, konsep dan bentuk baru. Pada abad XIX bentuk, gaya, konstruksi dan bahan-
bahan bangunan dalam arsitektur semakin berkembang bervariasi sehingga pilihan pun semakin banyak. Eklektisme dalam arsitektur masa itu, lebih kompleks dan
bervariasi pula. Dalam sejarah perkembangan arsitektur istilah Eklektisme dipakai untuk menandai gejala pemilihan atau percampuran gaya-gaya pada abad XIX
masa berakhirnya Klasikisme, masa awal Modernisasi dan bukan percampuran maupun perkembangan pada masa sebelumnya.
Arsitektur Eklektisme awal abad XIX mengandung rasa sentimen dan nostalgia pada keindahan gaya masa lampau. Sebagai contoh dari gejala
perkembangan arsitektur eklektik telah disebut tiga bangunan pada bab pendahuluan. Eklektisme tidak selalu menggabungkan tetepi kadang-kadang
hanya menerapkan salah satu gaya saja tetepi dalam bentuk, sistem konstruksi, fungsi dan secara konseptual berbeda dari klasik asli.
Eklektisme menandai perkembangan arsitektur abad XIX, dengan ketidakpastian gaya. Percampuran bentuk menghasilkan gaya tersendiri,
memperlihatkan adanya pola pikir akademis, tetapi dalam bentuk konservatif. Seni dalam hal ini termasuk arsitektur modern eklektik merupakan kelanjutan,
pengulangan seni klasik dan bukan perubahan secara revolusioner.
commit to user 71
Fungsi bangunan klasik terbatas pada kebutuhan waktu itu misalnya kuil, gereja, istana, tempat tinggal. Pada masa peralihan dari klasik ke modern ditandai
dengan Eklektisme, tuntutan kebutuhan lebih banyak di masa sebelumnya tidak ada misalnya balai kota, stasiun kereta api, gedung pengadilan, opera, pavilliun,
gedung pameran, museum, dan lain-lain. Arsitektur klasik mulai berkembang di Eropa, sejak zaman Yunani hingga
Renaissance. Oleh karena itu pada akhir zaman Klasikisme banyak bangunan di sana mengulang kembali keindahan elemen-elemen klasik, dipadukan atau
diterapkan secara utuh. Pengulangan kembali secara utuh kadang-kadang disebut Neo-Klasik seperti misalnya Neo-Gotik yang karena keindahan dan
kemegahannya konsep-konsepnya digunakan kembali, terutama untuk bangunan monumental. Dr. Harun Hadiwijono, 1994, hal: 150-158
Penyebaran eklektisisme merambah berbagai bidang dapat diakui sebagai metode baru dalam seni. Arsitektur sebagai cabang seni yang berkaitan erat
dengan teknik juga mendapatkan pengaruh dari penyebaran metode eklektisisme ini, meskipun dikritik sebagai metode yang tidak konsisten, disebabkan oleh
pergeseran pandangan dalam menentukan berbagai elemen arsitektur yang sebelumnya sangat kuat. Disadari atau tidak apakah arsitektur jenis ini merupakan
sebuah metode atau bukan sebenarnya adalah sesuatu yang berjalan dengan sendirinya berkaitan dengan akulturasi berbagai arsitektur yang membentuk
tradisi berarsitektur di dalam kebudayaan masyarakat dimana saja. Sebagai sebuah metode yang sering kali dianggap “murahan” karena seakan-akan tidak memiliki
dasar-dasar yang kuat untuk membuat sebuah obyek yang memiliki karakter arsitektur tertentu. Di Indonesia, penyebutannya terkadang merupakan sesuatu
commit to user 72
yang sedikit menggelikan karena yang disebut sebagai perancangan eklektik membawa kita pada pandangan kebanyakan, yaitu kecenderungan untuk
menggabungkan arsitektur dari berbagai negara atau wilayah dan ditampilkan begitu saja ke dalam arsitektur sebelumnya, untuk mencapai citra tertentu, bahkan
sebuah kesan untuk menggapai prestis. Arsitektur eklektik bisa dikatakan sebagai hasil karya arsitektur yang
mempergunakan metode merancang secara eklektik. Eklektisme adalah sebuah pergerakan arsitektur dengan metode menggabungkan kombinasi berbagai
aspek, ide, teori maupun yang ditujukan untuk membuat arsitektur terbaik dengan kombinasi yang ada. Pergerakan ini diawali dari filsafat yang dikaitkan dengan
penggabungan berbagai perspektif pondasi filsafat untuk membentuk filsafat baru yang lebih baik. Metodenya kemudian diterapkan dalam bidang-bidang ilmu
pengetahuan yang lain, diantaranya kedalam arsitektur.
http:astudioarchitect.com
Eklektik terdiri dari beberapa gaya yang diambil budaya barat dan timur. Jadi tidak ada aturan baku yang menyebutkan bagaimana cara memadukan
beberapa gaya tersebut. Perkawinan timur dan barat itulah yang masuk pada lingkup gaya eklektik. Gaya eklektik sendiri dikenal dalam istilah interior sebagai
gaya
gado-gado
, yang merupakan paduan dari beragam selera gaya.
http:okezone.com
commit to user
73
BAB III
TINJAUAN LAPANGAN
A. Tinjauan Lapangan Gedung Wayang Orang Sriwedari