PENGARUH KEADILAN PROSEDURAL PADA KOMITMEN AFEKTIF, DISCRETIONARY SERVICE BEHAVIOR, DAN KEPUASAN ATAS LAYANAN

(1)

commit to user

i

PENGARUH KEADILAN PROSEDURAL PADA KOMITMEN AFEKTIF,

DISCRETIONARY SERVICE BEHAVIOR, DAN KEPUASAN ATAS

LAYANAN

(Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar)

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh:

ABDUL KADIR SALIM A F0207025

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii ABSTRAK

PENGARUH KEADILAN PROSEDURAL PADA KOMITMEN AFEKTIF,

DISCRETIONARY SERVICE BEHAVIOR, DAN KEPUASAN ATAS LAYANAN (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar)

Oleh:

ABDUL KADIR SALIM A F0207025

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Keadilan Prosedural pada Komitmen Afektif, Discretionary Service Behavior, dan Kepuasan atas layanan. Peneliti melihat pada era sekarang ini, sektor publik menjadi pusat perhatian masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya keluhan yang timbul dari masyarakat akibat ketidakpuasan mereka atas layanan yang ditunjukkan aparatur Pemerintahan khususnya pada Pemerintah Daerah. Peneliti merasa layanan yang diberikan oleh aparatur daerah masih perlu ditingkatkan. Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja aparatur daerah yaitu melalui proses menumbuhkembangkan perilaku prososial Discretionary Service Behavior.

Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dengan metode survey. Target populasi penelitian ini adalah karyawan pada Pemerintah Daerah Karanganyar. Sampel diambil sebanyak 130 responden dimana sampel adalah karyawan pada Pemerintah Daerah Karanganyar. Teknik samping yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling.

Berdasarkan hasil analisis model struktural (SEM) yang menguji hipotesis dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa Keadilan prosedural berpengaruh pada Komitmen Afektif. Komitmen Afektif berpengaruh pada kepuasan atas layanan. Komitmen Afektif juga berpengaruh pada Discretionary Service Behavior. Sedangkan Discretionary Service Behavior tidak terbukti berpengaruh pada kepuasan atas layanan.

Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah agar pemimpin selalu memantau terwujudnya keadilan prosedural karena keadilan prosedural terbukti berpengaruh pada perilaku kerja karyawan. Selain itu pimpinan Pemerintah Daerah Karanganyar perlu berupaya mendorong terwujudnya perilaku Discretionary Service Behavior agar karyawan bersedia melakukan pelayanan yang optimal pada masyarakat..

Kata kunci: Keadilan Prosedural, Komitmen Afektif, Discretionary Service Behavior, Kepuasan atas layanan.


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user

v KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kuasa-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Keadilan Prosedural pada Komitmen Afektif, Discretionary Service Behavior, dan Kepuasan atas Layanan (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar)” dapat diselesaikan oleh penulis sebagai syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Berhasilnya penulisan skripsi ini adalah berkat bantuan dari berbagai pihak yang dengan ketulusannya telah memberikan semangat, dorongan, serta pengarahan kepada penulis. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Endang Suhari, Msi. selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Reza Rahardian, S.E., Msi, selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(6)

commit to user

vi 4. Sinto Sunaryo, S.E, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan saran sampai terselesaikannya penulisan skripsi ini.

5. Mama dan Abahku yang selalu memberikan dukungan dan do’anya hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini

6. Adikku Adni dan Lamia yang memberi semangat penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Kakek dan nenek yang selalu memberi dukungan dan bantuan hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Paman dan bibi yang memberi banyak bantuan hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

9. Ustad Alwi Al-Habsyi yang memberikan bantuan do’a dan segala nasehatnya pada penulis.

10. Bunda Fatimah yang selalu memberi masukan untuk membantu proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

11. Fatimah yang selalu memberi dukungan dan semangat agar penulis segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

12. Teman-teman Majlis Ta’lim yang selalu memberikan semangat agar penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini

13. Teman-teman Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen yang banyak membantu hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.


(7)

commit to user

vii Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, Penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, 23 Desember 2010


(8)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ...……….... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...……….. .... iii

KATA PENGANTAR………...……….. iv

DAFTAR ISI…………...………. vii

DAFTAR TABEL………...……….… xi

DAFTAR GAMBAR………...……….. xii

BAB I. PENDAHULUAN………...…...…... 1

A. Latar Belakang Masalah………...……… 1

B. Rumusan Masalah………....……….. 7

C. Tujuan Penelitian………...….……….. 8

D. Manfaat Penelitian………....………… 8

1. Manfaat Praktis………. 8

2. Manfaat Akademis……….. 8

BAB II. LANDASAN TEORI………...… 10

A. Telaah Teoritis...………... 10

1. Keadilan Organisasional... 10

2. Komitmen Organisasional... 12


(9)

commit to user

ix

B. Penelitian Terdahulu…………...………...………….….…... 16

C. Kerangka Pemikiran………...……….……... 17

D. Perumusan Hipotesis……… 18

BAB III. METODE PENELITIAN……….... 21

1. Desain Penelitian………..…………...…………. 21

a. Jenis Riset……….. 21

b. Dimensi Waktu Riset………. 21

c. Setting Riset……….. 21

d. Unit Analisis……….. 21

2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling…………..………. 22

a. Populasi Penelitian……… 22

b. Sampel dan Teknik Sampling……… 22

3. Jenis Data……….. 24

4. Definisi Operasional Variabel... 24

5. Teknik Analisis Data………..……. 26

a. Uji Validitas ... … 26

b. Uji Reliabilitas ... 26

c. Analisis SEM ... 27

1. Uji Normalitas……… 27

2. Uji Outliers……… 28

3. Uji Multikolinearitas………. 29


(10)

commit to user

x

A. Gambaran Umum Objek Penelitian………..……... 33

a. Pernyataan Visi Kabupaten Karanganyar Tahun 2009-2013... 34

b. Pernyataan Misi Kabupaten Karanganyar Tahun 2009-2013... 35

c. Tujuan dan Sasaran... 36

1. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu... 42

2. Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan masyarakat…….. 44

3. Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi……… 46

4. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil……….. 48

5. Dinas Pekerjaan Umum……….. 51

6. Badan Kepegawaian Daerah………. 54

B. Analisis Deskriptif ... 56

1.Profil dan Tingkat Pendidkan Responden………. 57

2.Tanggapan Responden Mengenai Keadilan Prosedural... 60

3.Tanggapan Responden Mengenai Komitmen Afektif ... 62

4. Tanggapan Responden Mengenai Discretionary Service Behavior… 64 5. Tanggapan Responden Mengenai Kepuasan Layanan Publik…... 67

C. Uji Instrumen Penelitian... 70

1. Uji Validitas ……….. 70

2. Uji Reliabilitas……… 72

D. Analisis SEM…. ... 73


(11)

commit to user

xi

a. Normalitas Data……….. 73

b. Evaluasi Outliers……….. 76

c. Evaluasi Multikolinearitas……… 80

2. Uji Kesesuaian Model Goodness of Fit……… 81

3. Modifikasi Model………. 83

4. Analisis Koefisien Jalur dan Uji Hipotesis………...……… 85

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN....…...………..……...…….. 90

A. Simpulan………..……...………... 90

B. Keterbatasan Penelitian... 92

C. Saran...………..………. 92

a. Saran Akademis……….. 92

b. Saran Praktis……… 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Profil Responden……... 57

Tabel IV.2 Tingkat Pendidikan Responden……….. 59

Tabel IV.3 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Keadilan Prosedural 61 Tabel IV.4 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Komitmen Afektif 63 Tabel IV.5 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Discretionary Service Behavior... 65

Tabel IV.6 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Kepuasan Layanan Publik... 67

Tabel IV.7 Uji Validitas... 71

Tabel IV.8 Uji Reliabilitas... 73

Tabel IV.9 Uji Normalitas... 75

Tabel IV.10 Mahalanobis Distance Square... 77

Tabel IV.11 Revisi Uji Normalitas... 79

Tabel IV.12 Revisi Mahalanobis Distance Square……… 80

Tabel IV.13 Kriteria Goodness of Fit... 82

Tabel IV.14 Revisi Kriteria Goodness of Fit... 85


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Kerangka Pemikiran………...………... 18 Gambar IV.1 Struktur Organisasi ..………... 41


(14)

commit to user ABSTRAK

PENGARUH KEADILAN PROSEDURAL PADA KOMITMEN AFEKTIF,

DISCRETIONARY SERVICE BEHAVIOR, DAN KEPUASAN ATAS LAYANAN (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar)

Oleh:

ABDUL KADIR SALIM A F0207025

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Keadilan Prosedural pada Komitmen Afektif, Discretionary Service Behavior, dan Kepuasan atas layanan. Peneliti melihat pada era sekarang ini, sektor publik menjadi pusat perhatian masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya keluhan yang timbul dari masyarakat akibat ketidakpuasan mereka atas layanan yang ditunjukkan aparatur Pemerintahan khususnya pada Pemerintah Daerah. Peneliti merasa layanan yang diberikan oleh aparatur daerah masih perlu ditingkatkan. Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja aparatur daerah yaitu melalui proses menumbuhkembangkan perilaku prososial Discretionary Service Behavior.

Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dengan metode survey. Target populasi penelitian ini adalah karyawan pada Pemerintah Daerah Karanganyar. Sampel diambil sebanyak 130 responden dimana sampel adalah karyawan pada Pemerintah Daerah Karanganyar. Teknik samping yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling.

Berdasarkan hasil analisis model struktural (SEM) yang menguji hipotesis dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa Keadilan prosedural berpengaruh pada Komitmen Afektif. Komitmen Afektif berpengaruh pada kepuasan atas layanan. Komitmen Afektif juga berpengaruh pada Discretionary Service Behavior. Sedangkan Discretionary Service Behavior tidak terbukti berpengaruh pada kepuasan atas layanan.

Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah agar pemimpin selalu memantau terwujudnya keadilan prosedural karena keadilan prosedural terbukti berpengaruh pada perilaku kerja karyawan. Selain itu pimpinan Pemerintah Daerah Karanganyar perlu berupaya mendorong terwujudnya perilaku Discretionary Service Behavior agar karyawan bersedia melakukan pelayanan yang optimal pada masyarakat..

Kata kunci: Keadilan Prosedural, Komitmen Afektif, Discretionary Service Behavior, Kepuasan atas layanan.


(15)

commit to user ABSTRACT

EFFECT OF PROCEDURAL JUSTICE TO AFFECTIVE

COMMITMENT,DISCRETIONARY SERVICE BEHAVIOR, AND THE SERVICE SATISFACTION

(Studies in Karanganyar District Government) By:

Abdul Kadir SALIM A F0207025

The purpose of this study to investigate the influence of Procedural Justice on Affective Commitment, Discretionary Service Behavior, and Satisfaction of service. Researchers looked at this present era, the public sector into the public limelight. This is evident from the number of complaints arising from the public due to their dissatisfaction over the service apparatus shown particularly in Local Government Administration.

Researchers feel the services provided by local officials still need to be improved. One way to improve the performance of the officers is through a process to develop the prosocial behavior of Discretionary Service Behavior. This study is a replication of the survey method. The target population of this study are employees of the Local Government Karanganyar. Samples taken as many as 130 respondents in which the sample is an employee of the Local Government Karanganyar. Side technique used in this study was purposive sampling.

Based on the analysis of structural models (SEM), which tested the hypothesis in this study, it was concluded that procedural justice affects the Affective Commitment.Affective Commitment effect on satisfaction with the service. Affective commitment also affects the Discretionary Service Behavior. Discretionary Service Behavior While no proven effect on satisfaction with the service.

Based on these findings, the advice can be given is for a leader always monitor the realization of procedural justice because procedural justice proved influential on employee behavior. In addition, local government leaders should attempt to promote the establishment Karanganyar Discretionary Service Behavior of behavior for employees willing to perform an optimal service to the community.

Keywords: Procedural Justice, Affective Commitment, Discretionary Service Behavior, Service Satisfaction.


(16)

commit to user 1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dalam wujud pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab telah menjadikan Pemerintah Daerah sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Saat ini, kinerja layanan publik menjadi perhatian utama dari masyarakat. Kondisi masyarakat yang mengalami perkembangan dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, mengakibatkan masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Kenyataan yang ada mengisyaratkan hal yang kurang melegakan, hal tersebut terkait dengan kepuasan masyarakat yang belum terpenuhi dengan kata lain pelayanan yang diberikan selama ini masih belum memenuhi harapan pelanggan atau masyarakat, dimana masih banyak dirasakan kelemahan-kelemahan yang dampaknya sering merugikan masyarakat. Kelemahan tersebut dapat dilihat dari banyaknya keluhan masyarakat terhadap layanan publik yang diberikan di berbagai organisasi sektor publik.

Perkembangan otonomi daerah yang terjadi saat ini dan tuntutan masyarakat dalam hal pelayanan publik membawa implikasi yang besar terkait kebijakan yang disusun pada organisasi sektor publik. Selain itu, perkembangan otonomi daerah juga menuntut adanya perubahan kinerja organisasi sektor publik untuk menjadi lebih baik, khususnya pada kinerja


(17)

commit to user 2 pelayanan publik. Sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut maka perlu adanya penataan ulang berbagai elemen dalam sistem penyelengggaraan pemerintahan dalam rangka manifestasi pelaksanaan otonomi daerah. Perlunya penataan ulang tersebut tidak lepas dari tujuan pelaksanaan otonomi daerah yang pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam rangka mewujudkan tata kelola sistem penyelenggaraan pemerintah diperlukan upaya pembinaan aparatur pemerintah, sehingga dapat bekerja secara profesional dan manajemen pelayanan umum (public service) dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Hal ini terkait dengan fungsi dasar pemerintahan yang pada hakikatnya memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan diadakan tidak untuk melayani diri sendiri tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama. Karenanya Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan publik yang baik dan professional. Pelayanan publik bisa dikatakan baik (profesionalisme) bila masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan dan dengan prosedur yang tidak panjang, biaya murah, waktu cepat dan hampir tidak ada keluhan yang diberikan kepadanya.

Pelayanan Publik (Public Service) oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara). Dalam Kep./25/M.PAN/2/2004 pelayanan publik diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai


(18)

commit to user 3 kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Penyelenggaraan pelayanan publik (Public Service) dapat terwujud bilamana organisasi publik didukung oleh sumber daya manusia yakni aparatur pemerintah yang mumpuni baik dari kualitas maupun kuantitas, di samping juga adanya sumber daya peralatan dan sumber daya keuangan yang memadai. Aparatur pemerintah memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik karena hasil kinerja dari aparatur pemerintah akan menentukan tingkat kepuasan masyarakat sebagai pengguna layanan publik. Kepuasan masyarakat tersebut akan menentukan penilaian masyarakat terhadap keberhasilan dari organisasi sektor publik.

Kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan pada organisasi sektor publik memiliki hubungan yang erat dengan perilaku kerja karyawan. Lingkungan organisasi menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku kerja karyawan. Dari berbagai macam faktor di dalam lingkungan organisasi, faktor yang memiliki dampak secara langsung terhadap karyawan adalah prosedur kinerja organisasi yang berhubungan dengan pengelolaan karyawan. Prosedur kinerja organisasi merupakan ketetapan sistem kerja organisasi yang disusun berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi. Prosedur kinerja organisasi yang telah disusun akan dilaksanakan oleh karyawan sehingga pengaruhnya dirasakan langsung oleh karyawan. Persepsi karyawan terhadap penerapan prosedur kinerja organisasi tersebut akan berhubungan dengan rasa keadilan yang dirasakan oleh karyawan. Hal ini terkait dengan keadilan organisasional. Keadilan organisasional yang dirasakan langsung oleh karyawan akan berdampak pada perilaku kerja karyawan. Keadilan organisasional muncul sebagai upaya untuk menjelaskan peran keadilan dalam tempat kerja.


(19)

commit to user 4 Menurut Klendauer dan Deller (2008)istilah keadilan organisasi umumnya mencakup tiga komponen yang berbeda, yaitu : (1) keadilan distributif, (2) keadilan prosedural, (3) keadilan interpersonal. Penelitian Simons dan Roberson (2003) menyebutkan bahwa keadilan organisasional di tempat kerja berpengaruh penting pada sikap individu setiap karyawan, seperti kepuasan dan komitmen, dan juga berpengaruh pada perilaku individu seperti absensi dan citizenship behavior. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Colquit, et.al (dalam Simons dan Roberson, 2003) membuktikan adanya hubungan antara keadilan organisasional pada kinerja individu.

Karyawan akan merasa tenang jika karyawan diperlakukan adil terkait prosedur yang diterapkan pada suatu organisasi. Hal ini berhubungan langsung dengan salah satu dimensi dari keadilan organisasional yaitu keadilan prosedural. Keadilan prosedural berkaitan dengan proses pembuatan suatu keputusan. Karyawan yang merasa prosedur yang diterapkan memperlakukan mereka dengan hormat, akan mempermudah mereka untuk menerima suatu keputusan. Hal ini dilihat oleh Mossholder, et.al (dalam Suliman, 2006) sebagai salah satu faktor penting di tempat kerja saat ini. Menurut Lin dan Tyler (dalam Suliman, 2006) organisasi yang mengabaikan keadilan prosedural akan memunculkan resiko negatif pada sikap karyawan dalam organisasi diantaranya, ketidakpuasan dengan hasil keputusan organisasi, tidak mematuhi prosedur, dan kinerja yang lebih rendah dari standar kerja. Kebijakan yang diambil dalam suatu organisasi menjadi sangat penting karena hal ini berkaitan langsung dengan prosedur kerja organisasi yang diterapkan dan pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku kerja karyawan.

Salah satu perilaku kerja karyawan yang dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap keadilan prosedural adalah komitmen mereka pada organisasi. Simon dan Roberson (2003)


(20)

commit to user 5 menyebutkan bahwa keterbukaan prosedur sebagai bagian dari keadilan organisasional dapat memperkuat komitmen individu pada organisasi. Pernyataan ini menunjukkan bahwa seorang karyawan yang merasa diperlakukan secara adil terkait prosedur yang diterapkan organisasi melalui unsur keterbukaan akan memperkuat komitmen karyawan pada organisasi. Komitmen tersebut akan mengarah pada komitmen afektif.

Menurut Allen dan Meyer (1990), komitmen afektif adalah keterikatan emosional karyawan, dan keterlibatannya dalam organisasi. Komitmen afektif berkaitan dengan keinginan individu untuk terikat pada organisasi karena kesesuaian antara nilai pribadinya dengan nilai-nilai organisasi. Komitmen ini menggambarkan keinginan karyawan untuk tetap berada dalam organisasi melalui keterikatan emosional karyawan pada organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen afektif yang tinggi cenderung ingin mempertahankan keberadaannya dalam organisasi berdasarkan keinginan mereka sendiri bukan karena faktor lain seperti pendapatan yang mereka dapatkan atau pada peran yang telah ditentukan bagi mereka.

Salah satu dampak dari tumbuhnya komitmen afektif karyawan pada suatu organisasi adalah timbulnya perilaku prososial yakni perilaku ekstra dalam pelayanan. Perilaku ekstra dalam pelayanan merupakan perilaku yang ditunjukkan karyawan melebihi tuntutan formal pada deskripsi pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen afektif telah mendorong perilaku prososial yang dilakukan karyawan demi kebaikan organisasi. Dalam konteks perilaku prososial tersebut, Simons dan Roberson (2003) mengemukakan bahwa dalam industri jasa, karyawan memperlihatkan perilaku kerja yang melebihi perannya untuk memenuhi permintaan pelanggan, yang disebut dengan Discretionary Service Behavior


(21)

commit to user 6 (DSB). Perilaku ini diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan atas pelayanan yang diterimanya. Dengan demikian terlihat bahwa komitmen afektif karyawan yang tinggi akan mampu mendorong terwujudnya perilaku DSB yang pada akhirnya akan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Perilaku DSB menjadi faktor yang sangat penting dalam upaya untuk meningkatkan kualitas layanan. Untuk mendorong terwujudnya perilaku DSB, maka organisasi dituntut untuk selalu memperhatikan faktor yang mengarahkan pada perilaku kerja karyawan. Faktor yang mengarahkan pada perilaku kerja karyawan tersebut diantaranya adalah keadilan prosedural dan komitmen afektif. Untuk itu, organisasi harus menjamin terciptanya prosedur kerja yang adil bagi karyawan melalui perumusan kebijakan-kebijakannya. Dengan jaminan keadilan prosedural tersebut maka komitmen afektif akan tumbuh dalam individu seorang karyawan sehingga perilaku DSB dapat terwujud.

Kualitas layanan publik merupakan faktor yang menjadi perhatian utama bagi masyarakat, oleh karena itu perlu diwujudkan suatu upaya dalam meningkatkan kualitas layanan. Dengan kenyataan ini, Pemerintah Daerah Karanganyar sebagai salah satu daerah yang sedang berkembang perlu mewujudkan peningkatan kualitas layanan publik melalui perilaku DSB yang ditunjukkan aparatur pemerintah. Berkembangnya suatu daerah semakin menuntut kinerja yang maksimal dari Pemerintah Daerah khususnya pada upaya peningkatan kualitas layanan pada masyarakat. Dengan perilaku DSB yang diterapkan oleh karyawan, diharapkan masyarakat akan merasa puas atas layanan yang diberikan, sehingga Pemerintah Daerah Karanganyar dapat mengantisipasi timbulnya berbagai macam keluhan dari masyarakat atas ketidakpuasan mereka atas layanan yang diterima. Oleh karena itu, upaya untuk mendorong terwujudnya perilaku DSB sangat diperlukan oleh Pemerintah


(22)

commit to user 7 Daerah Karanganyar. Hal ini dapat dilakukan dengan menjamin penyusunan kebijakan terkait prosedur kinerja organisasi yang mempengaruhi persepsi karyawan terhadap keadilan prosedural. Karyawan yang merasa diperlakukan secara adil terkait prosedur yang diterapkan organisasi akan memperkuat komitmen afektif karyawan pada organisasi. Komitmen afektif karyawan yang tinggi pada organisasi akan mendorong terwujudnya perilaku DSB.

Dari uraian di atas penelitian ini menarik untuk diteliti, sehingga peneliti mengambil judul ” Pengaruh Keadilan Prosedural pada Komitmen Afektif, Discretionary Service Behavior, dan Kepuasan atas Layanan Publik ”.

(Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah keadilan prosedural berpengaruh pada komitmen afektif?

2. Apakah komitmen afektif berpengaruh pada Discretionary Service Behavior?

3. Apakah komitmen afektif berpengaruh pada kepuasan atas layanan publik bagi masyarakat?

4. Apakah Discretionary Service Behavior berpengaruh pada kepuasan atas layanan publik bagi masyarakat?


(23)

commit to user 8 C. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh keadilan prosedural pada komitmen afektif.

2. Untuk mengetahui pengaruh komitmen afektif pada Discretionary Service Behavior.

3. Untuk mengetahui pengaruh komitmen afektif pada kepuasan atas layanan publik bagi masyarakat.

4. Untuk mengetahui pengaruh Discretionary Service Behavior pada kepuasan atas pelayanan bagi masyarakat.

D. Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Praktis

Bagi Pemerintah Daerah Karanganyar, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan masukan untuk meningkatkan kualitas layanan terutama di sektor publik, dengan meningkatkan perilaku prososial dalam bentuk Discretionary Service Behavior melalui upaya mewujudkan keadilan prosedural yang dirasakan karyawan dan komitmen afektif karyawan.

2. Manfaat Akademis

a. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan dan penelitian tentang manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi, terutama menyangkut


(24)

commit to user 9 Discretionary Service Behavior dalam kaitannya dengan keadilan prosedural, komitmen afektif, dan kepuasan atas pelayanan publik.

b. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pemikiran pengembangan riset tentang perilaku organisasi dan manajemen sumber daya manusia, khususnya pada penelitian dengan topik kajian yang sama.


(25)

commit to user 10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Telaah Teoritis

1. Keadilan Organisasional

Keadilan organisasi muncul sebagai upaya untuk menjelaskan peran keadilan dalam tempat kerja. Dessler (2005) mengemukakan bahwa suatu organisasi adalah adil, bila di antaranya, dapat disetarakan, imparsial dan tidak bias dalam berbagai cara mereka melakukan banyak hal. Klendauer dan Deller (2008) menyimpulkan dari berbagai pendapat bahwa istilah keadilan organisasi umumnya mencakup tiga komponen yang berbeda, yaitu:

1. Keadilan Distributif

Sebagian besar didasarkan pada teori keadilan yang dikemukakan oleh Stacy Adams pada tahun 1965 dan mengacu pada keadilan yang dirasakan inidividu sebagai hasil dari penerimaan atas suatu keputusan .

2. Keadilan Prosedural

Keadilan yang dirasakan atas prosedur yang diterapkan pada organisasi.

3. Keadilan Interaksional

Berkaitan dengan keadilan yang dirasakan atas komunikasi interpersonal antara atasan dan bawahan.

Robbins (2005) mengemukakan bahwa teori keadilan telah terfokus pada keadilan distributif dan keadilan prosedural. Keadilan distributif adalah keadilan yang dipersepsikan dari jumlah imbalan yang terdapat pada individu-individu. Sedangkan keadilan prosedural


(26)

commit to user 11 adalah persepsi keadilan yang digunakan oleh pihak yang berwenang untuk menilai kinerja karyawan dan untuk menentukan rewards mereka, seperti promosi dan kenaikan gaji. Senada dengan pengertian tersebut, McDowall dan Fletcher (dalam Suliman, 2006) mengungkapkan bahwa keadilan distributif mengacu pada keadilan yang dirasakan atas imbalan yang didistribusikan pada suatu organisasi, sedangkan keadilan prosedural mengacu pada keadilan yang dirasakan dari prosedur yang digunakan dalam membuat keputusan mengenai pembagian hadiah.

Keadilan prosedural berkaitan dengan proses pembuatan suatu keputusan. Karyawan yang merasa prosedur yang diterapkan memperlakukan mereka dengan hormat, akan mempermudah mereka untuk menerima suatu keputusan. Hal ini dilihat dalam penelitian Tang dan Sarsfield-Baldwin; Mossholder et al, (dalam Suliman, 2006) sebagai salah satu faktor penting di tempat kerja saat ini. Menurut Lin dan Tyler (dalam Suliman, 2006) organisasi yang mengabaikan keadilan prosedural akan memunculkan resiko negatif pada sikap karyawan dalam organisasi diantaranya, ketidakpuasan dengan hasil keputusan organisasi, tidak mematuhi peraturan dan prosedur, dan kinerja yang lebih rendah dari standar kerja. Menurut McDowall dan Fletcher (dalam Suliman, 2006) persepsi tentang keadilan prosedural secara konsisten telah ditunjukkan untuk mempengaruhi berbagai hasil variabel. Tyler dan Belliveau (dalam Suliman, 2006) berargumen bahwa prosedur yang adil cenderung menginspirasi perasaan kesetiaan kepada seseorang atau kelompok, melegitimasi otoritas pemimpin, dan membantu untuk memastikan prosedur sesuai dengan aturan. Secara umum, keadilan prosedural dalam pengambilan keputusan organisasi telah menunjukkan dampak positif pada berbagai keputusan karyawan. Konsekuensi dari keadilan prosedural


(27)

commit to user 12 meliputi variabel seperti komitmen organisasi, kepercayaan, kepuasan, sesuai dengan keputusan dan kinerja

2. Komitmen Organisasional

Pandangan mengenai komitmen organisasional telah banyak dipaparkan oleh para ahli melalui berbagai sudut pandang. Robbins (2005) memberikan pengertian komitmen pada organisasi sebagai suatu keadaan yang menggambarkan sampai tingkat mana seorang karyawan memihak pada organisasi tertentu, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi. Suliman (2006) mengungkapkan bahwa komitmen organisasi merupakan akibat dari tiga faktor yaitu:

(1)Penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang dimiliki organisasi, (2)Kemauan untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya, dan (3)Hasrat atau keinginan untuk tetap berada dalam organisasi.

Senada dengan pendapat tersebut, Mowday, et.al (dalam Wang, Indridarson, dan Saunders, 2010) menjelaskan bahwa komitmen organisasional dicirikan oleh:

(a)Penerimaan dan keyakinan yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi, (b)Kesediaan untuk mengerahkan usaha atas nama organisasi, dan

(c)Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi.

Pendekatan yang lain terhadap komitmen organisasional dikemukakan oleh Meyer dan Allen dalam model tiga komponen komitmen organisasional. Menurut model tersebut, konstruk komitmen organisasional meliputi unsur keinginan, kebutuhan, dan kewajiban yang ditampilkan dalam tiga dimensi yaitu afektif, continuance, dan normatif. Menurut


(28)

commit to user 13 Allen dan Meyer (dalam Wang, Indridarson, dan Saunders, 2010) ada tiga dimensi komitmen organisasi, yaitu :

1. Komitmen afektif

Komitmen afektif berkaitan dengan keinginan individu untuk terikat pada organisasi karena kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi. Komitmen ini menggambarkan keinginan karyawan untuk tetap berada dalam organisasi melalui keterikatan emosional karyawan pada organisasi yang terbentuk dari keinginan dan kesesuaian karyawan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen afektif yang tinggi cenderung ingin mempertahankan keberadaannya dalam organisasi berdasarkan keinginan sendiri bukan karena faktor lain seperti investasi yang mereka keluarkan atau pada peran yang telah ditentukan bagi mereka

2. Komitmen continuence

Komitmen continuance berkaitan dengan kebutuhan individu untuk tinggal pada organisasi berdasarkan biaya yang harus ditanggung jika meninggalkan organisasi seperti pendapatan yang akan hilang jika keluar dari organisasi atau karena individu tersebut tidak memiliki alternatif pekerjaan lain yang lebih baik. Karyawan yang memiliki komitmen continuance yang tinggi cenderung akan mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi karena mereka harus melakukannya.


(29)

commit to user 14 3. Komitmen normatif

Komitmen normatif berkaitan dengan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi berdasarkan kesetiaan pada organisasi atau kewajiban moral untuk tetap berada dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi cenderung akan mempertahankan keanggotaan dalam organisasi karena memang sebaiknya hal tersebut dilakukan.

Menurut Allen dan Meyer (1990), komponen afektif, continuance, dan normatif dipandang sebagai komponen yang dapat dibedakan. Hal ini berarti bahwa karyawan mengalami tahapan psikologis dalam berbagai tingkatan pada setiap komponen tersebut. Beberapa karyawan dapat merasakan kebutuhan dan keharusan yang kuat untuk tetap tinggal pada organisasi, meskipun pada dasarnya mereka tidak ada keinginan. Sedangkan karyawan yang lain mungkin tidak merasakan kebutuhan dan keharusan, namun memiliki keinginan yang kuat untuk tetap tinggal pada organisasi.

Dengan adanya perbedaan pada masing-masing komponen komitmen organisasional, faktor-faktor anteseden pada setiap komponen juga berbeda. Menurut Allen dan Meyer (1990), anteseden pada komponen afektif digolongkan menjadi 4 faktor, yaitu karakteristik personal, karakteristik pekerjaan, pengalaman kerja dan karakteristik struktural. Komponen continuance berkembang dari 2 faktor, yaitu jumlah investasi yang dibuat individu dan kesenjangan alternatif pekerjaan yang dirasakan. Sedangkan komponen normatif berkembang dari pengalaman individu baik yang berhubungan dengan sosialisasi budaya maupun sosialisasi organisasional.


(30)

commit to user 15 3. Discretionary Service Behavior

Van Dyne, Cummings dan Parks (dalam Simons dan Roberson, 2003) menjelaskan bahwa perilaku karyawan yang terkait dengan keanggotaan dalam organisasi akan berbeda-beda tergantung pada ketentuan yang disyaratkan pada deskripsi pekerjaan. Konteks pekerjaan yang menentukan perilaku kerja karyawan tersebut memunculkan discretionary. Menurut Blancero dan Johnson (1997) konteks dan dimensi perilaku Discretionary Service Behavior dapat diketahui melalui pengamatan pada lingkungan pelayanan dan perilaku yang ditunjukkan karyawan. Simons dan Roberson (2003) mengemukakan bahwa dalam industri jasa, karyawan memperlihatkan perilaku kerja yang melebihi perannya untuk memenuhi permintaan pelanggan, yang disebut dengan Discretionary Service Behavior (DSB).

Senada dengan pernyataan tersebut Blancero dan Johnson (dalam Simons dan Roberson, 2003) menjelaskan DSB sebagai rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dari Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang berfokus pada interaksi karyawan dengan pelanggan. Blancero dan Johnson (1997) mendefinisikan Discretionary Service Behavior sebagai perilaku kerja karyawan yang melebihi tuntutan formal yang disyaratkan untuk memberikan kepuasan pada pelanggan. Karena perilaku Discretionary Service Behavior hanya mengacu pada perilaku kerja karyawan maka istilah karyawan akan meliputi semua individu yang bersedia melayani pelanggan. Pada konteks pelayanan pada pelanggan, setiap karyawan memiliki beberapa kebijaksanaan dalam menentukan perilaku mereka dalam melayani. Karyawan bebas memilih perilaku yang akan mereka tunjukkan ketika melayani pelanggan.


(31)

commit to user 16 Blancero dan Johnson (1997) memberikan contoh perilaku Discretionary Service Behavior yang ditunjukkan karyawan, diantaranya Customer Service dapat memilih sikap dan nada bicara dengan pelanggan misalnya ekspresi yang datar dan suara yang monoton atau ekspresi dengan senyuman dan suara yang riang. Pilihan sikap yang ditunjukkan karyawan tersebut akan mempengaruhi kepuasan pelanggan atas pelayanan yang diterimanya. Dengan demikian, perilaku Discretionary Service Behavior yang ditunjukkan karyawan dapat mendorong munculnya kepuasan pelanggan atas pelayanan yang diterimanya.

B. Penelitian Terdahulu

Sebuah penelitian yang mengkaji hubungan antara keadilan organisasional, komitmen organisasional, dan Discretionary Service Behavior yang berdampak pada kepuasan atas pelayanan telah dilakukan oleh Simon dan Roberson (2003). Objek dari penelitian ini adalah karyawan pada industry perhotelan di Amerika Serikat dan Kanada. Hasil dari penelitian ini menggambarkan bahwa keadilan organisasional, komitmen organisasional, dan cara karyawan bersikap terhadap pelanggan dapat menentukan tingkat kepuasan pelanggan. Jika karyawan merasa diperlakukan adil dalam organisasi, karyawan akan lebih menguatkan komitmennya pada organisasi tersebut sehingga akan mendorong terwujudnya perilaku Discretionary Service Behavior yang pada akhirnya akan mewujudkan kepuasan pelanggan. Dengan kata lain, penelitian Simons dan Roberson membuktikan bahwa keadilan prosedural berpengaruh pada komitmen afektif, komitmen afektif berpengaruh pada kepuasan atas layanan, komitmen afektif juga berpengaruh pada Discretionary Service Behavior, dan Discretionary Service Behavior berpengaruh pada kepuasan atas layanan.


(32)

commit to user 17 Penelitian yang dilakukan oleh Hosmer (dalam Simons dan Roberson, 2003) membuktikan adanya pengaruh komitmen afektif pada terwujudnya perilaku Discretionary Service Behavior oleh karyawan. Senada dengan hasil penelitian ini, Shore dan Wayne (dalam Simons dan Roberson,2003) membuktikan bahwa komitmen afektif dapat mempengaruhi perilaku Organizational Citizenship Behavior.

Dari berbagai penelitian yang dilakukan tersebut menunjukkan bahwa komitmen afektif dapat mendorong terwujudnya perilaku prososial yang mencerminkan pengorbanan yang dilakukan karyawan pada organisasi dalam bentuk perilaku ekstra dalam memberikan pelayanan demi kemajuan organisasi. Perilaku ekstra inilah yang disebut dengan Discretionary Service Behavior.

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan unsur pokok dalam sebuah penelitian. Kerangka teoritis memberikan penjelasan hubungan antar variabel. Penelitian ini merupakan replikasi parsial dari penelitian Simons dan Roberson (2003). Oleh karena itu, kerangka pemikiran dalam penelitian ini diadaptasi dari model yang dikembangkan oleh Simons dan Roberson (2003). Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:


(33)

commit to user 18

1 3

2 4

Gambar II.1 Kerangka Pemikiran

Sumber : Simons and Roberson (2003)

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, keadilan procedural dapat berpengaruh pada komitmen afektif. Seorang karyawan yang merasa diperlakukan secara adil terkait prosedur yang diterapkan organisasi melalui unsur keterbukaan akan memperkuat komitmen afektif karyawan pada organisasi. Komitmen afektif dapat berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan atas layanan, dan juga berpengaruh tidak langsung pada kepuasan atas layanan melalui perilaku Discretionary Service Behavior.Komitmen afektif yang dimiliki karyawan akan mendorong karyawan untuk melakukan pekerjaannya dengan lebih baik bahkan melebihi tuntutan formal dari pekerjaannya demi kemajuan organisasi. Perilaku inilah yang pada akhirnya dapat mempengaruhi tingkat kepuasan atas layanan.

Keadilan Prosedural

Komitmen Afektif

Discretionary Service Behavior

Kepuasan atas layanan


(34)

commit to user 19 D. Perumusan Hipotesis

Menurut Sekaran (2003) hipotesis merupakan jawaban sementara yang masih harus dibuktikan kebenarannya di dalam kenyataan (empirical verification), percobaan (experimentation) atau praktek (implementation). Dengan demikian hipotesis merupakan anggapan sementara yang bersifat sebagai pedoman untuk mempermudah jalannya penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan berdasarkan hasil-hasil dari penelitian terdahulu.

Menurut Lin dan Tyler (dalam Simons dan Roberson, 2003) keadilan prosedural mempengaruhi komitmen individu dalam sebuah kelompok, dimana prosedur yang dirasa adil bagi individu dapat memperkuat komitmen individu dalam sebuah kelompok. Penelitian yang dilakukan oleh Simons dan Roberson (2003) membuktikan bahwa persepsi mengenai keadilan prosedural telah memperkuat komitmen karyawan pada organisasi. Selain itu Konovsky, Folger, dan Kropanzano (dalam Simons dan Roberson,2003) menemukan bahwa prosedur organisasi yang diterapkan secara adil terhadap karyawan dapat meningkatkan keterikatan individu pada organisasi. Berdasarkan penelitian tersebut, maka hipotesis 1 dirumuskan sebagai berikut :

H1: Keadilan prosedural berpengaruh pada komitmen afektif.

Salah satu dampak dari tumbuhnya komitmen afektif karyawan pada suatu organisasi adalah timbulnya perilaku prososial yakni perilaku ekstra dalam pelayanan. Perilaku ekstra dalam pelayanan merupakan perilaku yang ditunjukkan karyawan melebihi tuntutan formal pada deskripsi pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen afektif telah mendorong perilaku prososial yang dilakukan karyawan demi kebaikan organisasi. Blancero dan


(35)

commit to user 20 Johnson (dalam Simons dan Roberson,2003) mengidentifikasi perilaku Discretionary Service Behavior merupakan bentuk dari Organizational Citizenship Behavior yang berfokus pada interaksi karyawan dengan pelanggan. Dalam penelitian Simons dan Roberson (2003) membuktikan bahwa komitmen afektif pada karyawan akan mempengaruhi perilaku karyawan yang mengarah pada Discretionary Service Behavior. Selain itu penelitian Shore dan Wayne (dalam Simons dan Roberson,2003) membuktikan bahwa komitmen afektif dapat mengarahkan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan. Dalam industri jasa, karyawan bersedia melakukan peran di luar tuntutan formal pekerjaan mereka untuk memenuhi permintaan pelanggan dan perilaku ini berperan penting menunjang kinerja organisasi.

H2: Komitmen afektif berpengaruh pada Discretionary Service Behavior

Penelitian Hosmer (dalam Simons dan Roberson,2003) menunjukkan bahwa komitmen afektif dapat mempengaruhi keinginan karyawan untuk meningkatkan perilaku Discretionary Service Behavior untuk mencapai kemajuan organisasi yang pada akhirnya perilaku tersebut akan meningkatkan kepuasan atas layanan yang diterima pelanggan. Simon dan Roberson (2003) berpendapat bahwa Discretionary Service Behavior dapat berpengaruh pada kepuasan atas layanan. Di samping itu, Simons dan Roberson (2003) juga berpendapat bahwa komitmen afektif dapat berpengaruh langsung pada kepuasan atas layanan yang diterima pelanggan. Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut, maka dirumuskan hipotesis 3 dan 4 sebagai berikut :

H3: Komitmen afektif berpengaruh langsung pada kepuasan atas layanan.


(36)

commit to user 21 BAB III

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian a. Jenis Riset

Penelitian ini merupakan Descriptive dan Explanatory Research. Menurut Jogiyanto (2004), descriptive research merupakan riset yang bertujuan untuk menggambarkan suatu peristiwa, siapa yang terlibat, apa yang dilakukan, kapan dilakukan, di mana, dan bagaimana melakukannya. Adapun explanatory research merupakan riset yang mencoba menjelaskan fenomena yang ada.

b. Dimensi Waktu Riset

Dilihat dari dimensi waktunya, penelitian ini adalah penelitian cross-sectional. Jogiyanto (2004) mengemukakan bahwa penelitian cross-sectional melibatkan satu waktu tertentu dengan banyak sample.

c. Setting Riset

Berdasarkan setting-nya, penelitian ini melibatkan lingkungan non contrived setting, yaitu lingkungan riil (field setting).

d. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individual, di mana individu responden akan diminta tanggapannya mengenai variable-variabel yang diteliti.


(37)

commit to user 22 2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

a. Populasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang tersebar di berbagai unit kerja dalam lingkup Pemerintah Daerah Karanganyar dan seluruh masyarakat yang menerima layanan dari Pemerintah Daerah Karanganyar.

b. Sampel dan Teknik Sampling

Dari populasi penelitian akan ditentukan sample yang akan diteliti lebih lanjut berdasarkan data yang diperoleh. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data berpasangan antara karyawan yang memberikan pelayanan dan masyarakat yang menerima layanan tersebut. Pada penelitian ini sample yang digunakan sebesar 130 responden. Ukuran sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan dasar estimasi Maksimum Likelihood (ML) yang menyatakan bahwa minimum sample yang diperlukan adalah 100. Ketika sampel dinaikkan di atas nilai 100, metode ML meningkat sensitivitasnya untuk mendeteksi perbedaan antar data. Saat sampel menjadi besar (di atas 400 sampai 500) maka metode ML menjadi sangat sensitif dan selalu menghasilkan perbedaan secara signifikan sehingga ukuran Goodness of Fit menjadi jelek. Jadi dapat direkomendasikan bahwa ukuran sampel antara 100 sampai 200 harus digunakan untuk metode estimasi ML (Ghozali, 2005). Berdasarkan pendapat tersebut maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 130 responden.


(38)

commit to user 23 Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling. Menurut Sekaran (2006) Purposive sampling merupakan pengambilan sampel dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang dibutuhkan bagi penelitiannya. Penelitian ini meneliti perilaku karyawan dalam memberikan layanan publik pada masyarakat, oleh karena itu sampel yang dipilih sebagai responden adalah karyawan yang memberikan layanan publik pada masyarakat dan masyarakat yang menerima layanan dari Pemerintah Daerah Karanganyar. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka teknik pengambilan sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

Objek penelitian dalam penelitian ini diambil melalui rekomendasi yang diberikan BAPPEDA Kabupaten Karanganyar. Untuk menentukan objek penelitian, peneliti meminta izin untuk melakukan penelitian pada badan yang mengurus tentang perizinan untuk melakukan penelitian di Kabupaten Karanganyar yaitu BAPPEDA. Peneliti memaparkan bahwa karyawan yang akan diambil menjadi sampel adalah karyawan yang memberikan layanan publik pada masyarakat. Berdasarkan data yang dibutuhkan peneliti maka BAPPEDA memberikan rekomendasi untuk melakukan penelitian pada 6 unit kerja dalam lingkup Pemerintah Daerah Karanganyar.

Adapun berdasarkan izin yang diberikan, unit-unit kerja dalam lingkup Pemerintah Daerah Karanganyar yang dijadikan objek penelitian adalah sebagai berikut :

1) Badan Pelayanan Perijinan Terpadu : 28 responden 2) Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi : 30 responden


(39)

commit to user 24 3) Badan Kesbang, Pol dan Linmas : 6 responden

4) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil : 24 responden

5) Dinas Pekerjaan Umum : 20 responden 6) Badan Kepegawaian Daerah : 22 responden

3. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Data Primer

Data primer diperoleh dari responden penelitian melalui kuisioner sebagai alat pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ini mencakup karakteristik responden penelitian serta tanggapan responden mengenai keadilan procedural, komitmen afektif, Discretionary Service Behavior, dan Kepuasan atas layanan.

b. Data Sekunder

Jenis data ini meliputi data tambahan yang diperlukan dari objek penelitian, seperti profil organisasi, struktur organisasi, data kepegawaian, dan sebagainya.

4. Definisi Operasional Variabel

a. Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural adalah persepsi keadilan dari proses dan prosedur yang digunakan oleh pihak yang berwenang untuk menilai kinerja karyawan dan untuk membuat keputusan dalam menentukan rewards mereka, seperti promosi dan kenaikan gaji. Pengukuran keadilan


(40)

commit to user 25 procedural dilakukan dengan 5 item pertanyaan yang diadopsi dari Niehoff dan Moorman’s (dalam Schepers dan Van den Berg,2006).

b. Komitmen Afektif

Komitmen afektif berkaitan dengan keinginan individu untuk terikat pada organisasi karena kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi. Komitmen ini menggambarkan keinginan karyawan untuk tetap berada dalam organisasi melalui keterikatan emosional karyawan pada organisasi yang terbentuk dari keinginan dan kesesuaian karyawan dalam organisasi. Pengukuran komitmen afektif dilakukan dengan 8 item pertanyaan yang diadopsi oleh Allen dan Meyer (1990).

c. Discretionary Service Behavior

Discretionary Service Behavior didefinisikan sebagai perilaku kerja karyawan yang melebihi tuntutan formal yang disyaratkan untuk memberikan kepuasan pada pelanggan. Discretionary Service Behavior diukur dengan 6 item pertanyaan yang dikembangkan dari dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Blancero dan Johnson (1997).

d. Kepuasan atas Layanan

Kepuasan atas layanan berhubungan dengan sejauh mana pelayanan yang diberikan memenuhi harapan pengguna layanan. Kepuasan atas layanan diukur dengan Indeks Kepuasan Masyarakat yang merujuk pada Keputusan MENPAN No 25/KEP/M PAN/2/2004.


(41)

commit to user 26 5. Teknik Analisis Data

a. Uji Validitas

Uji validitas menurut Sekaran (2006) menunjukkan seberapa baik sebuah instrument yang digunakan untuk mengukur sebuah konsep tertentu. Instrument dapat dikatakan valid jika instrument tersebut mampu mengukur apa yang hendak diukur oleh peneliti. Uji validitas dalam penelitian ini akan dijalankan dengan Confirmatory factor analysis (CFA) akan dilakukan peneliti terhadap konstruk dalam penelitian ini secara terpisah dengan bantuan program Amos 18.00. Menurut Ferdinand (2002), factor loading lebih besar ± 0.30 dianggap memenuhi level minimal, factor loading ± 0.40 dianggap lebih baik dan sesuai dengan rules of thumb yang dipakai para peneliti, dan factor loading ³ 0.50 dianggap signifikan. Jadi semakin besar nilai absolut factor loading, semakin penting loading tersebut menginterpretasikan konstruknya.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana pengukuran data dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran pada obyek yang sama, selain itu uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui kemantapan atau konsistensi suatu alat ukur. Reliabilitas suatu pengukuran mencerminkan apakah suatu pengukuran dapat terbebas dari kesalahan (error), sehingga memberikan hasil pengukuran yang konsisten pada kondisi yang berbeda dan pada masing-masing butir dalam instrumen (Sekaran, 2000). Dalam penelitian ini reliabilitas dilakukan dengan metode one shot, dimana pengukuran hanya sekali dilakukan dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan


(42)

commit to user 27 lain atau mengukur korelasi antar jawaban. Dalam pengukurannya, one shot akan dilakukan dengan analisis Cronbach’s Alpha. Triton, P.B (2005) mengklasifikasi nilai cronbach’s alpha, sebagai berikut :

a) Nilai Cronbach’s Alpha antara 0,00 - 0,20 dikategorikan kurang reliabel. b) Nilai Cronbach’s Alpha antara 0,21 - 0,40 dikategorikan agak reliabel. c) Nilai Cronbach’s Alpha antara 0,41 - 0,60 dikategorikan cukup reliabel.

d) Nilai Cronbach’s Alpha antara 0,61 - 0,80 dikategorikan reliabel.

e) Nilai Cronbach’s Alpha antara 0,81 - 1,00 dikategorikan sangat reliabel.

c. Analisis Structrual Equation Modelling (SEM)

Model SEM merupakan sekumpulan teknik-teknik statistical yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian secara simultan (Hair et.al dalam, Ferdinand,2002). Hubungan tersebut dapat dibangun antara satu atau beberapa variable dependen dengan satu atau beberapa variable independen. Analisis dengan menggunakan SEM harus memenuhi beberapa asumsi berikut :

1. Uji Normalitas

Salah satu asumsi yang digunakan untuk pengujian hipotesis didalam SEM adalah bahwa data yang akan dianalisis menyebar normal bila n (sample size) besar, maka statistik dari sampel tersebut akan mendekati distribusi normal, walaupun populasi darimana sampel tersebut diambil tidak berdistribusi normal. Normalitas adalah bentuk distribusi data variabel yang mendekati distribusi normal yaitu, distribusi data dalam bentuk lonceng.


(43)

commit to user 28 Sebaran data harus dianalisis untuk melihat apakah asumsi normalitas dipenuhi sehingga data dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode statistik. Uji normalitas ini perlu dilakukan baik untuk normalitas univariat dan multivariate dimana beberapa variabel digunakan sekaligus dalam analisis akhir. Caranya menentukan normalitas data adalah dengan membandingkan nilai Critical ratio skewness dan kurtosis dengan nilai kritis pada tingkat signifikansi tertentu. Rules of thumb yang digunakan adalah bila nilai Critical ratio skewness dan kurtosis lebih dari ± 2.58 pada level 0.01 berarti distribusi data tidak normal. Dalam output Amos 18.00, uji normalitas dilakukan dengan membandingkan nilai C .r dengan nilai kritis ± 2.58 pada level 0.01. Jika terdapat nilai C. r yang lebih besar dari nilai kritis maka distribusi datanya adalah tidak normal (Ferdinand, 2002).

2. Uji Outliers

Uji outliers adalah data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat jauh dari obseravasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim. Outliers merupakan hasil-hasil observasi yang menunjukkan nilai-nilai ekstrim dalam distribusinya. Menurut Hair et.al (dalam Ferdinand, 2002) outliers terjadi karena adanya kombinasi unik dan nilai-nilai yang dihasilkan dari observasi tersebut sangat berbeda dari observasi-observasi lainnya. Outliers dalam bentuk ekstrim dapat muncul dalam suatu variabel tunggal (univariate outlier) maupun dalam kombinasi beberapa variabel (multivariate outlier).

Untuk sample besar (>80 observasi), pedoman evaluasi outliers adalah bahwa nilai kritis dari z-score berada pada rentang 3 – 4 (Hair, et.al dalam Ferdinand, 2002), sehingga,


(44)

kasus-commit to user 29 kasus atau observasi-observasi dengan nilai z ≥ 3.0 dianggap sebagai outlier univariat. Untuk mengidentifikasi univariate outlier dilakukan dengan bantuan program Amos 18.00.

Sedangkan evaluasi outliers multivariate perlu dilakukan karena meski pada tingkat univariate tidak terjadi outliers, tetapi observasi-observasi itu dapat menjadi outliers bila sudah dikombinasikan. Uji outliers multivariate dilakukan dengan kriteria Jarak Mahalanobis pada tingkat p < 0,001 (Ghozali, 2004). Jarak Mahalanobis (Mahalanobis Distance) ini dievaluasi dengan menggunakan c2 pada derajat bebas sebesar jumlah indikator variabel yang digunakan dalam penelitian. Jika dalam penelitian digunakan 25 indikator variabel, maka semua kasus yang mempunyai Jarak Mahalanobis lebih besar dari c2 (25, 0,001) = 52,61966 adalah outliers multivariat.

Terdapat dua pendapat yang menyatakan alasan mengapa outliers harus dibuang atau tidak. Kalau peneliti memilih untuk tidak membuang data yang terjadi outliers, hal itu dikarenakan peneliti memilih untuk menampilkan data yang benar-benar merepresentasikan data populasi. Pertimbangannya adalah observasi yang termasuk dalam outliers tersebut merupakan representasi dari segmen tertentu dalam populasi sehingga harus dipertahankan karena menyangkut kemampuan generalisasi hasil penelitian ke seluruh populasi. Sedangkan alasan mengapa outliers sebaiknya dibuang adalah kekhawatiran nantinya outliers tersebut akan berakibat pada penyimpangan hasil penelitian.

3. Uji Multikolinearitas

Ada tidaknya multikolineritas dalam sebuah kombinasi variabel dapat dilihat melalui matrik korelasi antar variabel laten independen. Nilai korelasi tidak boleh melebihi batas 0,9


(45)

commit to user 30 sementara nilai yang melebihi 0,8 dapat menjadi indikasi adanya multikolineritas (Ghozali, 2005). Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.

SEM memiliki dua tujuan utama dalam analisisnya. Tujuan pertama adalah untuk menentukan apakah model tersebut fit berdasarkan data yang dimiliki. Sedangkan tujuan kedua adalah menguji berbagai hipotesis yang telah dibangun sebelumnya (Ghozali, 2005). Dalam konteks penilaian model fit, Ghozali (2005) menjelaskan bahwa secara keseluruhan goodness of fit dari suatu model dapat dinilai berdasarkan beberapa ukuran fit, yaitu :

1. Chi-Square dan Probabilitas

Chi Square adalah ukuran goodness of fit yang dapat dilihat spesifikasinya. Nilai χ2 yang signifikan artinya matrik yang diobservasi berbeda secara signifikan dengan matrik yang

diestimasi. Sebaliknya, χ2

yang rendah akan menghasilkan model yang labih baik (Ferdinand, 2002). Probabilitas chi-square diharapkan tidak signifikan. Probabilitas menunjukkan penyimpangan (deviasi) besar sebagaimana ditunjukkan nilai chi-square. Sehingga nilai probabilitas yang signifikan (< 0.05) menunjukkan data empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang dibangun. Sedangkan nilai probabilitas yang tidak signifikan adalah yang diharapkan, yang menunjukkan data empiris sesuai dengan model.


(46)

commit to user 31 2. Goodness of Fit Indices (GFI)

GFI merupakan derajat kesesuaian secara keseluruhan yaitu residual yang dikuadratkan (R2) dari data yang diprediksi dibandingkan dengan data aktual namun tidak disesuaikan dengan degree of freedom-nya. Semakin tinggi nilai GFI mengindikasikan fit yang semakin baik. Model dikatakan fit yang baik jika nilai GFI ≥ 0,90 (Ferdinand, 2002).

3. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)

AGFI adalah GFI yang disesuaikan dengan rasio antara degree of freedom dari model yang diusulkan dan degree of freedom dari null model. Nilai AGFI yang direkomendasikan adalah

≥ 0,90 (Ghozali, 2004).

4. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)

RMSEA digunakan untuk mengoreksi kecenderungan statistik chi square untuk menolak model yang dispesifikasi jika menggunakan sampel yang cukup besar. Nilai RMSEA yang dapat diterima ≤ 0,08 (Ferdinand, 2002).

5. Expected Cross Validation Index (ECVI)

ECVI mengukur penyimpangan antara fitted (model) covarians matrik pada sample yang dianalisis dan covarians matrik yang akan diperoleh pada sample lain tetapi memiliki ukuran yang sama besar. Model yang memiliki ECVI terendah berarti model tersebut sangat potensial untuk direplikasi. Nilai ECVI model yang lebih rendah dari ECVI pada satured model dan independence model, mengindikasikan bahwa model adalah fit.


(47)

commit to user 32 6. Akaike’s Information Criterion AIC dan CAIC

AIC dan CAIC digunakan dalam perbandingan dari dua atau lebih model, di mana nilai AIC dan CAIC yang lebih kecil dari AIC model satured dan independence berarti memiliki model fit yang lebih baik.

7. Comparatif Fit Index (CFI)

CFI adalah merupakan perbandingan antara model yang diestimasi dengan null model.Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0-1 dimana semakin mendekati nilai 1 maka mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi (a very good fit) (Arbuckle dalam Ferdinand, 2002). Keunggulan dari indeks ini adalah indeksi ini besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model (Hulland et al dan Tanaka dalam Ferdinand,2002). Sehingga CFI cocok digunakan untuk sampel kecil, nilai yang direkomendasikan adalah > 0,95 (Ferdinand, 2002).

8. Normed Fit Index (NFI)

Merupakan ukuran perbandingan antara proposed model dan null model. Nilai NFI akan bervariasi dari 0 (no fit at all) sampai 1.0 (perfect fit). Nilai NFI yang direkomendasikan adalah >0.90 (Ghozali, 2004)


(48)

commit to user 33 BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Pemerintah Kabupaten Karanganyar dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Karanganyar adalah salah satu dari 29 Kabupaten dan 6 Kota di wilayah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kabupaten Karanganyar berdasarkan kewenangan yang dimiliki merupakan Daerah Otonom yang seluas-luasnya. Kewenangan Kabupaten sebagai Daerah Otonom yang luas menjalankan urusan wajib dan urusan pilihan yang menjadi kewenangannya. Urusan wajib yang dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar meliputi: perencanaan dan pengendalian pembangunan; perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang kesehatan; penyelenggaraan pendidikan; penanggulangan masalah sosial; pelayanan bidang ketenagakerjaan; fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; pengendalian lingkungan hidup; pelayanan pertanahan; pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; pelayanan administrasi umum pemerintahan; pelayanan administrasi penanaman modal; penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan urusan wajib yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Sedangkan urusan yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk


(49)

commit to user 34 meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah.

Penyelenggara Pemerintahan Kabupaten Karanganyar dipimpin oleh seorang Bupati yang dibantu seorang Wakil Bupati. Asas penyelengaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan Negara yang terdiri dari atas : asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi dan asas efektivitas. Bupati dan Wakil Bupati dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

a. Pernyataan Visi Kabupaten Karanganyar Tahun 2009-2013

Visi merupakan gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Visi merupakan pandangan ke depan yang menyangkut kemana Kabupaten Karanganyar akan dibawa dan diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis, antisipatif, inovatif serta produktif.

Berdasarkan kondisi nyata Kabupaten Karanganyar dengan berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan saat ini, dan yang akan datang, serta dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki. Maka VISI pembangungan Kabupaten Karanganyar sebagaimana Visi tahun 2009 – 2013 adalah sebagai berikut:

TERWUJUDNYA KARANGANYAR YANG TENTERAM, DEMOKRATIS DAN SEJAHTERA


(50)

commit to user 35 Tenteram, mengandung arti terciptanya suasana aman di lingkungan masyarakat dan terbebas dari ancaman dan gangguan ketertiban.

Demokratis, mengandung maksud terciptanya kesadaran dan kedewasaan berpolitik, sehingga mampu mendorong demokrasi yang lebih transparan dan bertanggung jawab serta mampu menciptakan iklim tata pemerintahan yang baik.

Sejahtera, diartikan sebagai terciptanya kondisi kehidupan dan tatanan kemasyarakatan, dimana aspek kebutuhan materiil dan sprituil dapat terpenuhi secara optimal, adil dan merata.

b. Pernyataan Misi Kabupaten Karanganyar Tahun 2009-2013

Misi adalah adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. MISI pembangunan Kabupaten Karanganyar sebagaimana Misi Tahun 2009 – 2013 adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan keamanan, ketertiban dan kepatuhan hukum melalui penegakan peraturan perundang-undangan,

2. Memperkuat kehidupan demokrasi melalui pemberdayaan partisipasi rakyat untuk pemerintahan daerah yang demokrastis,

3. mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan yang bertumpu pada kemandiran, peningkatan kualitas SDM dan penyetaraan gender,

4. Meningkatakan pola pelayanan birokrasi dengan mengutamakan kepuasan masyarakat secara pasti, cepat dan murah,


(51)

commit to user 36 5. Meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan antar umat beragama dengan

penguatan kesadaran moral dan etika serta kehidupan berbudaya di masyarakat. c. Tujuan dan Sasaran

Tujuan adalah pernyataan tentang apa yang perlu dicapai untuk mencapai / mewujudkan visi, misi dan mengatasi isu yang dihadapi. Idealnya tujuan dirumuskan berasaskan pendekatan spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis dan berorientasi hasil dan jangka waktu pencapaian yang jelas.

Perumusan tujuan diharapkan dapat menciptakan iklim yang kondusif untuk mengoptimalkan kinerja pemerintah daerah dan dapat mencerminkan arah dan prioritas; memberikan indikasi ke arah perumusan sasaran, kebijakan dan program; berorientasi ke depan; serta mudah dipahami.

Untuk merealisasikan pelaksanaan Misi Pemerintah Kabupaten Karanganyar, perlu ditetapkan tujuan pembangunan daerah (goal) yang akan dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan. Tujuan pembangunan daerah ini ditetapkan untuk memberikan arah terhadap pembangunan kabupaten secara umum. Di samping itu, juga dalam rangka memberikan kepastian operasionalisasi dan keterkaitan terhadap peran misi yang telah ditetapkan.

Adapun tujuan pada masing-masing misi sebagai berikut:

1. Menciptakan keamanan, ketertiban dan kepatuhan hukum melalui penegakan peraturan perundang-undangan.


(52)

commit to user 37 b. Meningkatnya penerapan dan penegakan hukum,

c. Terwujudnya supremasi hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

2. Memperkuat kehidupan demokrasi melalui pemberdayaan partisipasi rakyat untuk pemerintahan daerah yang demokrastis.

a. Berkembangnya sistem politik di Daerah yang berkedaulatan rakyat, demokratis dan terbuka,

b. Meningkatnya partisipasi masyarakat dan lembaga sosial dalam pembangunan,

c. Meningkatnya pendidikan politik secara intensif kepada masyarakat,

d. Terciptanya hubungan kerjasama yang kondusif antara eksekutif dan legislatif.

3. Mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan yang bertumpu pada kemandiran, peningkatan kualitas SDM dan penyetaraan gender.

a. Meningkatnya kualitas pendidikan dan derajat kesehatan,

b. Meningkatnya minat baca dan berkembangnya pengetahuan masyarakat, c. Semakin terbuka-luasnya kesempatan kerja dan meningkatnya kesejahteraan

masyarakat,

d. Meningkatnya kualitas Sumberdaya Manusia, Keadilan dan Kesetaraan Gender, jaminan kesejahteraan dan pemenuhan hak anak, serta terbebasnya anak dan perempuan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.


(53)

commit to user 38 e. Meningkatnya ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui pelayanan KB, f. Meningkatnya kualitas penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial,

g. Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD),

h. Terciptanya wilayah-wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi,

i. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pengembangan sektor pariwisata dan pertanian,

j. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri yang ramah lingkungan,

k. Terbangunnya ekonomi kerakyatan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK),

l. Tersedianya sarana prasana lingkungan perumahan dan permukiman dengan memperhatikan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW),

m. Tersedianya lahan hijau yang memadai dan kawasan lindung serta kawasan strategis daerah yang berwawasan lingkungan,

n. Meningkatnya ketertiban pengaturan penggunan lahan, o. Meningkatnya kualitas pengelolaan lingkungan,

p. Terwujudnya pemerataan pembangunan melalui pengembangan sarana prasarana wilayah yang memadai,

q. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana, prasarana serta fasilitas perhubungan yang berbasis pada pelayanan masyarakat.


(54)

commit to user 39 4. Meningkatakan pola pelayanan birokrasi dengan mengutamakan kepuasan

masyarakat secara pasti, cepat dan murah.

a. Terwujudnya birokrasi pemerintahan yang akuntabel dan efisien melalui pelaksanaan sistem pengawasan yang efektif dalam mewujudkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance) dan bersih (Clean Governance), b. Meningkatnya kemampuan teknis dan managerial perencana; termasuk

integrasi, koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan,

c. Meningkatknya peran dan fungsi Pemerintah Daerah, yaitu fungsi pelayanan, regulasi dan pemberdayaan,

d. Meningkatnya penyelenggaraan diklat, baik teknis maupun fungsional, e. Terwujudnya pelayanan masyarakat yang prima, cepat, murah dan tepat serta

bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN),

f. Meningkatnya kualitas pelayanan perijinan penanaman modal,

g. Meningkatnya manajemen pengelolaan administrasi kependudukan dan Catatan Sipil,

h. Meningkatnya penyediaan dan penguasaan teknologi di bidang komputer dan jaringan,

i. Meningkatnya manajemen data dan informasi pembangunan daerah, j. Meningkatnya manajemen pengelolaan fungsi dan pemanfaatan arsip.

5. Meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan antar umat beragama dengan penguatan kesadaran moral dan etika serta kehidupan berbudaya di masyarakat.


(55)

commit to user 40 a. Meningkatnya kualitas dan kuatnya kelembagaan pengajaran dan pendidikan

agama,

b. Meningkatnya pelaksanaan ibadah bagi semua umat beragama, terciptanya kesemarakan kehidupan keagamaan dan meningkatnya kerukunan umat beragama demi kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Berikut adalah gambar bagan struktur organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar :


(56)

(57)

commit to user 42 Selain itu, secara khusus berikut kami paparkan gambaran umum masing-masing bidang yang kami teliti, yaitu :

1. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu merupakan unsur pendukung tugas Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang pelayanan perizinan terpadu, yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang pelayanan perizinan terpadu.

Dalam menyelenggarakan tugas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu mempunyai fungsi :

a Perumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan perizinan terpadu;

b Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang pelayanan perizinan terpadu yang meliputi informasi, pendaftaran dan penanganan pengaduan, penelitian, administrasi, perhitungan dan pelaporan, penanaman modal serta kesekretariatan;

c Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pelayanan perizinan terpadu yang meliputi informasi, pendaftaran dan penanganan pengaduan, penelitian, administrasi, perhitungan dan pelaporan, penanaman modal serta kesekretariatan; d Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis dalam lingkup Badan Pelayanan


(58)

commit to user 43 e Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

Susunan Organisasi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, terdiri dari : a. Kepala Badan;

b. Sekretariat, membawahkan : 1. Sub Bagian Perencanaan; 2. Sub Bagian Keuangan;

3. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.

c. Bidang Informasi, Pendaftaran dan Penanganan Pengaduan, membawahkan : 1. Sub Bidang Informasi dan Pendaftaran;

2. Sub Bidang Penanganan Pengaduan.

d. Bidang Penelitian dan Administrasi, membawahkan : 1. Sub Bidang Koordinasi dan Penelitian Lapangan; 2. Sub Bidang Administrasi Perizinan.

e. Bidang Perhitungan dan Pelaporan, membawahkan : 1. Sub Bidang Perhitungan;

2. Sub Bidang Pelaporan.

f. Bidang Penanaman Modal, membawahkan : 1. Sub Bidang Pengendalian Penanaman Modal; 2. Sub Bidang Promosi dan Kerjasama.


(1)

commit to user

89

mereka untuk kembali esok hari jika waktu kerja sudah habis dan masih banyak masyarakat

yang mengantri untuk mendapatkan layanan. Hal ini menunjukkan bahwa belum semua

karyawan pada Pemerintah Daerah Karanganyar memiliki kesadaran untuk mengembangkan

perilaku

Discretionary Service Behavior,

sehingga dampaknya pada peningkatan kualitas

layanan menjadi tidak telalu nampak. Hal ini perlu diperhatikan oleh pimpinan pada

Pemerintah Daerah Karanganyar untuk berupaya meningkatkan perilaku prososial

Discretionary Service Behavior.


(2)

commit to user

90

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada Bab V ini akan dikemukakan hal-hal yang terkait dengan hasil penelitian. Simpulan

didasarkan pada hasil analisis yang telah dilakukan dan akan menjawab permasalahan yang

dirumuskan sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Selain itu

akan dikemukakan pula saran untuk perusahaan dan penelitian yang akan datang.

A.

Simpulan

Penelitian mengenai pengaruh keadilan prosedural pada komitmen afektif,

Discretionary

Service Behavior

, dan kepuasan atas layanan dilakukan di Pemerintah Daerah Kabupaten

Karanganyar. Data dari penelitian ini didapat melalui kuesioner yang disebarkan dengan

mengambil sampel sejumlah 130 karyawan dan 130 masyarakat. Dari data tersebut diketahui

informasi bahwa rata usia responden pada karyawan berkisar antara 35-40 th dan

rata-rata usia masyarakat berkisar antara 30-36 th. Responden pada karyawan maupun

masyarakat lebih didominasi oleh laki-laki, selain itu rata-rata karyawan memiliki tingkat

pendidikan S1 sedangkan rata-rata masyarakat memiliki tingkat pendidikan SMA. Dari hasil

penelitian mengenai pengaruh keadilan prosedural pada komitmen afektif,

Discretionary

Service Behavior

, dan kepuasan atas layanan yang dilakukan di Pemerintah Daerah

Kabupaten Karanganyar Selain itu, berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode

Structural Equations Models (SEM), maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1.

Karyawan Pemda Kabupaten Karanganyar merasa diperlakukan adil terkait dengan

prosedur dan kebijakan yang diterapkan dalam organisasi.


(3)

commit to user

91

2.

Karyawan Pemda Kabupaten Karanganyar memiliki Komitmen Afektif yang kuat pada

organisasinya.

3.

Belum semua karyawan Pemda Kabupaten Karanganyar menunjukkan perilaku

Discretionary Service Behavior

dalam melaksanakan pekerjaannya.

4.

Masyarakat sebagai pengguna layanan publik merasa cukup puas dengan kualitas layanan

publik yang diberikan oleh Pemda Kabupaten Karanganyar.

5.

Keadilan Prosedural terbukti berpengaruh pada Komitmen Afektif. Keadilan yang

dirasakan karyawan terkait prosedur yang ditetapkan dan dilaksanakan organisasi dapat

meningkatkan komitmen individu pada organisasi.

6.

Komitmen Afektif terbukti berpengaruh langsung pada Kepuasan atas Layanan. Hal ini

berarti bahwa Komitmen Afektif yang dimiliki karyawan dapat meningkatkan Kepuasan

atas layanan.

7.

Komitmen Afektif terbukti berpengaruh pada

Discretionary Service Behavior.

Komitmen

Afektif yang tinggi pada karyawan dapat mendorong perilaku terwujudnya perilaku

prososial

Discretionary Service Behavior.

8.

Discretionary Service Behavior

tidak terbukti berpengaruh pada Kepuasan atas Layanan.

Hal ini tidak dapat dijadikan acuan untuk menarik kesimpulan bahwa

Discretionary

Service Behavior

tidak dapat meningkatkan Kepuasan atas layanan. Hal ini

dimungkinkan karena belum semua karyawan pada Pemerintah Daerah Karanganyar

mengembangkan perilaku

Discretionary Service Behavior,

sehingga dampaknya pada

peningkatan kualitas layanan menjadi tidak nampak.


(4)

commit to user

92

B.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak lepas dari keterbatasan dan kekurangan. Keterbatasan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1.

Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, dan hanya

mengambil karyawan pada Pemerintah Daerah tersebut sebagai responden, sehingga

generalisasi penelitian ini hanya terbatas untuk karyawan Pemerintah Daerah Kabupaten

Karanganyar.

2.

Informasi data yang didapat masih sangat terbatas karena hanya mengacu pada kuesioner

saja. Jika dimungkinkan untuk melakukan wawancara maka informasi yang digali

menjadi lebih dalam.

3.

Kurangnya referensi untuk menggali lebih dalam tentang variable

Discretionary Service

Behavior

karena variable tersebut relatif belum banyak dikaji.

4.

Peneliti tidak melakukan

pre-test

karena keterbatasan yang dihadapi dalam objek

penelitian. Hal ini menyebabkan adanya beberapa indikator yang tidak valid sehingga

harus dikeluarkan dari analisis karena mempunyai

factor loading

yang rendah.

C.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan beberapa

saran sebagai berikut:

a.

Saran Akademis

1.

Karena generalisasi yang bersifat terbatas dalam penelitian ini, disarankan bagi penelitian

selanjutnya untuk dapat memperluas cakupan objek penelitian pada organisasi sektor

publik yang lain. Selain itu, penelitian juga dapat dilakukan dengan tidak hanya meneliti


(5)

commit to user

93

sektor publik tetapi juga dapat meneliti

private sector

, sehingga dapat dilakukan

pembandingan hasil penelitian pada sektor public dengan

private sector.

2.

Apabila memungkinkan, pada penelitian selanjutnya disarankan melakukan wawancara

dengan responden agar informasi data yang digali lebih dalam.

3.

Disarankan untuk penelitian yang akan datang untuk memperbanyak sumber referensi

tentang variable

Discretionary Service Behavior

agar dapat menggali lebih dalam tentang

konsep dasar variable tersebut.

4.

Jika dimungkinkan, penelitian yang akan datang hendaknya melakukan

pre-test

untuk

memperkecil kemungkinan timbulnya reliabilitas yang buruk pada variabel yang

digunakan dan memperkecil kemungkinan munculnya indikator-indikator yang tidak

valid.

b.

Saran Praktis

1.

Pimpinan Pemerintah Daerah Karanganyar perlu memantau terwujudnya Keadilan

prosedural dalam organisasi, karena Keadilan prosedural terbukti berpengaruh pada

perilaku kerja karyawan. Hal ini dapat dilakukan di antaranya dengan cara menyusun

prosedur dan kebijakan dalam organisasi yang transparan dengan memperhatikan

masukan yang diberikan karyawan sehingga seluruh karyawan merasakan keadilan terkait

prosedur ataupun kebijakan yang disusun.

2.

Pimpinan Pemerintah Daerah Karanganyar perlu berupaya mendorong terwujudnya

perilaku

Discretionary Service Behavior

agar karyawan bersedia melakukan pelayanan

yang optimal pada masyarakat. Hal ini dapat dilakukan di antaranya dengan memberikan

rewards

pada karyawan yang menunjukkan perilaku yang melebihi tuntutan formal pada

pekerjaan mereka agar timbul suatu dorongan pada setiap karyawan untuk


(6)

commit to user

94

mengembangkan perilaku

Discretionary Service Behavior. Rewards

dapat diberikan

dalam bentuk financial maupun non financial.

3.

Pimpinan Pemerintah Daerah Karanganyar perlu berupaya mempertahankan komitmen

afektif yang kuat pada setiap karyawan agar tidak terjadi penurunan komitmen pada

karyawannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan terciptanya keadilan yang

dirasakan karyawan dalam organisasi. Karyawan yang merasa diperlakukan adil oleh

organisasi akan memperkuat komitmennya dalam organisasi.