Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu Pada UD Julu Atia, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar

(1)

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia karena tergolong dalam kelompok bahan pokok untuk konsumsi sehari-hari. Pada tahun 2010, total konsumsi gula nasional baik konsumsi industri maupun rumah tangga sebesar 4,55 juta ton sedangkan produksi gula hanya 2,44 juta ton sehingga terjadi kekurangan suplai gula (Simposium Gula Nasional, 2012). Kekurangan suplai gula tersebut dipenuhi dengan melakukan impor gula. Pada Tabel 1, terlihat bahwa produksi nasional tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi secara keseluruhan sehingga pemerintah harus melakukan impor gula. Produksi yang tidak mampu mengimbangi konsumsi gula disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu penurunan areal perkebunan tebu karena lahan dikonversi untuk daerah perumahan dan industri, penurunan rendemen, harga gula yang terus menurun, dan penurunan efisiensi pabrik (Susila, 2006).

Tabel 1. Produksi, Impor, dan Konsumsi Gula Nasional (dalam juta ton)

Sumber: Simposium Gula Nasional (2012)

Gula merah merupakan salah satu alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan gula di Indonesia (Priyono, 2006). Gula merah diproduksi dengan menggunakan bahan baku dari kelompok tanaman palem seperti pohon aren, lontar, nipah, dan kelapa. Namun gula merah juga dapat diproduksi dengan bahan baku tebu menggunakan teknik pengolahan yang sangat sederhana dan dapat diusahakan pada skala industri rumah

Tahun Produksi Impor Total Suplai

Konsumsi Langsung

Konsumsi Industri

Total Permintaan 2005 2,24 2,37 4,61 2,78 1,21 3,99

2006 2,31 1,71 4,02 3,08 1,22 4,3

2007 2,95 2,84 5,79 3,39 1,31 4,7

2008 2,57 2,04 4,61 3,83 1,51 5,34

2009 2,3 2,75 5,05 2,97 1,57 4,54


(2)

tangga. Gula merah tebu dihasilkan dari pengolahan nira tebu yang berwarna coklat kekuningan sampai coklat tua (Lhestari, 2006).

Gula merah banyak digunakan untuk konsumsi rumah tangga sebagai pemanis, penambah aroma dan warna. Salah satu sifat yang membedakan gula merah dan gula pasir adalah gula merah dapat menimbulkan tekstur makanan yang lebih empuk. Gula merah juga digunakan sebagai bahan baku pada industri kecil baik makanan maupun minuman seperti industri kecap dan tauco yang menggunakan gula merah sebagai pemanis (Soekarto dkk, 2010).

Pola hidup masyarakat yang semakin memperhatikan nutrisi makanan yang dikonsumsi, gula merah akan semakin diminati sebagai pengganti konsumsi gula putih. Gula merah memiliki manfaat nutrisi yang lebih baik jika ditinjau dari segi kesehatan. Perbandingan kandungan dan manfaat antara gula putih dan gula merah ditunjukkan pada Tabel 2. Keunggulan tersebut mampu menjadi pendukung dikembangkannya usaha gula merah tebu (Narulita, 2008)

Tabel 2. Perbandingan gula pasir dan gula merah

Variabel Gula Pasir Gula Merah

Rasa Manis Ya Ya

Glukosa Ada Ada

Galaktomanan (berfungsi untuk kesehatan)

Tidak ada Ada Energi spontan (energi bisa

langsung digunakan oleh tubuh)

Tidak Ya

Antioksidan Tidak Ya Lebih bermanfaat untuk

diabetes

Tidak Ya Mengandung senyawa

non-gizi yg bermanfaat untuk diabetes (penelitian terbaru yang belum dipublikasikan)

Tidak Ya

Aroma khas nira Tidak Ya Mengandung senyawa yg

bermanfaat untuk kesehatan seperti yg ada

dalam kelapa muda (peneliti Depkes RI, non publikasi)

Tidak Ya


(3)

3

 

Industri gula merah tebu merupakan salah satu industri berpotensi meraup keuntungan besar. Hal ini disebabkan karena proses pembuatannya relatif mudah, alat-alat yang dibutuhkan sederhana, dan dapat menjadi alternatif pengolahan tebu selain diolah menjadi gula kristal di pabrik gula. Industri ini juga dapat dijalankan dengan mudah karena biaya investasi yang dibutuhkan relatif kecil sehingga dapat diusahakan pada skala industri kecil maupun rumah tangga. Potensi tersebut juga didukung oleh permintaan gula merah tebu oleh pihak industri sangat tinggi, misalnya di Jawa Timur dari kebutuhan sebesar 30-40 ribu ton per tahun, petani hanya bisa memenuhi kebutuhan produksi sekitar 5 ribu ton (Rosdiansyah, 2012).

Gula merah tebu juga memiliki potensi ekspor sehingga semakin menguntungkan industri gula merah tebu. Permintaan ekspor gula merah terbesar berasal dari Kanada, Amerika, Belgia, Australia, dan Eropa. Permintaan mencapai 500 ton per bulan sedangkan pasokan gula merah saat ini hanya sebesar 30 hingga 50 ton per bulan (www.metrotvnews.com, 2011). Di Jawa Timur telah ada industri gula merah tebu, milik Ahmad Rubai, yang menjadi produsen sekaligus eksportir tunggal untuk gula merah tebu ke Jepang sejak tahun 1995. Ahmad Rubai mengekspor gula merah tebu sebanyak 300 ton per tahun dengan omset mencapai Rp. 15 M pertahun. Jepang menggunakan gula merah tebu sebagai bahan baku untuk industri sirup, kecap dan kue basah (Astuti, 2009).

Produksi gula merah tebu merupakan aktivitas baru yang dikenal oleh petani tebu di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Gula merah tebu di Kabupaten Takalar juga berpotensi untuk dikembangkan dengan melihat ketersediaan lahan, iklim yang sesuai dan juga teknik budidaya tebu yang telah dikenal dengan baik oleh masyarakat. Pada tahun 2010, di Sulawesi Selatan terdapat areal pertanaman tebu seluas 2.473 hektar, jumlah petani 1.559 orang dengan produksi 64.190,16 ton tebu sedangkan di Kabupaten Takalar sendiri terdapat perkebunan tebu seluas 918,71 ha, jumlah petani 500 orang dengan produksi 918,71 ton (BPS


(4)

Sulsel, 2011). Menurut Darma (2011), masih terdapat lahan dengan luas 252.790 hektar sawah dan juga lahan tegalan/lahan kering yang berpotensi untuk pengembangan tebu sebagai bahan baku gula merah di Sulawesi Selatan.

UD Julu Atia yang dimiliki Pak Syamsuddin Dg.Ronrong adalah usaha pengolahan gula merah tebu dengan lokasi pabrik di Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar. Usaha ini dirintis pendiriannya pada tahun 2010 dan mulai beroperasi pada tahun 2011. Pada awal pendiriannya, kapasitas produksi hariannya adalah 2 ton tebu per hari. Gula merah yang dihasilkan dipasarkan ke pasar lokal dengan permintaan tiga kali lipat dibandingkan kapasitas produksi harian. Berdasarkan pengalaman tersebut, pemilik berkehendak untuk membangun pabrik baru dengan kapasitas 15 ton tebu per hari untuk memenuhi permintaan lokal. Produk juga akan dipasarkan ke pasar nasional (antar pulau) dan akan dikembangkan ke pasar ekspor. Untuk melakukan pengembangan usaha, perlu dikaji kelayakan pengembangan usaha tersebut berdasarkan aspek finansial dan nonfinansialnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan judul Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu Pada UD Julu Atia, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kelayakan dari usaha pengolahan gula merah tebu UD Julu Atia bila dilihat dari aspek finansial dan non finansial yaitu meliputi aspek pasar, aspek manajemen dan hukum, aspek ekonomi dan sosial, aspek teknis, dan aspek lingkungan?

2. Bagaimana sensitivitas dari kelayakan usaha pengolahan gula merah tebu UD Julu Atia terhadap perubahan yang terjadi berkaitan pelaksanaan bisnis?


(5)

5

 

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis kelayakan dari usaha pengolahan gula merah UD Julu Atia bila dilihat dari aspek finansial dan non finansial yaitu meliputi aspek pasar, aspek manajemen dan hukum, aspek ekonomi dan sosial, aspek teknis, dan aspek lingkungan.

2. Menganalisis sensitivitas dari kelayakan usaha pengolahan gula merah tebu UD Julu Atia terhadap perubahan yang terjadi menyangkut pelaksanaan bisnis.

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

1. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang studi kelayakan bisnis terhadap komoditas pertanian di Indonesia.

2. Bagi pengusaha gula merah dapat memberikan informasi mengenai kelayakan dari aspek kelayakan finansial dan non finansial dalam pengembangan usaha pengolahan gula merah tebu.

3. Bagi investor dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi pada usaha pengembangan gula merah tebu.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berfokus menganalisis kelayakan usaha pengolahan gula merah tebu UD Julu Atia di Kabupaten Takalar dengan melihat aspek finansial dan non finansial yaitu aspek pasar, aspek manajemen dan hukum, aspek ekonomi dan sosial, aspek teknis, dan aspek lingkungan. Penelitian ini juga akan menganalisis sensitivitas usaha pengolahan gula merah tebu terhadap perubahan yang berkaitan dengan pelaksanaan bisnis.


(6)

2.1. Tebu

Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku pembuatan gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun (http://id.wikipedia.org/wiki/Tebu, 2011). Pada saat ini tanaman tebu telah dimanfaatkan secara optimal menjadi produk-produk yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Di Indonesia, pemanfaatan tertinggi bagian tanaman tebu adalah pada bagian batangnya, karena batang tebu mengandung nira yang memiliki kadar gula yang tinggi untuk selanjuntnya diproses menjadi beberapa jenis gula diantaranya gula kristal, gula merah dan gula semut (Lhestari, 2006).

2.2. Gula Merah Tebu

Menurut Dachlan (1984), gula merah tebu merupakan hasil olahan dari nira dengan cara menguapkan airnya kemudian dicetak. Gula merah berbentuk padat dan berwarna cokelat kemerahan sampai dengan coklat tua. Sedangkan gula merah tebu menurut SNI 01-6237-2000 adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan sari tebu (Saccharum officinarum) melalui pemasakan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diperbolehkan dan berwarna kecokelatan (Lhestari, 2006).

Gula merah tebu diproduksi secara tradisional di beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Barat. Pembuatan gula merah dilakukan secara sederhana di daerah pedesaan dengan teknologi sederhana. Tahap awal dari proses pembuatan gula merah adalah persiapan nira. Nira dihasilkan dari pemerasan tebu dengan menggunakan mesin peras. Nira kemudian disaring dengan menggunakan kain penyaring untuk menyaring kotoran seperti potongan ranting, daun kering dan serangga. Nira yang telah disaring dimasukkan ke dalam wajan pemasakan untuk dipanaskan pada suhu sekitar 1100C sambil dilakukan


(7)

 

pengadukan. Nira yang sudah mengental kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam wadah untuk didinginkan sebelum dicetak menjadi gula merah (Santoso, 1993).

Mutu gula merah tebu terutama berasal dari rasa dan juga penampilannya yang meliputi bentuk, warna, kekerasan dan kekeringannya. Gula merah yang berwarna lebih cerah dan agak keras lebih disukai serta memiliki harga jual yang lebih tinggi (Narulita, 2008).

Batang Tebu

Penggilingan

Nira Bagase

Penjernihan dengan pemanasan awal 700C

Nira Jernih

Larutan Kapur

Pemanasan 100-1100C

Penggumpalan

Pencetakan

Gula Merah Tebu


(8)

Berdasarkan spesifikasi yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional Indonesia dalam SNI 01-6237-2000, syarat mutu gula merah tebu dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3. Spesikasi Syarat Mutu Gula Merah Tebu

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II

1 Keadaan • Bau • Rasa • Warna • Penampakan - - - - Khas Khas Coklat muda sampai tua Tidak berjamur Khas Khas Coklat muda sampai tua Tidak berjamur 2 Bagian yang tidak

larut dalam air, b/b

% Maksimal 1,0 Maksimal 5,0

3 Air, b/b % Maksimal 8,0 Maksimal 10,0 4 Gula (dihitung

sebagai sukrosa), b/b

% Minimal 65 Minimal 60

5 Gula pereduksi (dihitung sebagai glukosa), b/b

% Maksimal 11 Maksimal 14

6 Bahan tambahan makanan pengawet • Residu • Benzoat mg/kg mg/kg Maksimal 20 Maksimal 200 Maksimal 20 Maksimal 200 7 Cemaran logam

• Timbal (Pb)

• Tembaga (Cu)

• Seng (Zn)

• Timah (Sn)

• Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maksimal 2,0 Maksimal 2,0 Maksimal 40,0 Maksimal 40,0 Maksimal 0,03 Maksimal 2,0 Maksimal 2,0 Maksimal 40,0 Maksimal 40,0 Maksimal 0,03 8 Cemaran Arsen mg/kg Maksimal 0,1 Maksimal 0,1 Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2000)

2.3. Potensi Pengembangan Gula Merah Tebu di Provinsi Sulawesi Selatan

Pengembangan gula merah tebu harus didukung oleh ketersediaan lahan dan kesesuaian iklim untuk menjamin ketersediaan bahan baku tebu. Terdapat lahan dengan luas 252.790 hektar yang sangat baik untuk pengembangan tebu. Potensi produksi tebu pada lahan yang baik (tersedia air) sekitar 140 ton per hektar. Apabila produktivitas tebu adalah 90 ton/ha


(9)

 

pada lahan dengan luas cukup 10.000 ha dari potensi lahan sawah yang ada, maka produksi gula yang dapat dicapai sekitar 900 ribu ton per tahun jika petani mengolahnya menjadi gula merah. Hal ini akan berbeda jika diolah menjadi gula kristal karena hasilnya yang diperoleh hanya sekitar 750 ribu ton gula kristal. Produksi tersebut masih kategori rendah, mengingat rendemen yang digunakan hanya 7,5 persen. Rendemen tebu masih dapat lebih tinggi bila tebu diolah oleh petani menjadi gula merah kemudian diolah menjadi gula pasir (Darma,2011).

2.4. Studi Kelayakan Bisnis

Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang menganalisis secara mendalam mengenai suatu usaha atau bisnis yang sedang dijalankan untuk menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Sedangkan menurut Umar (2009), studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan.

Studi kelayakan bisnis sangat diperlukan dalam proses pengambilan keputusan investasi karena dapat memberikan gambaran mengenai prospek tingkat manfaat diterima dari bisnis yang akan dijalankan. Menurut Umar (2009), dalam studi kelayakan bisnis terdapat beberapa pihak yang membutuhkan laporan studi kelayakan bisnis, yaitu: a. Pihak Investor

Studi kelayakan bisnis bertujuan untuk memberikan masukan bagi investor dalam membuat keputusan investasi. Calon investor akan mempelajari laporan studi kelayakan bisnis yang telah dibuat karena calon investor memeliki kepentingan langsung terhadap keuntungan yang diperoleh dari modal yang telah ditanamkan.

b. Pihak Kreditor

Pihak kreditor memerlukan laporan studi kelayakan bisnis digunakan untuk melakukan penilaian sebelum memutuskan untuk memberikan kredit.


(10)

c. Pihak Manajemen Perusahaan

Laporan studi kelayakan bisnis berguna bagi manajemen perushaan untuk merealisasikan ide proyek yang bermuara pada keuntungan perusahaan. Pihak manajemen perlu mempelajari studi kelayakan itu, misalnya dalam hal pendanaan yaitu berapa alokasi dari modal sendiri, rencana pendanaan dari investor dan kreditor.

d. Pihak Pemerintah dan Masyarakat

Penyusunan studi kelayakan bisnis perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah karena bagaimanapun pemerintah dapat secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kebijakan perusahaan.

e. Bagi Tujuan Pembangunan Ekonomi

Dalam menyusun studi kelayakan bisnis perlu juga dianalisis manfaat yang didapatkan dan biaya yang ditimbulkan oleh proyek terhadap perekonomian nasional.

2.4.1 Tujuan Studi Kelayakan Bisnis

Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), studi kelayakan bisnis dilakukan agar proyek yang dijalankan tidak akan sia-sia atau dengan kata lain tidak membuang waktu, tenaga, pikiran secara cuma-cuma serta tidak menimbulkan masalah yang tidak perlu di masa yang akan datang. Terdapat lima tujuan perlunya menyusun studi kelayakan bisnis suatu proyek sebelum dijalankan, yaitu:

a. Menghindari risiko kerugian karena di masa yang akan datang semacam kondisi ketidakpastian. Studi kelayakan bisnis dapat meminimalkan risiko yang tidak kita inginkan terjadi.

b. Memudahkan perencanaan, baik itu meliputi jumlah dana yang diperlukan, kapan usaha atau proyek akan dijalankan, dimana lokasi proyek akan dibangun, siapa yang akan melaksanakannya, bagaimana cara menjalankannya, dan berapa besar keuntungan yang akan diperoleh.


(11)

11 

 

c. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan karena telah disusun berbagai rencana yang akan sangat memudahkan pelaksanaan bisnis.

d. Memudahkan pengawasan karena pelaksanaan proyek akan didasarkan pada perencanaan yang telah disusun. Pengawasan perlu dilakukan agar pelaksanaan usaha tidak melenceng dari rencana yang telah disusun.

e. Memudahkan pengendalian sehingga apabila terjadi penyimpangan akan mudah terdeteksi. Tujuan pengendalian adalah untuk mengembalikan pelaksanaan pekerjaan yang melenceng ke perencanaan sesungguhnya sehingga pada akhirnya tujuan perusahaan akan tercapai.

2.4.2 Tahap-Tahap dalam Studi Kelayakan Bisnis

Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), tahapan dalam melakukan studi kelayakan bisnis perlu dilakukan secara benar agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Tahapan dalam studi kelayakan dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan studi kelayakan dan keakuratan penilaian. Tahapan dalam melakukan studi kelayakan yang umum dilakukan adalah:

a. Pengumpulan data dan informasi

Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan selengkap mungkin, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber-sumber yang dapat dipercaya, misalnya Biro Pusat Statistika (BPS), Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bank Indonesia (BI) dan sebagianya.

b. Melakukan pengolahan data

Setelah data dan informasi yang dibutuhkan terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data dan informasi tersebut. Pengolahan data dilakukan secara benar dan akurat dengan menggunakan metode-metode dan ukuran yang telah lazim digunakan dalam bisnis.


(12)

c. Analisis Data

Analisis data dilakukan dalam rangka menentukan kriteria kelayakan dari suatu aspek. Kelayakan bisnis ditentukan dengan kriteria-kriteria yang telah memenuhi syarat sesuai kriteria yang layak digunakan.

d. Mengambil keputusan

Apabila telah diukur dengan kriteria tertentu dan telah diperoleh hasil pengukuran, maka langkah selanjutnya adalah mengambil keputusan terhadap hasil tersebut.

e. Memberikan rekomendasi

Tahap terakhir adalah memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak tertentu terhadap laporan studi yang telah disusun. Dalam memberikan rekomendasi, diberikan juga saran-saran jika memang masih dibutuhkan.

2.4.3 Aspek –Aspek Penilaian Bisnis

Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan studi kelayakan bisnis. Masing-masing aspek saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri (Kasmir dan Jakfar, 2009). Aspek yang perlu diperhatikan terbagi dalam dua kelompok, yaitu aspek finansial (keuangan) dan non finansial. Aspek non finansial terdiri

Gambar 2. Tahapan dalam Studi Kelayakan Bisnis

Pengumpulan data

Pengolahan data

Analisis data

Mengambil keputusan Direkomendasikan

Dijalankan

Dibatalkan


(13)

13 

 

dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi, dan aspek lingkungan (Nurmalina dkk, 2010). 1. Aspek Pasar

Pengkajian aspek pasar bertujuan untuk menguji serta menilai sejauh mana pasar dari produk tersebut mampu mempengaruhi pengembangan usaha tersebut. Dalam pembahasannya, terdapat beberapa faktor yang perlu dinilai, yaitu kecenderungan permintaan produk tersebut dari tahun ke tahun, seberapa besar market share

yang tersedia di masa yang akan datang dan seberapa besar market share yang ditargetkan untuk diraih serta faktor yang mempengaruhi permintaan (Ibrahim, 2003). Aspek pasar menempati prioritas pertama dalam studi kelayakan bisnis. Kegiatan bisnis diharapkan dapat berjalan dengan baik dan produk mendapat tempat di pasaran serta dapat menghasilkan penjualan yang memadai dan menguntungkan (Nurmalina dkk, 2010).

Dalam aspek pasar juga dirumuskan strategi pemasaran yang akan dijalankan untuk menangkap peluang pasar yang ada. Dalam hal ini, strategi tersebut dirumuskan melalui proses riset pemasaran, baik terjun lansung ke lapangan maupun dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber yang dijalankan untuk menentukan besarnya pasar nyata dan potensi pasar yang ada (Kasmir dan Jakfar, 2009).

2. Aspek Finansial

Penilaian dalam aspek finansial dilakukan melalui penentuan satuan rupiah terhadap aspek-aspek yang dianggap layak dari keputusan yang dibuat dalam tahapan analisis usaha. Terdapat tiga kegiatan utama dalam penilaian aspek finansial, yaitu: membuat rekap dari penerimaan, rekap biaya yang dikeluarkan, dan menguji apakah aliran kas masuk yang dihasilkan layak berdasarkan kriteria kelayakan yang ada (Sofyan, 2003). Metode penilaian yang akan digunakan adalah menghitung Net Present Value, Gross B/C Ratio, Net B/C Ratio, Internal Rate of Return, Profitability Ratio dan


(14)

3. Aspek Teknis

Menurut Nurmalina dkk (2010), aspek teknis merupakan aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis selesai dibangun. Berdasarkan analisis ini pula dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya. Dalam aspek ini akan diteliti mengenai lokasi usaha, gedung, mesin, peralatan serta layout pabrik (Kasmir dan Jakfar, 2009).

4. Aspek Manajemen dan Hukum

Terdapat dua macam studi yang perlu dilakukan alam aspek manajemen, yaitu manajemen saat pembangunan proyek bisnis dan manajemen saat bisnis dioperasionalkan secara rutin. Di dalam pembangunan proyek bisnis, telaah manajemennya antara lain menyusun rencana kerja, siapa saja yang terlibat, bagaimana mengordinasikannya, dan mengawasi pelaksanaan proyek dengan sebaik-baiknya (Umar, 2009). Menurut (Kasmir dan Jakfar, 2009), aspek hukum (operasional) meliputi masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang dimiliki.

5. Aspek Sosial dan Ekonomi

Menurut Nurmalina dkk (2010), dalam aspek sosial dan ekonomi, yang akan dinilai adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat. Dalam aspek sosial, yang dipelajari adalah penambahan dan pemerataan kesempatan kerja. Dari aspek ekonomi yang dipelajari adalah apakah bisnis tersebut dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah, pendapatan dari pajak dan menambah kegiatan ekonomi.

6. Aspek Lingkungan

Kajian mengenai aspek lingkungan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dampak yang akan yang akan ditimbulkan dari pendirian usaha tesebut terhadap lingkungan sekitar. Kesalahan


(15)

15 

 

penilaian dalam aspek lingkungan akan berdampak negatif di kemudian hari, baik bagi pelaku usaha maupun bagi lingkungan (Sofyan, 2003). Aspek ini sangat penting karena akan menentukan juga kelangsungan jalannya bisnis tersebut.

2.5. Analisis Sensitivitas

Menurut Sinaga (2009), analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui alternatif kemungkinan hasil studi kelayakan yang diperoleh sehubungan dengan dilakukannya berbagai kemungkinan perubahan atas salah satu atau beberapa komponen yang menyangkut pelaksanaan bisnis. Perubahan atas komponen dapat disebabkan oleh cost overrun, perubahan harga, waktu pelaksanaan, dan perubahan internal rate of return (IRR)

atau return on investment (ROI). Tujuan utama dilakukannya analisis sensitivitas tersebut adalah untuk memperbaiki desain dan atau pelaksanaan bisnis sehingga dapat meningkatkan IRR dan untuk mengurangi resiko kerugian, dengan cara melakukan tindakan-tindakan

Gambar 3.Aspek-Aspek Penilaian dalam Studi Kelayakan

Aspek Penilaian

Aspek Teknis

Aspek

Manajemen dan Hukum

Aspek Sosial dan Ekonomi

Aspek Lingkungan Aspek Pasar

Hasil Studi

Aspek Finansial


(16)

pencegahan yang dianggap perlu pada saat pelaksanaan pembangunan proyek.

2.6. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian Rahmawati (2011) yang mengevaluasi kelayakan usaha pembenihan ikan patin pada Alma Fish Farm di Kecamatan Ciampea Bogor, hasil penelitian yang diperoleh adalah usaha tersebut layak untuk dijalankan. Dilihat dari aspek pemasaran, usaha pembenihan ikan patin mempunyai permintaan yang tinggi baik dari pelanggan di daerah Bogor maupun di daerah sekitar Jawa Barat. Sedangkan dari aspek finansial, usaha pembenihan ikan patin ini layak secara finansial. Kriteria kelayakan investasi menghasilkan NPV usaha bernilai Rp.153.983.555,00, IRR 51 persen, BCR 2,95, PBP adalah 2,34 tahun dan BEP Rp.310.083.025,00 serta BEP Quantity sebesar 1.946.422.

Dalam penelitian Utami (2008) tentang pengembangan usaha gula merah tebu di Kabupaten Rembang, menyatakan bahwa usaha gula merah tebu layak untuk dikembangkan dengan kedua kondisi, yaitu kondisi yang dilakukan saat ini (tanpa pengembangan) dan kondisi penerapan pengembangan. Nilai kriteria kelayakan untuk masing-masing industri sebagai berikut NPV sebesar Rp 257.968.831,00 dan Rp 854.471.865,00; IRR sebesar 40,60 %. dan 51,12 %; Net B/C sebesar 1,97 dan 3,34; BEP sebesar Rp. 195.968.791,00 atau 59.384 Kg/tahun dan Rp 158.721.400,00 atau 45.349 Kg/tahun; PBP sebesar 2,96 dan 1,89 tahun. Namun jika ditinjau dari indikator NPV, kondisi pengembangan usaha dengan menerapkan alternatif yang ada memiliki nilai NPV jauh lebih besar dibandingkan nilai NPV kondisi usaha tanpa pengembangan. Sehingga pilihan terbaik untuk mengembangkan usaha gula merah tebu adalah penerapan alternatif pengembangan yang ada, yang didukung pula oleh kriteria investasi lainnya.


(17)

17 

 

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri untuk memenuhi kebutuhannya. Pengembangan usaha pengolahan gula merah tebu di Kabupaten Takalar diharapkan dapat memenuhi kebutuhan permintaan gula di Indonesia yang saat ini terus mengalami peningkatan. Kondisi saat ini menggambarkan bahwa kapasitas produksi yang tidak dapat mencukupi kebutuhan gula sehingga dilakukan impor gula.

Pengembangan komoditas tebu memberikan pilihan bagi petani untuk menjual hasil panennya ke pabrik gula atau mengolahnya sendiri menjadi gula merah. Dengan teknologi pemerasan dan pemasakan dengan tungku hemat energi, petani dapat mengolah sendiri tebu menjadi gula merah. Pengembangan usaha ini dihadapkan pada pilihan petani, namun yang menentukan adalah pendapatan bersih yang akan diperoleh petani. Kondisi usaha gula merah tebu di Kabupaten Takalar saat ini merupakan suatu usaha baru dengan permintaan produk yang tinggi, terdapat kebun tebu yang hanya diperuntukkan sebagai bahan baku pabrik gula dan terdapat lahan luas yang potensial untuk ditanami tebu sebagai bahan baku pembuatan gula merah serta terdapat teknologi yang sederhana.

UD Julu Atia yang dimiliki Pak Syamsuddin Dg.Ronrong adalah usaha pengolahan gula merah tebu dengan pabrik yang berlokasi di Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar. Pada awal pendiriannya, kapasitas produksi hariannya adalah 2 ton tebu per hari. Gula merah yang dihasilkan dipasarkan ke pasar lokal dengan permintaan tiga kali lipat dibandingkan kapasitas produksi harian. Berdasarkan pengalaman tersebut, pemilik berkehendak untuk membangun pabrik baru dengan kapasitas 15 ton tebu perhari untuk memenuhi permintaan lokal dan akan dikembangkan ke pasar antarpulau dan ekspor.


(18)

Untuk mengembangkan suatu bisnis perlu dilakukan berbagai perencanaan yang matang terlebih dahulu. Agar rencana pengembangan usaha pengolahan gula merah tebu UD Julu Atia, perlu dilakukan analisis studi kelayakan pengembangan usaha. Studi kelayakan pengembangan usaha akan menganalisis kelayakan pengembangan usahanya yang ditinjau dari aspek finansial maupun non finansial. Dari hasil analisis ini akan diberikan rekomendasi apakah rencana pengembangan usaha tersebut layak untuk dijalankan atau tidak. Jika layak maka rencana pengembangan akan diimplementasikan, tetapi jika tidak layak rencana pengembangan akan dievaluasi baik itu dari aspek finansial maupun non finansialnya.


(19)

19 

 

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian  UD Julu Atia

Evaluasi

Layak Tidak Layak

Implementasi

Aspek finansial:

- Kriteria investasi (NPV, IRR, Gross B/C. Net B/C, PBP, PR)

- Analisis sensitivitas

 

Aspek non finansial:

- Aspek pasar

- Aspek teknis

- Aspek manajemen hukum

- Aspek ekonomi dan sosial

- Aspek lingkungan

Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu

Identifikasi kondisi yang ada: - Kekurangan suplai gula

- Gula merah sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan konsumsi gula

- Terdapat potensi lahan

- Permintaan pasar lokal dan antar pulau belum dapat dipenuhi

- Potensi ekspor

Kondisi Existing: Pabrik Kapasitas Kecil (2 ton tebu per hari)

Pengembangan Usaha dengan

Pembangunan Pabrik Kapasitas Besar (15 ton tebu per hari)

Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu


(20)

Gambar 5. Diagram Alir (Flow Chart) Penelitian Data/informasi aktual: • Biaya produksi • Biaya investasi

• Harga jual

• Modal Usaha

• Biaya lain-lain

• Profil usaha

 

Proses: • Identifikasi Aspek

Non finansial • Analsis Kelayakan

Aspek Finansial • Analisis Sensitivitas

  Outcome Rekomendasi langkah-langkah strategik bagi pengusaha tebu untuk rencana pengembangan usaha yang layak untuk di dijalankan

 

Lingkungan:

• Kebijakan Pemerintah • Iklim

Feedback

Impact

•Peningkatan produksi gula merah tebu berbasis petani •Peningkatan investasi pada industri gula merah tebu •Mengurangi impor gula •Mencukupi permintaan gula

masyarakat Hasil yang

diharapkan: • Kelayakan aspek

non finansial • Kelayakan aspek

finansial • Tingkat

sensitivitas bisnis

Parameter Kontrol:

• NPV > 0

Gross B/C > 1

Net B/C > 1

• IRR ≥discount rate

• PR >1

• PBP < periode maksimum Kondisi Saat Ini:

•Permintaan gula meningkat •Terdapat lahan

potensial •Harga gula

cenderung meningkat •Terdapat teknologi

pengolahan •Gula merah sebagai

alternatif pemenuhan kebutuhan gula Wawancara Observasi Studi Literatur

Faktor-faktor berpengaruh yang tidak dapat dikendalikan: • Kondisi Ekonomi • Kebijakan Pemerintah • Iklim

• Permintaan

Faktor-faktor berpengaruh yang dapat dikendalikan:

• Harga • Produk • Manajemen • Teknik Produksi


(21)

21 

 

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada UD Julu Atia yang terletak di Desa Patene, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2012. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa UD Julu Atia adalah perusahaan yang pertama mengusahakan pengolahan gula merah dari tebu di Sulawesi Selatan dengan didukung ketersediaan bahan baku, skala produksi, teknologi produksi yang sudah dikuasai oleh pemilik dan pemasaran yang cukup besar.

3.3. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumbernya. Data primer yang dibutuhkan diperoleh secara langsung dari pengusaha gula merah tebu melalui kegiatan wawancara dan observasi secara langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder bersumber dari studi pustaka, seperti buku, literatur, jurnal dan, internet.

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data kualitatif digunakan untuk menganalisis aspek pasar, aspek manajemen dan hukum, aspek ekonomi dan sosial, aspek teknis, dan aspek lingkungan. Sedangkan pengolahan data kuantitatif dilakukan pada aspek finansial dengan menghitung, Net Present Value (NPV), Gross B/C Ratio, Net B/C Ratio, Internal Rate of Return (IRR), Profitability Ratio (PR), dan Payback Period (PBP), dan analisis sensitivitas dengan bantuan aplikasi komputer Microsoft Excel 2007. Hasil dari pengolahan data ini diinterpretasikan secara deskriptif untuk menggambarkan kelayakan usaha dari bisnis tersebut.


(22)

3.4.1 Analisis Kriteria Investasi

1. Net Present Value (NPV)

Menurut Nurmalina dkk (2010), kelayakan suatu bisnis dinilai dari total manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan. Bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari nol ( NPV > 0) yang berarti bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. NPV atau nilai kini manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Rumus NPV dapat dinyatakan sebagai berikut:

NPV = ∑ ... (1) Keterangan :

Bt = manfaat pada tahun t

Ct = biaya pada tahun t

t = tahun kegiatan bisnis (t= 0,1,2,3,…, n) i = diskon rate (%)

2. Gross BenefitCost Ratio (Gross B/C)

Menurut Nurmalina dkk (2010), Gross B/C ratio merupakan kriteria kelayakan lain yang biasanya digunakan dalam analisis bisnis. Perhitungan Gross B/C menggunakan nilai kotor baik dari manfaat maupun biaya. Kriteria ini akan menggambarkan pengaruh dari adanya tambahan biaya terhadap tambahan manfaat yang diterima. Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai Gross B/C lebih dari 1 (Gross B/C > 1). Secara matematis rumus dari Gross B/C adalah sebagai berikut:

Gross B/C = ∑

∑ ... (2)

Keterangan:

Bt = manfaat pada tahun t

Ct = biaya pada tahun t

n = umur bisnis i = diskon rate (%)


(23)

23 

 

3. Net Benefit – Cost ratio (Net B/C)

Menurut Ibrahim (2003), Net B/C adalah rasio antara nilai net benefit yang diskontokan positif dan dengan nilai net benefit yang didiskontokan negatif. Suatu bisnis dikatakan layak jika Net B/C lebih besar dari satu (Net B/C>1). Rumus dari Net B/C adalah sebagai berikut:

Net B/C = ∑

∑ ... (3)

Keterangan:

Bt = manfaat pada tahun t

Ct = biaya pada tahun t

t = tahun

i = diskon rate (%)

4. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Nurmalina dkk (2010) IRR adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan nol (NVP=0). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRR lebih besar dari opportunity cost of capital. Berikut rumusan untuk IRR :

IRR = + ( ... (4) Keterangan:

i1 = Diskon rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = Diskon rate yang menghasilkan NPV negatif

NPV1 = NPV positif

NPV2 = NPV negatif. 5. Profitability Ratio (PR)

Menurut Ibrahim (2003), profitability ratio adalah perbandingan antara manfaat dengan biaya operasi dan pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah investasi dimana nilainya sudah didiskontokan

Rumus:

∑ ∑


(24)

Keterangan:

Bi = Total benefit

Omi = Total Biaya Operasi dan Pemeliharaan Ii = Total Investasi

6. Payback Periode

Menurut Nurmalina dkk (2010), metode ini mengukur kecepatan pengembalian investasi. Semakin cepat Payback Period yang dimiliki oleh suatu bisnis maka semakin baik bisnis tersebut untuk dijalankan. Berikut adalah rumusan dari Payback Periode:

PBP = I

K B x 1 tahun ... (6) 3.4.2 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kepekaan suatu bisnis terhadap perubahan beberapa variabel komponen. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing dapat terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase yang diprediksi. Dengan demikian analisis sensitivitas dapat membantu manajemen sehubungan dengan keputusan yang akan diambil berdasarkan evaluasi akhir hasil perhitungan studi kelayakan pengembangan yang dilakukan, yaitu untuk menentukan apakah rencana pengembangan disetujui atau ditolak (Nurmalina dkk, 2010). Variabel yang menjadi komponen sensitivitas dalam penelitian ini adalah harga bahan bakar minyak, jumlah produksi, rendemen tebu yang digunakan sebagai bahan baku dan penurunan harga jual gula merah tebu.


(25)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Usaha

UD Julu Atia adalah usaha pengolahan gula merah tebu yang terletak di Desa Patene, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Takalar merupakan salah satu lokasi Pabrik Gula PTPN XIV dengan areal perkebunan tebu dan tebu rakyat berada di Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Jeneponto. Dua pabrik gula (PG) lainnya milik PTPN XIV yaitu PG Arasoe dan PG Camming berada di Kabupaten Bone. Luas areal tanaman tebu yang diusahakan oleh PTPN XIV adalah 11.372 hektar dan diusahakan oleh rakyat 2.646 hektar. Kabupaten Takalar sebagai lokasi Pabrik Gula Takalar berada di antara Kabupaten Gowa dan Kabupaten Jeneponto pada poros jalan Kota Makassar ( ibu kota provinsi Sulawesi Selatan) dengan Kabupaten Jeneponto.

UD Julu Atia yang dimiliki oleh Pak Syam ini dirintis pendiriannya di Kabupaten Takalar pada tahun 2010 dan mulai beroperasi pada tahun 2011. Usaha ini diawali dari ajakan Ibu Dr. Ir. A. Majda A. Zain, MS, Rektor Universitas Islam Makassar (UIM) dan sekaligus sebagai istri Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Ir. Agus Arifin Nu’mang, MS.) dengan membawa pengusaha gula merah tebu ke Puncak Lawang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, untuk melihat pengolahan gula merah tebu secara tradisional yang sudah dikembangkan sebelum kemerdekaan. Setelah dari Sumatera Barat, kunjungan dilanjutkan lagi ke Kecamatan Slumbung, Kabupaten Kediri sebagai salah satu sentra produksi gula merah tebu di Provinsi Jawa Timur. Pada kesempatan tersebut Pak Syam bertemu dengan salah satu eksportir gula merah tebu, H. Rubai, yang sudah mengekspor gula merah ke Jepang sejak tahun 1995 tetapi sudah mengusahakan gula merah tebu sejak tahun 1976. Melihat keberhasilan dari H. Rubai, Pak Syam kemudian bertekad untuk mengolah gula merah tebu di Takalar. Obsesi ini beralasan mengingat bahwa Pak


(26)

Syam sudah mengusahakan budi daya tebu sejak 2000, dan memahami betul prospek budi daya tebu dan pengolahan gula merah tebu.

Visi yang diusung oleh Pak Syam untuk mendirikan UD Julu Atia ini adalah “Sebagai pemasok dan eksportir gula merah tebu terbesar di Sulawesi Selatan”. Visi tersebut ditetapkan bukan tanpa dasar, Pak Syam termasuk kelompok tani dan petani maju. Beliau pernah mendatangkan bibit jenis varietas baru senilai Rp 93 juta yang didatangkan dari Pasuruan, Jawa Timur, dan saat ini banyak digunakan oleh petani tebu di Sulawesi Selatan. Dari bibit tersebut Pak Syam pernah mencapai panen sebanyak 500 ton tebu dari 3 hektar lahan. Pak Syam juga memiliki tanaman tebu yang sudah mencapai ratoon 7 dengan produksi 70 ton/hektar. Kemudahan dan produksi yang tinggi dari budi daya tebu membuat pak Syam sangat yakin bahwa usaha pengolahan gula merah tebu memiliki prospek yang menjanjikan.

Misi Pak Syam sebagai pemilik UD Julu Atia ini adalah: a. Menghasilkan gula merah tebu yang memenuhi standar ekspor. b. Membangun jaringan produksi dengan petani tebu.

c. Menjadikan Sulawesi Selatan sebagai salah satu lumbung gula merah tebu di Indonesia.

Misi yang dirumuskan diwujudkan dengan memperbaiki kualitas tebu yang dapat dilakukan melalui kegiatan budi daya dan teknik pengolahan yang tepat. Namun kualitas tebu lebih banyak ditentukan oleh teknis pengolahan yang dapat dikendalikan, sementara teknis budi daya tebu tidak terlalu megalami pengaruh dari perubahan alam atau iklim.

Budi daya tebu di Kabupaten Takalar dan beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan bukan hal yang baru, sehingga untuk meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan mudah dengan membangun jaringan kerja sama dengan petani tebu baik dalam betuk kerja sama dalam pengolahan gula merah tebu maupun dalam pemasaran produk. Potensi luas areal lahan kering dan sawah yang tidak berpengairan yang cukup luas, budaya masyarakat bertanam tebu, dan karakter masyarakat


(27)

27 

 

Sulawesi Selatan yang cepat berkembang, memungkinkan Sulawesi Selatan berpotensi menjadi lumbung gula di Indonesia.

4.2. Awal Pengembangan Usaha

Sebelum memulai rencana bisnis pengembangan (business plan)

usaha pengolahan gula merah tebu, terlebih dahulu dilakukan analisis usaha yang pertama dikembangkan sebagai suatu proses pembelajaran dan sarana pengembangan jaringan bisnis. Pabrik dibangun di samping rumah tempat tinggal Pak Syam dengan kapasitas produksi rata-rata 2 ton tebu per hari. Pada awal usahanya, Pak Syam hanya bertindak sebagai pengolah tebu. Tebu berasal dari petani tebu dan penjualannya juga diserahkan kepada petani sehingga Pak Syam hanya menerima upah pengolahan (upah giling). Dengan mempekerjakan empat orang tenaga kerja. Usaha pengolahan gula merah tebu dapat memberikan pendapatan bersih sekitar Rp 27,93 juta per tahun dengan nilai investasi sekitar Rp 22 juta (tidak termasuk bangunan) untuk periode investasi selama sepuluh tahun.

Tabel 4. Biaya Operasional Pertahun UD Julu Atia Kapasitas 2 Ton No Uraian (Rp) Nilai (Rp) Penyusutan

(Rp)

Biaya/tahun (Rp)

1 Mesin peras 8.000.000 800.000 800.000 2 Motor penggerak 8.000.000 800.000 800.000

3 Tungku 6.000.000 600.000 600.000

5 Perlengkapan 1.000.000 1.000.000

6 Pemeliharaan 1.000.000 1.000.000

7 Tenaga Kerja 25.200.000

8 Bahan Bakar 2.430.000

9 Oli 720.000


(28)

Tabel 5. Pendapatan Pertahun UD Julu Atia Kapasitas 2 Ton

No. Uraian Nilai (Rp)

1 Pendapatan Rp 60.480.000

2 Biaya Operasional Rp 32.550.000

Pendapatan Bersih Rp 27.930.000

Dengan menggunakan sistem bagi hasil 65-35, yaitu 65 persen untuk pemilik tebu 35 persen untuk pabrik pengolahan sebagai jasa penggilingan, dimana tebu diantar hingga pabrik pengolahan sehingga biaya tebang dan biaya angkut ditanggung oleh pemilik tebu (petani). Harga jual gula merah tebu yang berlaku adalah Rp 6.000/kg. Pabrik kecil ini dapat dioperasikan selama tujuh bulan (210 hari) masa giling atau setara dengan areal tebu seluas 6-7 hektar bila digunakan dua shift

pekerjaan.

4.3. Aspek –Aspek Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan pengembangan usaha gula merah tebu ini dikaji menurut aspek aspek-aspek yang terdapat dalam analisis kelayakan usaha. Aspek kelayakan usaha tersebut adalah aspek finansial, aspek pasar, aspek manajemen dan hukum, aspek ekonomi dan sosial, aspek teknis dan aspek lingkungan.

4.3.1 Aspek Pasar

Dalam aspek pasar, yang dikaji adalah potensi pasar dari produk yang akan dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari potensi pasar dan kebijakan terhadap bauran pemasaran yang dilakukan.

1. Potensi Pasar

Pasar yang menjadi sasaran UD Julu Atia milik Pak Syam ini adalah pasar lokal, antar pulau dan akan dikembangkan ke pasar ekspor. Setelah menjalankan usaha gula merah dengan mesin skala kecil, kapasitas 2 ton tebu per hari, pasar yang dilayani selama ini adalah pasar lokal. Berdasarkan pengalaman selama setahun, permintaan lokal sangat tinggi dengan kisaran tiga kali lipat dari kapasitas produksi. Produk gula merah


(29)

29 

 

yang dihasilkan langsung terjual pada hari produksi dengan harga Rp 8.000/kg, sementara prediksinya hanya Rp 5.000-7.000/kg.

Permintaan lain yang belum dapat dipenuhi adalah permintaan dari Jayapura sebanyak 20 ton per bulan dan Kalimantan Timur 15 ton per bulan. Surabaya sudah meminta 3.000 ton untuk satu tahun. Pengalaman ini menggambarkan prospek pasar gula merah sangat tinggi. Harga gula merah dari palm berkisar antara Rp 10.000-15.000/kg. Dengan membandingkan harga gula merah tebu dan gula merah dari palm dimana perbedaannya cukup besar, dapat dikatakan bahwa gula merah tebu memiliki prospek pasar yang besar dan menjanjikan. Selain itu, proses pembuatan gula merah tebu sangat mudah dibandingkan dengan proses pembuatan gula palem.

Pengembangan pemasaran produk ke pasar ekspor didasarkan pada permintaan ekpor gula merah tebu. Misalnya Koperasi Serba Usaha Jatirogo, Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta, mendapat order ekspor gula merah hingga 500 ton per bulan yang hanya dapat dipenuhi sebesar 30 hingga 50 ton per bulan Permintaan ekspor yang belum dapat terpenuhi adalah permintaan dari Kanada, Amerika, Belgia, Australia, dan Eropa (www.metrotvnews.com, 2011). Kelompok Tani Sariwangi di Banyumas juga hanya dapat memenuhi permintaan gula merah tebu dari Jepang sebesar 10 persen. Dari permintaan sebesar 500 ton perbulan, hanya 50 ton permintaan yang dapat dipenuhi (Sanjaya, 2011).

Berdasarkan potensi pasar gula merah tebu baik dari pasar lokal, antar pulau, maupun pasar ekspor, Pak Syam sangat yakin bahwa produk yang akan diproduksi akan terserap oleh pasar, baik untuk memenuhi permintaan pasar lokal, antar pulau dan pasar ekspor.

2. Bauran Pemasaran

Pengembangan pemasaran gula merah tebu dapat dilakukan dengan menggunakan kumpulan dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu badan usaha untuk mencapai tujuan pemasaran yaitu variabel product (produk), price (harga), place


(30)

dilaksanakan oleh Pak Syam selama ini seperti produk gula padat dua kategori warna, pasar lokal dan antar pulau, dan promosi. Strategi harga belum dilakukan karena produksi masih sedikit.

a. Product (Produk)

Produk berupa gula merah tebu yang dipasarkan harus memiliki bentuk dan kualitas produk yang baik untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan terhadap konsumen. Produk tersebut berkaitan dengan bentuk, warna dan kualitas. Varietas tebu yang cocok untuk dijadikan bahan baku gula merah adalah varietas PS864, PSJT, BL, dan CenningKualitas gula merah sangat dipengaruhi oleh bahan baku, kegiatan pascapanen, dan kegiatan pengolahan. Tebu sangat dipengaruhi oleh iklim, umur tanam, dan varietas. Umur sangat berkaitan dengan rendemen gula, sehingga pengetahuan petani mengenai teknik bertanam sangat penting.

Kualitas gula merah berkaitan dengan perilaku penyimpanan, warna, dan kebersihan. Semakin lama daya simpan gula merah semakin tinggi kualitasnya. Warna gula merah sangat relatif, berkaitan dengan preferensi konsumen. Untuk konsumen di Sulawesi Selatan, warna merah kekuning-kekuningan lebih disenangi, sebaliknya warna hitam merah lebih disenangi di Papua dan Kalimantan Timur.

Gula merah tebu dapat diproduksi dengan tiga bentuk produk, yaitu bentuk padat/batu, serbuk, dan cair. Bentuk produk yang dihasilkan UD Julu Atia berbentuk balok dan padat dengan berat sekitar 0,5 kg. Jenis produk padat dibuat dalam dua jenis yaitu warna kehitam-hitaman dan warna merah kekuning-kekuningan. Warna merah kekuning-kuningan diproduksi untuk pasar lokal, sedangkan warna merah gelap atau kehitaman untuk pasar Jayapura dan Kalimantan Timur. Sementara untuk pasar pulau Jawa, belum ditentukan jenisnya.

Bentuk produk lain yang sudah dapat diproduksi adalah gula serbuk atau dikenal sebagai gula semut (bentuknya seperti semut yang


(31)

31 

 

berkumpul/bergerombol), namun belum dipasarkan karena kapasitas produksi atau skala produksi yang dilakukan selama ini masih yang kecil. Produk gula semut akan diproduksi pada tahun giling 2012, walaupun masih dalam jumlah kecil untuk mendeteksi permintaan pasar, baik harga maupun kualitas. Gula cair belum ada perencanaan, walaupun permintaan sudah ada, yaitu oleh industri kecap, namun metode pembuataannya masih sedang dipelajari oleh Pak Syam. b. Place (Tempat)

Place (tempat) berkaitan dengan keputusan penentuan lokasi penjualan dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan barang kepada konsumen. Pemilihan tempat penjualan gula merah tebu adalah penjualan di pasar-pasar lokal, antar pulau dan pada pengembangannya akan diekspor. Pasar yang sudah dilayani selama setahun didominasi pasar lokal, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Jeneponto, dan Kota Makassar. Pak Syam sendiri sudah membuka kontrak kerja sama dengan salah satu pedagang besar gula merah di Surabaya dengan kontrak 3000 ton. Pasar ini akan dipenuhi melalui kerjsama dengan produsen gula merah tebu di Sulawesi Selatan yang juga dibina oleh Pak Syam bersama Univeristas Islam Makassar.

c. Price (Harga)

Berdasarkan pengalaman selama setahun, permintaan lokal sangat tinggi dengan kisaran tiga kali lipat dari kapasitas produksi. Produk gula merah yang dihasilkan langsung terjual setelah gula merah dihasilkan dengan harga Rp 8.000/kg, sementara prediksi Rp 5.000-7.000/kg. Sedangkan harga gula merah dari jenis palm (aren, lontar, dan kelapa) adalah Rp 10.000-15.000/kg. Perbandingan harga ini menunjukkan bahwa gula merah tebu memiliki posisi pasar yang sangat kompetitif. Harga diperkirakan akan semakin kompetitif yaitu sekitar Rp 5.000-Rp 6.000/kg apabila industri gula merah tebu terus berkembang. Harga ini juga layak dijadikan sebagai bahan baku gula


(32)

kristal. Gula merah tebu dijadikan bahan baku pada beberapa pabrik gula di Jawa Timur. Hal ini juga pernah terjadi pengrajin gula merah tradisional di Kabupaten Wajo yang dijual ke Pabrik Gula Bone (PTPN XIV) pada tahun 1980an

d. Promotion (Promosi)

Selama tahun 2011, gula merah tebu Pak Syam sudah dipasarkan setiap ada pameran produk hasil pertanian yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Takalar dan Provinsi Sulawesi Selatan. Gula merah tebu dijual dengan harga Rp 14.000-15.000/kg atau Rp 7.000-8.000/batang, dimana setiap satu kilogram terdiri dari dua batang.

4.3.2 Aspek Teknis

Analisis dalam aspek teknis usaha gula merah tebu mencakup lokasi usaha, peralatan produksi dan proses produksi. Berikut ini hasil analisis pada tiap kriteria aspek teknis.

1. Lokasi Usaha

UD Julu Atia berlokasi di Desa Patene, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar. Lokasi usaha gula merah tebu memiliki sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan usaha. Tebu sebagai bahan baku utamanya banyak tersedia di sekitar pabrik sehingga tidak memerlukan biaya transportasi yang tinggi. Petani dapat dengan mudah mendistribusikan tebunya ke pabrik. Akses transportasi yang mudah untuk memasarkan hasil produksi ke pasar lokal maupun pasar antar pulau. 2. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan gula merah tebu adalah:

a. Parang, golok, atau pisau besar. Alat ini digunakan untuk mengikis permukaan kulit, dan membuang mata batang tebu.

b. Mesin pemeras batang tebu. Alat ini digunakan untuk mengekstrak nira tebu dari batang tebu dengan cara pemerasan. Bagian utama dari mesin ini berupa tiga silinder penggiling sehingga batang tebu


(33)

33 

 

tertekan dan tertarik oleh putaran silinder-silinder tersebut. Tekanan tersebut akan memeras batang tebu sehingga mengeluarkan cairan nira. Mesin ini merupakan pengembangan dari alat pemeras tebu tradisional (disebut kilangan tebu) yang silindernya terbuat dari kayu dan diputar oleh sapi atau kerbau. c. Wajan besar, dengan ukuran 45 inci yang terbuat dari plat baja

dengan ketebalan 12 mm dan kedalaman sekitar 20 cm, sehingga proses penguapan lebih cepat dengan suhu konstan. Alat ini digunakan untuk memanaskan nira tebu sampai kental.

d. Pengaduk. Alat ini digunakan untuk mengaduk nira yang sedang dipanaskan agar proses penguapan cepat terjadi sehingga nira tebu lebih cepat mengental. Pada proses ini juga, busa nira/gula dibuang karena tidak dapat mengental. Busa nira/gula yang dikenal gula dengan sebutan tetes di pabrik gula

e. Penyaring. Alat ini digunakan untuk menyaring cairan tebu yang akan dipanaskan, dan sedang dipanaskan. Pada proses ini penyaringan ini berfungsi menghilangkan kotoran yang dapat merusak kondisi proses pemasakan dan kualitas gula.

f. Cetakan. Alat ini digunakan untuk mencetak nira tebu yang mengental dari proses pemasakan. Hal yang diperhatikan dalam pencetakan adalah suhu agar bentuk gula yang dihasilkan sesuai dengan bentuk cetakan.

g. Tungku. Alat ini digunakan sebagai tempat berpijak wajan yang dibuat dari batu merah, semen, dan tanah liat.

3. Proses Pembuatan Gula Merah

Nira tebu adalah cairan yang diekstraksi dari batang tanaman tebu. Cairan ini mengandung gula antara 10-20 % (b/v). Meknisme pengolahan nira tebu menjadi gula merah tebu atau saka tidak berbeda jauh dengan proses pembuatan gula merah lainnya. Tahapan-tahapan dalam pemasakan gula merah tebu adalah:


(34)

a. Persiapan Tebu

Tebu yang akan digiling adalah tebu yang dibawa oleh petani dari kebun tebu miliknya yang segera diangkut ke pabrik pengolahan setelah ditebang. Pengangkutan setelah penebangan tidak melebihi dari lima jam untuk menjaga kualitas gula merah. Tebu dibongkar pada halaman penumpukan yang berdampingan dengan mesin pengolahan. Tebu yang akan digiling terlebih dahulu dibersihkan daun dan kotoran yang melekat.

b. Pemerasan Tebu

Tebu diperas dengan menggunakan mesin pemeras dengan kapasitas 20 ton tebu per hari yang digerakkan dengan mesin Yanmar Diesel 22 HP. Tebu yang bersih dimasukkan ke mesin pemeras dengan cara memegang batang tebu 2-3 batang. Nira yang dihasilkan dialirkan ke bak penampungan, sementara ampas tebu diangin-anginkan dan selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar, namun apabila terjadi kekurangan akan ditambah dengan sekam padi.

c. Penyaringan

Penyaringan dilakukan untuk memisahkan ampas tebu yang ikut masuk bercampur dengan nira tebu. Penyaringan dilakukan secara bertahap dengan ukuran lubang saringan yang berbeda. Setelah diperoleh nira tebu, nira dipompa naik ke bak penampungan. Sebelum dimasak di atas wajan pemasakan, dilakukan penyaringan dua kali untuk memisahkan kotoran yang halus. Selain itu, pada proses pemasakan juga dilakukan penyaringan sekaligus membuang busa nira yang muncul.

d. Pemasakan

Nira tebu yang sudah disaring dimasukkan ke dalam wajan yang berada di atas tungku pemasakan. Pemasakan adalah pemisahan air dan gula melalui proses penguapan. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan ampas tebu sebagai bahan bakarnya. Apabila rendemen tebu tinggi, ampas tebu cukup bahkan berlebih untuk memasak nira


(35)

35 

 

menjadi gula merah, namun bila rendemen gula rendah berarti kandungan brisk nya rendah sehingga membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama. Pada kondisi ini, ampas tebu tidak cukup, sehingga ditambah dengan sekam padi.

Pada proses pemasakan, nira selalu diaduk untuk mempercepat proses penguapan, menyaring kotoran yang terbentuk akibat pemanasan. Busa dan kotoran yang mengapung selama pemasakan dibuang. Setelah cairan nira mengental yaitu air gula tinggal sekitar 1/5 atau 1/6 dari volume nira sebelumnya atau sudah berbentuk sirup berarti gula sudah masak dan siap untuk dicetak.

4. Pencetakan

Gula merah kental kemudian dituang ke wadah lain untuk proses pendinginan. Setelah itu, dipindahkan ke wadah lebih kecil (ukuran 1,5-2 liter) yang dapat diangkat dengan sebelah tangan dan diaduk hingga hampir dingin, lalu dituang ke wadah cetakan. Gula yang ada di cetakan ditunggu hingga keras dan kering secara sempurna dikeluarkan dari cetakan.

5. Pengemasan

Pengemasan dilakukan agar daya simpan produk gula merah dapat bertahan lama dan sekaligus penampilannya lebih baik. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan plastik lembut yang melekat dengan mudah.


(36)

4.3.3 Aspek Finansial

Preferensi masyarakat akan berkembang seiring dengan waktu, mengingat bahwa gula merah tebu diproduksi tanpa menggunakan bahan tambahan kimia dan akan dikembangkan menjadi produk organik. Masyarakat sudah menyadari pentingnya produk organik, baik terhadap kesehatan maupun terhadap lingkungan. Gula merah tebu sangat mudah dikembangkan apabila kebun tebu diintegrasikan dengan ternak sapi. Budi daya tebu mudah dikembangkan karena sekali penanaman dapat dipanen lima hingga sepuluh tahun dengan pemeliharaan yang tidak intensif dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya seperti padi, kacang-kacangan, sayuran, jagung.

Analisis kelayakan usaha gula merah tebu ini menggunakan beberapa asumsi, yaitu sebagai berikut:

a. Periode usaha yang direncanakan adalah sepuluh tahun telah disepakati dengan pihak pemilik usaha.

b. Usaha dimulai pada Januari 2011 (tahun nol) dan berakhir pada Desember 2021.

c. Investasi dimulai pada tahun ke-0 (2011) dan pabrik mulai berproduksi pada tahun ke-1 (2012).

d. Hari kerja dalam satu tahun adalah 180 hari. e. Target produksi 15 ton per hari.

f. Bahan baku yang digunakan adalah tebu dengan rendemen 8%. g. Penentuan harga bahan baku tebu didasarkan pada persentase 65%

untuk petani tebu dan 35% untuk pemilik pabrik.

h. Harga jual gula merah tebu Rp 5.000/kg tetap disetiap tahun.

i. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah suku bunga pinjaman rata-rata bank yaitu sebesar 11,67 persen.

j. Sumber modal adalah modal sendiri dan pinjaman ke bank.

k. Petani yang akan menjual tebunya ke pabrik akan langsung datang membawa tebunya ke lokasi pabrik sehingga pemilik tidak memerlukan biaya transportasi untuk mengangkut bahan baku ke lokasi pabrik.


(37)

37 

 

l. Nilai sisa dihitung dengan asumsi pada akhir periode usaha nilai sisanya sebesar 10 persen dari nilai belinya.

m. Pajak bumi dan bangunan dikenakan disetiap tahun sebagai biaya tetap dengan tarif 0.2% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009.

n. Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progresif berdasarkan Undang-Undang No.36 tahun 2008, yaitu:

1. Untuk lapisan penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 50.000.000, tarif pajaknya 5%.

2. Untuk lapisan penghasilan kena pajak diantara Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 , tarif pajaknya 15%.

3. Untuk lapisan penghasilan kena pajak diatas Rp 250.000.000 hingga Rp 500.000.000 , tarif pajaknya 25%.

4. Untuk lapisan penghasilan kena pajak diatas Rp 500.000.000 tarif pajaknya 30%.

o. Analisis sensitivitas dilakukan dengan tiga perubahan, yaitu: 1. Terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) solar 2. Terjadi penurunan kapasitas produksi

3. Terjadi perubahan rendemen pada bahan baku tebu yang digunakan.

1. Kebutuhan Modal

Modal merupakan keseluruhan biaya yang diperlukan untuk memulai dan menjalankan suatu usaha. Komponen modal terdiri dari biaya investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-0 dan biaya modal kerja pada tahun ke-1 ketika perusahaan sudah mulai berproduksi. Kebutuhan modal pada usaha gula merah tebu ini sebesar Rp 452.137.000. Sumber modal diperoleh dari modal sendiri dengan persentase 33,6 persen dan meminjam kepada bank dengan persentase 66,4 persen. Pinjaman modal yang diajukan kepada bank sebesar Rp300.000.000 dengan alokasi modal investasi sebesar Rp 227.488.000 dan modal kerja sebesar Rp 72.512.000. Pengembalian pinjaman kepada bank dilakukan dengan metode anuitas yang secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.


(38)

Tabel 6. Rencana Kebutuhan Modal

Rencana Kebutuhan Modal Pada Tahun ke Nol Rp 452.137.000 Sumber Permodalan a. Modal

Sendiri

33,6% Rp 152.137.000 b. Pinjaman

Bank

66,4% Rp 300.000.000 Alokasi Dana Pinjaman a. Modal Investasi Periode Pinjaman 5 tahun Rp 227.488.000 b. Modal Kerja Periode Pinjaman

2 tahun

Rp 72.512.000 Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Bank 11,67% 2. Investasi dan Pengembangan

Kegiatan investasi yang dilakukan dalam usaha pengembangan gula merah tebu ini berupa pembelian lahan pabrik, pembangunan pabrik dan gudang penyimpanan. Investasi juga dilakukan dengan melakukan pembelian peralatan meliputi pembelian tungku, wajan baja, mesin penggerak, mesin pemeras, mesin pemutar untuk gula semut, satu set penampung nira tebu dan timbangan serta perlengkapan lainnya yang akan digunakan dalam proses produksi.

Total biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 379.625.000. biaya investasi usaha dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Biaya investasi tertinggi adalah biaya pembangunan pabrik sebesar Rp 125.000.000 dengan persentase 32,93 persen.

Tabel 7. Ringkasan Biaya Investasi Pada Tahun Pertama Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu

Jenis Jumlah (Rupiah) Persentase

Lahan 50.000.000 13.17%

Bangunan Pabrik 125.000.000 32.93%

Gudang 75.000.000 19.76%

Tungku 20.000.000 5.27%

Wajan Baja 13.500.000 3.56%

Mesin Penggerak 23.000.000 6.06% Mesin Pemeras 60.000.000 15.81% Mesin Pemutar 5.000.000 1.32% 1 Set Penampung

Nira Tebu

2.500.000 0.66%

Timbangan 2.500.000 0.66%

Biaya Perlengkapan


(39)

39 

 

3. Modal Kerja

UD Julu Atia dikelola oleh pemilik secara langsung dan dibantu oleh beberapa karyawan yang berasal dari daerah sekitar pabrik. Karyawan bertanggung jawab atas kegiatan produksi harian yang dilakukan di pabrik sehingga diperlukan deskripsi pekerjaan yang jelas untuk karyawan.

Modal kerja dalam usaha pengolahan gula merah tebu ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan setiap tahun dan tidak tergantung pada jumlah produksinya. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada jumlah produksi. Biaya tetap dalam usaha pengolahan gula merah tebu ini adalah biaya perawatan, biaya telepon, listrik, pajak bumi dan bangunan, serta oli mesin. Biaya variabel terdiri dari upah karyawan, pembelian bahan baku berupa tebu, packaging gula merah tebu dan bahan bakar (solar). Sebagian besar biaya variabel dikeluarkan untuk biaya produksi yaitu biaya pembelian bahan baku. Bahan baku berupa tebu memiliki pengeluaran dengan persentase sebesar 75,9 persen. Nilai pembelian bahan baku tebu juga tergantung dari rendemen tebu yang akan digunakan. Semakin tinggi rendemennya, maka akan semakin tinggi juga biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian bahan baku tebu. Pada Tabel 8 disajikan biaya yang termasuk dalam modal kerja selama masa giling 180 hari dan kapasitas produksi harian sebesar 15 ton per hari.

Tabel 8. Ringkasan Modal Kerja Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu (pertahun)

Jenis Jumlah (Rupiah)

Persentase Bahan Bakar (Solar) 19.440.000 2.1%

Oli 1.440.000 0.2%

Listrik 5.400.000 0.6%

Telepon 1.200.000 0.1%

Perawatan 3.000.000 0.3%

Pajak Bumi dan Bangunan

476.000 0.1% Bahan Baku

(Tebu+Packaging)

707.850.000 75.9% Tenaga Kerja 193.500.000 20.8%


(40)

4. Proyeksi Pendapatan

Pendapatan adalah total produksi dikalikan dengan harga jual. Pendapatan yang diterima oleh usaha pengembangan gula merah tebu ini diasumsikan sama setiap tahun dalam waktu 10 tahun. Biaya produksi diasumsikan tetap disetiap tahun sehingga penerimaan juga akan tetap disetiap tahunnya. Pendapatan diperoleh dari penjualan gula merah tebu ke pasar tradisional maupun menjual kepada supplier di luar daerah (antar pulau).

UD Julu Atia dapat memproduksi 216.000 kg gula merah tebu per tahun dengan harga jual Rp 5.000 per kilogram. Total pendapatan kotor yang diperoleh adalah Rp 1.080.000.000 per tahun. Pendapatan diperoleh setahun setelah melakukan investasi pada tahun ke-0.

5. Analisis Kriteria Kelayakan Usaha

Analisis kriteria kelayakan usaha dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu bisnis untuk dijalankan yang dilihat dari sisi finansial dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang (time value of money). Perhitungan kriteria investasi menggunakan metode Discounted Cash Flow, dimana seluruh penerimaan selama sepuluh tahun ke depan didiskontokan pada masa kini. Analisis kriteria investasi yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Gross Benefit/Cost (Gross B/C), Net Benefit/Cost (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Ratio(PR) dan Payback Periode (PBP). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan tingkat suku bunga pinjaman rata-rata bank yaitu 11,67 persen.

Tabel 9. Nilai Kriteria Investasi Usaha Pengembangan Gula Merah Tebu

Kriteria Investasi Nilai

NPV Rp 371.948.158

Gross B/C 1,063

Net B/C 3,44

IRR 42,37% PR 3,32 PBP 3 tahun 1 bulan 14 hari


(41)

41 

 

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value adalah nilai masa kini manfaat bersih (net benefit)

selama 10 tahun periode usaha. Nilai NPV pada usaha gula merah tebu ini adalah Rp 371.948.158. Nilai ini menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama 10 tahun periode usaha dengan tingkat suku bunga 11,67 persen pertahun. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha gula merah tebu layak untuk dijalankan karena NPV yang dihasilkan lebih besar dari nol (NPV>0)

b. Gross Benefit/Cost Ratio (Gross B/C)

Gross Benefit/Cost Ratio adalah rasio antara present value manfaat kotor dan present value biaya kotor. Suatu usaha dikatakan layak jika

Gross B/C nilainya lebih dari satu. Nilai Gross B/C pada usaha gula merah tebu ini sebesar 1,063 yang berarti setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan akan mendapat manfaat kotor Rp 1,063 selama periode usaha dengan tingkat suku bunga 11,67 %. Dengan nilai Gross B/C

tersebut dapat dikatakan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. c. Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit/Cost Ratio merupakan rasio antara present value net benefit

yang bernilai positif dan present value net benefit yang bernilai negatif. Suatu usaha dikatakan layak jika rasio Net B/C lebih dari satu. Pada usaha gula merah tebu ini rasio Net B/C sebesar 3,44. Hal ini berarti bahwa setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan pengembalian manfaat bersih sebesar Rp 3,44. Karena rasio Net B/C

lebih dari satu, maka usaha ini layak untuk dijalankan. d. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return adalah tingkat pengembalian usaha terhadap modal yang ditanamkan pada suatu usaha. Suatu usaha layak dijalankan jika nilai IRR yang diperoleh lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga yang ditetapkan. Nilai IRR pada usaha gula merah tebu ini adalah 42,37 persen. Nilai ini lebih besar dari tingkat suku bunga yang ditetapkan sebesar 11,67 persen. Hal ini menunjukkan bahwa


(42)

kemampuan pengembalian modal yang digunakan lebih besar dari tingkat discount rate yang digunakan.

e. Profitability Ratio (PR)

Profitability Ratio adalah perbandingan antara present value dari penerimaan kas bersih masa yang akan datang terhadap investasi yang telah ditanamkan. Hasil perhitungan menunjukkan nilai PR usaha gula merah tebu sebesar 3,32. Suatu usaha dikatakan layak jika nilai PR nya lebih besar dari satu sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan.

f. Payback Period (PBP)

Payback Period dihitung untuk mengukur seberapa cepat investasi yang ditanamkan bisa kembali. Perhitungan PBP tidak memperhitungkan nilai waktu uang (time value of money), (Sofyan,2003). Secara umum suatu usaha layak untuk dijalankan jika PBP nya lebih kecil dari periode usahanya. PBP dari usaha gula merah tebu ini adalah 3 tahun 1 bulan 14 hari. Nilainya lebih kecil dari periode usaha 10 tahun sehingga layak untuk dijalankan.

6. Analisis Sensitivitas dan Switching Value

Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Hal ini juga berkaitan dengan ketidakpastian di masa mendatang. Analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan dengan mengubah harga bahan bakar minyak (solar), penurunan kapasitas produksi, perubahan rendemen bahan baku tebu yang digunakan dan penurunan harga jual gula merah. Pada penelitian ini juga dilakukan metode switching value untuk mengetahui nilai maksimal perubahan variabel yang mempengaruhi usaha.

a. Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Mesin penggerak untuk memproduksi gula merah menggunakan bahan bakar solar. Pada uji sensitivitas skenario yang dibuat adalah kenaikan harga BBM sebesar 33,33 persen. Kenaikan harga BBM menyebabkan terjadinya perubahan pada nilai NPV, IRR, Gross B/C, Net B/C, PBP


(43)

43 

 

dan PR dimana nilainya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa usaha ini tidak sensitif terhadap kenaikan harga BBM.

Tabel 10. Hasil Kelayakan dengan Analisis Sentivitas Kenaikan Harga BBM

NPV = Rp 333.114.483 IRR = 38%

Gross B/C = 1,056 PR = 3,08

Net B/C = 3,19 PBP = 3 tahun 5 bulan 27 hari

b. Penurunan Kapasitas Produksi

Analisis sensitivitas dilakukan dengan skenario penurunan kapasitas produksi harian dimana kapasitas produksi harian normal sebesar 15 ton per hari. Penurunan kapasitas produksi tersebut sebesar 13,33 dan 20 persen dengan masing-masing jumlah produksi yaitu 13 ton dan 12 ton. Setelah dilakukan perhitungan pada jumlah produksi harian 12 dan 13 ton, usaha ini masih layak untuk dijalankan karena kriteria investasinya masih memenuhi kelayakan finansial. Hasil kelayakan dapat dilihat pada Tabel 11. Dengan melakukan analisis switching value (NPV=0), batas toleransi penurunan kapasitas produksi adalah penurunan 21,26 persen yaitu produksi sebesar 11,81 ton per hari. Penurunan kapasitas produksi diatas persentase 21,26 persen akan menyebabkan nilai NPV negatif sehingga usaha menjadi tidak layak untuk dijalankan.

Tabel 11. Nilai NPV, IRR dan Net B/C Terhadap Jumlah Produksi Harian

Jumlah Produksi NPV IRR Net B/C

13 ton Rp 150.857.719 23% 1,99 12 ton Rp 23.770.142 13% 1,16 c. Perubahan rendemen tebu

Rendemen tebu adalah persentase banyaknya nira tebu yang dapat dijadikan bahan baku gula merah tebu dari berat tebu. Perubahan rendemen akan menyebabkan perubahan pada harga beli tebu kepada petani dan perubah terhadap jumlah (kg) gula merah yang dihasilkan. Rendemen awal yang digunakan adalah rendemen 8 persen. Skenario untuk analisis sensitivitas dilakukan dengan penggunaan tebu rendemen 7 persen. Usaha ini masih layak untuk dijalankan dengan hasil


(44)

kelayakannya adalah NPV Rp 155.691.784, Net B/C 2,02 dan IRR 24%. Perhitungan switching value menunjukkan bahwa batas toleransi penggunaan tebu sebagai bahan baku adalah tebu dengan rendemen 6,307 persen dimana NPV=0. Penggunaan tebu dengan rendemen dibawah 6,307 persen akan membuat NPV menjadi negatif.

d. Penurunan Harga Jual

Harga jual merupakan komponen inflow bagi arus kas perusahaan. Penurunan harga jual (awalnya Rp5.000) tentu akan menurunkan penerimaan kas dari perusahaan. Skenario analisis sensitivitas dilakukan dengan menurunkan harga jual sebesar 10 persen menjadi Rp 4.500. Dengan penurunan harga tersebut, usaha ini masih tetap layak untuk dijalankan. Nilai NPV Rp 182.764.952; Net B/C 2,20 dan IRR 25,76 persen. Perhitungan switching value menunjukkan bahwa batas toleransi penurunan harga jual gula merah adalah sebesar 19,67 persen (Rp 4.017) dimana NPV=0. Penurunan harga jual diatas 19,67 persen menyebabkan NPV menjadi negatif.

Tabel 12. Ringkasan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

No Item Rencana Anggaran Biaya

1 Bangunan Rp 250.000.000

2 Peralatan dan Perlengkapan Rp 129.625.000

3 Bahan Baku Produksi Rp 707. 850.000

4 Tenaga Kerja Rp 193.500.000

5 Lain-Lain Rp 30.956.000

Total Rp 1.311.931.000

Tabel 13. Ringkasan Biaya Operasional Pertahun

No Item Jumlah (Rp)

1 Biaya Tetap (Fixed Cost) Rp 11.516.000

2 Biaya Tidak Tetap (Variabel Cost) Rp 932.306.000


(45)

45 

 

Tabel 14. Ringkasan Modal dan Penerimaan

No Item Jumlah (Rp)

1 Kebutuhan Modal Awal Rp 452.137.000

Investasi Rp 379.625.000

Modal Kerja (untuk 2 minggu) Rp 72.512.000

2 Arus Penerimaan (Hasil Penjualan) Rp 1.080.000.000

Total Rp 1.550.115.000

Tabel 15. Ringkasan Sumber Modal

No Item Jumlah (Rp)

1 Modal Pribadi Rp 152.137.000

2 Pinjaman ke Bank Rp 300.000.000

Total Rp 452.137.000

Tabel 16. Ringkasan Analisis Sensitivitas (Rendemen Tebu 7%)

Item Nilai

NPV Rp 155.691.784

IRR 24%

Net B/C 2,02

Tabel 17. Ringkasan Analisis Sensitivitas (Penurunan Harga Jual 10%)

Item Nilai

NPV Rp 182.764.952

IRR 25,67%

Net B/C 2,20

Tabel 18. Ringkasan Analisis Switching Value

Item Batas Toleransi (NPV=0)

Jumlah Produksi Harian 11,81 ton

Rendemen 6,307persen

Harga Jual Rp 4.017

4.3.4 Aspek Manajemen dan Hukum

Dalam aspek manajemen dan hukum, penilaian kelayakan meliputi hal yang berkaitan dengan perizinan dan legalitas badan hukum usaha, struktur organisasi, kepemilikan, deskripsi pekerjaan dan sistem kompensasi.


(46)

1. Perizinan dan Legalitas Badan Hukum Usaha

Sebelum mendirikan usaha, secara formal diisyaratkan untuk meminta izin usaha kepada pihak yang terkait. Badan usaha yang dimiliki adalah Usaha Dagang (UD). Nama perusahaan adalah UD Julu Atia, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar Nomor: 02615/KPT-TK/SIUP-PO/IV/2010 dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Perseorangan No. TDP : 202155202389. Dengan memiliki bentuk badan usaha, usaha akan memperoleh banyak kemudahan, seperti kemudahan memasarkan produk baik di pasar lokal, nasional, maupun kemudahan dalam melakukan ekspor.

2. Struktur Organisasi

Struktur formal suatu organisasi dibuat untuk memudahkan pembagian kerja bagi setiap individu di dalamnya. Struktur organisasi UD Julu Atia ini tergolong masih sangat sederhana. Pemilik langsung membawahi tiga tingkatan karyawan, yaitu sekretaris dan bendahara yang masih dipegang oleh istri pemilik sendiri. Dua tingkatan selanjutnya adalah manajer operasional dan tenaga kerja pabrik. Pengambilan keputusan dalam segala hal menjadi wewenang dari pimpinan usaha.

Gambar 7. Struktur Organisasi Usaha Gula Merah Tebu

3. Kepemilikan

Pemilik usaha gula merah tebu ini adalah Pak Syamsudin Dg. Ronrong yang bertindak sebagai pimpinan. Modal dalam menjalankan usaha ini menggunakan modal pribadi pemilik dan pinjaman dari bank.

Sekretaris dan Bendahara

Manajer Operasional

Teknis Mesin Pemeras Tebu Pemasakan Pencetakan Packaging Pemilik UD Julu Atia


(47)

47 

 

4. Deskripsi Pekerjaan

Dalam pengembangan usaha gula merah tebu ini, pemilik sekaligus pimpinan membawahi 18 orang karyawan, rincian jumlah karyawan berdasarkan pekerjaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 19. Jenis Pekerjaan dan Jumlah Karyawan

Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)

Manajer Operasional 1

Teknis Mesin 3

Pemeras Tebu 4

Pemasakan 4 Pencetakan 3

Packaging 3

a. Pimpinan (Pemilik)

Pemilik yang bertindak sebagai pimpinan dalam usaha ini memiliki peranan penting dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Tugas umum dari pemimpin adalah:

1. Memegang tanggung jawab sepenuhnya dalam pelaksanaan fungsi manajerial, yaitu fungsi produksi, pemasaran, keungan dan sumber daya manusia.

2. Mengambil keputusan yang tepat apabila terjadi suatu permasalah dalam perusahaan.

3. Menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan konsumen. b. Manajer Operasional

Manajer operasional bertugas mengawasi kegiatan produksi harian di pabrik agar kapasitas produksi dapat tercapai.

c. Teknis Mesin

Teknis mesin bertugas untuk memastikan mesin-mesin yang digunakan untuk berproduksi siap untuk dipakai setiap harinya.

d. Pemeras Tebu

Bertanggung jawab untuk memeras tebu dengan menggunakaan mesin pemeras. Proses ini membutuhkan tenaga yang kuat karena batang tebu


(48)

yang dimasukkan ke dalam mesin bobotnya lumayan berat dan juga dibutuhkan kecepatan agar kerja mesin menjadi efisien.

e. Pemasakan

Tugasnya adalah memasukkan nira tebu yang sudah disaring ke dalam wajan pemasakan yang berada di atas tungku pemasakan. Nira selalu diaduk untuk mempercepat proses penguapan, menyaring kotoran yang terbentuk akibat pemanasan.

f. Pencetakan

Bertanggung jawab untuk menuangkan nira yang sudah menjadi gula merah kental ke wadah cetakan. Gula merah yang ada dicetakan ditunggu hingga keras dan kering secara sempurna dikeluarkan dari cetakan.

g. Packaging

Tugasnya adalah melakukan pengemasan terhadap gula merah sudah keras dan kering dengan sempurna menggunakan plastik lembut yang melekat dengan mudah.

5. Sistem Kompensasi

Sistem pemberian kompensasi kepada tenaga kerja dilakukan secara mingguan. Perhitungan kompensasinya didasarkan pada upah harian. Berikut tabel yang mencantumkan jenis pekerjaan dan upah tenaga kerja per hari.

Tabel 20. Jenis Pekerjaan dan Upah Tenaga Kerja

Jenis Pekerjaan Upah (Rupiah/hari) Manajer Operasional 100.000

Teknis Mesin 60.000

Pemeras Tebu 60.000

Pemasakan 60.000 Pencetakan 60.000

Packaging 45.000

4.3.5 Aspek Sosial dan Ekonomi

Dalam aspek sosial dan ekonomi dilihat kontribusi usaha tersebut terhadap kehidupan sosial dan ekonomi dimana lokasi usaha


(49)

49 

 

tersebut didirikan. Dilihat dari aspek sosial, usaha ini mampu mempekerjakan sebanyak 18 orang pegawai yang direkrut dari sekitar lokasi pabrik. Hal ini dapat mengurangi tingkat pengangguran di daerah tersebut. Upah yang diberikan kepada pegawai juga cukup tinggi, yaitu rata-rata Rp64.000/orang/hari dimana upah minimum Sulsel tahun 2011 sekitar Rp 40.000/orang/hari (www.leopratama.com, 2012)

Selain dari sisi tenaga kerja, usaha ini juga akan memberikan keuntungan bagi petani tebu di sekitar pabrik karena memiliki kepastian penjualan hasil panennya dengan harga yang cukup tinggi dibandingkan apabila petani tebu menjualnya ke pabrik gula kristal. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan bagi petani tebu. Semakin besar skala dan perkembangan usaha ini tentunya akan semakin banyak manfaat sosial dan ekonomi yang akan dirasakan oleh masyarakat sekitar.

4.3.6 Aspek Lingkungan

Setiap bisnis yang dijalankan pada dasarnya harus memperhatikan perubahan lingkungan sebagai dampak dari adanya usaha tersebut. Aspek lingkungan menitikberatkan pada dampak negatif yang mungkin bisa terjadi akibat limbah yang dihasilkan dari suatu usaha. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan mengingat keberadaan pabrik tersebut berada ditengah-tengah lingkungan tempat tinggal masyarakat. Jika suatu usaha tidak tanggap dan bertanggung jawab atas perubahan lingkungan yang terjadi, tentu masyarakat tidak akan menyukai keberadaan usaha tersebut dan akhirnya akan berdampak buruk bagi kelangsungan suatu usaha.

Pada usaha gula merah tebu ini dapat dikatakan tidak menghasilkan sisa atau limbah yang dapat merusak lingkungan atau bisa dikatakan ramah lingkungan. Ampas tebu yang dihasilkan dari pemerasan tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk pemasakan nira tebu sehingga ampas tidak terbuang ke lingkungan.


(1)

   

Lampiran 12. Gross B/C, Net B/C, IRR Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu Gross B/C, Net B/C, IRR

Tahun Total Biaya Total Benefit DF(11,67%) PV Biaya PV Manfaat

-

152.137.000

- 1,00 152.137.000.00 -

1

1.036.291.296

1.080.000.000 0,8955 927.493.947,95 967.135.309,39

2

1.041.239.043

1.080.000.000 0,8019 834.436.030,75 866.065.469,14

3

1.006.776.868

1.080.000.000 0,7181 722.698.396,33 775.557.866,16

4

1.006.500.618

1.080.000.000 0,6431 646.995.628,80 694.508.700,78

5

1.006.776.868

1.080.000.000 0,5759 579.540.857,10 621.929.525,19

6

962.875.100

1.080.000.000 0,5157 496.536.134,71 556.935.188,67

7

955.161.350

1.080.000.000 0,4618 441.083.820,61 498.733.042,60

8

954.885.100

1.080.000.000 0,4135 394.874.407,78 446.613.273,58

9

955.161.350

1.080.000.000 0,3703 353.710.616,70 399.940.246,78

10

1.002.579.500

1.211.900.000 0,3316 340.678.399,11 434.714.775,93

TOTAL 5.890.185.239,84 6.262.133.398,23

Gross B/C 1.063

Net B/C

3.44

IRR 42.37%


(2)

78 

 

Lampiran 13. Profitability Ratio Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu Profitability Ratio

JUM GBi. = 6.262.133.398,23

JUM OMi.= 5.730.093.927,78

JUM TI = Total Investasi

160.091.312,06 PR (Jumlah Gbi-Jumlah OMi)/Jumlah Ti

PR 3,32

Lampiran 14. Payback Period Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu

PBP= 3+(167.337.000-158.644.258,47)/( 233.029.751,45/158.644.258,47)= 3.12

Lampiran 15. Perhitungan Kelayakan Finansial Secara Manual

1. NPV ∑ ∑

= ∑

, ∑ ,

= Rp. 6.262.133.398,23 – Rp. 5.890.185.239,84

= Rp. 371.948.158

Tahun Investasi Net Benefit Kumulatif Net Benefit

0 152.137.000

1 0 44.267.508,33 44.267.508,33 2 500.000 39.942.507,16 84.210.015,48 3 825.000 74.434.242,99 158.644.258,47 4 500.000 74.385.492,99 233.029.751,45 5 825.000 74.434.242,99 307.463.994,44   6 9.900.000 127.024.900,00 434.488.894,44 7 825.000 125.663.650,00 560.152.544,44 8 500.000 125.614.900,00 685.767.444,44 9 825.000 125.663.650,00 811.431.094,44 10 500.000 284.070.500,00 1.095.501.594,44


(3)

Lanjutan Lampiran 15

2. Gross B/C Ratio = ∑ ∑

= ∑ ,

, =

. . . , R . . . . , = 1,063

3. Net B/C Ratio = ∑ ∑ = ∑ ,

,

R . . . R . . .

= 3,44

4. Internal Rate of Return = + (

= 40%+ R . . .

R . . . R . . . x

(50%-40%)

= 42,37%

5. Profitability Ratio = ∑ ∑ ∑

= R . . . . , R . . . . ,

R . . . ,

= 3,32

6. Payback Period =

= 3 R . . . R . . . , R . . . , R . . . ,

= 3,14 tahun (3 tahun 1 bulan 14 hari)

7. Switching Value

a. Penurunan Kapasitas Produksi

∆ + (∆ ∆ = 20%+ R . . .

R . . . R . . . x

(26,67%-20%)

= 21,26%

b. Penurunan Rendemen Tebu

∆ + (∆ ∆ = 6%+ R . . .

R . . . R . . . x (6%-7%)

= 6,307%

c. Penurunan Harga Jual

∆ + (∆ ∆ = 10%+ R . . .

R . . . R . . . x

(20%-10%)


(4)

80 

 

 


(5)

RIDA AKZAR. H24080002. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Gula Merah Tebu Pada UD Julu Atia, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar. Di bawah bimbingan ABDUL KOHAR IRWANTO.

Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia karena tergolong dalam kelompok bahan pokok untuk konsumsi sehari-hari. Berdasarkan data yang diperoleh, Indonesia mengalami kekurangan suplai gula nasional sehingga harus dilakukan impor gula untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Gula merah merupakan salah satu alterntif untuk memenuhi kebutuhan gula. Gula merah diproduksi dengan menggunakan bahan baku dari kelompok tanaman palem seperti pohon aren, lontar, nipah, dan kelapa. Namun gula merah juga dapat diproduksi dengan bahan baku tebu. Industri pengolahan gula merah dengan bahan baku tebu merupakan suatu aktivitas yang baru dikenal oleh segelintir petani di Kabupaten Takalar dengan potensi areal perkebunan tebu yang luas dan iklim yang sesuai. Industri ini merupakan salah satu industri yang berpotensi besar meraup keuntungan. Hal ini disebabkan karena proses pembuatannya yang relatif mudah, menggunakan teknologi sederhana, biaya investasinya relatif kecil dan peningkatan kebutuhan gula yang terus berkembang.

Penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis kelayakan dari pengembangan usaha pengolahan gula merah tebu pada UD Julu Atia bila dilihat dari aspek finansial dan non finansial serta (2) Menganalisis sensitivitas dari kelayakan pengembangan usaha tersebut. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder bersumber dari studi pustaka, seperti buku, literatur, jurnal, dan internet. Pengolahan data kualitatif dilakukan untuk menganalisis aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, lingkungan, serta ekonomi dan sosial. Sedangkan pengolahan data kuantitatif dilakukan pada aspek finansial dengan menghitung, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Gross B/C, Profitability Ratio (PR), Payback Period (PBP), analisis trend, serta analisis sensitivitas dengan bantuan aplikasi komputer Microsoft Excel 2007.

Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial, usaha pengolahan gula merah tebu layak untuk dijalankan dengan nilai kriteria kelayakan sebagai berikut: NPV Rp 371.948.158; Gross B/C 1,063; Net B/C 3,44; IRR 42,37 persen, PR 3,32; dan PBP 3 tahun 1 bulan 14 hari. Hasil analisis sensitivitas adalah kenaikan harga BBM sebesar 33,33 persen tidak menyebabkan perubahan yang sangat signifikan pada nilai kelayakan. Usaha tetap layak dijalankan dengan penurunan produksi harian sebesar 13,33 dan 20 persen, penurunan rendemen tebu menjadi 7 persen dan penurunan harga jual sebesar 10 persen. Analisis switching value menghasilkan nilai penurunan produksi maksimal 21,26 persen (11,81 ton per hari), penggunaan rendemen tebu minimal 6,307 persen dan penurunan harga maksimal 19,67 persen agar NPV tetap positif.


(6)

Hasil analisis kelayakan non finansial, yaitu aspek pasar, usaha ini sudah mempunyai pasar yang jelas pada pasar lokal dan akan dikembangkan untuk pasar antar pulau dan ekspor. Dari aspek teknis, bahan baku tersedia di sekitar pabrik dan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Dilihat dari aspek manajemen dan hukum, usaha dipimpin oleh seorang pemilik dan dibantu oleh tenaga kerja yang terdiri dari 18 orang. Usaha ini memiliki dampak positif terhadap aspek sosial dan ekonomi yaitu dapat mengurangi tingkat pengangguran di daerah sekitar pabrik dan meningkatkan kesejahteraan petani tebu. Dilihat dari aspek lingkungan, usaha ini tidak menghasilkan sisa atau limbah yang dapat merusak lingkungan atau bisa dikatakan ramah lingkungan.