dan banyak alasan lainnya yang tidak dapat di ungkapkan dengan kata – kata karena sudah merasa menjadi bagian yang penting bagi penikmat kedai kopi tidak
terkecuali penulis . Kedai kopi yang dulu di kenal dengan sebutan kedai kopi Prapta kini berubah menjadi kedai kopi Girik , bagi pelanggan lama yang tidak
lagi bertempat tinggal di Simalingkar tetap saja menyebutnya kedai kopi Prapta .
2.2. Kondisi Kedai Kopi
Kedai kopi di Indonesia sebelumnya identik dengan kedai kecil sederhana, dengan menu khas kopi tubruk dengan sajian pendamping gorengan atau roti
bakar. Kedai kopi di Indonesia juga memiliki kekhasan yaitu menjadi tempat kaum lelaki atau bapak-bapak untuk minum-minum, berkumpul, berbincang, dan
bersenda gurau. Kedai kecil sederhana ini menghadirkan beragam cerita dibaliknya. Tidak
hanya tentang meminum kopi dan melepas lelah tapi juga tentang interaksi dan berbagi informasi. Tidak heran jika selalu saja kedai kopi memiliki pengunjung
yang setia. Siang yang terik dan malam yang dingin tidak menjadi alasan untuk kedai
kopi ini sepi. Karena didalam kedai akan terasa hangat. Hangat kedai kopi tersebut tergambar dari hangat kopi yang disajikan serta obrolan yang berjalan.
Senda gurau , perkataan tajam yang tidak jarang menuding dengan sangat kritis menjadi pemandangan yang biasa. Kedai kopi selalu menjadi wadah untuk
semua ekspresi, semua bentuk gaya hidup dan semua bentuk topik pembicaraan. Semua dapat dibahas dalam satu meja,walaupun hadir konflik – konflik kecil
didalam perbincangannya.
Universitas Sumatera Utara
Perkataan tajam yang tersaji di kedai kopi tidak kalah dengan debat - debat yang terjadi pada wakil rakyat. Tidak jarang tuding menuding itu saling
menunjuk, memukul meja tanda tidak setuju dengan ungkapan lawan bicaranya. Hal ini berjalan alot sampai memaki dan lain sebagainya. Namun debat tajam itu
tidak pernah sampai membuat keributan seperti pukul pukulan. Hal ini sama sama disadari bahwa ini hanya obrolan kedai kopi, obrolan yang pada dasarnya selingan
sebagai ekspresi rasa kecewa, senang dan lain sebagainya. Masyarakat yang menjadikan kedai kopi tradisional ini umumnya adalah
masyarakat-masyarakat kebanyakan di Indonesia rata-rata lelaki paruh baya dan anak muda melengkapi bangku-bangku yang ada di kedai kopi . Dari supir angkot,
tukang becak , buruh bangunan, hingga PNS serta tokoh masyarakat dan profesi yang lainnya membuat kedai kopi tidak akan mati di makan usia. Aktifitas yang
mereka lakukan di kedai kopi tersebut biasanya menghabiskan waktu dengan minum kopi, berbincang-bincang, bermain kartu dan kumpul-kumpul. Hal
menarik disini, wanitaibu-ibu jarang terlibat dalam kumpul-kumpul di sini, dan kedai kopi memang identik dengan tempat “hang out”nya para bapak-bapak dan
kaum lelaki. Simalingkar dengan kompleksitas masyarakat yang tinggal tidak dapat
dipisahkan dengan tumbuh kembangnya kedai kopi disetiap sudut daerahnya. Terdapat puluhan kedai kopi disekitar perumahan yang didirikan, baik itu
dipinggir jalan, didepan gang, disudut sempit, dipinggir lapangan, dipinggir sungai dan lain sebagainya.
Keberadaan kedai kopi di simalingkar ini sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya terkhusus kaum lelaki. Kaum lelaki di daerah ini membutuhkan
Universitas Sumatera Utara
tempat nongkrong, tempat meluapkan masalah dan berbagi dengan yang lainnya. bahkan tidak jarang kedai kopi menjadi pengikat komunikasi antara dua tetangga
yang jarang saling bertegur sapa. Kemajemukan etnis dari Jawa , Karo , Batak , Aceh , dan Padang yang ada
di Simalingkar ini tidak menghambat berkembangnya kedai kopi. Sebaliknya dengan majemuknya etnis di Simalingkar justru membuat harmonis dalam kedai
kopi, dimana obrolan yang terjadi melewati batasan etnis sehingga terlihat kondisi yang setara dan tidak ada etnis dominan. Semua duduk bersama semua berbicara
dengan topik yang sama meski dengan sudut pandang yang berbeda yang justru memperlihatkan dinamika dari obrolan di kedai kopi.
Gambar 1 . Kondisi Kedai Kopi
Universitas Sumatera Utara
2.3. Lokasi Kedai Kopi