f. pihak   lain   yang   terikat   dengan   satuan   danatau
program pendidikan yang bersangkutan. Pasal 52
1 Dalam   menyelenggarakan   dan   mengelola
pendidikan,   satuan   danatau   program   pendidikan mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan
berbasis teknologi informasi dan komunikasi. 2
Sistem   informasi   pendidikan   satuan danatau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
1   merupakan   subsistem   dari   sistem   informasi   pendidikan nasional.
3 Sistem   informasi   pendidikan   sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada
pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik.
BAB III PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN FORMAL
Bagian Kesatu Pendidikan Anak Usia Dini
Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan
Pasal 53 1 PAUD  berfungsi   membina,   menumbuhkan,  dan  mengembangkan
seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku   dan   kemampuan   dasar   sesuai   dengan   tahap
perkembangannya   agar   memiliki   kesiapan   untuk   memasuki pendidikan selanjutnya.
2 PAUD bertujuan: a. membangun   landasan   bagi   berkembangnya   potensi   peserta
didik   agar   menjadi   manusia   beriman   dan   bertakwa   kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya
diri,   dan   menjadi   warga   negara   yang   demokratis   dan bertanggung jawab;
b. mengembangkan   potensi   kecerdasan   spiritual,   intelektual, emosional,
kinestetis, dan sosial peserta didik pada masa emas
pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.
30
Paragraf  2 Bentuk dan Jenis Satuan Pendidikan
Pasal 54 1 PAUD   pada   jalur   pendidikan   formal   berbentuk   Taman   Kanak
kanak   TK,   Raudathul   Athfal   RA,   Bustanul   Athfal   BA,   atau bentuk lain yang sederajat.
2 TK,   RA,   BA   atau   bentuk   lain   yang   sederajat   sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memiliki program pembelajaran 1 satu
tahun atau 2 dua tahun. 3 TK,   RA,   BA   atau   bentuk   lain   yang   sederajat   sebagaimana
dimaksud   pada   ayat   1   dapat   diselenggarakan   menyatu dengan
SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik
Pasal 55 Peserta didik TK, RA, BA, atau bentuk lain yang sederajat berusia 4
empat tahun sampai dengan 6 enam tahun. Pasal 56
1 Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini
dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. 2
Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini dilakukan   tanpa   diskriminasi   atas   dasar   pertimbangan   gender,
agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi, dan kondisi fisik atau mental anak.
3 Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik
dilakukan  secara  mandiri  oleh  rapat  dewan  guru  yang  dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.
Paragraf 4 Program Pembelajaran
Pasal 57 1
Program  pembelajaran TK,  RA,  BA  dan bentuk  lain yang sederajat   dikembangkan   untuk   mempersiapkan   peserta   didik
memasuki SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. 2
Program  pembelajaran TK,  RA,  BA  dan bentuk  lain yang sederajat   dilaksanakan   dalam   konteks   bermain   dan   dapat
31
dikelompokan dalam: a. bermain   dalam   rangka   pembelajaran   agama   dan   ahlak
mulia; b. bermain   dalam   rangka   pembelajaran   sosial   dan
kepribadian; c. bermain dalam rangka pembelajaran estetika;
d. bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan; dan
e. bermain   dalam   rangka   pembelajaran   orientasi   dan pengenalan pengetahuan dan teknologi.
3 S emua permainan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat
2 dirancang dan diselenggarakan: a. secara   interaktif,   inspiratif,   menyenangkan,   menantang,
dan mendorong kreativitas serta kemandirian, b.
sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental   anak   serta   kebutuhan   dan   kepentingan   terbaik
anak; c.
dengan   memperhatikan   perbedaan   bakat,   minat,   dan kemampuan masingmasing anak;
d. dengan
mengintegrasikan   kebutuhan   anak   terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial; dan
e. dengan memperhatikan latar belakang ekonomi, sosial, dan
budaya anak.
Bagian Kedua Pendidikan Dasar
Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan
Pasal 58 1 Pendidikan dasar tingkat SDMI atau yang sederajat berfungsi:
a. menanamkan dan   mengamalkan
nilainilai   keimanan, ahlak mulia, dan kepribadian luhur;
b. menanamkan dan   mengamalkan
nilainilai   kebangsaan dan cinta tanah air;
c. memberikan   dasardasar   kemampuan   intelektual   dalam bentuk   kemampuan   dan   kecakapan   membaca,   menulis,
dan berhitung; d. melatih   dan   merangsang
kepekaan   dan   kemampuan mengapresiasi   serta   mengekspresikan   keindahan,
32
kehalusan, dan harmoni; e. menumbuhkan   minat   pada   olah   raga,   kesehatan,   dan
kebugaran jasmani; dan f. mengembangkan   kesiapan   fisik   dan   mental   untuk
melanjutkan pendidikan ke SMPMTs atau yang sederajat. 2 Pendidikan dasar tingkat SMPMTs atau yang sederajat berfungsi:
a. Mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai
keimanan, ahlak mulia, dan kepribadian luhur yang telah dikenalinya;
b. Mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan nilainilai
kebangsaan dan cinta tanah air yang telah dikenalinya; c.
mempelajari   dasardasar   ilmu   pengetahuan   dan   secara terbatas mulai mengenali teknologi;
d. melatih   dan   mengembangkan   kepekaan   dan   kemampuan
mengapresiasi   serta   mengekspresikan   keindahan, kehalusan, dan harmoni;
e. mengembangkan   bakat   dan   kemampuan   di   bidang   olah
raga,   baik   untuk   kesehatan   dan   kebugaran   jasmani maupun prestasi; dan
f. mengembangkan   kesiapan   fisik   dan   mental   untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan menengah danatau untuk hidup mandiri di masyarakat.
3 Pendidikan   dasar   bertujuan   membangun   landasan   bagi
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang: a.
beriman   dan   bertakwa   kepada   Tuhan   Yang   Maha   Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.
Paragraf 2 Bentuk Satuan Pendidikan
Pasal 59 1 Pendidikan   dasar   kelas   1   satu   sampai   dengan   kelas   6   enam
adalah Sekolah Dasar SD, Madrasah Ibtidaiyah MI, atau bentuk lain yang sederajat.
2 Pendidikan dasar kelas 7 tujuh sampai dengan kelas 9 sembilan adalah Sekolah Menengah Pertama SMP, Madrasah Tsanawiyah
MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
33
Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik
Pasal 60 1 Peserta   didik   pada   SDMI   atau   bentuk   lain   yang   sederajat
sekurangkurangnya berusia 6 enam tahun. 2 Pengecualian   terhadap   ketentuan   pada   ayat  1   dapat   dilakukan
atas dasar rekomendasi tertulis dari psikolog. 3 Satuan pendidikan SDMI atau bentuk lain yang sederajat wajib
menerima warga negara berusia 7 tujuh sampai 12 dua belas tahun   sebagai   peserta   didik   sampai   dengan   batas   daya
tampungnya. 4 Penerimaan peserta didik kelas 1 satu SDMI atau bentuk lain
yang   sederajat   tidak   didasarkan   pada   hasil   tes   kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk seleksi lainnya.
Pasal 61 1 Pemilihan   peserta   didik   pada   SDMI   yang   diselenggarakan   oleh
Pemerintah   atau   pemerintah   daerah   didasarkan   pada   urutan ketuaan   usia   calon   peserta   didik   apabila   jumlah   calon   peserta
didik melebihi daya tampung satuan pendidikan. 2 Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat 1
sama,   maka   penentuan   peserta   didik   didasarkan   pada   urutan kedekatan tempat tinggal peserta didik dengan satuan pendidikan.
3 Jika usia danatau urutan kedekatan tempat tinggal peserta didik dengan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 2
sama,   maka   peserta   didik   yang   mendaftar   lebih   awal diprioritaskan.
Pasal 62 1 Peserta   didik   pada   SMPMTs   atau   bentuk   lain   yang   sederajat
sudah menyelesaikan pendidikannya pada SD, MI, Paket A,
atau bentuk lain yang sederajat.
2 Satuan   pendidikan   SMPMTs   atau   bentuk   lain   yang   sederajat wajib menerima warga negara berusia 13 tiga belas  sampai 15
lima belas tahun sebagai peserta didik sampai dengan batas daya tampungnya.
Pasal 63 1 Satuan   pendidikan   SDMI   dan   SMPMTs   yang   memiliki   jumlah
34
calon peserta didik melebihi daya tampungnya wajib melaporkan kelebihan   calon   peserta   didik   tersebut   kepada   pemerintah
kabupatenkota yang bersangkutan. 2 Pemerintah   kabupatenkota   wajib   menyalurkan   kelebihan   calon
peserta  didik   sebagaimana dimaksud  pada  ayat  1  pada satuan pendidikan dasar lain.
Pasal 64 1
Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat tidak pada awal kelas 1 satu
setelah lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal
. 2
Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat sejak awal kelas 7 tujuh
setelah lulus ujian kesetaraan Paket A.
3 Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMP,
MTs, atau bentuk lain yang sederajat sesudah awal kelas 7 tujuh setelah:
a. lulus ujian kesetaraan Paket A; dan
b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan.
4 Peserta didik  pendidikan  dasar setara SD di negara lain dapat
pindah ke SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia setelah lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan
oleh satuan pendidikan yang ingin dimasukinya.
5 Peserta didik pendidikan dasar setara SMP di negara lain dapat
pindah ke SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia dengan syarat:
a. menunjukkan   ijazah  atau  dokumen   lain   yang   membuktikan
bahwa   yang   bersangkutan   telah   menyelesaikan   pendidikan dasar setara SD;
b. lulus   tes   kelayakan   dan   penempatan   yang   diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang ingin dimasukinya.
6 Peserta didik pendidikan dasar setara SD yang mengikuti sistem
danatau   standar   pendidikan   negara   lain   dapat   diterima   di SMPMTs atau bentuk lain yang sederajat pada awal tahun kelas 7
tujuh setelah: a.
lulus ujian kesetaraan Paket A; atau b.
dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan   bahwa   yang   bersangkutan   telah
35
menyelesaikan   pendidikan   dasar   yang   memberikan kompetensi lulusan setara SD.
7 Menteri dapat membatalkan keputusan satuan pendidikan tentang
syarat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b, ayat 4, ayat 5, dan ayat 6 huruf b apabila setelah dilakukan pemeriksaan
oleh   Inspektorat   Jenderal   Departemen   atas   instruksi   Menteri terbukti   bahwa   keputusan   tersebut   melanggar   peraturan
perundangundangan, tidak benar, danatau tidak jujur.
8 Satuan   pendidikan   SD,   MI,   SMP,   MTs,   atau   bentuk   lain   yang
sederajat   memberikan   bantuan   penyesuaian   akademik,   sosial, danatau mental yang diperlukan oleh peserta didik pindahan dari
satuan pendidikan formal lain atau jalur pendidikan lain. 9 Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   pelaksanaan   ayat   1   sampai
dengan ayat 6 diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 65
1 Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan dasar dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
2 Penerimaan   peserta   didik   pada   satuan   pendidikan   dasar dilakukan   tanpa   diskriminasi   atas   dasar   pertimbangan   gender,
agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi, dan kondisi
fisik atau mental peserta didik
. 3 Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik
dilakukan  secara  mandiri  oleh  rapat  dewan  guru  yang  dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.
4 Seleksi   penerimaan   peserta   didik   baru   di   kelas   7   tujuh   pada
satuan   pendidikan   dasar   setingkat   SMP   didasarkan   pada   hasil Ujian   Nasional.   kecuali   bagi   lulusan   satuan   pendidikan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat 2 dan ayat 6.
5 Di   samping   memenuhi   ketentuan   sebagaimana   dimaksud   pada
ayat 4, satuan pendidikan dapat melakukan tes bakat skolastik untuk seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 7 tujuh.
Bagian Ketiga Pendidikan Menengah
Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan
Pasal 66 1
Pendidikan menengah umum
berfungsi:
36
a. meningkatkan,   menghayati,   dan   mengamalkan   nilainilai
keimanan, ahlak mulia, dan kepribadian luhur; b.
meningkatkan,   menghayati,   dan   mengamalkan   nilainilai kebangsaan dan cinta tanah air;
c. mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi; d.
meningkatkan   kepekaan   dan   kemampuan   mengapresiasi serta   mengekspresikan   keindahan,   kehalusan,   dan
harmoni; e.
menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olah raga, baik   untuk   kesehatan   dan   kebugaran   jasmani   maupun
prestasi; dan f.
meningkatkan   kesiapan   fisik   dan   mental   untuk melanjutkan   pendidikan   ke   jenjang   pendidikan   tinggi
danatau untuk hidup mandiri di masyarakat. 2 Pendidikan menengah kejuruan berfungsi:
a. meningkatkan,   menghayati,   dan   mengamalkan   nilainilai
keimanan, ahlak mulia, dan kepribadian luhur; b.
meningkatkan,   menghayati,   dan   mengamalkan   nilainilai kebangsaan dan cinta tanah air;
c. membekali   peserta   didik   dengan   kemampuan   ilmu
pengetahuan   dan   teknologi   serta   kecakapan   kejuruan paraprofesi sesuai dengan kebutuhan masyarakat
; d.
meningkatkan   kepekaan   dan   kemampuan   mengapresiasi serta   mengekspresikan   keindahan,   kehalusan,   dan
harmoni; e.
menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olah raga, baik   untuk   kesehatan   dan   kebugaran   jasmani   maupun
prestasi; dan f.
meningkatkan   kesiapan   fisik   dan   mental   untuk   hidup mandiri di masyarakat danatau melanjutkan pendidikan
ke jenjang pendidikan tinggi. Pasal 67
Pendidikan   menengah   bertujuan   membentuk   peserta   didik   menjadi insan yang:
a. beriman   dan   bertakwa   kepada   Tuhan   Yang   Maha   Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab,
37
dalam rangka mengantarkan peserta didik agar mampu hidup produktif dan beretika dalam masyarakat majemuk, serta menjadi warga negara
yang   taat   hukum   dalam   konteks   kehidupan   global   yang   senantiasa berubah
.
Paragraf 2 Bentuk Satuan Pendidikan
Pasal 68 1
Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas SMA, Madrasah   Aliyah   MA,   Sekolah   Menengah   Kejuruan   SMK,   dan
Madrasah Aliyah Kejuruan MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
2 Pendidikan menengah terdiri atas 3 tiga
tingkatan kelas, yaitu
kelas 10 sepuluh, kelas 11 sebelas, dan kelas 12 dua belas .
3 SMK dan MAK dapat terdiri atas 4 empat
tingkatan kelas , sesuai
dengan tuntutan dunia kerja, yaitu kelas 10 sepuluh, kelas 11
sebelas, kelas 12 dua belas, dan kelas 13 tiga belas .
Pasal 69
1 Penjurusan   pada   SMAMA   atau   bentuk   lain   yang   sederajat berbentuk   program
studi   yang   memfasilitasi   kebutuhan pembelajaran   serta   kompetensi   yang   diperlukan   peserta   didik
untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi.
2 Program studi
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas: a.
program studi
ilmu pengetahuan alam,
b. program
studi ilmu
pengetahuan sosial, c.
program studi
bahasa, d.
program studi
keagamaan, atau e.
program studi lain yang diperlukan masyarakat.
3 Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan ayat 1 dan ayat 2
diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 70 1 Penjurusan   pada   SMKMAK,   atau   bentuk   lain   yang   sederajat
berbentuk bidang studi
keahlian .
38
2 Setiap bidang
studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat
1 dapat
terdiri atas 1 satu atau lebih program studi
keahlian .
3 Setiap program studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat
2 dapat terdiri dari satu atau lebih kompetensi keahlian. 4
Bidang   studi   keahlian sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1
terdiri atas: a. bidang studi keahlian teknologi dan rekayasa,
b. bidang studi keahlian kesehatan,
c. bidang studi keahlian seni, kerajinan, dan pariwisata,
d. bidang studi keahlian teknologi informasi dan komunikasi, e.
bidang studi keahlian agribisnis dan agroteknologi, f. bidang studi keahlian bisnis dan manajemen,
g. bidang studi keahlian lain yang diperlukan masyarakat.
5 Ketentuan   lebih   lanjut   tentang   pelaksanaan   ayat   1   sampai
dengan ayat 4 diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik
Pasal 71
1 Peserta   didik   pada   SMAMASMKMAK   atau   bentuk   lain   yang
sederajat   sudah   menyelesaikan   pendidikannya   pada   SMP,   MTs, Paket B, atau bentuk lain yang sederajat.
2 Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMA
MASMKMAK atau bentuk lain yang sederajat sejak awal kelas 10 sepuluh setelah lulus ujian kesetaraan Paket B.
3 Peserta   didik   jalur   nonformal   dan   informal   dapat   diterima   di   di
SMAMASMKMAK atau bentuk lain yang sederajat sesudah awal kelas 10 sepuluh setelah:
a. lulus ujian kesetaraan Paket B; dan b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan
oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan. 4
Peserta didik pendidikan dasar setara SMP yang mengikuti sistem danatau   standar   pendidikan   negara   lain   dapat   diterima   di
SMAMASMKMAK   atau   bentuk   lain   yang   sederajat   pada   awal tahun kelas 10 sepuluh setelah:
a. lulus ujian kesetaraan Paket B; atau
b. dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang
39
membuktikan   bahwa   yang   bersangkutan   telah menyelesaikan   pendidikan   dasar   yang   memberikan
kompetensi lulusan setara SMP. 5
Peserta   didik   pendidikan   menengah   setara   SMASMK   di   negara lain dapat pindah ke SMAMASMKMAK atau bentuk lain yang
sederajat di Indonesia dengan syarat: a.
menunjukkan   ijazah   atau   dokumen   lain   yang membuktikan   bahwa   yang   bersangkutan   telah
menyelesaikan pendidikan dasar setara SMP; b.
lulus   tes   kelayakan   dan   penempatan   yang diselenggarakan   oleh   satuan   pendidikan   yang   ingin
dimasukinya. 6
Menteri dapat membatalkan keputusan satuan pendidikan tentang syarat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b, ayat 4 huruf
b,   dan   ayat   5,   apabila   setelah   dilakukan   pemeriksaan   oleh Inspektorat Jenderal Departemen atas instruksi Menteri  terbukti
bahwa   keputusan   tersebut   melanggar   peraturan   perundang undangan, tidak benar, danatau tidak jujur.
7 Satuan   pendidikan   SMAMASMKMAK   atau   bentuk   lain   yang
sederajat   memberikan   bantuan   penyesuaian   akademik,   sosial, danatau mental yang diperlukan oleh peserta didik pindahan dari
satuan pendidikan formal lain atau jalur pendidikan lain.
8 Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   pelaksanaan   ayat   1   sampai
dengan ayat 5 diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 72
1 Penerimaan   peserta   didik   pada   satuan   pendidikan
menengah dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. 2
Penerimaan   peserta   didik   pada   satuan   pendidikan menengah   dilakukan
tanpa   diskriminasi   atas   pertimbangan gender,   agama,   etnis,   status   sosial,   kemampuan   ekonomi,   dan
kondisi fisik atau mental .
3 Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta
didik   dilakukan   secara   mandiri   oleh   rapat   dewan   guru   yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.
4 Seleksi   penerimaan   peserta   didik   baru   di   kelas   10
sepuluh   pada   satuan   pendidikan   menengah   didasarkan   pada hasil   Ujian   Nasional,   kecuali   bagi   lulusan   satuan   pendidikan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 71 ayat 2 dan ayat 4.
5 Di samping memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
40
pada   ayat   4,   satuan   pendidikan   dapat   melakukan   tes   bakat skolastik untuk seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 10
sepuluh. 6 Penerimaan   peserta   didik   baru   dapat   dilaksanakan   pada   setiap
semester  bagi satuan pendidikan  yang menyelenggarakan sistem kredit semester.
Bagian Kempat Pendidikan Tinggi
Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan
Pasal 73 1
Pendidikan   tinggi   berfungsi   mengembangkan   atau   membentuk kemampuan, watak, dan kepribadian manusia melalui:
a. dharma   pendidikan   untuk   menguasai,   menerapkan,   dan
menyebarluaskan   nilainilai   luhur,   ilmu   pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga;
b. dharma   penelitian   untuk   menemukan,   mengembangkan,
mengadopsi,   danatau   mengadaptasi   nilainilai   luhur,   ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga; dan
c. dharma   pengabdian   kepada   masyarakat   untuk   menerapkan
nilainilai   luhur,   ilmu   pengetahuan,   teknologi,   seni,   dan olahraga dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
2 Pendidikan tinggi bertujuan membentuk insan yang:
a. beriman   dan   bertakwa   kepada   Tuhan   Yang   Maha   Esa,
berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; b. sehat, berilmu, dan cakap;
c. kritis,   kreatif,   inovatif,   mandiri,   percaya   diri   dan   berjiwa
enterprenur; serta d.
toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab; dalam rangka membentuk manusia berwawasan luas, beretika, mampu
41
beradaptasi dan berinteraksi positif dalam masyarakat majemuk dan global   yang   dinamis,   taat   hukum,   produktif,   dan   menjadi   agen
pembaharu untuk mewujudkan masyarakat madani.
Paragraf 2 Jenis, Bentuk, dan Program Pendidikan
Pasal 74 1 Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan akademik,
pendidikan profesi, danatau pendidikan vokasi. 2 Perguruan  tinggi  dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah
tinggi, institut, atau universitas. 3
Perguruan   tinggi   dapat   menyelenggarakan   program   pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, danatau doktor.
Paragraf 3 Organisasi Perguruan Tinggi
Pasal 75 Perguruan tinggi memiliki unsurunsur pelaksana akademik, pelaksana
administrasi, dan penunjang. Pasal 76
1 Unsur   pelaksana   akademik   sebagaimana
dimaksud   dalam   Pasal   75   merupakan   unit   penyelenggara pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
2 Penyelenggaraan   pendidikan   pada   tingkat   operasional
dilaksanakan   oleh   program   studi   yang   menurut   jenisnya   dapat berupa   pendidikan   akademik,   profesi   danatau   vokasi,   yang
mencakup   program   pendidikan   diploma,   sarjana,   magister, spesialis, danatau doktor
. 3
Setiap   program   studi   memiliki   kurikulum   yang   dikembangkan sesuai   dengan   tujuan   program   studi   dan   peraturan   perundang
undangan. 4
Fakultas   berfungsi   mengkoordinasikan   pendidikan   akademik, profesi danatau vokasi dalam 1 satu atau kelompok cabang ilmu
pengetahuan,   teknologi,   seni,   danatau   olah   raga   tertentu   yang mencakup   program   pendidikan   diploma,   sarjana,   magister,
spesialis, dan doktor.
5 Penyelenggaraan
penelitian danatau
pengabdian   kepada   masyarakat   pada   tingkat   operasional
42
dilaksanakan   oleh   sivitas   akademika   baik   secara   individual maupun   berkelompok   melalui   program   studi,   pusat   penelitian,
pusat pengabdian masyarakat, jurusan, atau fakultas. 6
Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat 1 sampai dengan ayat 5 diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga perguruan tinggi .
Pasal 77
1 Unsur   pelaksana   administrasi   sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 menyelenggarakan pelayanan teknis dan administratif   yang   meliputi   fungsi   administrasi   akademik,
kemahasiswaan, keuangan, kepersonaliaan, perlengkapan, hukum, komunikasi,   dan   fungsi   administrasi   lainnya   sesuai   dengan
kebutuhan. 2
Pelayanan   teknis   dan   administratif   sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan berbasis teknologi informasi
dan komunikasi.
3 Jenis, jumlah, tugas pokok, fungsi, dan mekanisme
kerja unsur pelaksana administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
perguruan tinggi.
Pasal  78 1
Program studi tingkat pascasarjana dibentuk untuk menyelenggarakan dan  melaksanakan program magister,  profesi,
spesialis, danatau doktor.
2 Program   magister,   profesi,   spesialis,   danatau
doktor   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1   yang   bersifat monodisiplin atau lintas disiplin dalam satu fakultas dikelola oleh
fakultas yang terkait .
3 Program   magister,   profesi,   spesialis,   danatau
doktor sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang bersifat lintas disiplin yang melibatkan lebih dari satu fakultas dikelola oleh unit
organisasi yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemimpin perguruan tinggi.
4 Mata   kuliah   yang   diambil   oleh   peserta   didik
program profesi dapat diperhitungkan sebagai mata kuliah terkait pada program magister profesi terkait, atau sebaliknya.
5 Mata   kuliah   yang   diambil   oleh   peserta   didik
program   spesialis   dapat   diperhitungkan   sebagai   mata   kuliah terkait pada program magister atau doktor terkait, atau sebaliknya.
43
6 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat
4 dan ayat 5 diatur dengan peraturan Menteri. 7
Organisasi dan tata kerja penyelenggaraan program studi tingkat pascasarjana sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
ayat   2   dan   ayat   3   diatur   dalam   anggaran   dasar   danatau anggaran rumah tangga perguruan tinggi.
Pasal 79 1
Unsur   penunjang   pada   perguruan   tinggi sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   75   merupakan   perangkat
pelengkap di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang ada di luar fakultas dan jurusan
. 2
Unsur penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sekurang –kurangnya terdiri atas:
a. unit layanan penjaminan mutu pendidikan;
b. unit layanan penjaminan mutu penelitian;
c. unit   layanan   penjaminan   mutu   pengabdian   kepada
masyarakat; d.
perpustakaan; e.
pusat jejaring teknologi informasi dan komunikasi; f.
laboratoriumbengkelstudio; g. sarana dan prasarana olah raga; dan
h. sarana dan prasarana kesenian. 3
Unsur penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat 1   dapat   dilengkapi   dengan   rumah   sakit   pendidikan,   poliklinik,
apotik,   toko   buku,   penerbitan,   unit   layanan   bimbingan   dan konseling, dan unit lain yang dipandang perlu.
4 Jenis dan jumlah, kedudukan, tugas pokok, fungsi
dan   mekanisme   kerja   dari   unsurunsur   penunjang   akademik sebagaimana   dimaksud   pada  ayat  1   dan   ayat   2  diatur   dalam
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perguruan tinggi.
7 Lingkungan   kampus
ditata   dengan mempertimbangkan   faktor   keamanan,   kenyamanan,   keindahan,
dan kesehatan lingkungan.
44
Paragraf 3 Penerimaan Mahasiswa
Pasal 80 1
Persyaratan   untuk   menjadi   mahasiswa   pada   program   sarjana, magister, dan doktor adalah:
a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan 1
satu jenjang atau tingkat pendidikan di bawahnya; dan b.
memenuhi   persyaratan   masuk   yang   ditetapkan   oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.
2 Persyaratan   untuk   menjadi   mahasiswa   pada   program   vokasi
adalah: a.
memiliki   ijazah   atau   surat   keterangan   lulus   pendidikan menengah atau yang sederajat; dan
b. memenuhi   persyaratan   masuk   yang   ditetapkan   oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan. 3
Persyaratan   untuk   menjadi   mahasiswa   pada   program   profesi adalah:
a. memiliki   ijazah   atau   surat   keterangan   lulus   program
pendidikan sarjana atau diploma IV; dan b.
memenuhi   persyaratan   masuk   yang   ditetapkan   oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.
4 Persyaratan   untuk   menjadi   mahasiswa  pada   program  spesialis
adalah: a.
memiliki ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan 1 satu jenjang atau tingkat pendidikan di bawahnya; dan
b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan
tinggi yang bersangkutan.
Pasal 81
1 Perguruan   tinggi   dapat   menyelenggarakan   seleksi
penerimaan mahasiswa baru pada setiap semester.
45
2 Perguruan   tinggi   menetapkan   persyaratan
kelayakan penerimaan mahasiswa baru pada setiap program studi yang diselenggarakannya
. 3
Penerimaan mahasiswa baru pada perguruan tinggi dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
4 Penerimaan   mahasiswa   baru   perguruan   tinggi
dilakukan tanpa  diskriminasi  atas  pertimbangan gender,   agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi, dan kondisi fisik atau
mental .
5 Tes   seleksi   penerimaan   mahasiswa   baru   program
sarjana   dan   program   vokasi   pada   perguruan   tinggi   tidak menduplikasi ujian nasional pendidikan menengah.
Pasal 82 1
Perguruan   tinggi   dapat   melakukan   penerimaan   bersyarat mahasiswa   baru   untuk   calon   mahasiswa   yang   telah   memenuhi
sebagian besar persyaratan penerimaan.
2 Penerimaan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dipenuhi selambatlambatnya dalam waktu 6 enam bulan. 3 Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   penerimaan   bersyarat
sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1   diatur   dalam   anggaran rumah tangga perguruan tinggi.
Pasal 83 1
Pengumuman penerimaan mahasiswa baru  program sarjana dan program vokasi yang bersifat final pada perguruan tinggi dilakukan
setelah  pengumuman  hasil   ujian  nasional  pendidikan   menengah tahun ajaran sebelumnya.
2 Pengumuman penerimaan mahasiswa baru program sarjana dan
program   vokasi  yang   bersyarat   sebagaimana   dimaksud   dalam Pasal   82   dapat   dilakukan   sebelum   pengumuman   hasil   ujian
nasional pendidikan menengah tahun ajaran sebelumnya.
Pasal 84 1
Seorang   calon   mahasiswa   secara   resmi   menjadi   mahasiswa perguruan   tinggi   setelah   menandatangani   perjanjian   dengan
perguruan tinggi yang memuat secara jelas hakhak dan kewajiban mahasiswa   yang   diatur   dalam   anggaran   dasar   atau   anggaran
rumah tangga perguruan tinggi.
2 Pelanggaran terhadap perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat
46
1 dapat berakibat dikeluarkannya mahasiswa yang bersangkutan dari perguruan tinggi.
Pasal 85 Menteri   dapat   membatalkan   keputusan   perguruan   tinggi   tentang
penerimaan   mahasiswa   baru   apabila   setelah   dilakukan   pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Departemen atas instruksi Menteri terbukti
bahwa keputusan tersebut melanggar peraturan perundangundangan, tidak benar, danatau tidak jujur.
Paragraf 4 Sistem Pembelajaran
Pasal 86 1
Pendidikan   tinggi   diselenggarakan   melalui   proses pembelajaran   yang   berpusat   pada   mahasiswa   sebagai   subjek
pembelajaran dalam rangka mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik, dan kemampuan konfluen mahasiswa.
2 Pembelajaran   dapat   dilakukan   dalam   bentuk
kuliah,   diskusi,   seminar,   simposium,   lokakarya,   praktikum, penelitian,   pengabdian   kepada   masyarakat   danatau   kegiatan
lainnya dengan mengacu pada prinsip otonomi keilmuan. Pasal 87
1 Pendidikan   tinggi   diselenggarakan   dengan
menerapkan Sistem Kredit Semester SKS yang bobot belajarnya dinyatakan dalam satuan kredit semester sks.
2 Tahun   akademik   dibagi   dalam   2   dua   semester
yang masingmasing terdiri atas 16 enam belas minggu. 3
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan semester pendek antara semester genap dan ganjil.
4 Semester pendek sebagaimana dimaksud pada ayat
3   sekurangkurangnya   diselenggarakan   selama   8   delapan minggu.
5 Pelaksanaan   ketentuan   sebagaimana   dimaksud
pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 diatur oleh masing masing perguruan tinggi dalam anggaran dasar danatau anggaran
rumah tangga.
47
Pasal 88 1
Pengelolaan   pembelajaran   pada   perguruan   tinggi dapat diselenggarakan melalui sistem multikampus.
2 Sistem multikampus sebagaimana  dimaksud  pada
ayat   1   merupakan   sistem   pengelolaan   perguruan   tinggi   yang menerapkan 1 satu sistem pendidikan tinggi secara utuh, yang
pelaksanaannya   diselenggarakan   di   kampus   induk   dan   kampus lain.
3 Fakultas   yang   lebih   dari   75   tujuh   puluh   lima
persen   program   studinya   berakreditasi   A   dari   Badan   Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, atau lebih dari 30 tiga puluh persen
program   studinya   berakreditasi   dari   badan   akreditasi   negara anggota OECD, dapat menyelenggarakan program studi di kampus
lain.
4 Isi   kurikulum,   proses   pembelajaran,   kompetensi
lulusan,   tenaga   pendidik   dan   tenaga   kependidikan,   sarana   dan prasarana,   pengelolaan,   pembiayaan,   dan   penilaian   pendidikan
pada   kampus   lain   sekurangkurangnya   sama   dengan   kampus induk.
5 Kampus   induk   dan   kampus   lainnya   sebagaimana
dimaksud   pada   ayat   2   terhubung   dengan   sistem   informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Pasal 89 1
Perguruan   tinggi   dapat   menyelenggarakan   program   studi   sarjana atau diploma empat kependidikan khusus bagi guru tetap dalam
jabatan   yang   belum   memiliki   ijazah   sarjana   atau   diploma   empat dengan program sarjana atau diploma empat kependidikan khusus
bagi guru tetap dalam jabatan.
2 Program   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1   diselenggarakan
sebagai berikut:
a. dilaksanakan   oleh   perguruan   tinggi   yang   memiliki   program
studi sarjana atau diploma empat kependidikan berakreditasi dari   Badan   Akreditasi   Nasional   Perguruan   Tinggi   dan   telah
memperoleh   izin   untuk   menyelenggarakan   program   sarjana atau   diploma   empat   kependidikan   khusus   bagi   guru   tetap
dalam jabatan dari Departemen;
b. dapat dilaksanakan di pusat kegiatan Kelompok Kerja Guru
atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran;
c. memenuhi seluruh persyaratan program sarjana atau diploma
48
empat   kependidikan   sesuai   dengan   peraturan   perundang undangan.
3 Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a diberikan oleh
Departemen setelah memperoleh jaminan dari pemerintah daerah kabupatenkota   yang   bersangkutan   untuk   bertanggung   jawab
melindungi,   mengawasi,   dan   memfasilitasi   penyelenggaraan program sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sehingga guru tetap
dalam   jabatan   yang   bersangkutan   memperoleh   kualifikasi akademik   sarjana   atau   diploma   empat   kependidikan   sesuai
peraturan perundangundangan.
4 Menteri dapat membatalkan izin program sebagaimana dimaksud
pada   ayat   2   apabila   setelah   dilakukan   pemeriksaan   oleh Inspektorat   Jenderal   Departemen   atas   instruksi   Menteri   terbukti
bahwa   pelaksanaan   program   yang   bersangkutan   telah   melanggar peraturan perundangundangan.
5 Ketentuan   sebagaimana   diatur   dalam   Pasal   ini   berlaku   sampai berakhirnya   masa   peralihan   sebagaimana   diatur   dalam   Undang
Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 82 ayat 2.
Pasal 90 1
Perguruan tinggi dapat menjalin kerja sama   akademik danatau nonakademik   dengan   perguruan   tinggi   lain,   dunia   usaha,   atau
pihak lain yang dipandang perlu. 2
Kerja sama  perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktifitas,
kreatifitas,  inovasi,   mutu,  dan  relevansi  pelaksanaan  tri  dharma perguruan tinggi
. 3 Kerja sama  akademik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat
berbentuk: a.
pendidikan,   penelitian,   dan   pengabdian   kepada masyarakat;
b. program kembaran;
c. pengalihan danatau perolehan kredit;
d. penugasan   dosen   senior   sebagai   pembina   pada
perguruan tinggi yang membutuhkan pembinaan; e.
pertukaran dosen danatau mahasiswa; f.
pemanfaatan bersama berbagai sumberdaya; g.
pemagangan; h.
penerbitan jurnal ilmiah; i.
penyelenggaraan seminar bersama; danatau j.
bentukbentuk lain yang dianggap perlu. 4 Kerja sama nonakademik sebagaimana yang dimaksud pada ayat
49
1 dapat berbentuk: a. kontrak manajemen;
b. pendayagunaan aset; c. usaha penggalangan dana;
d. jasa dan royalti hak atas kekayaan intelektual; danatau
e. bentukbentuk lain yang dianggap perlu. 5 Semua   bentuk   kerjasama   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1
dengan pihak asing dilaporkan kepada Departemen. 6 Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   kerjasama   sebagaimana   yang
dimaksud pada ayat 1 diatur dalam peraturan Menteri. 7
Menteri   dapat   membatalkan   kerjasama   sebagaimana   dimaksud pada   ayat   1   apabila   setelah   dilakukan   pemeriksaan   oleh
Inspektorat Jenderal Departemen  atas instruksi Menteri terbukti bahwa   kerjasama   yang   bersangkutan   telah   melanggar   peraturan
perundangundangan.
Paragraf 5 Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan
Pasal 91 1
Pimpinan   perguruan   tinggi   mengupayakan   dan   menjamin   agar setiap   sivitas   akademika   perguruan   tinggi   melaksanakan
kebebasan   akademik   dan   kebebasan   mimbar   akademik   secara mandiri   sesuai   dengan   peraturan   perundangundangan,   dan
dilandasi oleh etika, norma serta kaidah keilmuan .
2 Dalam melaksanakan kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik, setiap individu sivitas akademika:
a. mengupayakan   agar   kegiatan   dan   hasilnya   dapat
meningkatkan   mutu   akademik   perguruan   tinggi   yang bersangkutan;
b. mengupayakan   agar   kegiatan   dan   hasilnya   bermanfaat
bagi masyarakat, bangsa, negara, dan kemanusiaan; c.
bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan dan hasilnya, serta akibatnya pada diri sendiri atau orang lain;
d. melakukannya   dengan   cara   yang   tidak   bertentangan
dengan nilainilai agama, nilainilai etika, dan kaidah akademik; dan
e. tidak   melanggar   hukum   dan   tidak   mengganggu
kepentingan umum. 3
Kebebasan   akademik   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1 merupakan   kebebasan   sivitas   akademika   dalam   mendalami,
menerapkan, dan mengembangkan ilmu, teknologi, seni, danatau olah raga melalui kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
50
kepada masyarakat, secara bertanggungjawab dan mandiri. 4
Pelaksanaan   kebebasan   akademik   sebagaimana   dimaksud   pada ayat 1, ayat 2 dan ayat 3:
a. berada   di   bawah   tanggung   jawab   dan   secara   resmi
dikoordinasikan oleh pimpinan perguruan tinggi, serendah rendahnya   ketua   program   studi,   ketua   pusat   penelitian,
atau ketua pusat pengabdian kepada masyarakat; b. tidak mengganggu ketertiban umum;
c. tidak menimbulkan keresahan masyarakat, baik di dalam
maupun di luar kampus; dan
d. sesuai   dengan   peraturan   perundangundangan,   dan   taat
etika, norma, serta kaidah keilmuan .
5 Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud pada ayat 1
merupakan kebebasan sivitas akademika dalam menyebarluaskan hasil  penelitian   dan  menyampaikan  pandangan  akademik   dalam
rangka   pembelajaran   sivitas   akademika     danatau   masyarakat melalui   kegiatan   perkuliahan,   ujian,   ceramah,   seminar,   diskusi,
simposium, publikasi ilmiah, dan pertemuan ilmiah lainnya yang relevan
. 6
Pelaksanaan kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 5:
a. merupakan   tanggung   jawab   setiap   individu
sivitas akademika yang terlibat; b.
menjadi tanggung jawab perguruan tinggi, atau unit organisasi di dalam perguruan tinggi, apabila perguruan
tinggi   atau   unit   organisasi   tersebut   secara   resmi   terlibat dalam pelaksanaannya; dan
c. sesuai dengan peraturan perundangundangan,
dan taat etika, norma, serta kaidah keilmuan .
7 Kebebasan   akademik   dan   kebebasan   mimbar   akademik
dimanfaatkan oleh perguruan tinggi untuk: a.
melindungi dan mempertahankan kekayaan intelektual; b.
melindungi   dan   mempertahankan   kekayaan   dan keragaman alami, hayati, sosial, dan budaya bangsa dan negara
Indonesia; c.
menambah   danatau   meningkatkan   mutu   kekayaan intelektual bangsa dan negara Indonesia;
d. memperkuat daya saing bangsa dan negara Indonesia;
51
Pasal  92 1
Sivitas akademika
perguruan tinggi
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, danatau olah raga dengan berpedoman pada otonomi keilmuan.
2 Otonomi   keilmuan   sebagaimana   dimaksud   pada
ayat 1 merupakan kemandirian dan kebebasan sivitas akademika suatu   cabang   ilmu   pengetahuan,   teknologi,   seni,   danatau   olah
raga   yang   melekat   pada   kekhasankeunikan   cabang   ilmu pengetahuan,   teknologi,   seni,   danatau   olah   raga   yang
bersangkutan,   dalam   menemukan,   mengembangkan, mengungkapkan, danatau mempertahankan kebenaran menurut
kaidah   keilmuannya   untuk   menjamin   keberlanjutan perkembangan   cabang   ilmu   pengetahuan,   teknologi,   seni,
danatau olah raga .
3 Pelaksanaan otonomi keilmuan di perguruan tinggi
sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1   dan   ayat   2   diatur   lebih lanjut   oleh   perguruan   tinggi   dalam   anggaran   rumah   tangga
perguruan tinggi.
Paragraf 6 Penelitian
Pasal 93
1 Universitas,   institut,   dan   sekolah   tinggi   wajib   melaksanakan
penelitian   dasar,   penelitian   terapan,   danatau   penelitian pengembangan.
2 Dosen pada akademi dan politeknik wajib melaksanakan penelitian
terapan danatau penelitian pengembangan.
3 Penelitian   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1   dan   ayat   2
dilaksanakan untuk:
a. mencari   danatau   menemukan   kebaruan
kandungan  ilmu  pengetahuan,   teknologi,   seni,   danatau  olah raga; danatau
b. menguji ulang teori, konsep, prinsip, prosedur,
metode, danatau model yang sudah menjadi kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, danatau olah raga.
4 Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat
3   dilaksanakan   dengan   mematuhi   kaidah   dan   etika   akademik sesuai dengan prinsip otonomi keilmuan.
52
5 Penelitian   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1   dilaksanakan
dengan memenuhi standar penjaminan mutu sebagai berikut:
a. disetujui dosen pembimbing, apabila dilakukan oleh
mahasiswa   untuk   memenuhi   persyaratan   lulus   program sarjana;
b. disetujui   dosen   pembimbing,   dan   diuji   secara
tertutup   di   hadapan   sekurangkurangnya   3   tiga   dosen penguji, apabila dilakukan oleh mahasiswa untuk memenuhi
persyaratan lulus program magister; c.
disetujui   dosen   pembimbing,   diuji   secara   tertutup dan terbuka di hadapan sekurangkurangnya 5 lima penguji,
apabila   dilakukan   oleh   mahasiswa   untuk   memenuhi persyaratan lulus program doktor; dan
d. diseminarkan   dan   dipublikasikan   pada   jurnal
ilmiah   dalam   negeri   berakreditasi   atau   jurnal   internasional yang diakui Departemen, apabila dilakukan oleh dosen untuk
memenuhi dharma penelitian. 6 Sekurangkurangnya   1   satu   dosen   penguji   sebagaimana
dimaksud pada ayat 5 huruf b berasal dari program studi terkait berakreditasi sekurangkurangnya B dari perguruan tinggi lain.
7 Sekurangkurangnya   1   satu   dosen   penguji   sebagaimana
dimaksud pada ayat 5 huruf c berasal dari program studi terkait berakreditasi A dari perguruan tinggi lain.
8 Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf b dan huruf c   dipublikasikan   pada   jurnal   ilmiah   dalam   negeri   berakreditasi
atau   jurnal   internasional   yang   diakui   Departemen   selambat lambatnya 1 satu tahun setelah mahasiswa yang bersangkutan
dinyatakan lulus dari program studi.
9 Dalam   mempublikasikan   pada   jurnal   ilmiah   sebagaimana
dimaksud   pada   ayat   5   huruf   b   dan   huruf   c,   mahasiswa   yang bersangkutan   mengikutsertakan   dosen   pembimbing   sebagai
penulis pendamping. 10
Hasil   penelitian   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   2 diseminarkan   dan   dipublikasikan   pada   jurnal   terakreditasi   yang
diakui   Departemen,   apabila   dilakukan   oleh   dosen   untuk memenuhi dharma penelitian.
11 Hasil penelitian perguruan tinggi diakui sebagai penemuan baru
setelah   dimuat   dalam   jurnal   ilmiah   terakreditasi   yang   diakui Departemen danatau mendapatkan hak kekayaan intelektual.
53
12 Hasil   penelitian   perguruan   tinggi   yang   dilaksanakan   oleh   dosen
dimanfaatkan   untuk   memperkaya   materi   pembelajaran   mata kuliah yang relevan.
13 Prosedur   penjaminan   mutu   penelitian   perguruan   tinggi   diatur
dalam anggaran rumah tangga perguruan tinggi. Pasal  94
1 Perguruan tinggi, fakultas, program studi, atau pusat studi dapat
menerbitkan jurnal ilmiah.
2 Jurnal ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat artikel
hasil penelitian.
3 Penelitian   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   2   dapat   berupa penelitian empirik maupun penelitian pustaka.
4 Sekurangkurangnya 60 enam puluh persen  dari artikel hasil
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat 2 merupakan hasil penelitian empirik.
5 Jurnal   ilmiah   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1   dapat
diterbitkan   dalam   bahasa   resmi   Perserikatan   BangsaBangsa PBB.
6 Setiap terbitan jurnal ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dikirimkan kepada pusat dokumentasi ilmiah pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional, dan perpustakaan
Departemen,   masingmasing   sekurangkurangnya   2   dua eksemplar.
7 Jurnal   ilmiah   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1   diterbitkan
secara   tercetak   dan   secara   elektronik   melalui   jejaring   teknologi informasi dan komunikasi Departemen.
8 Departemen mengakreditasi jurnal ilmiah sebagaimana dimaksud
pada ayat 1.
Paragraf 7
Pengabdian kepada Masyarakat
Pasal 95 1
Perguruan   tinggi   wajib   melaksanakan   pengabdian   kepada masyarakat.
2 Pengabdian   kepada   masyarakat   diselenggarakan   dan
54
dilaksanakan   berbasis   pada   dharma   pendidikan   dan   penelitian atas dasar prinsip:
a. pemberdayaan   masyarakat   yang   berdampak   pada
pengembangan jiwa kepemimpinan mahasiswa dan dosen;
b. pemberdayaan   masyarakat   yang   berdampak   pada
pengembangan jiwa kewirausahaan mahasiswa dan dosen;
c. pemberdayaan   masyarakat   yang   mendorong   kemampuan
bekerja   sama   dalam   tim   bagi   mahasiswa,   dosen,   dan masyarakat; dan
d. pemberdayaan   masyarakat   yang   merangsang   tumbuhnya
kemandirian,   keteladanan,   kreatifitas,   kepekaan   dan kepedulian   sosial   dan   budaya,   serta   toleransi   sosial   dan
budaya bagi mahasiswa, dosen, dan masyarakat. 3
Pelaksanaan   kegiatan   pengabdian   kepada   masyarakat sebagaimana dimaksud  pada  ayat 2 dilaksanakan  oleh dosen
dan mahasiswa, baik secara individual maupun berkelompok.
4 Pengabdian   kepada   masyarakat   sebagaimana   dimaksud   pada
ayat   1,   ayat   2,   dan   ayat   3   merupakan   penerapan   hasil pendidikan danatau hasil penelitian dalam upaya pemberdayaan,
pemodernan, atau pemadanian kehidupan masyarakat.
5 Hasil   pengabdian   kepada   masyarakat   sebagaimana   dimaksud
pada   ayat   1   sampai   dengan   ayat   4   dimanfaatkan   untuk pengayaan pembelajaran yang relevan
. 6
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat   diatur   dalam   anggaran   rumah   tangga   perguruan
tinggi.
Paragraf 8 Pengalihan Kredit
Pasal 96 1
Perguruan   tinggi   dapat   mengakui   hasil   belajar   yang   diperoleh mahasiswa   pada   perguruan   tinggi   lain   atau   satuanprogram
pendidikan   nonformal   untuk   memenuhi   persyaratan   kelulusan
program studi .
2 Pelaksanaan   ketentuan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1
diatur dalam anggaran rumah tangga perguruan tinggi .
Paragraf 9 Penjaminan Mutu Hasil Belajar
55
Pasal 97 1
Penilaian hasil belajar mahasiswa dilakukan secara berkala   melalui   penilaian   proses   belajar,   penilaian   tugas
terstruktur dan mandiri, ujian, danatau bentuk penilaian lainnya.
2 Penilaian hasil belajar dilaksanakan secara objektif,
transparan, dan jujur .
3 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat
1 dan ayat 2 diatur dalam anggaran rumah tangga perguruan tinggi.
Pasal 98 1 Departemen mengembangkan suatu sistem penjaminan mutu hasil
belajar program studi perguruan tinggi secara nasional. 2
Sistem   penjaminan   mutu   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1 dilaksanakan melalui:
a. keterlibatan
dosen dari perguruan tinggi lain dalam ujian tesis program magister   dan   disertasi   program     doktor   sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 93;
b. evaluasi
berkala   atas   pencapaian   kompetensi   mahasiswa   program diploma, program sarjana, dan program magister yang tidak
mensyaratkan tesis sebagaimana dimaksud pada huruf a.
3     Evaluasi   berkala   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   2   huruf   b dilaksanakan sebagai berikut:
a. diterapkan pada program studi yang berakreditasi
kurang dari B; b.
diterapkan   pada   soal   ujian   dan   jawaban   ujian mata kuliah inti program studi;
c. dilaksanakan atas dasar sampel;
d. dilaksanakan oleh penelaah sejawat;
e. hasil evaluasi digunakan oleh Departemen untuk
menetapkan hak menyelenggarakan ujian secara mandiri. 4
Penelaah sejawat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf d berasal   dari   program   studi   sejenis   berakreditasi   sekurang
kurangnya B dari perguruan tinggi lain.
56
5 Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   pelaksanaan   evaluasi   berkala
diatur dalam peraturan Menteri.
==============================28 April 2008 ================ Pasal 99
1 Persyaratan kelulusan untuk pendidikan akademik
dan   pendidikan   vokasi   diatur   oleh   masingmasing   perguruan tinggi.
2 Persyaratan   kelulusan   untuk   pendidikan   profesi
ditetapkan dengan cara: a. ditetapkan   oleh   perguruan   tinggi   setelah   memperhatikan
pertimbangan dari organisasi profesi; b. ditetapkan   oleh   perguruan   tinggi   bersamasama   dengan
organisasi profesi; atau c. ditetapkan oleh organisasi profesi.
3 Penetapan   persyaratan   kelulusan   sebagaimana
dimaksud   pada   ayat   2   diatur   oleh   perguruan   tinggi   yang bersangkutan.
Paragraf 10 Gelar Lulusan Pendidikan Tinggi
Pasal 81 1 Lulusan pendidikan akademik, vokasi, atau profesi berhak untuk
menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi. 2 Gelar untuk lulusan pendidikan akademik terdiri atas:
a. sarjana,   ditulis   di   belakang   nama   yang   berhak   dengan mencantumkan  huruf  S.   diikuti  dengan  inisial  program  studi
atau bidang ilmu;
b. magister,   ditulis   di   belakang   nama   yang   berhak   dengan mencantumkan huruf M. diikuti dengan inisial program studi
atau bidang ilmu; dan c. doktor,   ditulis   di   depan   nama   yang   berhak   dengan
mencantumkan singkatan Dr. 3 Gelar untuk pendidikan vokasi terdiri atas:
57
a. ahli   pratama,   untuk   lulusan   program   diploma   I,   ditulis   di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan
A.P diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; b. ahli   muda,   untuk   lulusan   program   diploma   II,   ditulis   di
belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan A.Ma diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu;
c. ahli   madya,   untuk   lulusan   program   diploma   III,   ditulis   di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan
A.Md diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; dan d. sarjana   sains   terapan,   untuk   program   diploma   IV,   ditulis   di
belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan SST diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu.
4 Gelar   untuk   lulusan   pendidikan   profesi   adalah
Spesialis   dengan   mencantumkan   singkatan   Sp.   diikuti   dengan inisial program studi atau bidang keahlian khusus.
5 Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   gelar,   singkatan,   dan   inisial program studi atau bidang ilmu sebagaimana dimaksud pada ayat
2, ayat 3, dan ayat 4 diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 82 1.
Gelar akademik, vokasi, dan profesi hanya boleh diberikan oleh perguruan   tinggi   yang   memenuhi   persyaratan   pendirian   dan
dinyatakan   berhak   menyelenggarakan   program   pendidikan   yang relevan.
2. Penetapan jenis gelar akademik, profesi, atau vokasi didasarkan
atas   bidang   keahlian   dan   dicantumkan   dalam   ijazah   yang diberikan kepada lulusan perguruan tinggi.
3. Bidang keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditentukan
berdasarkan bidang studi atau kelompok bidang studi. Pasal 83
1 Pencantuman   jenis,   singkatan,   dan   penempatan   gelar   lulusan perguruan   tinggi   luar   negeri   tetap   menggunakan   gelar   sesuai
dengan jenis, singkatan, dan penempatan yang berlaku di negara asal.
2 Menteri   atau   Menteri   Agama   sesuai   kewenangan   masingmasing menetapkan kesetaraan ijazah perguruan tinggi luar negeri dengan
ijazah   dan   gelar   perguruan   tinggi   Indonesia   yang   memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
58
Pasal 84 1
Gelar   doktor   kehormatan   doctor   honoris   causa diberikan kepada seseorang yang telah berjasa luar biasa bagi ilmu
pengetahuan,   teknologi,   kemasyarakatan,   keagamaan, kebudayaan,   atau   seni   dan   digunakan   dengan   mencantumkan
atau   menuliskan   Dr   HC   di   depan   nama   pemilik   serta   hanya dipergunakan dalam upacara akademik.
2 Pemberian gelar doktor kehormatan ditetapkan oleh
senat akademik perguruan tinggi. 3
Gelar   doktor   kehormatan   hanya   dapat   diberikan oleh perguruan tinggi yang berwenang menyelenggarakan program
doktor terakreditasi dalam bidang ilmu terkait. 4
Ketentuan   tentang   pemberian   dan   pengukuhan gelar   doktor   kehormatan   diatur   oleh   senat   akademik   perguruan
tinggi masingmasing.
59
Bagian Kelima Penjaminan Mutu
Pasal 85 1
Penjaminan mutu dilakukan oleh setiap perguruan tinggi   untuk   memenuhi   Standar   Nasional   Pendidikan   jenjang
pendidikan   tinggi   secara   konsisten   dan   berkelanjutan   sebagai wujud   akuntabilitas   publik   perguruan   tinggi   kepada   para
pemangku kepentingan.
2 Penjaminan   mutu   dilakukan   secara   berkelanjutan
oleh perguruan itu sendiri dan dapat dibantu oleh lembaga lain. 3
Mutu   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   1   dan ayat 2 dijamin dengan memperhatikan:
a. pelaksanaan   visi,   misi,   dan   tujuan   perguruan   tinggi   secara nyata;
b. ketanggapan perguruan tinggi terhadap kebutuhan dan aspirasi pihakpihak yang berkepentingan;
c. kesesuaian penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan Standar Nasional Pendidikan; dan
d. kesesuaian penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan standar mutu   internasional,   bagi   perguruan   tinggi   yang   memiliki
komitmen untuk bertaraf internasional. 4 Keberhasilan   penjaminan   mutu   diukur   dengan   akreditasi   yang
menentukan   kelayakan   program   danatau   satuan   pendidikan tinggi.
5 Kelayakan  sebagaimana dimaksud pada ayat 4 diukur atas dasar mutu sebagaimana dimaksud pada ayat 3.
6 Akreditasi   wajib   bagi   setiap   program   studi   danatau   satuan pendidikan   tinggi   yang   dilaksanakan   oleh   Badan   Akreditasi
Nasional   Perguruan   Tinggi   atau   lembaga   mandiri   lain   yang memenuhi persyaratan.
BAB IV PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NONFORMAL