KONDISI UMUM Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2010-2014
2 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Dunia lebih pesimis menyatakan perdagangan merosot ke tingkat paling rendah dalam 80 tahun terakhir dan perekonomian global kemungkinan menciut untuk
pertama kalinya sejak Perang Dunia II, tanpa menyebutkan angka estimasinya. Menurut laporan Bank Dunia, Asia Timur akan menghadapi masalah paling
berat akibat menurunnya perdagangan dunia tahun 2009, juga dilaporkan antara lain mengenai:
1. Produksi industri dunia menurun 15 persen dibandingkan tahun 2008, dan
akan lebih banyak negara emerging markets, baik pemerintah maupun swastanya mengambil hutang berisiko tinggi dari pasar modal dengan bunga
sangat tinggi.
2. Dalam tahun 2009 hutang swasta yang jatuh tempo sebesar US 1 triliun,
dan hutang pemerintah mencapai US 3 triliun. 3.
Sekitar 94 negara akan mengalami perlambatan ekonomi diikuti melonjaknya tingkat kemiskinan hingga mencapai 43 persen dan krisis ekonomi tersebut
akan menambah jumlah penduduk miskin hingga 46 juta, maka akibatnya ketergantungan pada bantuan luar negeri semakin lebih besar.
Dampak krisis keuangan sebagaimana diuraikan di atas, yaitu terjadinya capital outfl ow dari SBI, SUN dan pasar modal sehingga likuiditas US di pasar
modal mulai mengering, rupiah terdepresiasi dan ekspor mulai menampakkan tanda-tanda terancam menurun. Walaupun perkembangan perekonomian pada
tahun 2008 ternyata aman, namun keadaan makro pada tahun 2009 lebih berat, karena dampak krisis terasa signifi kan oleh Indonesia pada awal tahun. Untuk
itu, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sekitar 4,55 persen dan ekspor tumbuh di bawah posisi tahun 2008. Terdapat perubahan tiga indikator yang
berpengaruh terhadap perekonomian dunia selama periode lima tahun, yaitu kebijakan dan pertumbuhan PDB dunia, perkembangan ekonomi dan harga
minyak dunia, serta pengaruh krisis global.
Selain tinjauan global, maka kondisi domestik dapat dijelaskan berikut ini. Selama tahun 2005-2009, tiga sektor utama yaitu sektor Pertanian, Industri
Pengolahan, dan Perdagangan bersama-sama memberikan kontribusi sekitar 56 persen terhadap PDB total, sementara pada tahun 2004 ketiga sektor utama
tersebut menyumbang sedikit lebih besar yaitu sebesar 58,45 persen. Masing- masing ketiga sektor utama tersebut memberi sumbangan dengan rincian: sektor
Industri Pengolahan memberi sumbangan sebesar 28,07 persen pada tahun 2004
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 3
dan 26,38 persen pada tahun 2009; sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 16,05 persen pada tahun 2004 dan 13,37 persen pada tahun 2009; dan
sektor Pertanian sebesar 14,34 persen pada tahun 2004 dan 15,29 persen pada tahun 2009.
Dari ketiga sektor utama di atas yang merupakan penyumbang utama bagi perekonomian nasional adalah sektor Industri Pengolahan karena merupakan
penyumbang tertinggi. Rata-rata kontribusi sektor Industri Pengolahan tahun 2005-2009 yaitu sebesar 27,47 persen terhadap PDB nasional. Dari tahun 2004
sampai dengan tahun 2009, sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tertinggi dari tahun ke tahun adalah dari sektor Pengangkutan dan Komunikasi.
Pertumbuhan dari sektor ini dari tahun 2004 sampai tahun 2009 berturut- turut adalah 13,38 persen; 12,76 persen; 14,23 persen; 14,04 persen; 16,57 persen;
dan 15,53 persen. Sementara untuk pertumbuhan sektor Industri Pengolahan selama periode 2004-2009 relatif mengalami penurunan pertumbuhan, yaitu:
6,38 persen; 4,60 persen; 4,59 persen; 4,67 persen; 3,66 persen dan 2.11 persen.
Menurut hasil pemeringkat World Economic Forum WEF, pada tahun 2010 posisi daya saing Indonesia berada pada urutan ke-54 dari 133 negara. Rendahnya
daya saing tersebut merupakan akibat dari berbagai faktor. Menurut tolok ukur WEF, diidentifi kasi 15 faktor penting yang menjadi masalah utama yang
menghambat dunia usaha, yaitu:
1. Birokrasi Pemerintah
yang tidak
efi sien; 2. Kurangnya infrastruktur yang memadai;
3. Tidak konsistennya kebijakan pemerintah; 4. Tingginya
tingkat korupsi;
5. Sulitnya akses
pembiayaan; 6. Peraturan ketenagakerjaan yang kurang akomodatif;
7. Regulasi pajak yang memberatkan dunia usaha; 8. Tingginya
infl asi; 9. Tidak stabilnya regulasi mata uang asing;
10. Rendahnya tenaga kerja berpendidikan; 11. Rendahnya etos kerja tenaga kerja;
12. Ketidakstabilan
pemerintahan; 13. Tingginya
tingkat pajak;
14. Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat; 15. Tingginya tingkat kriminal dan kejahatan.
4 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
United Nations Industrial Development Organization UNIDO dalam laporannya Industrial Development Report 2004 menyatakan bahwa dalam
periode 1980-2005, kinerja Industri Manufaktur Indonesia dikategorikan sebagai salah satu pemenang utama main winners bersama beberapa negara
berkembang lain yang kebanyakan berasal dari kawasan Asia Timur. Di antara kinerja negara-negara tersebut, China berada pada posisi tertinggi. Sedangkan
peringkat kinerja Industri Manufaktur Indonesia meningkat dari urutan ke-75 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-54 pada tahun 1990 dan menjadi urutan
ke-42 pada tahun 2005. Namun demikian, dibandingkan dengan beberapa negara pesaing utama di Asia Timur termasuk ASEAN, peningkatan posisi Indonesia
memang relatif rendah.
Beberapa faktor penting di luar ekonomi juga belum menunjukkan perbaikan kinerja secara nyata. Sebagai contoh, pengembangan dan penerapan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK terutama untuk kepentingan produksi masih sangat terbatas. Dengan urutan Indonesia di posisi ke-60 dari 72 negara
dalam Indeks Pencapaian Teknologi IPT, mengindikasikan bahwa integrasi peningkatan IPTEK untuk produksi masih banyak mengalami hambatan.
Pengembangan kelembagaan dan kemampuan untuk peningkatan kapasitas SDM pada tingkat perusahaan tidak berjalan sesuai harapan. Sementara itu, standardisasi
nasional produk industri, pengembangan infrastruktur yang efi sien dan sesuai dengan kebutuhan sektor industri, serta peningkatan kompetensi tenaga kerja
belum sepenuhnya berjalan optimal karena keterbatasan sumber daya.
Meskipun permasalahan penurunan daya saing berawal dari krisis tahun 1997, perkembangan industri ternyata memburuk setelah krisis dimaksud. Banyak
pengamat mengindikasikan terjadinya “deindustrialisasi”, yang ditunjukkan dengan penurunan kapasitas terpasang Industri Manufaktur dari 80 persen pada
periode sebelum krisis menjadi hanya berkisar
60 persen, penurunan jumlah unit usaha perusahaan industri berskala sedang dan besar, dan juga penurunan
signifi kan dari indeks produksi industri pengolahan berskala sedang dan besar. Penyebab utama kondisi ini adalah daya saing produk-produk manufaktur
yang terus melemah. Di dalam negeri, produk manufaktur seperti elektronika rumah tangga kalah bersaing dengan produk impor, apalagi diperburuk dengan
banyaknya produk impor ilegal. Di pasar internasional, produk tekstil dan produk tekstil TPT dan produk kayu kalah bersaing dengan produk dari China
dan negara ASEAN lainnya.
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 5
Di bidang Pengembangan Industri, dalam rangka menentukan arah, sasaran dan kebijakan Pengembangan Industri Nasional ke depan, Pemerintah
mengeluarkan
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, yang di dalamnya diatur mengenai pemberian
fasilitas berupa Insentif Fiskal, Insentif Non-Fiskal, dan kemudahan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pengusaha
industri tertentu, seperti industri prioritas tinggi, industri pionir, industri yang dibangun di daerah terpencil dan sebagainya. Hasil-hasil yang dicapai oleh
Kementerian Perindustrian dalam mengembangkan sektor industri, tergambar pada uraian berikut ini.
Selama lima tahun terakhir, telah dilaksanakan berbagai langkah pengem- bang an industri. Hasil yang diperoleh dari berbagai langkah tersebut diantaranya
dalam hal penguatan dan pengembangan 10 klaster Industri Inti, yaitu Tekstil dan Produk Tekstil TPT, Alas Kaki, Makanan, Pengolahan Sawit, Pengolahan
KayuRotan, Pengolahan Karet, Pulp Kertas, Pengolahan Hasil Laut, Mesin Peralatan Listrik dan Petrokimia serta beberapa klaster industri penunjang dan
industri terkait. Pengembangan klaster industri telah dilaksanakan melalui:
1. Sosialisasi pembangunan Klaster Industri. 2. Diagnosis dan penyusunan Peta Jalan Pengembangan Klaster-klaster yang
ditargetkan. 3. Pembentukan
working group serta forum komunikasi kerjasama industri pada masing-masing klaster industri.
4. Perbaikan iklim usaha dan dukungan program kelembagaan. 5. Pengembangan kerjasama antara industri inti, industri terkait dan industri
penunjang. Pada bidang Pengembangan Iklim Industri telah dilaksanakan berbagai
langkah untuk mendukung peningkatan usaha, investasi dan produksi. Beberapa langkah penting antara lain:
1. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri dalam rangka lebih menertibkan dan mengatur sebaran industri
sesuai kaidah efi siensi dan pengelolaan lingkungan yang baik. 2. Penyusunan Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan
Pemberdayaan UMKM Kementerian Perindustrian tentang Peningkatan
6 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Efektivitas Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk One Village One Product - OVOP dengan terbitnya Peraturan Menteri
Perindustrian No. 78M.INDPER92007.
3. Pengakomodasian usulan beberapa sektor industri Perkapalan, Komponen Otomotif, Elektronika untuk mendapatkan fasilitas PPh PP No. 1 Tahun
2007 dan PP No. 62 Tahun 2008. 4. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian penting lainnya dalam upaya
memfasilitasi iklim usaha yang lebih baik yang dapat memberikan kepastian berusaha, khususnya yang terkait dengan perbaikan infrastruktur, teknologi,
permodalan dan penanganan lingkungan.
Pada bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri P3DN, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2009 dan
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 49M-INDPER42009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri, yang telah disosialisasikan untuk
diterapkan di Instansi Pemerintah Pusat maupun di Daerah. Pada sektor-sektor penting tertentu tengah dilaksanakan usaha-usaha untuk: 1 Memaksimalkan
pemanfaatan kemampuan industri strategis dalam pengadaan Alutsista sektor Pertahanan; 2 Memberdayakan industri Perkapalan Nasional sesuai Inpres
No. 5 Tahun 2005; 3 Mendorong BUMN-BUMN untuk memaksimalkan peng- gunaan produksi dalam negeri dalam rangka Program Percepatan Pembangunan
PLTU Batubara dan Program Konversi Minyak Tanah ke LPG; 4 Memprakarsai penyusunan RUU Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri.
Pada bidang Peningkatan Kemampuan Teknologi, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan beberapa langkah penting, seperti: 1 Penetapan hasil-hasil
riset unggulan untuk IKM yang diseleksi dari hasil-hasil Litbang pada 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi Industri; 2 Proyek Percontohan Coco-
diesel; 3 Program Restrukturisasi Industri TPT; 4 Bantuan MesinPeralatan untuk pengelasan, alsintan, fasilitas Pusat Desain Optik, fasilitas UPT Kulit
Magetan, pembuatan bahan bakar nabati dari biji jarak, pabrik Biodiesel; 5 Bimbingan Teknis untuk pengelolaan limbah; 6 Penghargaan Rintisan
Teknologi; 7 Penghargaan Indonesia Good Design Selection dan 8 Pembangun- an Pusat Desain Industri Perkapalan.
Pemerintah telah melaksanakan berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk Peningkatan Kemampuan SDM Industri, antara lain: 1 Dalam rangka
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 7
peningkatan daya saing HACCP, CEFE, Marketing, Manajemen Lingkungan, TQM, dsb; 2 Pengelasan Sertifi kasi Internasional; 3 Konservasi dan Audit Energi;
4 Teknologi Produksi Desain; 5 Penanganan Zat-zat Kimia Berbahaya; dan 6 Pelatihan Asesor terintegrasi ISO 9001. Sedangkan pada Bidang Peningkatan
Kemampuan SDM Aparatur, pemerintah telah melaksanakan kegiatan antara lain: 1 Diklat Sistem Industri I, II, III, dan IV untuk meningkatkan kapasitas
aparatur Dinas Perindustrian di ProvinsiKabupatenKota; 2 Diklat-diklat Struktural; 3 Diklat Teknis, Diklat Jabatan Fungsional; 4 Program beasiswa
S2 dan S3; 5 Program Beasiswa D3 Tenaga Penyuluh Lapangan Industri dengan ikatan dinas di Unit Pendidikan Tinggi di Lingkungan Kementerian
Perindustrian; dan 6 Pelatihan Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di pabrik PPSP sebanyak 8 angkatan .
Industri Kecil Menengah IKM yang diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian nasional pada akhir RPJMN 2005-2009 telah memberikan
kontribusi PDB Sektor Industri sebesar 24,95 persen. Program Pengembangan IKM dalam pelaksanaan program utama dan pelaksanaan program pendukung
meliputi: Pengembangan 6 Klaster IKM; Pengembangan IKM penunjang klaster industri; Pengembangan IKM Unggulan Daerah; Pengembangan IKM di daerah
tertinggal, perbatasan, pasca konfl ik pasca bencana; Pengembangan Promosi dan Informasi; Peningkatan SDM IKM; Peningkatan Kerjasama Industri; dan
Peningkatan Standardisasi dan Teknologi.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja di sektor Industri Pengolahan, secara kumulatif dari tahun 2005-2009 mengalami peningkatan sebesar 2.551.507 orang
atau rata-rata per tahun sekitar 519.137 orang 5,28 persen, yang berarti di atas yang ditargetkan pada RPJMN 2005-2009 sebesar 500 ribu per tahun. Pada periode
yang sama pula penanaman
modal di sektor Industri Pengolahan terealisasi rata- rata per tahun senilai 15,97 triliun rupiah untuk Proyek Penanaman Modal Dalam
Negeri PMDN dan US 3,69 miliar untuk Proyek Penanaman Modal Asing PMA. Dengan asumsi kurs rata-rata 10.000 rupiah per 1 US, maka PMA yang diserap
sektor Industri Pengolahan sekitar 36,91 triliun rupiah per tahun
. Bila dijumlahkan,
total investasi PMA dan PMDN yang tertanam di sektor Industri Pengolahan rata-rata sebesar 52,88 triliun rupiah per tahun. Angka tersebut melebihi sasaran
investasi sektor Industri Pengolahan pada RPJMN 2005-2009, yaitu sebesar 40-50 triliun rupiah.
8 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Pertumbuhan sektor Industri Pengolahan Non-Migas selama 5 tahun terakhir boleh dikatakan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Pada
tahun 2005, laju pertumbuhan sektor industri sebesar 5,86 persen sedikit diatas pertumbuhan ekonomi yang besarnya 5,69 persen. Pada tahun 2006, 2007 dan
2008, laju pertumbuhan sektor industri selalu di bawah pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2009, ekonomi tumbuh sebesar 4,93 persen sedangkan pertumbuhan
sektor industri non migas pada tahun 2009 tumbuh sebesar 2,52 persen.
Penurunan yang cukup besar pada tahun-tahun terakhir disebabkan terjadinya pertumbuhan negatif pada beberapa cabang industri, seperti Tekstil,
Kertas, Semen, dan Barang Galian Logam. Walau demikian, terdapat kelompok utama industri yang pertumbuhannya cukup tinggi, yaitu Industri Alat Angkut,
Mesin dan Peralatan, yang memberikan sumbangan pertumbuhan besar, walau pada tahun 2009 sumbangan tersebut menjadi melemah.
Menurun serta negatifnya pertumbuhan sektor-sektor industri tersebut disebabkan berbagai permasalahan yang dihadapi, seperti: keterbatasan
infrastruktur dan listrik, kurangnya pasokan bahan baku untuk Industri Pengolahan Kayu dan Hasil Hutan lainnya, serta maraknya illegal logging dan
illegal trading, kurangnya pasokan gas bumi sebagai bahan baku dan energi untuk industri pupuk, serta beredarnya isu penggunaan bahan tambahan pangan
yang tidak diperbolehkan untuk industri makanan dan minuman yang sempat meresahkan masyarakat.
Dari semua cabang industri, terdapat dua cabang industri yang mendominasi, yaitu Industri Makanan, Minuman dan Tembakau dan Industri Alat Angkut,
Mesin dan Peralatan. Peran Industri Makanan, Minuman dan Tembakau relatif konstan sekitar 28-33 persen, tetapi Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan
pada periode tahun 2000-2005 perannya masih sekitar 20-26 persen, pada periode 2005-2009 meningkat menjadi sekitar 27-29 persen. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa telah terjadi pendalaman dan penguatan struktur industri ke arah produksi produk-produk yang bernilai tambah tinggi dan memiliki kandungan
teknologi yang lebih tinggi .
Utilisasi industri juga menjadi isu penting karena baru sekitar 47 subsektor industri di Indonesia yang utilisasinya di atas 80 persen, sementara 96 subsektor
dan 83 subsektor industri utilisasinya masing-masing baru mencapai antara 61 dan 79 persen, dan bahkan di bawah 60 persen. Subsektor yang memiliki
utilitas di atas 80 persen didominasi oleh subsektor Industri Kimia Hulu,
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 9
dimana sektor hilir industri yang nilai tambahnya lebih tinggi, utilisasi kapasitas terpasangnya lebih rendah. Kelompok industri yang memiliki nilai tambah yang
tinggi dibandingkan dengan Industri Kimia seperti Industri Permesinan dan Elektronika, ternyata utilitasnya berkisar antara 61 sampai dengan 79 persen,
bahkan beberapa di antaranya di bawah 60 persen seperti Industri RadioRadio Cassette, Industri Mesin Proses Minyak Kelapa Sawit, Industri Mesin Proses
Pengolahan Gula, dan Mesin Proses Pengerjaan Logam.
Penguatan struktur industri selama kurun waktu 2005-2009 telah terjadi pada Industri Turunan Minyak Sawit, Industri Petrokimia aromatik, C1, Olefi n,
Industri Pasir Kuarsa, Industri Keramik, Industri Air Laut, Industri Mesin Proses Tekstil, Industri Mesin Proses Pabrik Gula, Industri Mesin Proses Pabrik Minyak
Kelapa Sawit, Industri Logam, Industri Aluminium, Industri Tembaga, Industri Perkapalan, Industri Bangunan Lepas Pantai, Industri Telematika, Industri
TV, Industri Video CassetteDisc Player, dan Industri Lampu Listrik. Namun perkembangan tersebut dirasakan masih belum memenuhi sebagaimana
yang diharapkan. Dari sisi pandang lain struktur yang belum lengkap yang diperlihatkan dengan banyak industri yang belum ada di tanah air, menunjukkan
masih besarnya peluang investasi pada sektor industri tertentu, baik berupa pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah ada maupun membuka
perusahaan pada industri yang belum ada.
Struktur industri pada pohon industri masih kurang lengkap dipandang dari dua sisi dimensi yang berbeda. Sisi pertama kurang lengkapnya struktur
industri memperlihatkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri yang masih terbuka lebar, baik pendirian perusahaan baru pada industri yang
sudah eksis perluasan struktur maupun membuka perusahaan pada industri yang belum eksis pendalaman struktur. Sisi lain, kurang lengkapnya struktur
industri pada pohon industri mencerminkan belum kokohnya kemampuan industri dan strategi yang diterapkan dalam pengembangannya. Sebaran industri
di Indonesia masih terkonsentrasi secara geografi s di Pulau Jawa dan Sumatera. Pada tahun 2008, persebaran Industri Manufaktur masih terfokus di Pulau Jawa
dan Sumatera yang menyerap hingga 79,83 persen. Pada tahun 2006, kedua pulau tersebut menyerap 79,5 persen unit usaha yang ada di Indonesia, sementara pada
tahun 2004 serapannya 77,5 persen.
Realisasi Investasi PMDN menunjukkan perkembangan yang makin membaik walau masih tetap di bawah periode sebelum krisis tahun 1998.
10 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Sektor industri merupakan sektor utama yang paling banyak diminati oleh perusahaan-perusahaan PMDN. Realisasi Investasi PMDN di sektor industri
dari 2005-2009 mencapai Rp 95,64 triliun dari Rp 144,42 triliun PMDN secara keseluruhan. Investasi sektor industri paling besar terdapat pada industri Kertas
dan Percetakan yaitu Rp 28,95 triliun dengan 52 proyek. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan telah meningkat rata-rata 6,38 persen pada
periode tahun 2005-2009. Dibandingkan tahun 2005, penyerapan tenaga kerja pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009 masing-masing meningkat sebesar 14,82
persen; 20,527 persen, 22,36 persen, dan 27,49 persen.
Dari sisi ekspor, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur pada tahun 2005 sebesar US 55.566,99 juta dengan kontribusi 64,87 persen terhadap total
nilai ekspor Indonesia dan 83,65 persen terhadap produk non migas. Pada tahun 2009, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur meningkat menjadi
sebesar US 73.435,84 juta serta mempunyai kontribusi 63,03 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia dan 75,33 persen terhadap produk non migas dengan
pertumbuhan dari tahun 2005-2009 sebesar 46,76 persen.