5.86 5.15 2.52 Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi
22 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Gambar 1.1 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas 2004-2009
Ditinjau dari realisasi investasi dalam negeri PMDN, sebagian besar Industri Manufaktur mengalami peningkatan realisasi investasi pada
tahun 2009 dibanding tahun 2008, dengan nilai realisasi tertinggi pada cabang Industri Kimia dan Farmasi sebesar Rp 5.850,1 miliar diikuti dengan
Industri Makanan sebesar Rp 5.768,5 miliar. Nilai realisasi Industri Makanan mengalami penurunan sangat besar pada tahun 2009 sebesar 29,6 persen
dibanding tahun sebelumnya Tabel 1.5 dari Rp 8.192,9 miliar pada tahun 2008 hanya dibukukan senilai Rp 5.768,5 miliar di tahun 2009. Apabila
ditinjau dari jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan, maka industri yang mencapai perkembangan signifi kan dibanding tahun 2008 adalah cabang
Industri Tekstil, diikuti cabang Industri Karet dan plastik dan industri lainnya.
RENCANA
S TRA
TE GIS KEMENTERIAN P
ERINDUS
TRIAN 2010 - 2014 | 2
3
Tabel 1.5 Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Industri
NO. SEKTOR
2004 2005
2006 2007
2008 2009
P I
P I
P I
P I
P I
P I
1 Industri Makanan
28,0 3.507,9
35,0 4.490,8
19,0 3.175,3
27 5.371,7
49 8.192,9
34 5.768,5
2 Industri Tekstil
7,0 70,0
22,0 1.640,7
7,0 81,7
8 228,2
20 719,6
23 2.645,7
3 Ind. Barang Dari Kulit
Alas Kaki 2,0
24,5 1,0
14,6 1,0
4,0 2
58,5 2
10,1 1
4,0 4
Industri Kayu 4,0
888,9 9,0
198,8 9,0
709,0 3
38,8 4
306,6 2
33,5 5
Ind. Kertas dan Percetakan 4,0
205,7 13,0
9.732,6 9,0
1.871,2 8
14.548,2 14
1.797,7 8
1.000,8 6
Ind. Kimia dan Farmasi 10,0
4.284,8 17,0
1.945,2 10,0
3.248,9 14
1.168,2 23
503,7 15
5.850,1 7
Ind. Karet dan Plastik 11,0
445,4 18,0
678,4 11,0
253,6 10
564,5 27
797,8 31
1.532,8 8
Ind. Mineral Non Logam 10,0
524,5 4,0
774,6 4,0
218,2 2
124,2 7
845,3 4
786,1 9
Ind. Logam, Mesin Elektronik
19,0 546,6
16,0 1.151,5
22,0 3.334,2
17 3.541,6
31 2.381,1
31 1.466,8
10 Ind. Instru. Kedokteran,
Presisi Optik dan Jam 0,0
0,0 0,0
0,0 0,0
0,0 -
- 2
7,0 -
- 11
Ind. Kendaraan Bermotor Alat Transportasi Lain
1,0 19,6
6,0 284,6
4,0 116,6
8 609,4
6 314,7
3 66,5
12 Industri Lainnya
0,0 0,0
8,0 79,4
0,0 0,0
2 36,5
4 38,4
6 279,5
Jumlah 96,0
10.517,9 149,0 20.991,2 96
13,012.7 101 26,289.8
189 15,914.8
158 19,434.4
Sumber : BKPM 2009
CATATAN : 1. Diluar Investasi Sektor Minyak Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya,
Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknissektor, Investasi Porto folio Pasar Modal dan Investasi Rumah Tangga.
2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan. 3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam Rp Milyar.
4. Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 31 Desember 2009.
24 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Perkembangan Realisasi Investasi PMDN per tahun dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Realisasi PMDN Industri milyar Rp
Ditinjau dari realisasi nilai investasi PMA pada tahun 2009 menunjukkan penurunan dibanding tahun 2008, yakni dari sebesar US 4.515,2 menjadi
US 3.831,1 Juta. Dari sejumlah tersebut, kontribusi investasi 3 besar pada tahun 2009 berada pada sub sektor Industri Kimia dan Farmasi dengan nilai
US 1.183,1 juta, kemudian diikuti Industri Logam, Mesin Elektronika sebesar US 654,9 juta dan Industri Kendaraan Bermotor Alat Transportasi
Lain sebesar US 583,4 juta Tabel 1.6. Jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan untuk investasi PMA rata-rata meningkat pada tahun 2009
terkecuali Industri Makanan yang mengalami penurunan sejumlah 7 izin usaha. Total izin yang dikeluarkan adalah sejumlah 474 izin pada tahun 2009
dibandingkan 495 izin pada tahun 2008 atau terjadi penurunan realisasi pemberian izin usaha sebesar 4,24 persen dan secara nilai investasi terjadi
penurunan sebesar 15,15 persen.
RENCANA
S TRA
TE GIS KEMENTERIAN P
ERINDUS
TRIAN 2010 - 2014 | 2
5
Tabel 1.6 Perkembangan Realisasi Investasi PMA
NO. SEKTOR
2004 2005
2006 2007
2008 2009
P I
P I
P I
P I
P I
P I
1 Industri Makanan
29,0 574,3
46 603.2
45 354.4
53 704.1
42 491.4
49 552.1
2 Industri Tekstil
24,0 165,5
31 71.1
61 424.0
63 131.7
67 210.2
66 251.4
3 Ind. Barang Dari Kulit
Alas Kaki 6,0
13,2 6
47.8 11
51.8 10
95.9 20
145.8 21
122.6 4
Industri Kayu 6,0
4,1 18
75.5 18
58.9 17
127.9 19
119.5 18
62.1 5
Ind. Kertas dan Percetakan
16,0 414,5
6 9.9
16 747.0
11 672.5
15 294.7
18 68.7
6 Ind. Kimia dan Farmasi
39,0 614,1
41 1,152.9
32 264.6
32 1,611.7
42 627.8
41 1,183.1
7 Ind. Karet dan Plastik
16,0 81,0
27 392.6
33 112.7
36 157.9
50 271.6
42 208.1
8 Ind. Mineral Non Logam
10,0 108,1
11 66.2
7 94.8
6 27.8
11 266.4
8 19.5
9 Ind. Logam, Mesin
Elektronik 51,0
312,8 87
521.8 86
955.7 99
714.1 141
1,281.4 121
654.9 10
Ind. Instru. Kedokteran, Presisi Optik dan Jam
4,0 13,0
2 3.1
1 0.2
1 10.9
7 15.7
5 5.1
11 Ind. Kendaraan Bermotor
Alat Transportasi Lain 22,0
402,6 31
360.6 28
438.5 38
412.3 47
756.2 52
583.4 12
Industri Lainnya 25,0
101,4 29
195.9 25
117.1 24
30.2 34
34.7 33
120.1 Jumlah
248,0 2.804,6 335 3,500.6
363 3,619.7
390 4,697.0 495
4,515.2 474
3,831.1
Sumber : BKPM 2009
CATATAN : 1. Diluar Investasi Sektor Minyak Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya,
Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknissektor, Investasi Porto folio Pasar Modal dan Investasi Rumah Tangga.
2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan. 3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam US Juta.
4. Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 31 Desember 2009.
26 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Perkembangan Realisasi Investasi PMA per tahun dapat dilihat pada Gambar 1.3.
Gambar 1.3 Realisasi PMA Industri US juta
Sektor industri masih didominasi oleh industri padat tenaga kerja yang memiliki rantai pendek sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil.
Industri dimaksud lebih menekankan penggunaan tenaga manusia untuk melakukan pemrosesan tahap awal yang berupa sedikit peningkatan mutu
komoditas tanpa mengubah menjadi produk olahan. Pasar tujuan masih tertuju pasar-pasar tradisional existing market seperti ke Singapura,
Amerika Serikat yang hanya menyerap komoditas dengan nilai tambah kecil yang kurang menguntungkan bagi Indonesia.
Berbagai permasalahan dihadapi atas kondisi ini baik dari sisi eksternal maupun internal. Permasalahan eksternal dihasilkan dari taktik perdagangan
negara pembeli yang memiliki posisi rebut tawar bargaining power lebih tinggi sehingga memiliki kekuatan penekan untuk mengatur, kampanye
negatif yang menunjukkan seakan Indonesia tidak mampu menjadi negara industri pengolah, dan penerapan hambatan perdagangan. Perlakuan
tidak berkeadilan atas praktek hambatan perdagangan yang memaksa secara sepihak negara berkembang membuka pasar domestik atas pasar
produk negara maju terutama Amerika Serikat, membuat industri negara berkembang yang baru tumbuh menjadi kalah bersaing ketika berhadapan
dengan produk industi maju.
Semua hambatan tarif di negara berkembang dipaksa dihapuskan hingga membuka luas pasar produk Pertanian. Namun sebaliknya, Amerika Serikat
dan Eropa melakukan subsidi sektor Pertanian di negara mereka, bahkan
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 27
industri maju meminta liberalisasi industri Kimia, Elektronik, maupun Keuangan. Inilah distorsi perdagangan global yang masih menjadi tantangan
negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun sekarang negara yang tergabung pada BRICS Brazil, Rusia, India, China telah memiliki kekuatan
dan menuntut World Trade Organization WTO lebih berlaku adil dan memberlakukan akses pada produk-produk negara berkembang, namun
realisasinya belum secara nyata terwujud.
Memang terdapat beberapa permasalahan dari kemampuan Sumber Daya Manusia terutama dalam pengolahan produk atau penanganan lepas
panen, hambatan teknologi pengolahan processing, permodalan untuk industri padat modal, integrasi hulu dan hilir. Permasalahan generik yang
ditemukan hampir di semua lokasi terdiri empat hal pokok, yakni: rantai pasokan, sarana dan prasarana, permodalan, dan kemampuan sumber daya
manusia. Beberapa kondisi khusus diantaranya pemasaran, hubungan industri kecil menengah dan industri besar, dan kebijakan pemerintah.