perempuan yang mengalami penganiayaan seksual hingga penetrasi cenderung terlibat dalam hubungan seks bebas dan hamil di luar nikah, dibandingkan dengan remaja yang mengalami
kekerasan tanpa penetrasi. Penelitian tersebut sejalan dengan apa yang dialami responden Bulan:
”Awalnya Dedi ini ngejar-ngejar, Bulan gak mau, di kejar-kejarnya juga Bulan. ‘Mungin cowok ini baik, bisa ngelepaskan masa-masa lalu buruk Bulan.’ Pikir gitu.
Bulan menilainya beda. Ternyata dia, setelah Bulan hamil, 4 bulan, ditinggalin sama dia.”
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa tujuan utama dari seluruh perkembangan remaja adalah pembentukan identitas diri. Peristiwa traumatis, stigma negatif,
dan efek lain yang ditimbulkan akibat peristiwa kekerasan yang dialami remaja perempuan korban kekerasan seksual mempengaruhi proses pembentukan identitas dirinya. Hal inilah
yang mendorong peneliti untuk meneliti bagaimana gambaran pembentukan identitas diri pada remaja perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, mulai dari status identitas
korban hingga pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan identitas diri korban.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan fenomena diatas peneliti ingin mengetahui beberapa hal yang dirumuskan dalam beberapa pertanyaan di bawah ini :
1. Bagaimana gambaran pembentukan identitas diri remaja perempuan korban kekerasan
seksual meliputi: a.
Status identitas remaja perempuan korban kekerasan seksual. b.
Mengapa responden berada pada status identitas tersebut. 2.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pembentukan identitas diri pada remaja perempuan korban kekerasan seksual.
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana pembentukan identitas diri pada remaja perempuan korban kekerasan seksual.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan psikologi, khususnya ilmu Psikologi
Perkembangan yang terkait dengan gambaran pembentukan identitas diri remaja perempuan korban kekerasan seksual. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi
peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, antara lain: 1
Memberikan sumbangan informasi bagi responden sehingga mengetahui bagaimana status identitasnya, sehingga responden dapat mengembangkan dirinya.
2 Memberi sumbangan informasi kepada keluarga atau lingkungan sekitar korban agar
dapat memberikan dukungan yang positif hingga korban mampu mengatasi trauma dan dapat membentuk identitas diri.
3 Memberikan informasi kepada pengamat sosial sehingga dapat mengarahkan remaja
yang menjadi korban kekerasan seksual.
Universitas Sumatera Utara
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun berdasarkan suatu sistematika penulisan yang teratur sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya.
Bab I : Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori. Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yang meliputi landasan teori dari identitas diri
dan kekerasan seksual. Bab III : Metodologi Penelitian. Bab ini membicarakan tentang metode kualitatif yang
digunakan termasuk teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini serta metode pengambilan data. Selain itu juga memuat subjek penelitian dan lokasi
penelitian. Bab IV: Analisis data dan Interpretasi. Bab ini berisikan analisis dan interpretasi data
hasil wawancara yang dilakukan, mencakup deskripsi data, pengorganisasian rekontruksi data, dan selanjutnya membahas data-data penelitian tersebut
dengan teori yang relevan. Bab V: Kesimpulan, diskusi dan saran. Kesimpulan berisikan hasil penelitian yang
dilaksanakan, dan terdapat diskusi terhadap data-data yang tidak dapat dijelaskan dengan teori atau penelitian sebelumnya karena merupakan hal yang
baru, serta saran yang berisi saran-saran praktis sesuai hasil dan masalah- masalah penelitian, dan saran-saran metodologis untuk penyempurnaan
penelitian lanjutan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II LANDASAN TEORI
A. KEKERASAN
1. Pengertian Kekerasan
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO
dalam Bagong. S, dkk, 2000, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau
masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memartrauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologist melaporkan kasus
cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk multiple fractures pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya
unrecognized trauma. Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome Ranuh, 1999.
Barker dalam Huraerah, 2007 mendefinisikan child abuse merupakan tindakan melukai beulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan,
melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual.
Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak diinginkan secara seksual. Kekerasan seksual biasanya disertai dengan tekanan psikologis
atau fisik O’Barnett et al., dalam Matlin, 2008. Perkosaan merupakan jenis kekerasan seksual yang spesifik. Perkosaan dapat didefiniskan sebagai penetrasi seksual tanpa izin atau
dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik Tobach,dkk dalam Matlin, 2008.
Universitas Sumatera Utara