kemudian tenaga gizi dilibatkan, padahal jika tenaga gizi ikut dalam tim kesehatan tersebut, dapat melakukan pemantauan sehingga munculnya kasus gizi buruk sudah
dapat diidentifikasi lebih awal ketika masih berada dalam kondisi gizi kurang. Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki
ancaman bahaya dari berbagai jenis bencana yang membutuhkan kesiapsiagaan semua unsur, dimana salah satunya adalah sumber daya tenaga kesehatan terutama
tenaga gizi dalam penanggulangan bencana. Kesiapsiagaan yang dimaksud ini merupakan upaya upaya yang difokuskan kepada pengembangan rencana rencana
menghadapi bencana. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian untuk menganalis kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut diatas maka rumusan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi gizi
darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat
Bencana dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia kesehatan. 2.
Sebagai masukan bagi Badan Penanggulangan Bencanan Daerah Aceh Besar 3.
Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar selaku pelaksana pelayanan gizi darurat kepada masyarakat ketika bencana terjadi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna UU Penanggulangan Bencana, 2007. Pengelolaan bencana yang efektif memerlukan kombinasi empat konsep, yaitu atas semua bahaya,
menyeluruh, terpadu, dan kesiapan masyarakat, pendekatan terpadu pegelolaan bencana efektif memerlukan kerjasama aktif berbagai pihak terkait, artinya semua
organisasi dengan tugasnya masing masing bekerjasama dalam pengelolaan bencana. Menurut Undang Undang No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
disampaikan bahwa pemerintah melaksanakan kesiapsiagaan penanggulangan bencana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 15 huruf a untuk memastikan
terlaksananya tindakan yang cepat dan tepat pada saat terjadi bencana meliputi, penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan bencana. Pengorganisasian,
pemasangan dan pengujian sistim peringatan dini. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan barang kebutuhan dasar. Pengorganisasian, penyuluhan,
pelatihan dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat bencana. Penyiapan lokasi evakuasi, penyusunan data akurat, informasi, dan pemukhtakiran prosedur tetap
tanggap darurat bencana, dan penyediaan dan penyiapan bahan, barang dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
Universitas Sumatera Utara
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian
harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang
dilakukan antara lain: a pengaktifan pos pos siaga bencana dengan segenap pendukungnya, b. pelatihan siaga simulasi gladi teknis bagi setiap sektor
penanggulangan bencana SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum, c inventaris sumberdaya pendukung kedaruratan, d penyiapan dukungan dan
mobilisasi sumberdayalogistik, e penyiapan sistem informasi dan komunikasi terpadu guna mendukung tugas kebencanaan, f penyiapan pemasangan instrument
sistem peringatan dini early warning, g penyusun rencana kontigensi contigency plan, serta h mobilisasi sumberdaya dalam hal personil dan prasarana sarana
peralatan Depkes, 2007. Menurut WHO 1999, kesiapsiagaan adalah program pembangunan
kesehatan jangka panjang yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan seluruh potensi sumberdaya wilayah agar dapat menanggulangi masalah
kesehatan akibat kedaruratan dan bencana secara efisien dari tahap tanggap darurat sampai rehabilitasi secara berkesinambungan sebagai bagian dari pembangunan
kesehatan yang menyeluruh. Kesiapsiagaan menghadapi bencana yaitu bila upaya pencegahan dan mitigasi
sudah dilakukan namun bencana tidak dapat dielakkan untuk terjadi maka perlu
Universitas Sumatera Utara
upaya kesiapsiagaan, peringatan dini, dan beberapa kegiatan tanggap darurat bencana masuk dalam kegiatan kesiapsiagaan Disaster Risk Reduction Aceh, 2011.
Kesiapsiagaan menurut Kemenkes 2011, upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi bencana, dilakukan pada saat bencana sudah
mulai teridentifikasi terjadi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah, penyusunan rencana kontijensi, simulasigaldipelatihan siaga, penyiapan dukungan
sumberdaya, penyiapan sistim informasi dan komunikasi. Kesiapsiagaan merupakan upaya upaya yang difokuskan kepada
pengembangan rencana rencana untuk menghadapi bencana. Ini penting artinya untuk memastikan bahwa tindakan-tindakan yang akan diambil segera setelah terjadi
bencana terjadi merupakan tindakan yang cepat, tepat, dan efektif. Tujuan dari usaha kesiapsiagaan dalam bidang kesehatan adalah: a meminimalkan jumlah korban. b
mengurangi penderitaan korban c mencegah munculnya masalah kesehatan pasca bencana d memudahkan upaya tanggap darurat dan pemulihan cepat Kepmenkes,
2006. Upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi
bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi. Upaya upaya yang dapat dilakukan adalah: penyusunan rencana kontinjensi,
simulasigladipelatihan siaga, penyiapan dukungan sumberdaya, dan penyiapan sistem informasi dan komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1. Parameter Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Bencana
Menurut LIPI – UNESCOISDR 2006 terdapat 5 faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam, terutama tsunami, yaitu :
a pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana, b kebijakan dan panduan, c rencana untuk keadaan darurat bencana, d sistem peringatan bencana dan, e
kemampuan untuk memobilisasi sumberdaya. Kelima faktor kritis ini kemudian disepakati menjadi parameter dalam assessment framework.
1. Parameter pertama adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana.
Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengalaman bencana tsunami di Banda Aceh dan daerah lain akan memberikan
pelajaran bahwa pengetahuan memiliki peran yang sangat penting terutama mengenai bencana alam. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi
sikap dan kepedulian untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah yang memiliki resiko bencana.
2. Parameter kedua adalah kebijakan dan panduan yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan untuk mengantisipasi kejadian bencana alam. Kebijakan kesiapsiagaan bencana alam sangat penting dan merupakan upaya konkrit untuk
melaksanakan kegiatan siaga bencana. Kebijakan yang signifikan berpengaruh terhadap terhadap kesiapsiagaan meliputi pendidikan publik, emergency planing,
sistem peringatan bencana, dan mobilisasi sumberdaya, termasuk pendanaan, organisasi pengelola, sumber daya manusia SDM dan fasilitas penting untuk
kondisi darurat bencana. Kebijakan kebijakan dituangkan dalam berbagai bentuk,
Universitas Sumatera Utara
tetapi akan lebih bermakna apabila dicantumkan secara konkrit dalam peraturan peraturan, seperti Surat Keputusan atau Peraturan Daerah di Aceh Qanun yang
disertai dengan job description
yang jelas. Agar kebijakan dapat diimplementasikan dengan optimal, maka dibutuhkan panduan operasionalnya.
3. Parameter ketiga adalah rencana untuk keadaan darurat bencana alam, rencana
ini menjadi bagian penting dalam kesiapsiagaan terutama berkaitan dengan evakuasi, pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat
diminimalkan. Upaya upaya ini sangat krusial, terutama ada saat terjadi bencana dan hari hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan pihak
luar datang. Pengalaman bencana di Aceh dan Indonesia secara umum menunjukkan bantuan dari pihak luar tidak segera datang, karena rusaknya sarana
dan infrastruktur, seperti jalan jembatan dan pelabuhan. 4.
Parameter ke empat berkaitan dengan sistim peringatan bencana. Sistim ini meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadinya bencana.
Dengan peringatan bencana ini, masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan, untuk itu
diperlukan latihan dan simulasi apa yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana harus menyelamatkan diri dalam waktu
tertentu, sesuai dengan lokasi dimana masyarakat sedang berada saat terjadi peringatan.
5. Parameter kelima yaitu: mobilisasi sumber daya. Sumberdaya yang tersedia
baik sumber daya manusia SDM maupun pendanaan dan sarana prasarana
Universitas Sumatera Utara
penting untuk keadaan darurat merupakan potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam, karena itu
mobilisasi sumberdaya menjadi faktor yang krusial.
2.2. Kemampuan
Kemampuan menurut Spencer adalah karakteristik dasar yang terdiri dari keterampilan skill, pengetahuan knowledge serta atribut personal lainnya yang
mampu membedakan sesorang yang melakukan dan tidak melakukan. Setiap orang mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam kemampuan yang membuatnya relatif
unggul atau menonjol dibandingkan orang lain dalam melakukan tugas atau kegiatan tertentu. Kemampuan ability merujuk kesuatu kapasitas individu untuk mengerjakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan Sedarmayanti,2010. Kemampuan merupakan kombinasi dari semua kekuatan dan sumberdaya
yang ada dalam masyarakat, kelompok atau organisasi yang bisa mengurangi tingkat resiko atau akibat dari bencana. Kajian kemampuan mengidentfikasi kekuatan dan
sumberdaya yang ada di tiap individu, rumah tangga dan masyarakat untuk mengatasi, bertahan, mencegah, menyiapkan, mitigasi atau segera pulih setelah
bencana. Mengatasi berarti memanfaatkan sumberdaya dalam keadaan yang tidak menguntungkan BNPB, 2011
Kemampuan merupakan keadaan adanya atau tersedianya upaya atau tindakan yang dapat mengurangi korban jiwa. Kemampuan adalah upaya atau tindakan yang
Universitas Sumatera Utara
dapat dilakukan seseorang atau masyarakat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda atau kerusakan.
Secara sederhana, hubungan antara kejadian bencana, ancaman bahaya hazard-H, kerentanan Vulnerable-V, kapasitas atau kemampuan capacity-C dan
risiko bencana Risk-R dapat digambarkan sebagai berikut: Bencana dapat terjadi setiap saat dimana saja. Tiap bencana mengandung
ancaman bahaya hazard. Tiap orang atau masyarakat menjadi lebih rentan terhadap ancaman bahaya bila keadaan fisik, sosial dan ekonominya rentan serta tinggal di
daerah rawan bencana. Ancaman bahaya dapat menimbulkan risiko yang tinggi pada manusia atau masyarakat yang rentan saat terjadi bencana. Oleh karena itu untuk
mengurangi dampak risiko maka kapasitas atau kemampuan orang atau masyarakat harus ditingkatkan. Kemampuan ditingkatkan, dibuktikan, dan ditunjukkan dengan
upaya untuk mengurangi tingkat kerentanan Disaster Risk Reduction Aceh, 2011. Kemampuan petugas dalam penanganan gizi pada situasi darurat secara cepat
dan tepat sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan status gizi pengungsi, diantara kemampuan tersebut dapat dijabarkan menjadi tiga yaitu:
1. Kemampuan petugas di lapangan dalam mengenali dan memecahkan masalah gizi
terutama pada bayi, baduta, ibu hamil, dan ibu menyusui pada situasi darurat. 2.
Kemampuan petugas di lapangan dalam penyelenggaraan makanan kepada pengungsi pada situasi darurat khususnya kelompok rawan.
3. Kemampuan petugas di lapangan dalam mengelola bantuan makanan termasuk
susu formula Kemenkes, 2010
Universitas Sumatera Utara
Dalam manajemen bencana, resiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan daerah dengan ancaman bahaya yang ada, tingkat kerentanan daerah
dapat dikurangi sehingga kemampuan dalam menghadapi bencana semakin meningkat dengan kata lain menurunkan tingkat kerentanan dan meningkatkan
kemampuan, sehingga resiko jika terjadi bencana akan berkurang Nurjanah, 2012. Menurut Twigg 2007 dalam rangka pengurangan resiko bencana diperlukan
masyarakat yang tahan bencana agar jika terjadi bencana maka masyarakat sudah siap sehingga resiko yang mungkin ditimbulkan dapat diminimalkan. Diketahui bahwa
pegurangan resiko bencana adalah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mengkaji, dan mengurang resiko bencana. Ini merupakan upaya pengembangan dan
penerapan secara luas dari kebijakan, strategi, kegiatan untuk meminimalkan kerentanan dan resiko bencana di masyarakat dengan tujuan untuk mengurangi
kerentanan sosial, ekonomi terhadap bencana dan mengurangi ancaman bahaya lingkungan maupun bahaya lainnya yang menimbulkan kerentanan. Untuk itu
masyarakat perlu diberdayakan agar tahan menghadapi bencana, adapun ciri ciri masyarakat yang tahan bencana harus mempunyai:
1. Kemampuan untuk menyerap tekanan yang menghancurkan yang dilakukan
melalui perlawanan atau adaptasi. 2.
Kemampuan untuk mengelola atau mempertahankan fungsi fungsi dan struktur dasar tertentu selama adanya kejadian yang mendatangkan malapetaka.
3. Kemampuan untuk memulihkan diri setelah kejadian bencana sehingga kehidupan
normal dapat pulih kembali seperti semula.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Makanan dan Gizi pada Saat Darurat