Dampak Tunjangan Sertifikasi Terhadap Gaya Hidup Konsumtif Guru (Studi Kasus: Yayasan Sa’adatuddarain, Mampang – Jakarta Selatan)

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Oleh:

Habibah

NIM : 109011000218

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/1435 H


(2)

GAYA HIDUP GURU(studi Kasus : Yayasan

Sa’adatuddarain, Mampang

- Jakarta Selatan)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.I)

Oleh:

HABIBAH

NIM: 109011000218

Dosen Pembimbing:

DR.AKHMAD SHODIQ, MA NIP. 19710709 199803 1 001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

kasus: Yayasan Sa’adatuddarain, Mampang-Jakarta Selatan) disusun oleh Habibah , NIM 109011000218, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang skripsi (munaqasah) sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 23 Maret 2014 Yang mengesahkan,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Akhmad Shodiq, M.A


(4)

(5)

“DAMPAK TUNJANGAN SERTIFIKASI TERHADAP GAYA HIDUP KONSUMTIF GURU (Studi Kasus: Yayasan Sa’adatuddarain, Mampang– Jakarta Selatan)”

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Sa’adatuddarain, yang terletak di Jalan Mampang Prapatan Raya No. 103, Kecamatan Mampang, Jakarta Selatan mulai dari bulan Januari sampai Maret 2014.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh beberapa masalah gaya hidup guru sekarang banyak yang juga senang untuk mengejar penampilan daripada meningkatkan kompetensi profesi sebagai guru. Hal tersebut sebagaimana terjadi di daerah Kecamatan Mranggen, Demak, yang dengan adanya program sertifikasi guru dan telah mendapat tunjangan profesi maka rumah diperbaiki sedikit demi sedikit direnovasi, pasang AC, tapi ada juga yang mempunyai mobil. Guru- guru perempuan juga berlomba untuk membeli assessories, pakaian, perhiasaan agar mereka bisa tampil menarik.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gaya

hidup guru di Yayasan Sa’adatuddarain pasca sertifikasi, dampak yang terjadi

dengan gaya hidup konsumtif pasca sertifikasi dan solusi untuk mengatasi dampak yang terjadi pasca sertifikasi tersebut. Teknik yang digunakan penulis untuk mengumpulkan informasi dan data dalam penelitian adalah wawancara, angket, dan observasi.

Dari hasil angket tentang gaya hidup konsumtif pasca sertifikasi di Yayasan Sa’adatuddarain menunjukan bahwa dampak yang terjadi cukup tinggi. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan analisa dan interprestasi data yang dilakukan diperoleh hasil rata-rata 59,85%. Dampak ini dipengaruhi oleh adanya dana tunjangan yang cair tiap enam bulan sekali yang sangat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan lain yang tidak cukup bila hanya mengandalkan remunerasi (gaji) tiap bulan dari sekolah dan juga dipengaruhi oleh keinginan dan hasrat manusiawi seseorang untuk terlihat tampil beda di depan orang lain dapat memicu munculnya perilaku konsumtif pada diri siapapun termasuk guru. Solusi yang bisa dilakukan Pemerintah atau pengelola program sertifikasi guru diharapkan mengontrol kinerja guru yang telah mengikuti program tersebut. Pemerintah atau pengelola program sertifikasi guru hendaknya mengarahkan para guru sertifikasi agar mengelola dana tunjangan tersebut dengan baik.


(6)

pemilik langit dan bumi beserta isinya serta pemberi nikmat dan karunia kepada hamba-Nya yang tiada tara atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Dampak Tunjangan Sertifikasi Terhadap Gaya Hidup Konsumtif Guru (Study Kasus : Yayasan Sa’adatuddarain, Mampang - Jakarta Selatan)”, sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I).

Shalawat serta salam senantiasa tercurah keharibaan Nabi Muhammad SAW. sang revolusioner sejati, yang telah menuntun umatnya menuju jalan yang benar, jalan yang diridhoi Allah SWT.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang di dapat, akan tetapi berkat bantuan semua pihak, baik secara moril maupun materil, alhamdulillah hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Yang terhormat Ibu Nurlena Rifa’i, Ph.D selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta beserta staf-stafnya.

2. Yang terhormat Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. sebagai Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam yang memberi kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau berikan.

3. Yang terhormat Ibu Hj. Marhamah Sholeh, Lc. selaku sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan pengarahan yang bermanfaat bagi penulis.

4. Yang terhormat Bapak Dr. Akhmad Sodiq, M.A. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan mengembangkan pemikiran kepada penulis demi terselesaikannya penyusunan skripsi ini dengan baik.

5. Yang terhormat Bapak Drs. Masan AF. M.Pd selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan nasehat kepada penulis.


(7)

7. Bapak Ir. Juani Yusuf, selaku Yayasan Sa’adatuddarain yang telah memberi izin dalam penelitian ini, beserta guru-guru yang telah memberikan bantuan dalam perolehan data untuk penyusunan skripsi ini.

8. Yang terhormat dan tercinta Ayahanda Bapak Muhammad Yusuf Abdullah, S.Pd.I, Ibunda Lathifah Hamid yang telah menanamkan norma hidup dan nilai cinta kasih dengan segala pengorbanan dan jerih payahnya demi keberhasilan dan kebahagiaan penulis, sehingga dengan iringan doa dan motivasinya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kakak penulis Alm. Muhibbuddin, Amd yang selalu menjadi penyemangat dan adik penulis Thia Ayu Muthiah.

9. Terimakasih kepada seseorang tanpa kategori atau predikat tertentu yaitu Ahmad Rojib Karimi, S.Psi yang telah menemani selama perkuliahan dan penyusunan skripsi , suka duka yang terjadi selama penyusunan skripsi akan terukir indah sepanjang hidup penulis .

10. Teman-teman seperjuangan jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2009 khususnya kelas F yang memperindah masa-masa kuliah penulis, sukses untuk kita semua kawan.

11. Teman- teman WPI yang selalu memberikan semangat dan doa selama penyusunan skripsi ini

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudah-mudahan bantuan, bimbingan, semangat dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridha dan kasih sayang Allah SWT. di dunia dan di akhirat kelak. Smoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya. Amin.

Jakarta, 28 Maret 2014 Penulis


(8)

PENGESAHAN PEMBIMBING

ABSTRAK .. ... i

KATA PENGANTAR .. ... ii

DAFTAR ISI .. ... iv

DAFTAR TABEL .. ... vi

BAB I PENDAHULUAN .. ... 1

A. Latar Belakang Masalah .. ... 1

B. Identifikasi Masalah .. ... 5

C. Pembatasan Masalah .. ... 5

D. Perumusan Masalah .. ... 5

E. Tujuan Penelitian .. ... 5

F. Manfaat Penelitian .. ... 6

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL .. ... 7

A. Kajian Teoritis .. ... 7

1. Sertifikasi .. ... 7

a. Pengertian Sertifikasi .. ... 7

b. Dasar Hukum Sertifikasi .. ... 10

c. Pelaksanaan dan Penyelenggaraan Sertifikasi .. ... 11

d. Tujuan Sertifikasi .. ... 12

e. Manfaat Sertifikas .. ... 13

2. Gaya Hidup .. ... 14

a. Pengertian Gaya Hidup .. ... 14

b. Faktor - Faktor yang mempengaruhi gaya hidup .. ... 15

c. Teori Gaya Hidup ... 18

d. Gaya Hidup Konsumtif .. ... 21

e. Faktor – Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif .. .... 21


(9)

B. Metode Penelitian .. ... 27

C. Teknik Pengumpulan Data .. ... 28

D. Teknik Analisis Data .. ... 29

E. Kisi-kisi Angket .. ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .. ... 33

A. Gambaran Umum Objek Penelitian .. ... 33

1. Sejarah Yayasan Madrasah Sa’adatuddarain .. ... 33

2. Visi dan Misi Sekolah .. ... 34

3. Data Guru Yang Telah Sertifikasi .. ... 34

B. Deskripsi Data dan Analisis Angket Gaya Hidup Konsumtif Guru di Yayasan Sa’adatuddarain .. ... 35

C. Interpretasi Data Hasil Penelitian ... 49

D. Pembahasan Hasil Penelitian .. ... 51

1. Gaya Hidup Konsumtif Guru di Yayasan Sa’adatuddarain .. ... 51

2. Dampak Sertifikasi Terhadap Gaya Hidup Guru di Yayasan Sa’adatuddarain .. ... 53

3. Solusi Untuk Mengatasi Dampak Sertifikasi Terhadap Gaya Hidup Konsumtif Guru di Yayasan Sa’adatuddarain ... 55

BAB V PENUTUP .. ... 58

A. Kesimpulan .. ... 58

B. Saran .. ... 59

DAFTAR PUSTAKA .. ... 60 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

iii

Tabel 4.1 Skor Jawab ... 35

Tabel 4.2 Tabulasi Data Responden ... 37

Tabel 4.3 Membeli produk secara berulang-ulang ... 38

Tabel 4.4 Mempertimbangkan harga sebelum membeli ... 38

Tabel 4.5 Tidak mempertimbangkan harga produk ketika membeli ... 39

Tabel 4.6 Tidak memikirkan jumlah harga untuk barang yang disukai ... 40

Tabel 4.7 Memberi barang yang disukai walaupun tidak berguna ... 40

Tabel 4.8 Tertarik membeli baju meskipun masih ada yang layak dipakai 41 Tabel 4.9 Membeli keinginan yang tidak akan digunakan ... 42

Tabel 4.10 Keinginan membeli barang diskon ... 42

Tabel 4.11 Keinginan membeli model terbaru ... 43

Tabel 4.12 Ketidakpertimbangan manfaat barang ... 43

Tabel 4.13 Membeli barang yang berbeda dengan orang lain ... 44

Tabel 4.14 Membeli barang yang tidak sama dengan orang lain ... 45

Tabel 4.15 Membeli barang yang rata-rata berbeda dengan orang lain ... 45

Tabel 4.16 Memakai barang yang belum dipakai dengan orang lain ... 46

Tabel 4.17 Membeli barang yang bermerk agar berbeda dengan orang lain 46 Tabel 4.18 Bangga dengan barang yang dipakai sedang trend ... 47

Tabel 4.19 Bangga dengan barang yang dipakai dipuji orang ... 48

Tabel 4.20 Pujian mendorong untuk selalu membeli barang yang sedang trend Tabel 4.21 Bangga dengan memakai barang yang bermerk ... 49


(11)

(12)

1 A. Latar Belakang

Guru memegang peranan yang penting dalam proses belajar mengajar. Guru merupakan ujung tombak maju mundurnya dunia pendidikan, karena guru secara langsung menggeluti dunia pendidikan secara praktis di lapangan. Berkaitan dengan pembelajaran para siswa dalam menyampaikan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka guru harus memiliki berbagai karekteristik guru professional.1

Dalam proses pendidikan, guru yang profesional merupakan faktor penentu proses dan luaran pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menjadi professional, guru harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir telah berdampak buruk yang sangat luas bagi dunia pendidikan dan nasional kita. Oleh karena itu, mutu pendidikan dapat dicapai apabila para guru hidup memadai, memiliki penghasilan yang mencukupi, manusiawi dan mertabat sehingga guru mampu memberikan perhatian secara memadai dalam menunaikan tugasnya pada proses pembelajaran.2

Selama ini, guru juga merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan yang harus mendapat perhatian sentral, pertama dan utama. Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan strategis ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan

1Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 41

2Kusnandar,Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, ( Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2007), h.28


(13)

berkualitas3. Dengan kata lain, perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dari ujung dan berujung pada guru pula.

Namun, untuk mewujudkan profesionalitas guru ini masih terkendala beberapa masalah. Diduga kuat ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas guru di semua jenjang pendidikan. Pertama, kurangnya kesadaran para guru untuk mengembangkan profesi keguruannya sehingga guru tersebut berpengetahuan statis, tidak kreatif, dan tidak peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Kedua, kompetensi guru yang belum maksimal. Hal itu disebabkan kompetensi guru yang belum maksimal dan mengajar bukan pada bidang studinya. Kedudukan guru merupakan jabatan professional yang dibuktikan sertifikasi sebagai wujud pengakuan akan kualifikasi dan kompetensi. Ketiga, penghasilan yang minim sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan seperti inilah, yang memaksa guru untuk bekerja di luar mengajar, seperti berdagang, buruh, bertani bagi yang tinggal di desa, bahkan ada yang menjadi tukang ojek.

E. Mulyasa menegaskan bahwa terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia, akan menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.4 Sebagaimana Journal PAT (2001) juga menjelaskan bahwa pemerintah Inggris dan Wales melakukan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru dalam meningkatkan profesionalisme guru, sebab semakin sejahteranya seseorang maka semakin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya.5

Tuntutan akan kesejahteraan guru perlahan tetapi pasti ternyata direspons oleh pemerintah. Namun, tampaknya pemerintah menempatkan peningkatan kesejahteraan guru dalam kompetensi. Hal ini dapat dilihat dari bebebrapa indicator. Pertama, pencanangan guru sebagai profesi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 2 Desember 2004. Kebijakan ini adalah suatu

3E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 5

4Ibid, h.44

5Iskandar, Standardisasi danSertifikasi Guru, 2008 dari (http://jakartabutuhrevolusibudaya. com/2008/04/04/pengembanganpembukuan)


(14)

langkah maju menuju perbaikan kesejahteraan guru sekaligus tuntunan kualifikasi dan kompetensi guru, guna menjawab tantangan dunia global yang semakin kompleks dan kompetitif. Dalam kondisi seperti ini dibutuhkan sumber daya manusia yang andal dan ini biasa dihasilkan dari dunia pendidikan yang dikelola guru yang professional. Kedua, ditetapkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Melalui UU ini diatur hak dan kewajiban guru yang muaranya adalah kesejahteraan dan kompetensi guru. Ketiga, lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini juga mensyaratkan adanya kompetensi, sertifikasi, dan kesejahteraan guru. Keempat, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang telah disahkan tanggal 6 Desember 2005. UU ini juga menekankan pada tiga aspek penting dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia dilihat dari tenaga pendidik dan kependidikan, yakni kualifikasi, sertifikasi, dan kesejahteraan.6

Semenjak itulah adanya fenomena bahwa menjadi guru ingin kerja yang mapan, pekerjaan yang bisa menjamin kehidupan adalah sulit, dan ketatnya persaingan menjadi guru atau PNS apalagi dengan adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan sertifikasi guru dan manfaatnya. Di samping itu juga, janji pemerintah dalam mengucurkan tunjangan sertifikasi yang sudah terbukti maka banyak lulusan SLTA memilih atau memutuskan menjadi guru kelak. Perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai gaya hidup bermewah-mewah, kemudian berimbas kepada pembentukan perilaku individu yang dikarenakan sifat dasar manusia yang cenderung materialistik

Harus diakui sekarang, tingkat kesejahteraan guru yang sudah menikmati tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok memang membaik. Setidaknya, mereka sudah tidak lagi direpotkan urusan dapur. Namun, untuk mampu beli rumah dan mobil baru, agaknya terlalu berlebihan kalau tunjangan profesi guru dikaitkan dengan stigma semacam itu. Tanpa mengabaikan rasa syukur, gambaran kemakmuran guru yang demikian menghebohkan bisa jadi akibat lamanya guru menanggung beban hidup. Yang selama ini bergaji pas-pasan sehingga mesti

6Kusnandar,Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, ( Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2007), h.35-36


(15)

nyambil jadi tukang ojek atau penjual rokok ketengan untuk menyambung hidup tiba-tiba dimanjakan dengan tunjangan profesi. Barangkali bayangan imajiner semacam itu yang menggiring opini publik bahwa guru masa kini hidup melimpah dan kaya raya.

Agaknya gaya hidup guru sekarang banyak yang juga senang untuk mengejar penampilan daripada meningkatkan kompetensi profesi sebagai guru. Hal tersebut sebagaimana terjadi di daerah Kecamatan Mranggen, Demak, yang dengan adanya program sertifikasi guru dan telah mendapat tunjangan profesi maka rumah, diperbaiki sedikit demi sedikit direnovasi. Mengenai fasilitas dalam rumah bahwa hampir semua guru di Kecamatan Mranggen memiliki kendaraan roda dua, televisi tapi ada juga yang mempunyai mobil dan pasang AC di rumahnya.7 Mengambil pinjaman uang untuk membeli mobil- walaupun mobil second, adakalanya memiliki mobil belum jadi kebutuhan tetapi karena kompetisi penampilan maka mereka juga terdorong untuk memiliki. Guru- guru perempuan juga berlomba untuk membeli assessories, pakaian, perhiasaan agar mereka bisa tampil menarik seperti figur-figur dalam televisi atau orang orang yang datang dari metropolitan sebagai pembawa kultur baru, maka waktu yang dihabiskan untuk memenuhi nafsu konsumerisme juga telah menyita waktu atau kuota yang seharusnya dibaktikan untuk pendidikan.

Dari beberapa fenomena di atas, dapat dinyatakan bahwa adanya dampak sertifikasi dalam gaya hidup guru. Hal ini mendorong penulis untuk membuktikan kebenaran asumsi tersebut dengan mengadakan penelitian DAMPAK SERTIFIKASI TERHADAP GAYA HIDUP KONSUMTIF GURU ( Study kasus

: Yayasan Sa’adatuddarain, Mampang – Jakarta Selatan )

7 Purwanto, Gaya Hidup Guru SD di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak Setelah Menerima Tunjangan Profesi, Journal of Educational Social Studies, Unnes, 2012


(16)

B. Identifikasi Masalah

Sertifikasi guru adalah sebuah upaya peningkatan mutu guru dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteran guru berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik. itu, dalam penelitian ini masalah yang diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Berbagai macam latar belakang kehidupan guru

2. Adanya peningkatan dalam gaya hidup pasca sertifikasi.

3. Perubahan kesejahteraan pasca sertifikasi baik secara gaya hidup konsumtif.

C. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Untuk menghindari kesalah pahaman dan penafsiran yang meluas dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membatasi permasalahnya ke dalam hal-hal sebagai berikut :

a. Sertifikasi Guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.

b. Gaya Hidup pasca sertifikasi : yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hedonisme dengan melihat tingkat perilaku konsumtif guru.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah:

a. Apakah ada gaya hidup konsumtif guru pasca adanya tunjangan sertifikasi

di Yayasan Sa’adatuddarain, Mampang – Jakarta Selatan?

b. Bagaimana jika ada dampak tunjangan sertifikasi terhadap gaya hidup konsumtif guru di Yayasan Sa’adatuddarain, Mampang – Jakarta Selatan? c. Bagaimana solusi untuk mengatasi jika ada dampak yang terjadi pada gaya

hidup konsumtif guru di Yayasan Sa’adatuddarain, Mampang – Jakarta


(17)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui ada atau tidaknya dampak tunjangan sertifikasi terhadap gaya hidup konsumtif guru di Yayasan Sa’adatuddarain.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini sebagai informasi baru yang berguna untuk meningkatkan mutu dan profesionalisme dalam mensejahterakan kehidupan guru.

2. Bagi lembaga pendidikan, penelitian ini dapat memberikan perhatian terhadap kesejahteraan guru agar dapat meningkatkan mutu pembelajaran. 3. Bagi guru, penelitian ini dapat memberikan manfaat positif dan memberi

kesadaran dampak negatif yang terjadi apabila salah dalam menggunakan tunjangan sertifikasi dalam gaya hidup sehari- hari.

4. Bagi masyarakat, yaitu agar dapat melihat profesi guru dapat mensejahterakan keluarga dari program sertifikasi itu.


(18)

7

A. Sertifikasi Guru 1. Pengertian Sertifikasi

Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.1pasal 42 ayat (1) bahwa “Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Dari penjelasan atas undang-undang mengenai pasal tersebut tidak ada penjelasan

tambahan mengenai aturan ini, tetapi sudah dianggap “cukup jelas.” Pembuat

undang-undang agaknya sangat yakin, bahwa semua pihak termasuk pendidik memahami redaksional aturan ini. Namun, bukan tidak mungkin terdapat pihak terutama pendidik yang tidak memahami secara keseluruhan maksud undang-undang ini ketika pertama kali diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia. Hal ini terkait dimuatnya istilah baru dalam dunia pendidikan di negeri ini, yaitu “sertifikasi.”

Istilah sertifikasi dikepala orang awam negeri ini, mungkin langsung akan dikaitkan dengan sertifikat tanah dan sertifikat rumah. Maklum, belum pernah ada sejarah sertifikasi pendidik dalam sejarah Indonesia pasca kemerdekaan. Di luar negeri, khususnya Amerika Serikat, sertifikasi pendidik telah sejak lama diterapkan. Tepatnya semenjak kemuculan laporan yang menggemparkan dunia pendidikan

Amerika Serikat, “A Nation at Risk: The Imperative for Education Reform” (1983)

dan “A Nation Prepared: Teachers for the 21st Century”, yang menggulirkan

reformasi pendidikan di Amerika Serikat dan dikembangkannya standarisasi dan sertifikasi profesi guru, serta dibentuknya National Board for Professional Teaching


(19)

Standards (NBPTS) pada 1987.2 Di Indonesia, baru mengikuti jejak ini lebih dari satu dekade berikutnya.

Sertifikasi pada dasarnya mengacu pada sebuah proses pemberian pengakuan terhadap suatu profesi tertentu sebagai bukti kelayakan yang bersangkutan untuk melakukan praktik profesinya. Bagi pendidik, maka sertifikasi merupakan pengakuan terhadap profesi pendidik sekaligus pemberian ijin untuk melaksanakan praktik mendidik. Menurut definisi National Commission on Educational Services (NCES),3 “certification is a procedure whereby the states evaluates and reviews a teacher candidate’s credentials and provides him or her a license to teach.” Dalam hal ini, sertifikasi diartikan sebagai prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan ijin dan kewenangan untuk mengajar.

Secara yuridis, sertifikasi adalah “proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.4 Sertifikat pendidik itu sendiri merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.5 Sertifikasi pendidik hanya diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yakni memiliki kualifikasi pendidikan minimal dan mempunyai kompetensi yang diharapkan. Dengan demikian, sertifikasi guru adalah proses untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi.6

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional.7

2Iskandar, Standarisasi dan Sertifikasi Guru, h.1, 2008

3E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) h.34 4Undang-Undang No.14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat (11)

5Undang-Undang No.14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat (12)

6Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (Jakarta: Rajawali Pers, 2007) h.79


(20)

Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik.8

Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru adalah sertifikat kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dengan kata lain sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 9

Guru profesional di samping mereka berkualifikasi akademik juga dituntut memiliki 4 kompetensi, artinya memiliki pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasainya dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Dalam UU 14 thaun 2005, pasal 5 disebut peran guru adalah agen pembelajaran, kemudian PP 19 Tahun,pasal 28 (ayat 3) juga disebut agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi :

a. Kompetensi Pedagogik b. Kompetensi Kepribadian c. Kompetensi Profesional d. Kompetensi Sosial10

8 UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004

9 E.Mulyasa, Op.cit., h.8

10 Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi keguruan di Indonesia,( Jakarta: Gaung Persada Press),


(21)

2. Dasar Hukum

Landasan Hukum yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.

5. Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.I.UM.01.02-253.

6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam jabatan.

7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan.

8. Keputusan Mendiknas Nomor 057/O/2007 Tahun 2007 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru Dalam Jabatan.

9. Keputusan Mendiknas Nomor 122/P/2007 Tahun 2007 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru Dalam Jabatan melaui Jalur Pendidikan.11

Ada dua sasaran yang menjadi tujuan dalam proses sertifikasi: Pertama,

mereka para lulusan sarjana pendidikan maupun non kependidikan yang menginginkan guru sebagai pilihan profesinnya. Kedua, para guru dalam jabatannya.12

11Trianto dan Titik T.T., Sertifikasi Guru dan Upaya Peningkatan Kualifikasi,Kompetensi dan Kesejahteraan, (Jakarta: Prestasi Pustaka,2006),h.18


(22)

3. Pelaksanaan dan Penyelengaraan Sertifikasi Guru

Sertifikasi guru dilakukan secara berkesinambungan, untuk mengetahui perkembangan profesionalisme guru. Dengan demikian, hasil uji kompetensi dalam sertifikasi guru dapat digunakan, baik untuk kenaikan jabatan, penempatan maupun pemberian penghargaan bagi para guru.

Sertifikasi dapat dilakukan Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah, bekerja sama dengan pusat pengujian dan lembaga-lembaga yang biasa melakukan pengujian dan pengetesan. Instrument yang digunakan biasanya alat test dan non test.13 Dengan demikian, diharapkan dapat ditarik kesimpulan yang utuh dan tepat terhadap setiap guru yang mengikuti uji kompetensi dalam rangka sertifikasi guru, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, karena hanya dinilai dari salah satu segi.

Pelaksanaan sertifikasi pendidik melibatkan berbagai pihak. Pihak-pihak yang terkait adalah :

a. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, merupakan kepanjangan tangan pemerintah, bertugas menyiapkan perangkat kebijakan yang berkaitan dengan kuota sertifikasi guru dan proses pelaksanaan sertifikasi.

b. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, bertugas menyiapkan perangkat kebijakan berkaitan dengan penetapan perguruan tinggi penyelenggaraan sertifikasi guru dan pelaksanaan pendidikan profesi, dan peningkatan penilaian sertifikasi guru.

c. Dinas Menjaga lembaga penyelenggaran pendidikan dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.

d. Perguruan Tinggi penyelenggara sertifikasi guru yang telah ditetapkan pemerintah sebagai penyelenggara sertifikasi guru bertugas melaksanakan proses penelitian guru secara objektik, transparan, dan akuntabel sesuai dengan


(23)

standard dan indikator penilaian yang telah ditetapkan, dan mengeluarkan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan.14

Mekanisme pengujian sertifikasi guru mengikuti tiga alur : a. Para guru harus memenuhi persyaratan administrasi.

b. Sebagai bahan pertimbangan pendukung kepada guru yang diwajibkan mencatat dan mengumpulkan semua aktivitas yang dilakukan baik saat pembelajaran maupun diluar pembelajaran dalam bentuk portofolio. Aktivitas-aktivitas dalam bentuk portofolio tersebut sebagai refleksi dari empat kompetensi dasar guru sebagai agen pembelajaran yaitu,kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi personal, dan kompetensi sosial.

c. Kesiapan mengikuti diklat.15

Adapun langkah atau tahapan penyelenggara sertifikasi adalah : a. Penetapan jumlah peserta sertifikasi

b. Penyusunan kuota sertifikasi c. Rekrutment peserta sertifikasi d. Penyusunan portofolio oleh guru e. Pelaksanaan sertifikasi guru, dan f. Pemberian sertifikasi pendidik.16

Pelaksanaan sertifikasi dilakukan oleh penyelenggara, yaitu kerja sama antara antara Dinas Pendidikan Nasional daerah atau Departemen Agama Provinsi dengan perguruan tinngi yang ditunjuk. Kemudian pendanaan sertifikasi ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah, sebagaimana UU 14 Tahun 2005, pasal 13 ayat 1 yaitu: Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.17

4. Tujuan Sertifikasi Guru

Sertifikasi bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut:

14Ibid,.h.204-205

15Trianto dan Titik T.T., Sertifikasi Guru dan Upaya Peningkatan Kualifikasi,Kompetensi dan Kesejahteraan...,h.83-84

16Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2004, Pedoman Sertifikasi Guru,..h.18-19 17Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi keguruan di Indonesia.., h.4-6


(24)

a. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan

b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan.

c. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-rambu dan instrument untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten.

d. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan

e. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.18

5. Manfaat Sertifikasi Guru

Manfaat uji sertifikasi guru adalah sebagai berikut19:

a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.

b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan dapat menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.

c. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan.

d. Menjaga lembaga penyelenggaran pendidikan dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.

e. Memperoleh tunjangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan guru.

18 Eddy Wibowo. Standarisasi, Sertifikasi, dan Lisensi Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. ( Surabaya : Seminar nasional pendidikan, 2004)

19Kusnandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (Jakarta: Rajawali Pers, 2007) h.79


(25)

B. Gaya Hidup

1. Pengertian gaya hidup

Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seeorang” dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkan pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia. Secara umum dapat diartikan seagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktifitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini).20Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari-hari dunia modern dan seperangkat praktik dan sikap yang masuk akal dalam konteks waktu.

Menurut David Channey dalam artikel Kentoznoism, gaya hidup telah menjadi ciri sebuah dunia modern artinya, siapapun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Tentang konsep gaya hidup, Channey

memberikan suatu definisi sebagai berikut: “Gaya hidup adalah pola-pola

tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain.21

Dalam masyarakat modern, hubungan primer antar individu telah jauh berkurang dan hubungan sekunder yang lebih bersifat impersonal menjadi lebih dominan. Manusia modern ingin memperoleh pengakuan sebagai individu selain sebagai anggota masyarakat. Ia juga senantiasa berupaya untuk terus maju, tidak statis, dan berusaha menampilkan dan mencari yang terbaik. Pada umumnya ciri personalitas manusia modern adalah manusia yang mampu membimbing dirinya sendiri, mampu mengambil keputusan sendiri (menetapkan pilihan-pilihan) dan mampu menghadapi perubahan.

Sedangkan dalam masyarakat tradisional atau pramodem, status, hubungan dan keterkaitan sosial lebih didasarkan pada apa atau siapa seseorang;

20http://lifestyleawan.blogspot.com/2013/03/pengertian-gaya-hidup


(26)

latar belakang keluarga atau keturunan, suku atau ras, gender (pria atau wanita), dan usia. Selain itu, memang ada juga pertirnbangan kemampuan (capability), tetapi lebih bersifat fisik (jagoan) atau magis (paranormal). Struktur yang mewarnai suatu masyarakat tradisional berintikan kekerabatan, kesukuan, atau keagamaan. Struktur yang bersifat primordial itu tertutup bagi yang lain di luar hubungan-hubungan itu dan tidak bersifat sukarela.

Dibandingkan dengan saat ini, orang zaman dulu hidup dalam penjara gaya. Sedang dalam masyarakat modern, walaupun gaya berkembang pesat, ia juga mencirikan suatu ketiadaan acuan akan nilai tertinggi dan melahirkan sekularisasi atau perkembangan ke arah keduniawian. Adanya penilaian terhadap suatu produk ditentukan oleh pola pikir dan nilai-nilai yang berkembang dan berlaku dalam masyarakat, di mana hal ini dapat menular dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya rnelalui media komunikasi.

Suatu gaya hidup atau mode tertentu yang muncul belakangan di era modern dan kemudian menjadi ini, disebut sebagai trend. Sedangkan trend yang sudah diterima oleh masyarakat kemudian mewabah karena banyak permintaannya, lalu dinarnakan trendy. Baik trend maupun modern pada dasarnya merupakan bantuk hasil karsa dan cipta manusia yang keatif.

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi gaya hidup

Menurut Amstrong dalam gaya hidup yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor, yaitu22 :

a. Faktor Internal

Faktor Internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif dan persepsi dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Sikap

22

Nugraheni, P.N. A. 2003. Perbedaan gaya hidup hedonis pada remaja ditinjau dari lokasi tempat tinggal. ( skripsi ), http://softskiilperilakukonsumen.blogspot/2010/12/faktor -faktor yang mempengaruhi gaya.html


(27)

Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memeberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.

2) Pengalaman dan pengamatan

Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek.

3) Kepribadian

Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berprilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.

4) Konsep diri

Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri. Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merek. Bagaimana inidividu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of reference yang menjadi awal perilaku.

5) Motif

Motif merupakan dorongan dalam diri manusia yang timbul dikarenakan adanya kebutuhan- kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh manusia tersebut.


(28)

23

Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis. 6) Persepsi

Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia.

b. Faktor eksternal

Adapun faktor eksternal dijelaskan oleh Nugraheni (2003) yang mempengaruhi gaya hidup adalah sebagai berikut:

1) Kelompok referensi

Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan kelompok yang member pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi anggota didalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu.

2) Keluarga

Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu. Keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara individu dan group, dan merupakan kelompok sosial yang pertama.24

23 Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi,( Yogyakarta: Andi jaya,2010)

//http:id.m.wikipedia.org/wiki/motif_Psikologi,10 Januari 2014.


(29)

3) Kelas Sosial

Kelas sosial adalah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergaulan, perestise hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun diperoleh karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuia dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.

4) Kebudayaan

Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasan=kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciri-ciri pola pikir, merasakan, dan bertindak.

3. Teori Tentang Gaya Hidup

Gaya hidup (life style) yang ditampilkan antara kelas sosial satu dengan kelas sosial yang lain dalam banyak hal tidak sama, bahkan ada yang kecenderungan masing-masing kelas mencoba mengembangkan gaya hidup yang eksklusif untuk membedakan dirinya dengan kelas yang lain. Berbeda dengan kelas sosial rendah yang umumnya bersikap konservatif di bidang agama moralitas,


(30)

selera pakaian, selera makanan dan lain-lain gaya hidup dan penampilan kelas sosial menengah dan atas umumnya lebih atraktif dan eksklusif. 25

Giddens dalam artikel Memperbincangkan Gaya Hidup dalam Prespektif Anthony Giddens, ingin menunjukkan gaya hidup tidak lagi masuk pada wilayah kelompok tertentu saja, tetapi hampir semua lini kehidupan. Paham ideologis gaya hidup telah menggantikan nilai-nilai kultural, yang tadinya hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup, menjadi gaya, menjadi bagian keseharian yang menjadi tanda, bahwa pencinta gaya ini menandai identitas kelompok pencinta gaya yang muncul sedagai akibat dukungan media dan terbentuk atas dasar dibuat buat ada.26

Bagaimana gaya hidup (life style) menata sesuatu rnenjadi suatu kesatuan, menjadi sebuah pola yang kurang-lebih punya keteraturan. Bagi Giddens identitas diri adalah suatu proyek yang diwujudkan, yang dipahami oleh para individu dengan cara-cara pendirian mereka sendiri, dan cara-cara menceritakan, mengenai identitas personal dan biografi mereka. 27Menurut Giddens, identitas diri tidak diwariskan atau status, melainkan menjadi suatu proyek refleksif, yang menjadi sebuah nilai dari kehidupan seseorang. Pada wilayah ini, berbicara identitas diri sernakin masuk pada wilayah ideologis tertentu, yang melandasi kenapa seseorang harus bergaya.

Gaya hidup yang muncul pada masa kini merupakan cerminan dan wajah kultural dari elemen kultural yang ada, sehingga identitas diri tersebut sudah masuk pada identitas kelompok, bahkan menjadi identitas kultural dalarn wacana nasional. Istilah modernitas yang dibicarakan Giddens sebelumnya, menunjuk langsung keegoan si pecinta gaya hidup, atas dasar nilai-nilai kekinian.28Giddens juga berpendapat, bahwa pada tahap awalnya proses modemisasi ini berlangsung di

25Narwoko J. Dwi dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar danTerapan, (Jakarta:

Kencana.2007),h.183

26http://denijusmani.blogspot.com/2010/11/memperbincangkan-gayahidup- dalam.html

27

Kuper Adarn dan Jessica Kuper, Ensiklopedi llmu-ilmu Sosial Edisi Kedua,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2008), h. 150

28

Yasraf A Pilliang.Imagologi dan Gaya Hidup, dalam David Chaney,.Life styI es : Sebuah Pengantar Komprehensif, (Yogyakarta : J alasutra.2003.), h. 73


(31)

dunia Barat, tetapi dengan berkembangnya beberapa negara, khususnya dunia bagian Timur, sehingga perubahan makin cepat terjadi dalam masyarakat modern, yang menunjukkan terjadi persenyawaan dari nilai-nilai yang berkembang di dunia Barat dengan bagian dunia Timur. 29

Giddens menyatakan bahwa nilai-nilai kebarat-baratan, khususuya yang ada di wilayah Eropa Barat, telah berkembang dan menjadi identitas kultural bangsa Timur. Berarti, gaya hidup semacam gaya berbusana, gaya busana, tren-tren tentang sesuatu, bukan nilai asli yang ada di Indonesia. Ini adalah adobsi dan hasil pemaksaan budaya yang disenangi oleh orang-orang pribumi. untuk mengurai masalah identitas diri dan identitas kultural ini, Giddens telah membantu dengan mencetuskan teori strukturasi.30Teori ini memiliki tiga dimensi pokok, yaitu: adanya pemahaman yang menyatakan cara seseorang memahami sesuatu; pembentukan moralitas yang menyatakan cara bagaimana seharusnya sesuatu itu dilakukan; terdapat kekuasaan dalam bertindak, bagaimana cara mencapai suatu keinginan.31

Teori strukturasi ini mampu menjelaskan bagian struktur-struktur sosial yang terbentuk pada wacana gaya hidup, interpretasi yang didapati dan dimiliki seseorang pecinta gaya hidup, dikontruksi atas dasar keinginan-keinginan dalam memuaskan hasrat untuk bergaya. Interpretasi ini juga termasuk pada ranah dalam penentuan tentang gaya yang akan diikuti dan di anuti, pertimbangan yang dominan dan logis adalah bagaimana agar seseorang tersebut dianggap ada pada lingkungan sosial terteltu. Giddens mengklaim bahwa kehidupan sistem sosial tidak mempunyai kebutuhan apapun, yang rnemiliki kebutuhan hanyalah manusia sebagai pelaku sosial tersebut. Tentu saja, keputusan-keputusan untuk bergaya tetap dikembalikan pada manusia, sebagai pelaku budaya dan bagian dari sistern sosial

29Giddens Anthony, Konsekuensi-Konsekuensi Modernitas,.., h.120-122 30Yasraf A Pilliang. Imagologi dan Gaya Hidup.., h.78


(32)

yang terbentuk. Image negatif dan positif tentang gaya hidup sesuatu, merupakan konsekuensi masing-masing yang harus diterima oleh orang-orang yang bergaya.

4. Gaya Hidup Konsumtif

Kata "konsumtif' (sebagai kata sifat; Iihat akhiran - i f ) sering diartikan sama dengan kata "konsumerisme". Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.

Gaya hidup konsumtif adalah sebuah perilaku boros, yang mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Dalam arti yang luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas. Perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai gaya hidup bermewah-mewah, kemudian berimbas kepada pembentukan perilaku individu yang dikarenakan sifat dasar manusia yang cenderung materialistik. Gaya hidup konsumtif adalah gaya hidup dimana seseorang suka membelanjakan uangnya daripada memilih untuk memproduksi atau membuat sendiri atau bagi orang yang cukup ekstrem dikenal shopaholic.32 Hal ini dapat diperkuat oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, bahwa perilaku konsumtif merupakan kecendrungan manusia untuk melakukan konsumsi tanpa batas yang mementingkan keinginan (want) daripada kebutuhan (need).33

Perilaku komsumtif sebagian besar dilakukan kaum wanita. Hadipranata mengamati bahwa wanita mempunyai kecenderungan lebih besar untuk berperilaku konsumtif dibandingkan pria. Hal ini disebabkan konsumen wanita cenderung lebih emosional, sedang konsumen pria lebih nalar. Hadipranata mengatakan bahwa wanita sering menggunakan emosinya dalam berbelanja. Kalau

32 http://polahidupuntuk.blogspot.com/2013/06/gaya-hidup-konsumtif-masyarakat.html 33Lina dan Rosyid, Perilaku komsumtif berdasarkan Locus of Control pada Remaja Putri,


(33)

emosi sudah menjadi raja sementara keinginan begitu banyak, maka yang terjadi adalah mereka akan jadi pembeli yang royal.34 Tambunan (2001) menjelaskan kecenderungan perilaku konsumsi pria yaitu mudah terpengaruh bujukan penjual, sering tertipu karena tidak sabaran dalam memilih barang, mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah memasuki toko, kurang menikmati kegiatan berbelanja sehingga sering terburu-buru mengambil keputusan membeli. Sebaliknya, perilaku konsumsi wanita yaitu lebih tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan kegunaannya, mudah terbawa arus bujukan penjual, menyenangi hal-hal yang romatis daripada objektif, cepat merasakan suasana toko, dan senang melakukan kegiatan berbelanja walau hanya windows shopping

(melihat-lihat tapi tidak membeli).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif

Kotler, mengatakan bahwa, “perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis”.35

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah sebagai berikut a. Faktor Budaya

Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. Pada dasarnya, semua masyarakat manusia memiliki stratifikasi sosial. Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam bentuk kelas sosial, pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hirarkis dan yang para anggotanya menganut nilai, minat, dan perilaku serupa.

34 Ibid,. h.8

35Philip.Kotler, Manajemen Pemasaran Analils ,Perencanaan,Pengendalian,Prentice Hall( Jakarta


(34)

Kelas sosial memiliki beberapa ciri. Pertama, orang-orang didalam kelas sosial yang sama cenderung berperilaku lebih seragam daripada orang-orang dari dua kelas sosial yang berbeda. Kedua, orang merasa dirinya menempati posisi inferior atau superior dikelas sosial mereka. Ketiga, kelas sosial ditandai oleh sekumpulan variabel-seperti pekerjaan, penghasilan, kesejahteraan, pendidikan, dan orientasi nilai-bukannya satu variabel. Keempat, individu dapat pindah dari satu tangga ke tangga lain pada kelas sosialnya selama masa hidup mereka. Besarnya mobilitas itu berbeda-beda, tergantung pada seberapa kaku stratifikasi sosial dalam masyarakat tertentu.

b. Faktor sosial. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial. Kelompok acuan membuat seseorang menjalani perilaku dan gaya hidup baru dan memengaruhi perilaku serta konsep pribadi seseorang, kelompok acuan menuntut orang untuk mengikuti kebiasaan kelompok sehingga dapat mempengaruhi pilihan seseorang akan produk dan merek aktual. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi, pribadi, harga diri dan cinta. Kedudukan orang itu dimasing-masing kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan statusnya. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status.

c. Faktor pribadi

Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta nilai dan gaya hidup pembeli.

d. Faktor psikologi

Satu perangkat proses psikologis berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan pembelian. Empat proses psikologis penting-motivasi, persepsi, pembelajaran, dan memori-secara


(35)

fundamental mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap berbagai rangsangan pemasaran.

6. Aspek-aspek perilaku konsumtif

Ciri – ciri seseorang yang berperilaku konsumtif ditandai dengan : a. Pembeli ingin tampak berbeda dengan orang lain.

Seseorang melakukan kegiatan membeli barang dengan maksud untuk menunjukan dirinya berbeda dengan yang lainnya. Seseorang dalam memakai atau menggunakan suatu barang selalu ingin lebih dari yang dimiliki orang lain.

b. Kebanggaan diri.

Orang biasanya akan merasa bangga apabila ia dapat memiliki barang yang berbeda dari orang lain, terlebih lagi apabila barang tersebut jauh lebih bagus dan lebih hebat daripada milik orang lain.

c. Ikut- ikutan.

Pada umumnya seseorang akan melakukan tindakan pembelian yang berlebihan hanya untuk meniru orang lain dan mengikuti trend mode yang sedang beredar dan bukan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

d. Menarik perhatian orang lain

Pemebelian terhadap suatu barang dilakukan karena seseorang ingin menarik perhatian orang lain dengan menggunakan barang yang sedang populer saat itu.

Menurut Lamarto, gejala-gejala konsumtivisme adalah : a) Adanya pola konsumsi yang bersifat berlebihan

Kecenderungan manusia untuk mengkonsumsi barang tanpa batas (berfoya-foya) dan lebih mementingkan faktor keinginan.

b) Pemborosan

Kecendrungan manusia yang bersifat materialistik dan hasrat yang besar untuk memiliki benda- benda tanpa memperhatikan kebutuhannya.


(36)

c) Kepuasan semu

Kepuasaan yang seharusnya dapat ditunda menjadi kepuasan yang harus segera dipenuhi.

Berdasarkan hal- hal yang telah dibahas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada empat aspek perilaku konsumtif yaitu adanya pola konsumsi yang berlebihan (berfoya-foya), pembelian yang tidak lagi berdasarkan kebutuhan tapi keinginan (pemborosan), ingin tampak berbeda dengan orang lain dan kebanggaan diri.36

C. Penelitian yang Relevan

Hasil dari tinjauan yang telah penulis temukan ada beberapa contoh skripsi dan penelitian yang temanya hampir sama dengan penulis. Beberapa penelitian tersebut akan dijelaskan di bawah ini:

Penelitian yang ditulis oleh Tuti Alawiyah dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, dengan judul “Mal dan Perilaku Konsumtif Masyarakat Muslim Ambarukmo”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan instrument pengumpulan data melalui observasi, interview dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bagi mereka yang memiliki pekerjaan tidak tetap, tidak berperilaku konsumtif. Tetapi bagi mereka yang memiliki perkerjaan tetap, berperilaku konsumtif. Namun dengan demikian ada juga yang berperilaku konsumtif oleh ibu rumah tangga yang suaminya memiliki pekerjaan tetap. Pekerjaan tetap yang dimaksud adalah mereka yang memiliki waktu kerja dan penghasilan kerja tetap. Pegawai negeri atau swasta contohnya.

Berdasarkan penelitian yang hampir sama tersebut, peneliti menemukan beberapa perbedaan, diantaranya, yaitu: (1) perbedaan dalam masalah penelitian. Peneliti sebelumnya masalah yang diteliti lebih umum yaitu masyarakat umum

36 Sonia.E, Perilaku Konsumtif Pada Mahasiswi Unika Soegijapranata Ditinjau dari External Locus Of Control, Semarang, 2008. Skripsi


(37)

dengan bermacam-macam profesi atau pekerjaan. Sedangkan penulis disini lebih spesifik yaitu bagi guru-guru yang sudah sertifkasi (2) untuk metode dalam penelitian sama yaitu kualitatif, perbedaannya yaitu pada penulis menambahkan dengan angket.

Penelitian lain dilakukan oleh Messa Media Gusti dari Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “ Pengaruh Kedisiplinan, Motivasi Kerja, dan persepsi Guru tentang Kepimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Pasca Sertifikasi” Teknis analisis data yang digunakan adalah regresi ganda dengan taraf signifikan 5%. Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat pengaruh yangb signifikan antara motivasi kerja, dan perpsepsi guru tentang kepimpinanan kepala terhadap kinerja guru pasca sertifikasi. Perbedaan dengan penelitian penulis antara lain terdapat dalam metode penelitian yang dipakai, peneliti sebelumnnya menggunakan teknik analisis data regresi ganda, Sedangkan penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskripsi analisis yaitu mendeskripsikan dampak yang terjadi dengan gaya hidupkonsumtif guru pasca sertifikasi.


(38)

27

A. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

Dalam usaha untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian secara langsung ke lokasi

penelitian yaitu di Yayasan Sa’adatuddarain, Jalan Mampang Raya No. 103 Jakarta

Selatan. Yayasan tersebut dijadikan sebagai tempat penelitian dikarenakan di Yayasan tersebut banyak guru-guru yang mengikuti program sertifikasi. Sedangkan waktu yang digunakan penulis untuk penelitian ini adalah pada bulan Januari sampai Maret 2014.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan, mendeskripsikan atau melukiskan secara sistematis mengenai situasi atau kejadian. “Penelitian deskripsi berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat fakta-fakta aktual, gejala,

kejadian dan sifat populasi atau daerah tertentu”.1 “Apa yang akan dimasukkan

melalui deskripsi tergantung pada pertanyaan yang berusaha dijawab peneliti”.2

Penelitian deskripsi biasanya tidak diarahkan untuk menguji hipotesa, melainkan untuk mencari informasi untuk mengambil kesimpulan. Berdasarkan proses sifat dan analisis datanya, penelitian ini bersifat eksploratif bertujuan untuk mengambarkan keadaan atau status fenomena. Karena penelitian ini mendeskripsikan suatu gejala nyata yang ada dilapangan, maka tidak ada intervensi dari peneliti.

1Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 47 2 Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008),h.174


(39)

Teknik penelitian yang digunakan adalah “Field Research”. Teknik penelitian

field research” dilakukan dengan melakukan survey ke lapangan yang di tuju oleh

peneliti. Usaha ini dilakukan untuk memperoleh data yang riil dalam lapangan, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk menguji keabsahan atau kebenaran teori.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian3. Dalam penelitian ini, populasi berjumlah 25 Guru. Dan seluruh guru di Yayasan Sa’adatuddarain yang berpendidikan minimal S1 dan telah mengikuti program sertifikasi. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel yang menjadikan semua populasi menjadi sampel atau sensus.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang akan digunakan penulis untuk mengumpulkan informasi dan data dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.4 Wawancara juga merupakan cara yang digunakan dengan tujuan mendapat keterangan secara lisan dari responden-responden.5 Dalam penelitian ini wawancara ditujukan kepada guru-guru Yayasan Sa’adatuddarain yang mendapatkan sertifikasi.

2. Angket

Yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang

3 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian, (Jakarta: Rineka cipta, 2002),h. 108

4 Bambang Prasetyo, Metode Penelitian Kuantitatif, Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 172


(40)

ia ketahui.6 Dan angket tersebut ditujukan kepada guru yang bersertifikasi di Yayasan Sa’adatuddarain.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu kegiatan penyelidikan yang dilakukan melalui dokumen-dokumen tertulis yaitu data profil guru untuk memperoleh informasi dan data mengenai dampak sertifikasi guru terhadap gaya hidup guru di Yayasan Sa’adatuddarain.

E. Teknik Analisis Data

Setelah data hasil penelitian dikumpulkan oleh peneliti, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis yang diperoleh dengan cara sebagai berikut:

1. Editing, ini berarti bahwa semua angket harus diteliti satu persatu tentang kelengkapan dan kebenaran pengisian angket, sehingga terhindar dari kekeliruan dan kesalahan.

2. Data Coding atau pengkodean data, maksudnya ialah suatu proses penyusunan secara sistematis data mentah (yang ada di questioner) ke dalam bentuk yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data, seperti komputer. Sedangkan huruf-huruf yang ada pada pernyataan diubah menjadi kode angka.

3. Data entering (pemindahan data ke komputer), adalah memindahkan data yang telah diubah menjadi kode kedalam mesin pengolah data.

4. Data cleaning (pembersihan data), adalah memastikan seluruh data yang telah dimasukkan ke dalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan sebenarnya.7 5. Distribusi frekuensi, adapun langkah-langkahnya adalah:

6Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2005), h. 55

7Bambang Prasetyo, Metode Penelitian Kuantitatif, Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h.


(41)

Perhitungan dengan data ini, dapat dilakukan dengan menghitung frekuensi data tersebut, kemudian dipresentasekan. Untuk menghitung sebaran presentase dari frekuensi tersebut, digunakan rumus:

Keterangan: P = angka presentase F = frekuensi

N = Number of cases (Jumlah Kejadian).8

Sedangkan ketentuan interval data, sebagaimana yang diungkapkan Suharsimi Arikunto9, sebagai berikut:

1. Sangat Tinggi, jika nilai yang diperoleh berada pada interval 81-100% 2. Tinggi, jika nilai yang diperoleh berada pada interval 61-80%

3. Cukup tinggi, jika nilai yang diperoleh berada pada interval 41-60% 4. Kurang tinggi, jika nilai yang diperoleh berada pada interval 21- 40% 5. Tidak tinggi, jika nilai yang diperoleh berada pada interval 0– 20%

Selanjutnya untuk mencari kategori skor tiap-tiap aspek pada penelitian ini, digunakan rumus perhitungan sederhana dengan langkah sebagai berikut:

a. Menentukan nilai harapan (NH), nilai dapat diketahui dengan mengembalikan jumlah item pernyataan dengan skor tertinggi

b. Menghitung nilai skor (NS), nilai itu merupakan nilai rata-rata sebenarnya yang diperoleh dari hasil penelitian.

c. Menentukan kategori yaitu menggunakan rumus:

Keterangan: P = Angka Persentase

8Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 43

9Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka cipta,


(42)

NS = Nilai Skor NH = Nilai Harapan

F. Kisi-Kisi Angket

Tabel 3.1 Kisi- Kisi Penelitian

Variabel Dimensi Indikator Jumlah

soal

Gaya Hidup Guru

1. Konsumsi yang

belebihan

Membeli produk secara berulang-ulang

2. Mempertimbangkan harga sebelum membeli

3. Tidak mempertimbangkan harga produk ketika membeli 4.Tidak memikirkan jumlah harga barang yang disukai 5.Membeli barang yang disukai walaupun tidak berguna

5

Keinginan bukan kebutuhan

1. Tertarik membeli baju meskipun masih ada yang layak dipakai

2. Membeli keinginan yang tidak akan digunakan

3. Keinginan membeli barang diskon

4.Keinginan membeli model terbaru


(43)

5.ketidakpertimbangan manfaat barang

Ingin berbeda dengan orang lain

1. Membeli barang yang beda dengan orang lain

2. Membeli barang mahal agar tidak sama dengan orang lain

3. Membeli barang yang rata-rata berbeda dengan orang lain

4.Membeli barang yang belum dipakai dengan orang lain

5. Membeli barang yang bermerk agar berbeda dengan orang lain

5

Kebanggaan diri

1.Bangga dengan barang yang dipakai sedang tren 2. Bangga dengan barang yang dipuji orang lain 3. pujian orang lain

mendorong yang membuat selalu ingin membeli yang sedang tren

4. Bangga dengan memakai barang bermerk

5. Harga diri naik ketika orang lain memuji


(44)

(45)

33

A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Yayasan Sa’adatuddarain

1. Yayasan Sa’adatuddarain berdiri pada tahun 1963 dan diresmikan oleh Menteri Agama yang menjabat pada waktu itu yaitu Prof. Syaifudin Zuhri pada tanggal 18 Maret 1964. Sedangkan peletakan batu pertama pembangunan gedung pada tanggal 15 April 1960 oleh KH. Abdullah Suhaimi. Berdirinya Sa’adatuddaraian dilatarbelakangi oleh cepatnya perkembangan masyarakat dengan berbagai permasalahan dan kebudayaan yang di antaranya adalah kebutuhan akan pendidikan agama yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal mereka, maka beridirilah lembaga pendidikan Islam Madrasah Sa’adatuddarain.

2. Yayasan Sa’adatuddarain beralamat di Jalan Mampang Prapatan

Raya No. 103 (Warung Buncit), Kelurahan Tegal Parang Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Yayasan ini memiliki gedung permanen berlantai empat dengan fasilitas seperti sekolah pada umumnya. Pada awal berdirinya hanya memiliki pendidikan tingkat Ibtidaiyah (SD). Kemudian, pada perkembangannya saat ini memiliki pendidikan mulai tingkat Roudhatul Athfal (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA).

1. Sejak berdiri hingga sekarang, Yayasan Madrasah Sa’adatuddarain didukung oleh faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kemajuannya. Faktor terebut terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya adalah adanya keikhlasan dan serta kemampuan SDM tenaga pengajar dalam pelakasanaan proses belajar mengajar, serta diidukung sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan faktor eksternalnya adalah adanya dukungan dari pemerintah, tokoh masyarakat dan peran serta masyarakat yang peduli akan kemajuan lembaga


(46)

pendidikan Yayasan Madrasah Sa’adatuddarain dengan memberikan dukungan berupa material dan inmaterial.1

1. 2. Visi dan Misi Yayasan Sa’adatuddarain Visi Yayasan Sa’adatuddarain :

“Berprestasi, terampil, beriman dan berakhlak mulia “

Misi Yayasan Sa’adatuddrain yaitu :

a. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, sehingga siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki

b. Melaksanakan dakwah secara formal, sehingga membentuk kader umat yang kuat iman dan islamnya , kuat mental dan kepribadiannya serta berkualitas dan berakhlak mulia.

c. Menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan dasar dan berbudi luhur dan bertaqwa

d. Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama dan budaya bangsa

e. Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga dan komite

3. Data guru yang telah mengikuti program sertifikasi

Dari data yang didapat guru yang sudah sertifikasi sebagai berikut :

Madrasah

Sa’adatuddarain

Guru

Laki – laki Perempuan

Ibtidaiyah 3 7

Tsanawiyah 2 6

Aliyah 2 5

1Website Yayasan Madrasah Sa’adatuddarain, Selayang Pandang


(47)

No Nama

(Inisial) Madrasah

Jenis Kelamin

Status Perkawinan

Jumlah Anak

1 EM Ibtidaiyah P Kawin 2 Anak

2 SF Ibtidaiyah P Kawin 3 Anak

3 JH Ibtidaiyah P Kawin -

4 HSN Ibtidaiyah P Kawin 3 Anak

5 EA Ibtidaiyah P Kawin 3 Anak

6 FT Ibtidaiyah P Belum Kawin -

7 NL Ibtidaiyah P Kawin 2 Anak

8 SYR Ibtidaiyah L Kawin 2 Anak

9 NSR Ibtidaiyah L Kawin 1 Anak

10 SYF Ibtidaiyah L Kawin 3 Anak

11 EN Tsanawiyah P Kawin 2 Anak

12 MRJ Tsanawiyah P Kawin 3 Anak

13 NJ Tsanawiyah P Kawin 4 Anak

14 SR Tsanawiyah P Kawin 1 Anak

15 FM Tsanawiyah P Kawin 1 Anak

16 IM Tsanawiyah P Kawin 3 Anak

17 JRN Tsanawiyah L Kawin 2 Anak

18 HLM Tsanawiyah L Kawin 2 Anak

19 MSY Aliyah P Kawin 3 Anak

20 LK Aliyah P Kawin 2 Anak

21 EF Aliyah P Kawin 1 Anak

22 BS Aliyah P Kawin 2 Anak

23 NL Aliyah P Kawin 4 Anak

24 NHW Aliyah L Kawin 2 Anak


(48)

B. Deskripsi Data dan Analisa Gaya Hidup Guru Pasca Sertifikasi

Pada pembahasan sebelumnya, penulis telah mengungkapkan bahwa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini diantaranya adalah melalui angket. Penulis mengumpulkan data mengenai

gaya hidup guru di Yayasan Sa’adatuddarain melalui penyebaran angket yang

disebarkan pada guru-guru yang telah mendapat tunjangan sertifikasi.

Langkah awal dalam mendeskripsi data adalah proses kualifikasi data atau memberi nilai terhadap jawaban angket. Nilai jawaban angket tersebut peneliti peroleh dari penyebaran angket kepada 25 guru di Yayasan

Sa’adatuddarain, Mampang . Dalam angket tersebut terdapat 20 soal dan

tiap-tiap soal diberi skor sesuai dengan jawaban pertanyaan yang di berikan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat sebagaimana tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Skor Jawaban Favorable (-)

Jawaban Skor

Sangat Sering 4

Sering 3

Jarang 2

Tidak Pernah 1

Setelah tiap-tiap pernyataan dari angket diberi skor sesuai dengan keadaan di atas, maka tahap selanjutnya adalah memasukkannya ke dalam tabel (tabulasi) sesuai dengan jawaban yang diberikan responden, adapun jawaban responden setelah diperiksa dan diberi skor secara seksama maka akan terlihat seperti tabel berikut ini:


(49)

Tabel 4.2

Tabulasi Data Responden

NO Konsumsi berlebihan

Keinginan bukan kebutuhan

Berbeda dengan

orang lain Kebanggaan diri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 3 2 2 3 1 2 3 2 4

2 4 1 1 2 1 1 2 3 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 3

3 2 2 2 2 2 3 1 4 3 3 3 3 2 4 3 3 2 2 2 3

4 2 1 2 4 2 2 3 3 3 3 3 2 2 4 4 3 3 3 3 2

5 2 1 2 3 4 2 2 1 1 2 2 1 3 2 1 1 2 2 2 4

6 4 1 3 2 2 1 2 3 3 4 3 3 2 3 2 2 2 2 2 4

7 3 4 2 2 1 3 3 2 4 2 3 3 2 3 2 2 3 2 2 2

8 4 4 3 3 3 2 3 2 4 4 1 3 4 4 3 3 2 2 3 3

9 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 1 2 1 2 1 1 1 2

10 2 2 3 2 2 2 4 2 4 3 2 2 2 4 3 2 2 2 3 3

11 2 2 2 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 3 2 3 2 1 3 4

12 3 1 3 3 2 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3

13 3 1 4 4 3 2 2 2 2 2 1 1 2 2 4 3 4 3 3 4

14 2 1 3 2 2 3 2 3 4 3 3 3 2 3 2 3 3 2 2 3

15 2 2 3 2 3 2 3 1 1 3 2 2 1 3 3 1 2 1 3 3

16 3 1 2 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3

17 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 3

18 4 1 2 2 2 1 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4

19 2 2 2 3 3 3 4 2 4 3 2 2 1 3 2 2 3 2 2 3

20 4 1 2 2 4 4 4 2 4 3 3 3 2 3 2 2 3 2 2 3

21 3 2 3 3 3 3 3 2 4 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3

22 3 1 2 3 3 2 3 4 2 3 3 2 2 3 3 2 2 4 4 4

23 3 3 3 3 3 2 2 4 2 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4

24 3 1 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3


(50)

Dari hasil jawaban angket yang telah diisi oleh responden, maka data dapat dihitung dan diolah yang kemudian diperoleh kesimpulan. Untuk lebih jelas dapat dilihat hasil perhitungannya sebagai berikut:

1) Konsumsi yang berlebihan

Aspek konsumsi yang berlebihan terdiri dari lima indikator yang dijelaskan melalui tabel-tabel di bawah ini

Tabel 4.3

Membeli produk secara berulang-ulang

No. Soal Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

1

A. Sangat Sering -

B. Sering 10 40%

C. Jarang 9 36%

D. Tidak Pernah 6 24%

Jumlah 25 100%

Dari tabel pernyataan membeli produk secara berulang-ulang yang dilakukan guru terlihat bahwa yang menjawab tidak pernah yaitu sebanyak 24% atau 4 responden, memilih jarang yaitu sebanyak 36% atau 9 responden, memilih sering yaitu sebanyak 40% atau 10 responden. Dapat disimpulkan bahwa 60% guru jarang dan tidak pernah membeli produk secara berulang-ulang, 40% guru yang sering melakukan hal tersebut.

Tabel 4.4

Mempertimbangkan harga sebelum membeli

No. Soal Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

2

A. Sangat Sering 12 48%

B. Sering 8 32%

C. Jarang 3 12%

D. Tidak Pernah 2 8%


(51)

Dari tabel pernyataan dalam hal mempertimbangkan harga sebelum membeli produk yang dilakukan guru terlihat responden yang menjawab tidak pernah sebanyak 8% atau 2 responden, memilih jarang yaitu sebanyak 12% atau 3 responden, memilih sering yaitu sebanyak 32% atau 8 responden, dan sebagian lagi memilih sangat sering yaitu sebanyak 48 % atau 12 responden. Dapat disimpulkan bahwa 80% guru sangat sering dan sering mempertimbangkan harga produk sebelum membeli, dan hanya 20% guru yang jarang melakukan hal tersebut.

Tabel 4.5

Tidak mempertimbangkan harga produk ketika membeli No. Soal Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

3

A. Sangat Sering 1 4%

B. Sering 12 48%

C. Jarang 9 36%

D. Tidak Pernah 3 12%

Jumlah 25 100%

Dari tabel pernyataan dalam hal mempertimbangkan harga ketika membeli produk yang dilakukan guru terlihat bahwa yang menjawab tidak pernah sebanyak 12% atau 3 responden, memilih jarang yaitu sebanyka 36% atau 9 responden, memilih sering yaitu sebanyak 48% atau 12 responden, dan 4% atau 1 responden yang memilih sangat sering. Dapat disimpulkan bahwa48% guru jarang dan selalu mempertimbangkan harga produk ketika membeli, dan hanya 52% guru yang termasuk dalam kategori sering pada indikator ini.


(52)

Tabel 4.6

Tidak memikirkan berapa jumlah harga untuk barang yang disukai No. Soal Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

4

A. Sangat Sering -

B. Sering 11 44%

C. Jarang 8 32%

D. Tidak Pernah 6 24%

Jumlah 25 100%

Dari tabel pernyataan dalam hal tidak memikirkan berapa harga untuk membeli barang yang disukai guru terlihat yang menjawab tidak pernah yaitu sebanyak 24% atau 6 responden, memilih jarang yaitu sebanyak 32% atau 8 responden, memilih sering yaitu sebanyak 44% atau 11 responden, dan sebagian lagi memilih sangat sering tidak ada. Dapat disimpulkan bahwa 44% guru yang sering dan sangat sering tidak memikirkan berapa harga untuk membeli barang yang disukai namun 56% juga guru yang jarang dan tidak pernah tidak memikirkan harga dalam membeli barang yang disukai.

Tabel 4.7

Membeli barang yang disukai walaupun tak berguna

No. Soal Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

5

A. Sangat Sering 1 4%

B. Sering 7 28%

C. Jarang 12 48%

D. Tidak Pernah 5 20%

Jumlah 25 100%

Dari tabel pernyataan dalam hal mempertimbangkan harga sebelum membeli produk yang dilakukan guru terlihat yang menjawab tidak pernah yaitu sebanyak 20% atau 5 responden, memilih jarang yaitu sebanyak 28% atau 7


(53)

responden, memilih sering yaitu sebanyak 48% atau 12 responden, dan sebagian lagi memilih sangat sering yaitu sebanyak 4% atau 1 responden. Dapat disimpulkan bahwa 68% guru jarang dan tidak pernah membeli barang yang disukai walaupun tidak berguna, dan 32% guru yang melakukannya.

2) Keinginan bukan kebutuhan

Aspek keinginan bukan kebutuhan terdiri dari lima indikator yang dijelaskan melalui tabel-tabel di bawah ini:

Tabel 4.8

Tertarik membeli baju meskipun masih ada yang layak dpakai

No. Soal Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

6

A. Sangat Sering 3 12%

B. Sering 9 36%

C. Jarang 12 48%

D. Tidak Pernah 1 4%

Jumlah 25 100%

Dari tabel pernyataan dalam hal ketertarikan membeli baju yang masih layak dipakai yang dilakukan guru terlihat yang menjawab tidak pernah yaitu 4% atau 1 responden, memilih jarang yaitu 48% atau 12 responden, memilih sering yaitu 36% atau 9 responden, dan sebagian lagi memilih sangat sering yaitu 12% atau 3 responden. Dapat disimpulkan bahwa 52% guru jarang dan tidak pernah tertarik membeli baju meskipun masih ada yang layak dpakai, dan 48% juga sering dan sangat sering melakukan hal tersebut.


(1)

INFORMED CONSENT Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya adalah mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan, saya bermaksud mengadakan penelitian. Saya memohon kesediaan Saudara untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian saya dengan menjawab kuesioner yang telah saya persiapkan.

Demi menjamin kualitas hasil penelitian ini, saya mengharapkan agar Saudara mengisi kuesioner ini sesuai dengan pendapat dan keadaan diri Saudara yang sesungguhnya tanpa dipengaruhi orang lain. Pastikan bahwa saudara telah menjawab kuesioner dengan lengkap sebeum menyerahkan kembali. Jawaban Saudara dalam kuesioner ini terjamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian. Saya ucapkan terima kasih banyak atas partisipasi Saudara dalam penelitian ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Hormat saya,

( Habibah ) IDENTITAS PRIBADI

Nama (inisial) :

Usia :

Jenis kelamin : L / P Status Perkawinan : Jumlah Anak :


(2)

Petunjuk :

1. Cara mengisi setiap pernyataan ini dengan memberi tanda cheklist ( √ ) pada salah satu pilihan yang paling sesuai dengan pendapat anda sendiri. Adapun pilihan jawaban yang tersedia sebanyak 4 buah, yaitu :

SS : Sangat Sering J : Jarang

S : Sering TP : Tidak Pernah

2. Bila anda telah menyelesaikannya, harap periksa apakah ada nomor yang terlewati.

NO PERNYATAAN SS S J TP

1 Saya membeli produk yang sama secara berulang-ulang walaupun saya sudah memilikinya.

2 Saya mempertimbangkan harga terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membelinya.

3 Saya tidak pernah mempertimbangkan harga baju ketika membelinya..

4 Saya tidak memikirkan berapa jumlah uang yang harus saya keluarkan untuk membeli barang-barang yang saya sukai.

5 Saya sering membeli barang-barang yang saya sukai walaupun sebenarnya kurang berguna. 6 Ketika jalan-jalan di mall, saya tertarik membeli

baju meskipun baju saya masih dapat dipakai 7 Pada saat saya melihat aksesoris di etalase toko,

keinginan saya untuk membelinya sangat besar walaupun saya setelah itu tidak memakainya 8 Pada saat ada diskon, saya buru-buru membeli

barang meskipun saya tidak memerlukannya.. 9 Ketika saya melihat sepatu dengan model terbaru,

saya segera membelinya walaupun sudah memiliki banyak sepatu.


(3)

ketika saya membeli barang.

11 Saya lebih suka membeli aksesoris yang berbeda dari kebanyakan teman saya..

12 Saya hanya membeli barang-barang yang mahal supaya tidak sama dengan milik teman-teman saya.

13 Barang yang beli rata-rata tidak disamai oleh teman-teman saya

14 Saya suka memakai aksesoris yang berbeda yang belum pernah dipakai oleh orang/teman

15 Saya lebih suka membeli pakaian dengan mode yang terbatas dengan merk yang terkenal, supaya berbeda dengan teman-teman.

16 Saya bangga bila menggunakan produk yang sedang menjadi tren.

17 Saya senang jika barang-barang saya dipuji oleh orang/teman.

18 Pujian orang-orang terhadap saya membuat saya selalu membeli barang-barang yang sedang tren. 19 Saya sering membeli pakaian dengan merk yang

terkenal yang dapat membuat saya bangga bila memakainya

20 Saya merasa harga diri saya naik apabila orang lain memuji barang-barang yang saya beli.


(4)

Narasumber : Jabatan : Hari/ tanggal : Jam :

1. Berdasarkan besarnya pendapatan perbulan yang Bapak/Ibu tuliskan di atas, apakah seimbang dengan pengeluaran yang ada atau tidak? Mengapa?

2. Jika Bapak/Ibu membeli sesuatu, apakah berdasarkan kebutuhan atau keinginan ? sertakan alasannya!

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 3. Apakah tetangga atau rekan sosial mempengaruhi tingkat konsumsi Bapak/Ibu

dalam membeli barang-barang kebutuhan sekunder ?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 4. Apa yang Bapak/Ibu pertama kali lakukan ketika mendapatkan tunjangan dalam

jumlah besar dari pendapatan perbulan ? sertakan alasannya !

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 5. Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang sertifikasi dan bagaimana memanfaatkan


(5)

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 6. Apakah tunjangan sertifikasi yang Bapak/Ibu terima sudah sesuai dengan harapan

atau belum ? sertakan alasannya!

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________


(6)