29 tunas, serta mengakibatkan rendahnya kemampuan tunas untuk membentuk akar.
Robert et al. 1998 juga mengamati bahwa perlakuan suhu tinggi termoterapi pada umbi bawang putih menyebabkan eksplan yang dikultur memiliki kemampuan
regenerasi tunas yang rendah. Hu et al. 2015 menyatakan bahwa secara umum temperatur inkubasi yang tinggi mampu menghasilkan efisiensi eliminasi virus
yang tinggi, akan tetapi paparan suhu yang tinggi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan vigor tanaman menurun dan bahkan dapat meningkatkan persentase
kematian tunas.
Pengaruh suhu inkubasi eksplan terlihat dari perubahan morfologi tanaman setelah disubkultur dan dipindahkan pada rak kultur yang bersuhu 25 ± 1
o
C. Eksplan yang memiliki pertumbuhan normal memiliki daun berwarna hijau,
morfologi yang normal, dan terbentuk akar. Sementara itu, pada tanaman yang mengalami hyperhydric dan morfologi tanaman yang tidak normal pada suhu
inkubasi tinggi, setelah dipindahkan pada suhu normal eksplan cenderung memperlihatkan pertumbuhan yang tidak normal. Hyperhydricity juga dapat terjadi
pada tanaman yang diinkubasi pada suhu normal 25 ± 1
o
C, hal ini disebabkan oleh selang subkultur yang lama. Subkultur sebaiknya dilakukan 3 hingga 4 minggu
sekali untuk menghindari penurunan vigor pada tanaman. Hyperhydricity merupakan salah satu masalah yang dihadapi pada
penelitian ini. Tunas yang mengalami hyperhydric memperlihatkan pertumbuhan dan morfologi tanaman yang abnormal, seperti memiliki daun yang kaku dan tebal,
transparan, mengandung air dan ujung daun menguning atau putih. Pembentukan daun menjadi terhambat, dan berdasarkan pengamatan daun yang dihasilkan antara
satu hingga dua helai. Wu et al. 2009 juga memaparkan bahwa tanaman hyperhydric memiliki anatomi daun yang abnormal, kemampuan berfotosintesis
menurun, multiplikasi tunas terhambat, dan pada kondisi yang parah Tabel 9 Pengaruh konsentrasi ribavirin terhadap jumlah daun, jumlah tunas,
jumlah akar, serta tinggi tunas bawang merah cv. Bima Brebes dan Tiron.
Kultivar Konsentrasi
ribavirin mg L
-1
Jumlah daun
Helai Jumlah
tunas Jumlah
akar Tinggi
tunas cm
B im
a B reb
es 1.62
0.36 0.13
2.48 a 5
1.56 0.43
0.03 2.47 a
10 1.24
0.34 -
1.37 b 15
1.25 0.40
- 1.68 b
20 1.03
0.34 -
1.33 b Uji F
tn tn
Tir on
1.99 a 0.55
- 3.13 a
5 1.43 b
0.38 -
2.18 b 10
1.60 ab 0.48
- 2.25 b
15 1.53 b
0.50 -
1.86 bc 20
1.31 b 0.31
- 1.50 c
Uji F tn
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan kultivar yang sama artinya
tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf α 5.
30 mengakibatkan tanaman mati. Persentase eksplan yang mengalami hyperhydric
antara 37 - 46 pada cv. Bima Brebes dan 28 - 55 pada Tiron Gambar 11. Persentase hyperhydricity yang tinggi berpengaruh terhadap rendahnya persentase
planlet yang bertunas. Rata-rata persentase eksplan bertunas pada cv. Bima Brebes 34 - 43 dan pada Tiron 32 - 55.
4.3.3 Aklimatisasi dan Deteksi Virus
Tanaman hasil kultur in vitro yang diberi perlakuan kemoterapi dapat tumbuh dengan baik ketika diaklimatisasi. Pengamatan terhadap umbi mikro Bima
Brebes pada 2 minggu setelah aklimatisasi memperlihatkan gejala tanaman yang terinfeksi virus, seperti daun berlekuk, bercak hijau dan kuning pada daun Gambar
12. Gejala daun berlekuk ditemukan hampir pada seluruh tanaman aklimatisasi, yaitu pada tanaman yang berasal dari dua jenis ukuran shoot tip.
10 20
30 40
50 60
5 10
15 20
Ek sp
lan h
yp erh
yd ric
Konsentrasi ribavirin mg L
-1
10 20
30 40
50 60
5 10
15 20
Ek sp
lan b
ertu n
as
Konsentrasi ribavirin mg L
-1
Gambar 11 Persentase Eksplan hyperhyrdric, eksplan bertunas, dan eksplan berdaun pada bawang merah cv. Bima Brebes dan Tiron.
20 40
60 80
100
5 10
15 20
Ek sp
lan b
erd au
n
Konsentrasi ribavirin mg L
-1
Bima Brebes Tiron
Gambar 12 Gejala yang muncul pada tanaman bawang merah cv. Bima Brebes 2 minggu setelah aklimatisasi. a bercak kuning, b daun
berlakuk, dan c bercak hijau.
a b
c
31 Gejala infeksi virus yang muncul pada tanaman aklimatisasi menandakan
bahwa konsentrasi virus meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman sehingga mampu memperlihatkan gejala terinfeksi virus. Oleh karena itu, waktu yang baik
untuk mendeteksi virus tanaman in vitro adalah setelah tanaman tersebut diaklimatisasi.
Sampel daun komposit dari seluruh tanaman diambil untuk dilakukan RT- PCR, kecuali pada cv. Bima Brebes perlakuan ribavirin 20 mg L
-1
dengan ukuran eksplan 1.1 hingga 2.0 mm. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya jumlah tanaman
yang tumbuh normal pada perlakuan tersebut dan kematian eksplan yang terjadi akibat hal teknis selama perbanyakan tanaman. Hasil pengujian virus menunjukkan
bahwa seluruh tanaman dari dua kultivar masih mengandung virus OYDV Gambar 13. Hasil yang didapat memperlihatkan bahwa perlakuan kemoterapi yang
diberikan pada dua ukuran shoot tip 1.1 - 2.0 mm dan 2.1 - 3.0 mm belum dapat mengeliminasi virus pada tanaman secara total. Konsentrasi ribavirin 5 - 20 mg
L
-1
yang diaplikasikan pada shoot tip selama 4 minggu dan didukung dengan suhu inkubasi eksplan 37 ± 2
o
C belum mampu mematikan virus OYDV yang terdapat pada jaringan tanaman.
Keberhasilan metode kemoterapi dalam mengeliminasi virus dipengaruhi oleh konsentrasi ribavirin, diduga konsentrasi tersebut belum dapat mengeliminasi
virus sehingga tidak mampu membebaskan tanaman dari infeksi virus. Ribavirin diketahui sebagai senyawa antiviral yang mampu menginduksi mutasi pada genom
selama proses replikasi RNA di dalam sel dan menyebabkan genom virus menjadi rusak Crotty et al. 2000; Parker 2005. Sistem kerja ribavirin yang demikian
dilaporkan dapat menekan infeksi virus pada tanaman Quecini et al. 2008.
Konsentrasi ribavirin yang digunakan pada percobaan ini juga diperkirakan masih rendah, sehingga tidak mampu mengeliminasi virus secara total. Persentase
eliminasi virus dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi ribavirin Oana et al. 2009; Hu et al. 2012, akan tetapi semakin tinggi konsentrasi ribavirin maka
dapat menurunkan tingkat regenerasi tanaman Oana et al. 2009. Periode kemoterapi yang lama juga dilaporkan dapat meningkatkan persentase eliminasi
virus, namun tingkat efektivitasnya bergantung pada genotipe tanaman Gambar 13 Elektroforesis agarose gel hasil deteksi RT-PCR menggunakan
spesifik primer OYDV. a shoot tip 1.1 - 2.0 mm; b shoot tip 2.1 - 3.0 mm; 1 - 11 sampel daun yang teramplifikasi fragmen DNA
601 bp; M 1 kb DNA Ladder; P kontrol positif; N kontrol negatif.
32 Hauptmanová dan Polak 2011. Eliminasi virus juga dapat dilakukan dengan
menggunakan kombinasi metode yang dilaksanakan dalam dua tahapan seperti yang dilaporkan Budiarto et al. 2011. Tahapan pertama berupa perlakuan
kemoterapi pada eksplan dan tahapan ke dua dilanjutkan dengan isolasi bagian meristem.
Ukuran eksplan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi efektivitas eliminasi virus. Oana et al. 2009 melaporkan bahwa persentase
eliminasi virus mengalami peningkatan dengan mengulturkan eksplan meristem apikal maupun meristem yang disertai satu primordia daun, Ashnayi et al. 2012
juga menyatakan bahwa pada umumnya eksplan yang berukuran besar telah terinfeksi virus.
RT-PCR merupakan metode yang umum digunakan untuk pendeteksian virus karena hasil yang diperoleh lebih akurat. Penelitian ini menggunakan sampel
daun yang dikompositkan dari beberapa tanaman, sehingga dikhawatirkan hasil deteksi menjadi kurang akurat apabila diantara tanaman yang dikompositkan bebas
dari infeksi virus. Oleh karena itu, pendeteksian virus sebaiknya menggunakan sampel daun yang dikoleksi dari masing-masing individu tanaman.
4.4 Kesimpulan
Peningkatan konsentrasi ribavirin secara nyata menghambat pemanjangan tunas cv. Bima Brebes, munculnya daun, pemanjangan tunas, dan jumlah daun cv.
Tiron. Ukuran shoot tip yang lebih besar 2.1 - 3.0 mm meningkatkan persentase eksplan tumbuh dan mempercepat waktu muncul daun cv. Bima Brebes dan Tiron.
Konsentrasi ribavirin yang diaplikasikan pada percobaan ini belum dapat mengeliminasi virus OYDV pada dua ukuran shoot tip kedua kultivar.