Pendahuluan Kesimpulan Meristem Tip Dan Kemoterapi Untuk Eliminasi Virus Onion Yellow Dwarf Virus (Oydv) Pada Bawang Merah

36

5.3 Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan data iklim yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor menunjukkan bahwa selama penelitian Februari - Mei 2016 rata-rata suhu 26.5 o C, kelembaban 86, dan intensitas radiasi matahari 299.5 kal cm -2 hari -1 Lampiran 1 . Pengamatan selama di screenhouse memperlihatkan bahwa pertumbuhan bawang merah tidak maksimal baik yang berasal dari bahan tanam kultur meristem tip, umbi maupun biji. Pertumbuhan tanaman yang kurang maksimal dipengaruhi oleh beragai faktor, seperti pemupukan, penyiraman, dan kondisi lingkungan saat penanaman. Pemupukan dilakukan setiap minggu seperti yang disarankan oleh Balitsa 2013, akan tetapi pemberian pupuk dan penyiraman yang dilakukan sepertinya tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan bawang merah yang optimal. Selama pengamatan, umbi cv. Tiron dapat menghasilkan 4 hingga 7 tunas. Tunas yang muncul selanjutnya menghasilkan daun yang jumlahnya 2 hingga 4 kali dari jumlah tunasnya. Oleh karena itu, tanaman asal umbi memperlihatkan kurva pertumbuhan jumlah daun dan tunas yang berbeda dibandingkan dengan bibit yang berasal dari tanaman in vitro dan biji Gambar 14. Pengamatan terhadap tanaman asal in vitro memperlihatkan bahwa tanaman ini menghasilkan antara satu hingga tiga tunas, hal ini dikarenakan meristem tip Gambar 14 Rata-rata jumlah daun, jumlah tunas, dan tinggi tanaman bawang merah yang berasal dari bahan tanam kultur meristem tip, umbi, dan biji. 4 8 12 16 20 24 1 2 3 4 5 6 7 8 Ju m lah d au n Hela i Minggu setelah tanaman MST 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 6 7 8 Ju m lah tu n as Minggu setelah tanam MST 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7 8 T in g g i tan am an cm Minggu setelah tanaman MST Hasil kultur meristem tip Umbi Biji 37 yang dikultur secara in vitro tumbuh dan menghasilkan tunas utama, akan tetapi selama pertumbuhannya dapat mengalami multiplikasi tunas, sehingga menghasilkan beberapa tunas. Tanaman ini selama pertumbuhannya memperlihatkan vigor yang rendah, dikarenakan kondisi penanaman yang kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman dan memiliki kemampuan regenerasi akar yang kurang baik. Kondisi yang demikian menyebabkan pertumbuhan tanaman asal in vitro menjadi terhambat. Tanaman juga cenderung mengalami pembusukan pada bagian umbi dan pangkal batang, sehingga menyebabkan tanaman mati. Sementara itu, tanaman asal biji terlihat memiliki pola pertumbuhan jumlah daun dan tunas yang hampir sama dengan tanaman asal in vitro, hal ini disebabkan tanaman yang berasal dari biji hanya dapat menghasilkan maksimal satu anakan Darma 2015. Hasil pengamatan terhadap bawang merah yang ditanaman di screenhouse menunjukkan bahwa beberapa tanaman memperlihatkan gejala penyakit dengan daun berlekuk dan bercak kuning pada daun Tabel 10. Gejala ini mulai terlihat sejak 3 MST. Gejala yang muncul pada tanaman tidak terlihat begitu jelas dan beragam seperti yang diamati oleh Gunaeni et al. 2011 dan Kadwati 2013, yang melaporkan bahwa gejala yang ditemukan pada tanaman bawang merah yang terinfeksi berupa daun mosaik bergais vertikal kuning terputus-putus, klorosis, keriting, bergaris vertikal hijau, daun pipih, daun berlekuk, dan daun berukuran kecil. Gejala yang terlihat juga dilaporkan berbeda-beda bergantung pada varietas, asal daerah pembudidayaan benih, dan lama generasi suatu tanaman telah dibudidayakan. Selain itu, dalam satu umbi bawang merah juga dapat terinfeksi oleh beberapa jenis virus, sehingga infeksi yang kompleks tersebut dapat memperlihatkan gejala Gunaeni et al. 2011. Namun, hasil yang diperoleh dari percobaan ini memperlihatkan bahwa gejala yang muncul pada tanaman bawang merah tersebut terdeteksi OYDV berdasarkan hasil pengujian virus menggunakan metode DIBA. Data persentase gejala yang muncul kejadian penyakit pada tanaman bawang merah disajikan pada Tabel 10. Persentase kejadian penyakit yang ditemukan pada tanaman bervariasi bergantung pada bahan tanam yang digunakan. Tabel 10 Persentase kejadian penyakit dan hasil uji DIBA pada tiga bahan tanam bawang merah. Bahan Tanam Ulangan Daun berlekuk Bercak kuning Virus OYDV Umbi 1 40.0 0.0 + 2 100.0 60.0 + 3 40.0 0.0 + Rata-rata 60.0 20.0 Kultur meristem tip in vitro 1 20.0 0.0 + 2 0.0 0.0 + 3 0.0 0.0 + Rata-rata 6.7 0.0 Biji 1 20.0 0.0 + 2 60.0 20.0 + 3 40.0 40.0 + Rata-rata 40.0 20.0 Keterangan: data merupakan rataan. 38 Gejala yang banyak ditemukan selama pengamatan, yaitu daun berlekuk. Persentase gejala virus ditemukan lebih tinggi pada tanaman asal umbi dibandingkan dengan tanaman asal kultur meristem tip dan biji, diduga karena perbanyakan bawang merah yang dilakukan oleh petani atau produsen benih cenderung menggunakan umbi yang disisihkan dari penanaman sebelumnya. Penggunaan umbi bibit yang telah terinfeksi virus secara terus menerus dapat mengakibatkan infeksi yag lebih parah dan persentase kejadian penyakit kemungkinan akan semakin tinggi. Gunaeni et al. 2011 juga melaporkan hal yang sama dan diperkuat oleh data hasil pengujian awal virus yang memperlihatkan bahwa infeksi OYDV mencapai 100 pada sampel umbi bibit yang ditanam. OYDV merupakan salah satu virus yang menginfeksi tanaman Allium. Virus ini dapat ditularkan melalui perbanyakan tanaman yang dilakukan secara vegetatif menggunakan umbi, akan tetapi virus ini tidak ditularkan melalui biji. Meskipun demikian, virus juga dapat menginfeksi tanaman lainnya melalui aphid sebagai vektor virus Brewster 2008. Screenhouse yang digunakan untuk penanaman merupakan rumah kasa yang tidak bebas seragga, sehingga masih memungkinkan serangga untuk masuk dan hinggap di tanaman. Hasil pengamatan terhadap tanaman yang berasal dari biji memperlihatkan gejala daun berlekuk 40 dan bercak kuning 20. Gejala daun berlekuk juga ditemukan pada bahan tanam asal in vito, namun persentasenya rendah 6.7. Selama penanaman di screenhouse, tanaman asal in vitro ditutup dengan kotak transparan yang terbuat dari plastik dan kasa yang bertujuan agar tanaman terhindar dari serangan aphid ataupun vektor lainnya yang membawa virus, sedangkan tanaman lainnya tanpa penutup.

5.3.1 Deteki Virus

Pengambilan sampel daun bawang merah dilakukan pada umur 8 MST untuk selanjutnya dilakukan pengujian virus menggunakan metode DIBA. Hasil pendeteksian virus memperlihatkan reaksi positif lemah, signal warna yang dihasilkan terlihat lebih lemah bila dibandingkan dengan kontrol positif dan pengujian awal virus menggunakan sampel daun cv.Tiron yang yang dikoleksi 2 minggu setelah penanaman umbi menggunakan metode growing on test. Lemahnya signal warna yang muncul diduga karena rendahnya konsentrasi virus pada jaringan daun, yang disebabkan oleh pengambilan sampel daun dilakukan pada 8 MST dengan kondisi pertumbuhan daun yang mulai menurun. Dovas et al. 2002 melaporkan bahwa daun muda tanaman bawang putih yang pertumbuhannya aktif ditemukan memiliki konsentrasi virus OYDV yang tinggi. Konsentrasi virus selanjutnya menurun pada kondisi daun yang telah menua, sehingga hal ini dapat menjadi acuan dalam penentuan waktu pengambilan sampel daun. Hasil deteksi DIBA terhadap sampel daun ditampilkan pada Gambar 15. Penentuan infeksi virus pada sampel daun dilakukan dengan pemberian skor terhadap intensitas signal rekasi DIBA yang muncul pada membran nitroselulosa. Hal ini dikarenakan terjadi kontaminasi pada larutan buffer dan signal warna yang dihasilkan sampel lemah, sehingga untuk mempermudah perhitungan terhadap persentase infeksi virus dilakukan scoring. Skor yang digunakan, yaitu 1, 2, dan 3. Berdasarkan nilai skor terhadap signal warna, maka dapat ditentukan bahwa persentase tanaman yang berasal dari bahan tanam kultur meristem tip dan umbi yang memiliki skor 2, yaitu 100, sedangakan pada tanaman yang berasal dari 39 penanaman biji 80. Persentase tersebut mengindikasikan bahwa tingkat infeksi OYDV pada bahan tanam biji masih lebih rendah dibandingkan dengan bahan tanam hasil kultur meristem tip dan umbi yang seluruhnya telah terinfeksi oleh OYDV. Persentase tanaman asal biji terlihat paling rendah dikarenakan beberapa sampelnya memiliki signal warna yang sangat lemah skor 1 dan diperkirakan warna yang muncul tersebut akibat buffer yang telah terkontaminasi.

5.4 Kesimpulan

Tanaman yang berasal dari kultur meristem tip, umbi, dan biji memperlihatkan pertumbuhan yang kurang maksimal. Selama pengamatan ditemukan bahwa tanaman bawang memperlihatkan gejala daun berkerut dan bercak kuning. Persentase tanaman dengan gejala daun berkerut ditemukan pada tanaman kultur meristem tip, umbi, dan biji, masing-masing 6.7, 60, dan 40 dan gejala tersebut terdeteksi mengandung OYDV. Tanaman yang berasal dari bahan tanam biji yang terinfeksi OYDV berdasarkan hasil deteksi DIBA sebesar 80, sedangkan tanaman yang berasal dari kultur meristem tip dan umbi 100. Gambar 15 Hasil deteksi sampel daun bawang merah yang berasal dari bahan tanam yang berbeda terhadap virus OYDV dan penentuan intensitas signal reaksi DIBA pada membran nitroselulosa. B buffer; P kontrol positif; N kontrol negatif; 1 - 8 kultur meristem tip; 9 - 23 umbi; 24 - 38 biji. 40 6 PEMBAHASAN UMUM Bawang merah merupakan tanaman hortikultura yang sangat diminati petani karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga budidaya bawang merah dilakukan secara intensif Sumarni dan Hidayat 2005 hampir di seluruh provinsi di Indonesia BPS 2016. Pada umumnya, sistem budidaya bawang merah yang diterapkan oleh petani dan penangkar menggunakan umbi bibit, karena dianggap lebih efisien. Namun, hal ini berdampak terhadap menurunnya kualitas umbi yang disebabkan akumulasi virus di dalam umbi bibit dan selanjutnya menjadi inokulum bagi tanaman sehat lainnya Gunaeni et al. 2011. Berbagai kultivar bawang merah yang saat ini dibudidaya di Jawa Tengah, seperti Tiron dan Bima Brebes ditemukan telah terinfeksi virus OYDV Swari et al. 2015; Wulandari 2016, yaitu virus diketahui menyebabkan menurunnya bobot dan ukuran umbi serta memperpendek masa dormansi umbi, sehingga mengakibatkan kualitas dan kuantitas umbi menjadi rendah Brewster 2008. Hal ini yang selanjutnya membuktikan, bahwa setelah eliminasi virus dilakukan pada tanaman yang terinfeksi maka proses eliminasi virus berpotensi meningkatkan hasil panen Conci et al. 2003. Metode yang dikembangkan untuk mengeliminasi virus sangat bervariasi, namun kultur meristem tip merupakan metode yang paling umum digunakan Bhojwani dan Dantu 2013. Pecobaan zat pengatur tumbuh ZPT yang diaplikasi terhadap kultur meristem tip pada penelitian ini menunjukkan bahwa ZPT tidak memberikan pengaruh terhadap persentase tumbuh eksplan, waktu muncul daun, dan persentase eksplan berdaun. Namun, berdasarkan hasil ini didapati bahwa rata- rata persentase eksplan yang mengalami gagal tumbuh 19 - 28, eksplan mulai membentuk daun pada 1 - 2 MST dan pembentukan daun juga terlihat cukup cepat pada eksplan yang dikulturkan pada media tanpa ZPT. Rata-rata eksplan Bima Brebes yang berhasil membentuk daun 100. Eksplan Tiron 13 lebih rendah dibandingkan Bima Brebes dan beberapa diantaranya memperlihatkan morfologi yang abnormal, seperti vitrifikasi maupun klorosis dengan persentase 0 - 22. Eksplan yang diberi perlakuan ZPT tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas dan jumah daun, perlakuan ZPT berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas Tiron. Eksplan yang dikulturkan pada media tanpa ZPT kontrol memiliki tinggi tunas yang tidak berbeda nyata dengan eksplan yang dikulturkan pada media dengan penambahan 2-ip, BAP, kinetin, GA 3 , dan kombinasi kinetin + IAA. Media tanpa ZPT juga terlihat paling efisien untuk pertumbuhan meristem tip. Bhojwani dan Dantu 2013 menyatakan hal ini dikarenakan primordia daun yang terdapat pada meristem mampu mensuplai auksin dan sitokinin untuk pertumbuhan eksplan. Selain itu, pada penelitian ini juga didapati bahwa tunas utama tumbuh tanpa diikuti oleh pembentukan kalus. Kemoterapi merupakan eliminasi virus menggunakan senyawa kimia yang bertujuan untuk menghentikan infeksi pada tanaman yang telah terinfeksi virus Sastry dan Zitter 2014. Pengujian ribavirin pada dua ukuran shoot tip memperlihatkan bahwa perlakuan ribavirin tidak berpengaruh nyata terhadap persentase tumbuh eksplan, akan tetapi lebih dipengaruhi oleh jenis ukuran eksplan yang dikulturkan. Ukuran eksplan yang lebih besar 2.1 - 3.0 mm memiliki persentase tumbuh yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan eksplan yang lebih kecil. Eksplan berukuran lebih besar juga memiliki pertumbuhan yang nyata lebih 41 cepat dibandingkan dengan yang kecil. Konsentrasi ribavirin juga mempengaruhi pertumbuhan ekspan, semakin tinggi konsentrasi ribavirin yag diberikan 10 - 20 mg L -1 , maka waktu muncul daun menjadi semakin lama. Peningkatan konsentrasi ribavirin juga dapat menghambat pembentukan daun. Jumlah helaian daun semakin menurun setelah penambahan ribavirin 5 - 20 mg L -1 . Tunas Bima Brebes dan Tiron yang tumbuh pada media Ribavirin 20 mg L -1 memiliki jumlah daun masing-masing 36 dan 34 lebih rendah dibandingkan kontrol. Konsentrasi ribavirin juga secara nyata menghambat pemanjangan tunas. Tinggi tunas Bima Brebes secara nyata menurun setelah penambahan ribavirin 10 - 20 mg L -1 , sedangkan pertumbuhan tunas Tiron mulai terhambat pada penambahan ribavirin 5 - 20 mg L -1 . Penghambatan pertumbuhan tunas terjadi karena ribavirin merupakan senyawa kimia dengan struktur yang dapat beranalog dengan nukleotida purin, sehingga ribavirin dapat menargetkan virus dan enzim inang yang berkaitan dengan nukleotida purin Wu et al. 2003, serta menggantikan nukleotida inang. Mekanisme kerja ribavirin yang demikian dapat mengakibatkan efek fitotoksik terhadap tanaman Parker 2005. Percobaan eliminasi virus menggunakan metode kemoterapi juga didukung dengan suhu inkubasi eksplan yang tinggi 37 ± 2 o C. Suhu yang tinggi diduga menghambat pembentukan dan regenerasi tunas, serta rendahnya kemampuan tunas membentuk akar. Suhu tinggi juga menyebabkan tunas menjadi hyperhydric, yang memperlihatkan pertumbuhan dan morfologi tanaman yang abnormal. Persentase tanaman yang mengalami hyperhidric antara 37 - 46 pada Bima Brebes dan 28 - 55 pada Tiron. Pengujian virus pada tanaman hasil kultur meristem tip menggunakan metode RT-PCR memperlihatkan bahwa seluruh sampel tanaman yang berasal dari cv. Bima Brebes dan Tiron masih terinfeksi virus OYDV. Hasil ini menunjukkan bahwa kultur meristem tip belum dapat mengeliminasi virus. Eksplan meristem tip berukuran kurang dari 1 mm yang digunakan pada penelitian ini diduga masih mengandung virus. Meristem tip merupakan bagian tanaman yang aktif membelah dan belum memiliki jaringan pembuluh yang menjadi jalur cepat penyebaram virus pada tanaman Wang dan Hu 1980. Namun, virus dapat menginvasi sel melalui plasmodesmata yang terdapat pada sel-sel meristem tip Ayabe dan Sumi 2001. Oleh karena itu, agar virus yang terdapat pada meristem tip dapat dirusak atau dihambat penyebarannya maka dibutuhkan kombinasi metode eliminasi virus. Termoterapi merupakan metode yang cukup efisien digunakan untuk eliminasi virus. Pramesh dan Baranwal 2015 melaporkan bahwa eradikasi virus pada tanaman bawang putih berhasil dilakukan. Eliminasi virus tidak hanya terbatas pada virus OYDV, akan tetapi juga pada GarCLV, SLV, dan GarV-X. Termoterapi yang digunakan, yaitu aplikasi udara panas pada suhu 42 o C selama 21 hari ataupun aplikasi panas matahari yang dipaparkan secara langsung pada umbi selama 10 hari, kemudian dilanjutkan dengan kultur meristem tip. Bhojwani dan Dantu 2013 menyatakan bahwa aplikasi termoterapi secara in vivo berguna untuk menekan replikasi virus, menghambat sintesis coat protein CP dan bagian virus yang mengkode movement protein pada virus, yang berguna untuk pergerakan virus dari sel ke sel. Pengujian virus yang dilakukan pada tanaman hasil kemoterapi memperlihatkan bahwa seluruh tanaman dari cv. Bima Brebes dan Tiron masih mengandung virus OYDV. Hasil deteksi virus tersebut menunjukkan bahwa 42 konsentrasi ribavirin 5 - 20 mg L -1 yang diaplikasikan pada dua jenis ukuran shoot tip selama 4 minggu dan didukung dengan suhu inkubasi 37 ± 2 o C belum mampu mengeliminasi virus OYDV pada tanaman. Sistem kerja ribavirin yang mampu menghambat multiplikasi virus pada tanaman diduga menyebabkan konsentrasi OYDV pada jaringan tanaman menurun, sehingga untuk mengetahui besarnya konsentrasi virus pada tanaman dibutuhkan metode deteksi virus yang sesuai, seperti metode ELISA Budiarto et al. 2011 ataupun Real-time PCR Taşkin et al. 2013. Tanaman stok hasil kemoterapi yang masih dikulturkan secara in vitro selanjutnya dapat dilakukan isolasi bagian meristem tip dan dikulturkan pada media induksi tunas. Pengujian virus kemudian dilakukan pada tanaman hasil kultur meristem tip, dengan dua tahapan eliminasi virus tersebut diharapkan dapat menghasilkan tanaman-tanaman bebas virus. Penelitian yang mengkaji pengaruh infeksi virus terhadap penurunan hasil panen tanaman bawang putih sejauh ini telah banyak dilakukan Conci et al. 2003; Elnagar et al. 2009; Perotto et al. 2010. Namun penelitian yang mengkaji pengaruh infeksi virus terhadap tanaman bawang merah masih sangat terbatas. Pada percobaan ini, evaluasi terhadap tanaman yang berasal dari kultur meristem tip, umbi, dan biji selama di lapangan memperlihatkan bahwa gejala penyakit yang muncul pada tanaman tidak terlihat jelas dan beragam seperti yang diamati oleh Gunaeni et al. 2011 dan Kadwati 2013. Gejala yang ditemukan selama pengamatan berupa bercak kuning dan daun berlekuk. Persentase gejala daun berlekuk ditemukan pada tanaman asal kultur meristem tip, umbi, dan biji masing- masing sebesar 6.7, 60, dan 40. Pengujian virus OYDV secara kualitatif menggunakan metode DIBA pada tanaman bawang merah menunjukkan bahwa persentase tanaman yang berasal dari bahan tanam biji yang terinfeksi OYDV mencapai 80, sedangkan pada tanaman asal kultur meristem tip dan umbi mencapai 100. Pengujian virus pada percobaan ini sebaiknya dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga dapat diketahui dan dibandingkan konsentrasi virus dari masing-masing bahan tanam. Selain itu deteksi virus juga perlu dilakukan pada virus lainnya, yaitu Shallot latent virus SLV dan Leek yellow stripe virus LYSV. Hal ini bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi virus lain pada tanaman yang berasal dari bahan tanaman yang berbeda, karena infeksi virus lain juga dapat mempengaruhi gejala infeksi yang muncul dan juga berguna mengetahui perbedaan virus yang menginfeksi pada bahan tanaman yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, belum dapat diketahui pengaruh infeksi virus terhadap produksi tanaman bawang merah disebabkan oleh pertumbuhan tanaman yang belum optimal. Conci et al. 2010 menyatakan bahwa dengan mengetahui persentase virus yang menginfeksi tanaman, selanjutnya dapat diketahui seberapa besar pengaruh infeksi terhadap hasil panen. 43 7 SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Perlakuan ZPT pada kultur meristem tip menunjukkan bahwa media tanpa penambahan ZPT paling efisien untuk pertumbuhan meristem tip. Tunas utama yang tumbuh tanpa diikuti pembentukan kalus. Aplikasi kemoterapi yang dikombinasikan dengan ukuran shoot tip menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi ribavirin secara nyata menghambat pemanjangan tunas cv. Bima Brebes, waktu muncul daun, pemanjangan tunas, dan jumlah daun cv. Tiron. Ukuran shoot tip yang lebih besar 2.1 - 3.0 mm meningkatkan persentase eksplan tumbuh dan mempercepat waktu muncul daun cv. Bima Brebes dan Tiron. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, maka diketahui bahwa metode kultur meristem tip dan kemoterapi masih belum dapat mengeliminasi virus OYDV. Evaluasi terhadap tanaman bawang merah memperlihatkan gejala daun berkerut dan bercak kuning. Persentase tanaman dengan gejala daun berkerut ditemukan pada tanaman kultur meristem tip, umbi, dan biji, masing-masing 6.7, 60, dan 40. Tanaman yang berasal dari bahan tanam biji yang terinfeksi OYDV berdasarkan hasil deteksi DIBA sebesar 80, sedangkan tanaman yang berasal dari kultur meristem tip dan umbi 100.

7.2 Saran

Dalam upaya pengembangan tanaman bebas virus, diperlukan pengujian mengenai efektivitas eliminasi virus menggunakan kultur meristem tip yang dikombinasikan dengan metode lain yang efisien dalam mengeliminasi virus, seperti termoterapi. Selain itu, pengujian virus terhadap tanaman hasil eliminasi virus membutuhkan metode yang tepat dan pendeteksian virus sebaiknya dilakukan pada masing-masing tanaman, agar hasil yang didapat menjadi lebih jelas dan akurat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi gejala penyakit selama di lapangan adalah pertumbuhan tanaman yang optimal, penanganan dan penyungkupan tanaman. Sementara itu, hal yang dapat mempengaruhi hasil pengujian virus adalah waktu pengambilan sampel daun dan metode pendeteksian virus. Hal tersebut merupakan faktor penting yang harus diperhatikan selama proses evaluasi terhadap tingkat kejadian penyakit dan pengujian virus terhadap tanaman di lapang. 44 DAFTAR PUSTAKA Agrios G N. 2005. Plant Pathology. 5th ed. Burlington US: Elsevier Academic. Ali A, Mohammad O, Khattab A. 2012. Distribution of viruses infecting cucurbit crops and isolation of potential new virus-like sequences from weeds in Oklahoma. Plant Dis. 96:243-248. Aloni R, Schwalm K, Langhans M, Ullrich CI. 2003. Gradual shift in sites of free- auxin production during leaf-primordium development and their role in vascular differentiation and leaf morphogenesis in Arabidopsis. Planta. 216:841-853. Andriani M, Ermavitalini D, Nurmalasari. 2013. Eliminasi Sugarcane mosaic virus melalui kemoterapi pada tebu Saccharum officinarum varietas NXI-2T secara in vitro. J Sains Seni Pomitis. 22:2337-3520. Arya M, Baranwal VK, Ahlawat YS, Singh L. 2006. RT-PCR detection and molecular characterization of Onion yellow dwarf virus associated with garlic and onion. Current Sci. 919:1230-1234. Ashnayi M, Kharrazi M, Sharifi A, Mehrvar M. 2012. Carnation etched ring virus elimination through shoot tip culture. J Biol Environ Sci. 617:175-180. Asniwita. 2013. Karakterisasi Chili veinal mottle virus strain lemah dan potensinya sebagai agen proteksi silang [Tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Ayabe M, Sumi S. 2001. A novel and efficient culture method ‘stem-disc dome culture’ for producing virus-free garlic Allium sativum L.. Plant Cell Rep. 20:503-507. [AVRDC] Asian Vegetable Research and Development Center. 2001. AVRDC Report 2000. Tainan TW: AVRDC. Basuki RS. 2009. Preferensi petani Brebes terhadap klon unggulan bawang merah hasil penelitian. J Hort. 193:344-355. Bhojwani SS, Dantu PK. 2013. Production of virus-free plants. In: Bhojwani SS, Dantu PK, editor. Plant Tissue Culture: an Introduction Text. New Delhi ID. Springer India. p 227-243. doi 10.1007978-81-322-1026-9_16. Brewster JL. 2008. Onions and Other Vegetable Alliums. 2nd ed. King’s Lynn UK: CABI. Budiarto K, Marwoto B, Sanjaya L, Soedarjo M, Rahardjo IB. 2011. Elimination of CVB Chrysantemum virus B from a range of Chrysantemum varieties by apical meristem culture following antiviral agent and heat treatments. Biotropia. 182:94-101. [Balitsa] Balai Tanaman dan Sayuran. 2013. Budi daya bawang merah. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 14]. Tersedia pada http:www.balitsa.litbang.pertanian.go.id. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi tanaman sayuran. [Internet]. [diunduh 2016 Juni 6]. Tersedia pada http:www.bps.go.id. Chen Z, Liu J, Zeng M, Wang Z, Yu D, Yin C, Jin L, Yang S, Song B. 2012. Dot immunobinding assay method with chlorophyl removal for the detection of Southern rice black-streaked dwarf virus. Molecules. 17:6886-6900. Clark MF. 1981. Immunosorbent assays in plant pathology. Ann Rev Phytopathol. 19:83-106. 45 Conci VC, Canavelli AE, Lunello P. 2003. Yield losses associated with virus- infected garlic plants during five succesive years. Plant Dis. 87:1411-1415. Conci VC, Canavelli AE, Balzarini MG. 2010. The distribution of garlic viruses in leaves and bulb during the first year of infection. J Phytopathol. 158:186- 193. Crotty S, Maag D, Arnold JJ, Zhong W, Lau JYN, Hong Z, Andino R, Cameron CE. 2000. The broad-spectrum antiviral ribonucleoside ribavirin is an RNA virus mutagen. Article. Nature madicine. 612:1375-1379. Crête R, Tartier L, Devaux A. 1981. Diseases of Onions in Canada. Publication 1716. Canada US: Agriculture Canada. Darma WA. 2015. Alternatif bahan tanam selain umbi pada budidaya bawang merah Allium ascalonicum L. [Tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Dewi IS dan Slack A. 1994. Therapy cycling to eliminate high-titered, multiple virus infection in vitro potato plantlets. Bul Agron. 222:35-43. Diekmann M. 1997. FAOIPGRI Technical Guidelines for the Safe Movement of Germplasm. No. 18. Allium spp. Rome IT: IPGRI. Dinarti D. 2012. Perbanyakan dan induksi umbi lapis mikro bawang merah secara in vitro [Disertasi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Dovas CI, Mamolos AP, Katis NI. 2002. Fluctuation in concentration of two potyviruses in garlic during the growing period and sampling conditions for reliable detection by ELISA. Ann appl Biol. 140:21-28. Doyle JJ, Doyle JJ. 1987. A rapid DNA isolation of procedure for small quantities of fresh leaf tissue. Phytochem Bull. 19:11-19. Duriat AS, Sukarna E. 1990. Deteksi penyakit virus pada klon bawang merah. Bull Penel Hort.18 EK1:146-153. Elnagar S, El-Sheikh MAK, Abdel Wahed AS. 2009. Effect of natural infection with Onion yellow dwarf virus OYDV on yield of onion and garlic crops in Egypt. 4 th Conference on Recent Technologies in Agriculture. p 34-39. [Internet]. [diunduh 2015 Desember 17]. Tersedia pada http:www.conf2009.agr.cu.edu.egres5.pdf. Fletcher PJ, Fletcher JD, Lewthwaite SL. 1998. In vitro elimination of Onion yellow dwarf and Shallot latent viruses in shallots Allium cepa var. ascalonicum L.. New Zealand J Crop and Hort Sci. 26:23-26. Gaba VP. 2005. Plant growth regulators in plant tissue culture and development. In: Trigiano RN, Gray DJ, editor. Plant Development and Biotechnology. Boca Raton US: CRC Pr. p 87-99. GadEl-Hak SEH, Ahmed KZ, Moustafa YMM, Ezzat AS. Growth and cytogenetical properties of micro-propagated and succesfully acclimatized garlic Allium sativum clones with a modified shoot tip culture protocols. 2011. J Hort Sci Ornamen Plants. 32:115-129. Gull I, Noreen A, Aslam MS, Athar MA. 2014. Comperative effect of different pythohormones on the micropropagation of Allium sativum. Pak J Biochem Mol Biol. 471-2:121-124. Gunaeni N, Wulandari AW, Duriat AS, Muharam A. 2011. Penyakit tular virus umbi pada tiga belas varietas bawang merah asal Jawa Barat dan Jawa Tengah. J Hort. 212:164-172.