PT. Rajawali Nusantara Indonesia 10 PG Pabrik gula swasta dan pabrik gula rafinasi Distribusi dan perdagangan gula tebu

Watoetoelis 1838, PG Kremboong 1847, PG Toelangang 1858, PG Modjo Panggoong 1852, PG Ngadiredjo 1912, PG Pesantren Baru 1849, dan PG Meritjan 1926.

e. PT. Perkebunan Nusantara XI 16 PG

PTPN XI berstatus BUMN yang beroperasi di wilayah Jawa Timurdan merupakan penggabungan dari perusahaan di bawah PTP XX, XXIV, dan XXV. Perusahaan ini mengelola khusus komoditas tebu dan pabrik gula di atas lahan tanam seluas 66,374 ha. Pada tahun 2010 PTPN XI memproduksi total 318,514 ton gula dengan tingkat rendemen rata-rata 5.7. PTPN XI mengelola 16 pabrik gula, yaitu: PG Poerwodadi 1832, PG Soedhono 1888, PG Redjosari 1890, PG Kanigoro 1894, PG Pagotan 1884, PG Asembagoes 1891, PG Olean 1846, PG Pandhe 1887, PG Wringin Anom 1881, PG Pradjekan 1883, PG Semboro 1928, PG Djatiroto 1905, PG Padjarakan 1885, PG Wonolangan 1897, PG Gendhing 1927, dan PG Kedhawoeng 1898.

f. PT. Perkebunan Nusantara XIV 3 PG

PTPN XIV merupakan perseroan hasil penggabungan PTP VII, XXVIII, XXXII,dan PT. Bina Mulia Ternak. PTPN XIV berwilayah kerja di kawasan Sulawesi, Maluku dan NTT. Perusahaan ini mengelola perkebunan kelapa sawit, karet, kakao, kelapa hibrida, kelapa tinggi Nias, pala, kopi, dan tanaman semusim tebu. Pada tahun 2010, luas lahan tanaman tebu mencapai 11,470 ha dan hasil produksi gula sebanyak 27,312 ton dengan tingkat rendemen rata-rata relatif sangat rendah 4.8. PTPN XIV mengelola 3 tiga pabrik gula, yaitu: PG Takalar 1984, PG Bone 1975, dan PG Camming 1985.

g. PT. Rajawali Nusantara Indonesia 10 PG

PT. RNI mula-mula merupakan perusahaan perdagangan hasil bumi Oei Tiong Ham Concern yang beroperasi di Semarang. Pada tahun 1961 perusahaan ini diambil alih oleh Pemerintah dan perusahaan berganti status sebagai perusahaan BUMN yang pada tahun 1964 bernama PT. Rajawali Nusantara Indonesia. Bidang usaha PT. RNI adalah agroindustri, farmasi, alat kesehatan, dan distribusi. Pada tahun 2010, bidang usaha agroindustri PT. RNI mengelola areal lahan tebu seluas 64,897 ha dan mampu menghasilkan gula sebanyak 334,916 ton dengan tingkat rendemen rata-rata 5,9. PT. RNI mengelola 10 pabrik gula, yaitu: PG Krebet Baru 1906, PG Rejo Agung Baru 1894, PG Candi Baru 1983, PG Sindang Laut 1896, PG Karang Suwung 1854, PG Tersana Baru 1937, PG Jati Tujuh 1977, PG Subang 1981, dan PG Madukismo 1958.

h. Pabrik gula swasta dan pabrik gula rafinasi

Di samping 51 buah pabrik gula di bawah kepemilikan dan pengelolaan BUMN, pelaku agroindustri gula tebu di Indonesia yang lain adalah pabrik gula milik swasta berjumlah 9 buah dan pabrik gula rafinasi berjumlah 8 buah. Dengan pertimbangan bahwa pabrik gula swasta dan pabrik gula rafinasi telah memiliki kinerja yang jauh lebih baik dari pada pabrik gula BUMN, maka dalam penelitian ini diperlakukan sebagai acuan dan tidak perlu didiskripsikan secara khusus.

5.2 Distribusi dan perdagangan gula tebu

Sebagai komoditas yang berkarekteristik musiman, maka pada saat periode musim giling bulan Mei hingga Desember pasokan gula melimpah di pasar dan sebaliknya di luar musim giling pasokan gula akan mencapai titik minimum. Keadaan ini membawa konsekuensi langsung terhadap kelangsungan distribusi gula. Apabila kelancaran distribusi terganggu maka akan mempengaruhi harga, yaitu berupa harga relatif sangat rendah saat berada pada musim giling dan sebaliknya. Gambar 11 Kebijakan dana talangan Sejak awal tahun 2000 kebijakan pemerintah Indonesia cenderung mengkondisikan pasar gula diserahkan kepada mekanisme pasar sesuai hukum supply-demandsehingga harga gula mengikuti harga internasional yang merujuk pada pasar berjangka London. Kebijakan pasar bebas ini mengakibatkan semakin terpuruknya beberapa pelaku usaha gula nasional yang tidak dapat bersaing dengan pasar internasional. Pemangku penentu kebijakan menyadari hal ini, sehingga mulai tahun 2010 pemerintah menempuh kebijakan jaminan kepastian harga berupa dana talangan yang bersaing dan mekanismenya seperti pada Gambar 11 dengan penjelasan sebagai berikut: a. Apabila harga pasar terjadi di bawah harga talangan, maka petani akan dijamin memperoleh harga sesuai dengan harga talangan. b. Apabila harga pasar terjadi di atas harga talangan, maka petani akan menikmati tambahan harga sesuai kesepakatan antara pemerintah dan petani. Sebagai contoh penerapan mekanisme kebijakan harga talangan di atas, misal terjadi kesepakatan harga minimal yang akan dijamin penalangan oleh PTPN PG BUMN sebesar Rp 5,000 per kg, dan kondisi pasar menunjukan harga Rp 6,500 per kg, maka bila disepakati distribusi proporsi Petani:PTPN = 60 : 40 masing-masing pihak akan menerima kelebihan harga sebesar Rp 1,500 sebagai berikut: a. Petani : 60 x Rp 1,500 = Rp 900 b. PTPN : 40 x Rp 1,500 = Rp 600 Apabila harga pasar jatuh di bawah harga talangan harga minimal Rp 5,000, maka pihak PTPN tetap akan memberikan talangan seharga Rp 5,000 per kg.

5.3 Aspek supply-demand dan pasar gula tebu di Indonesia