Jika barang tersebut masih memadai dan layak digunakan maka tidak perlu membeli barang yang baru setiap tahunnya. Begitu juga dengan jasa jika
tidak ada perbaikan atau kebutuhan maka tidak dilakukan. Rumus =
x100
Tabel 6. Pertumbuhan Belanja Tahun 2014-2016
Tahun Realisasi Rp
Kenaikan Penurunan Rp
Persentase 2014
15.783.713.688 -
- 2015
4.870.295.210 10.913.418.478
69,14 2016
11.687.286.362 6.816.991.152
139,97 Sumber: data olah
Pertumbuhan belanja berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 pertumbuhan belanja bernilai negatif defisit sebesar -
69,14. Hal itu membuat rasio pertumbuhan belanja tahun 2015 mendapat penilaian tidak baik. Pengadaan barang dan jasa relatif kurang pada tahun
2015 karena barang pada tahun 2014 masih layak dan memadai sehingga pertumbuhan belanja pada tahun tersebut bernilai negatif. Kemudian pada
tahun 2016, pertumbuhan belanja biro umum mengalami kenaikan sebesar Rp6.816.991.152 sehingga rasio menjadi positif kembali, yaitu sebesar
139,97 yang berarti pertumbuhan belanja barang dan jasa tahun 2016 adalah baik. Terjadi kenaikan yang signifikan dari angka -69,14 menjadi
139,97 menunjukkan bahwa biro umum banyak melakukan pengadaan barang dan jasa pada tahun 2016. Kenaikan pertumbuhan belanja pada
tahun 2016 disebabkan Setda membutuhkan barang-barang dan perbaikan sebagian gedung kantor yang rusak akibat terjadi musibah kebakaran pada
akhir tahun 2015.
3.
Varians Belanja Varians Belanja = Anggaran Belanja
– Realisasi Belanja Rasio varians belanja =
x 100
Tabel 7. Perhitungan Rasio Varians Belanja Tahun 2014-2016
Tahun Anggaran Rp
Realisasi Rp Selisih Rp
Rasio 2014
74.616.327.900 15.783.713.688
58.832.614.212 78,85
2015 54.939.201.400
4.870.295.210 50.068.906.190
91,14 2016
44.514.740.000 11.687.286.362
32.827.453.638 73,75
Sumber: data diolah Tabel 7 menunjukkan pengadaan barang dan jasa selama tahun
2014-2016 bernilai positif atau disebut selisih menguntungkan, yaitu 78,85, 91,14, dan 73,75. Rasio varians yang bernilai positif tersebut
berarti realisasi pengadaan barang dan jasa tidak melebihi jumlah anggarannya. Varians belanja terjadi dapat disebabkan adanya selisih
harga ataupun kuantitas saat penganggaran dan saat pelaksanaan. Rasio varians paling besar terdapat pada tahun 2015 sebesar 91,14, yang
berarti biro umum telah melakukan penghematan sebesar 91,14 atau biro umum telah menyisakan sebanyak Rp50.068.906.190 dari anggaran
Rp54.939.201.400 untuk pengadaan barang dan jasa pada tahun 2015. Hal ini terjadi karena barang-barang pada tahun 2014 masih layak digunakan
sehingga tidak perlu membeli barang yang baru pada tahun 2015.
B. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan diukur menggunakan data yang didapatkan dari hasil olah kuesioner. Data tersebut selanjutnya digunakan untuk mencari rasio
kepuasaan rekanan dengan langkah-langkah: 1. Populasi dan Sampel
Populasi menurut Wuri 2014: 37 adalah keseluruhan dari objek yang akan diteliti dan dalam penelitian ini populasi adalah pegawai Setda
yang bekerja selain di biro umum. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih untuk diteliti. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik accidental sampling, karena kuesioner disebar kepada pegawai yang kebetulan ada saat penelitian berlangsung Spillane,
2008: 130. Rumus Slovin:
n = keterangan:
n = besaran sampel
N = populasi
e = nilai kritis yang diinginkan
Rumus Slovin tersebut digunakan untuk menentukan jumlah sampel pada penerima pelayanan biro umum, yaitu pegawai Sekretariat
Daerah Provinsi Kalimantan Tengah yang berjumlah sekitar 592 orang selain pegawai biro umum. Nilai kritis adalah 10, maka didapatkan
jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 85,54 atau 86 orang.
2. Pengujian Instrumen
Tabel 8.
Hasil Pengujian
Validitas Perspektif
Pelanggan menggunakan SPSS 16.0
Item N=86
r-hitung r-tabel
alpha = 0,1 ; df = n-2 Hasil
Belief Ideal
1 0,599
0,675 0,1786
Valid 2
0,630 0,653
0,1786 Valid
3 0,685
0,638 0,1786
Valid 4
0,702 0,684
0,1786 Valid
5 0,688
0,646 0,1786
Valid 6
0,733 0,696
0,1786 Valid
7 0,752
0,728 0,1786
Valid 8
0,686 0,690
0,1786 Valid
9 0,739
0,683 0,1786
Valid 10
0,783 0,777
0,1786 Valid
11 0,724
0,772 0,1786
Valid 12
0,713 0,761
0,1786 Valid
13 0,714
0,793 0,1786
Valid 14
0,726 0,812
0,1786 Valid
15 0,683
0,804 0,1786
Valid
Sumber: data diolah
Tabel 9. Hasil Pengujian Reliabilitas Kuesioner Perspektif Pelanggan Menggunakan SPSS 16.0
Tingkat Cronbach’s Alpha
Hasil Kenyataan
0,764 Reliable
Harapan 0,766
Reliable
Sumber: data diolah
Kuesioner yang telah disebarkan kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas untuk R-tabel menggunakan probability alpha
= 0,1 dan degree of freedom adalah n-2, didapatkan bahwa r-tabel bernilai 0,1786. Instrumen pertanyaan dikatakan valid apabila r-hitung r-tabel.
Kuesioner tingkat belief maupun tingkat ideal dinyatakan valid dan hasil dapat dilihat pada tabel 8. Suatu variabel dikatakan reliable jika memiliki
cronbach’s alpha 0,600. Kuesioner pada perspektif pelanggan sudah
dikatakan reliable. Kuesioner dinyatakan reliable dan hasil dapat dilihat pada tabel 9.
Kuesioner yang telah teruji valid dan reliable kemudian dibagikan kepada pegawai Setda selain pegawai biro umum. Kuesioner perspektif
pelanggan terdiri dari 15 butir pertanyaan yang berisi penilaian pegawai pada aspek berwujud atau wujud fisik kantor, kepercayaan, daya tanggap,
keyakinan, dan kesungguhan. 3. Hasil Pengolahan Data Kuesioner
Hasil perhitungan kuesioner perspektif pelanggan terdapat pada tabel 10. Kesenjangan terkecil terdapat pada dua atribut, yaitu keyakinan
dan kesungguhan sebesar 0,48. Rentang kesenjangan terbesar terdapat pada atribut daya tanggap, yaitu sebesar 0,58. Rentang kesenjangan
terbesar antara ideal dan belief untuk keseluruhan terdapat pada pernyataan nomor tujuh tentang pegawai yang sudah tanggap terhadap
kebutuhan biro lain, yaitu sebesar 0,62. Rentang kesenjangan terkecil terdapat pada pernyataan nomor satu, yaitu keadaan fisik gedung kantor
biro umum sebesar 0,38. Rentang kesenjangan terkecil berarti kenyataan yang dinilai atau dirasakan rekanan sudah mendekati dengan yang
diharapannya, sedangkan rentang kesenjangan yang lebih besar berarti bahwa kenyataan yang dinilai atau dirasakan rekanan masih jauh dari yang
diharapkannya.