51
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku
Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center yang menanggapi tentang daulat hukuman mati di Indonesia. Penulis
memberikan penalaran mengenai bagaimana Indonesia melihat dan memahami sebuah kasus, lantas menindak lanjuti hukuman dari
kasus yang dilihat. Alasan ini untuk memperkuat pernyataan bahwa Australia berusaha menggoyahkan keteguhan Indonesia dalam
mengeksekusi dua warga Negaranya. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan adanya kata dan frasa “jika” dan “sudah barang
tentu ”, lalu penulis menjabarkan penalarannya.
9. “Publik tentu patut mewaspadai manuver DPR terkait rencana
amandemen UU KPK tersebut. Sebab, menurut salah satu pimpinan KPK, Zulkarnaen, UU KPK masih relevan dan memadai
untuk diterapkan pada saat ini. Dengan kata lain, dari sisi esensi dan urgensi, amandemen terhadap UU KPK belum menemukan
relevansinya yang memaksa untuk harus segera diamandemen.
” H3.1, H3.2, dan H3.3, 030315
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hadiningrat
selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang menanggapi adanya potensi pelemahan UU KPK.
Penulis memberikan alasan berupa penalaran bahwa UU KPK masih layak dan belum mendesak untuk dilakukan amandemen.
Alasan ini digunakan untuk memperkuat pernyataan bahwa manuver DPR perlu untuk diwaspadai. Alasan berupa penalaran ini
52
ditandai dengan adanya frasa dan kata “public tentu patut” “sebab”, dan
”dengan kata lain”.
10. “Misalnya, rencana menghilangkan kewenangan penyadapan
Pasal 7, rencana memberikan kewenangan penghentian perkara Pasal 40, dan penyitaan harus dengan izin pengadilan Pasal
47. Bila substansi materi itu terealisasi dalam amandemen UU KPK mendatang, maka KPK jelas bukan semakin kuat, melainkan
semakin lemah dan mudah diintervensi.” H4.2 dan H4.3, 030315
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hadiningrat
selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang menanggapi adanya potensi pelemahan UU KPK.
Penulis memberikan alasan berupa ilustrasi dan penalaran mengenai UU KPK jika telah diamandemen justru semakin
mempersempit ruang gerak KPK dalam menyelidiki kasus korupsi. Alasan ini digunakan untuk memperkuat pernyataan bahwa
manuver DPR perlu untuk diwaspadai. Penulis memberikan alasan berupa contoh dan penalaran upaya pelemahan KPK. Alasan
berupa contoh dan penalaran ini ditandai dengan adanya frasa dan kata “misalnya”,“bila”, “maka”, “jelas”, dan “melainkan”.
11. “Bagaimana mungkin kita dapat memaksakan gubernur DIY
harus laki-laki, sementara penentuan penerus takhta Kasultanan Ngayogyakarta menjadi kewenangan raja yang bertakhta.
” I7.1, 100315
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Winarta Hadiwiyono
selaku Deputi Direktur Independent Legal Aid Institude
53
Yogyakarta yang menanggapi isi pesan Sabdatama Sultan HB X. Penulis memberikan alasan berupa penalaran bahwa calon penerus
tahta diputuskan oleh gubernur DIY jadi masyarakat tidak dapat memaksakan gubernur DIY adalah laki-lak. Alasan berupa
penalaran ini ditandai dengan frasa “bagaimana mungkin” dan kata “sementara”.
12. “Contoh kasus yang masih hangat adalah kasus hukuman mati
terhadap para pengedar narkoba di Indonesia dari Brazil, Belanda, dan Australia.
” J6.2, 170215
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh J Yulius Dwi Cahyono,
M.Pd selaku Deputi Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang mengkritisi ingatan kolektif bangsa. Penulis
memberikan alasan berupa contoh beberapa Warga Negara Asing yang terlibat kasus kriminal berat di Indonesia, yang vonis
hukuman matinya dihalangi oleh Negara mereka. Ketiga Negara itu berdalih, vonis mati adalah pelanggaran HAM. Alasan berupa
contoh ini ditandai dengan kata “contoh”. Contoh ini untuk memperkuat
pernyataan mengenai
pentingnya Indonesia
membentengi kedaulatan hukumnya dengan menelusuri sejarah, sehingga bangsa ini dapat dengan tegas menjalankan vonis
terhadap terdakwa kasus kriminal berat.
54
13. “Salah satu contoh upaya dari Australia yang masih hangat dalam
ingatan adalah adanya tawaran pertukaran narapidana. ” J8.1,
170215 Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh J Yulius Dwi Cahyono,
M.Pd selaku Deputi Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang mengkritisi ingatan kolektif bangsa. Penulis
memberikan alasan berupa contoh upaya Australia menyelamatkan warganya dari vonis hukuman mati dengan cara pertukaran
narapidana. Alasan berupa contoh ini ditandai dengan frasa “salah satu contoh”.
14. “Apabila peran justice collaborator yang termaktub dalam PP
Nomor 99 Tahun 2012 itu kemudian diamputasi, tentu bisa dibayangkan betapa sulitnya para penegak hukum negara ini untuk
menuntaskan pelbagai kasus korupsi yang terjadi. ” K8.2,
240315 Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hidayat
selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang mengkritisi rencana pemberian remisi terhadap
terpindana kasus korupsi. Penulis memberikan penalaran mengenai sulitnya memecahkan kasus korupsi jika peran justice collabobator
dihapuskan. Justice collabobator adalah narapidana yang diajak bekerja sama memberantas kasus korupsi. Penalaran ini untuk
memperkuat bahwa Kemenkumham merupakan kementrian dari pemerintahan Jokowi-JK yang sering mengeluarkan kebijakan yang
55
controversial. Alasan berupa penalaran ini ditandai dengan kata “apabila” dan “tentu”.
Berdasarkan sample dari analisis data yang dipaparkan di atas, pada bagian alasan, penulis menyajikan alasan berupa penalaran, ilustrasi dan contoh.
Penalaran dan ilustrasi ditandai dengan ditemukannya frasa dan kata, di antaranya “misalnya”, “bila”, “melainkan”, “sebab”, “justru”, “betapa tidak” dan “sama
artinya”. Pemaparan contoh ditandai dengan adanya kata “contoh” atau “contohnya”, lalu penulis memaparkan bukti-bukti yang dapat memperkuat
pernyataan yang sebelumnya dipaparkan. Hal tersebut sesuai dengan pemikiran Abdul Rani 2014:41 bahwa pada bagian alasan, penulis memaparkan contoh,
ilustrasi, penalaran, yang mana bukti-bukti yang bersifat khusus tersebut menguatkan pernyataan penulis.
4.2.1.3 Elemen Pembenaran
Pembenaran adalah pernyataan yang menunjukkan kaidah-kaidah umum untuk mempertahankan pernyataan. Pembenaran sebagai jembatan penghubung
antara pernyataan dan alasan. Dengan alasan dan pernyataan, pembenaran dapat dipertahankan dan diterima secara rasional.
Dalam wacana argumentasi, elemen pembenaran merupakan elemen yang terdapat pada setiap wacana, meskipun jumlahnya tidak sebanyak elemen
pernyataan dan alasan. Berdasarkan analisis data, ditemukan sebanyak 54 kalimat dari 14 wacana yang termasuk ke dalam elemen pembenaran. Data tersebut
disajikan di antaranya adalah sebagai berikut.
56
1. “Disertai alasan. Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat DPR. Sedangkan ayat 2 mengatakan, usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri yang
diajukan Presiden kepada DPR disertai alasannya.
” A11.1 dan A11.2, 130115
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Baharuddin selaku
Aktivis Jogja Police Wacth yang menanggapi kasus calon tunggal Kapolri pilihan Presiden Jokowi. Penulis yang memiliki latar sosial
sebagai salah seorang pengamat kinerja aparat kepolisian ini menunjukkan pembenaran umum berupa pasa-pasal. Pembenaran
iyang berdasar pada pasal-pasal ni untuk mempertahankan pernyataan mengenai pengankatan dan pemberhentian Kapolri.
2. “Keterlibatan institusi dalam upaya melindungi diri secara satire
pernah dikritik oleh budayawan Emha Ainun Najib dalam bukunya Kiai Bejo, Kiai Untung, dan Kiai Hoki. Dalam tulisannya ia
menyebut, “Kita adalah masyarakat yang melarang siapa pun melakukan korupsi, kecuali kita kecipratan. Kita tidak ikhlas ada
KKN, kalau tidak dilibatkan di dalamnya. Korupsi tidak haram asalkan yang melakukan adalah keluarga kita sendiri, bapak kita,
tokoh parpol kita, atau ulama panutan kita”.” C7.1, C7.2, C7.3, dan C7.4, 270215
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku
Managing Coordinator Mishbah Cultural Studies Center yang menanggapi kasus KPK dan Telikungan Habitus Korupsi. Penulis
memberikan pembenaran mengenai perlidungan secara satire oleh sebuah instuisi seperti yang disebutkan oleh seorang budayawan
Emha Ainun Najib. Pembenaran ini untuk memperkuat pernyataan
57
penulis bahwa Polri senantiasa bermanuver manakala anggotanya berseteru dengan KPK.
3. “Di antaranya, dijelaskan dalam Pasal 22 ayat 1 Undang-
Undang Dasar UUD 1945, yaitu bahwa Presiden berhak mengeluarkan Perppu hanya bila terjadi kondisi “ihwal
kegentingan yang memaksa”.” D3.3, 030215 Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Sumarsih selaku Peneliti
Alwi Research Consulting Alumnus Fisipol UGM yang menanggapi wacana Perppu Imunitas KPK. Penulis memberikan
pembenaran dari pasal yang terdapat pada UUD mengenai Perppu yang dikeluarkan presiden. Pembenaran ini untuk menguatkan
alasan bahwa Perppu dikeluarkan jika telah memenuhi syarat- syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang Pembenaran ini
ditandai dengan frasa “di antaranya dijelaskan dalam”.
4. “Landasan pemerintah dalam melakukan eksekusi hukuman mati
kuat karena memiliki dasar hukum tetap : selain tercantum di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP juga
tercantum di dalam perundangan yang lain, antara lain Undang- undang UU No 22 tahun 1997 tentang Narkotika, dan UU No 5
tahun 1997 tentang Psikotropika.
” G5.1, 240215
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku
Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center yang menanggapi tentang daulat hukuman mati di Indonesia. Penulis
memberikan pembenaran berupa landasan hukum mengenai narkotika yang tercantum dalam KUHP. Pembenaran ini untuk
58
memperkuat pernyataan mengenai eksekusi terpidana mati yang harus ditegakkan tanpa terpengaruh oleh pihak-pihak asing,
khususnya negara asal terpidana. Pembenaran ini ditandai dengan frasa “tercantum dalam”, “juga tercantum”, dan “antara lain”.
5. “Dalam latar hukum di Indonesia, sejatinya terdapat dua konsep
hukuman yang
diterapkan. Satu
sisi sebagai
bentuk pemasyarakatan. Artinya, terpidana merupakan warga binaan
yang berada di dalam pengawasan lembaga pemasyarakatan Lapas, mereka adalah terpidana yang diusahakan dapat
diperbaiki, dibina dan diberi bekal hidup sebagai warga yang berguna di dalam masyarakat. Satu sisi lainnya, para terpidana
yang mendapat hukuman maksimal atau berat, yakni hukuman mati
karena melakukan kejahatan “luar biasa” dan sah secara undang- undang dipidana hukuman mati.” G9.1, G9.2, G9.3, dan G9.4
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Mardiyanto selaku
Managing Coordinator Mishbhah Cultural Studies Center yang menanggapi tentang daulat hukuman mati di Indonesia. Penulis
memberikan berupa penjelasan mengenai 2 konsep hukuman yang terdapat di Indonesia. Pembenaran ini untuk memperkuat
pernyataan bahwa Indonesia memiliki dua konsep hukuman, dan praktik hukuman mati selalu menuai pro dan kontra, termasuk di
dalam negeri. Pembenaran ini ditandai dengan frasa “sejatinya
terdapat dua konsep ”, “satu sisi sebagai”, dan “sisi lain sebagai”.
6. “Sabdatama Sultan yang merupakan hukum tertinggi di keraton
telah memberi arah yang jelas kepada Panitia Khusus DPRD DIY dalam menyelesaikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
Istimewa Raperdais tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.
” I3.1, 100315
59
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Winarta Hadiwiyono
selaku Deputi Direktur Independent Legal Aid Institude Yogyakarta yang menanggapi isi pesan Sabdatama Sultan HB X.
Penulis memberikan pembenaran berupa prinsip bahwa sabdatama merupakan hukum tertinggi di keraton. Pembenaran ini untuk
memperkuat pernyataan penulis bahwa Sabdatama harus menjadi acuan semua pembahasan, termasuk paugeran kraton maupun
peraturan perundang-undangan Negara.
7. “Pada pasal itu disebutkan bahwa setiap negara peserta konvensi
wajib mempertimbangkan memberikan kemungkinan dalam kasus- kasus tertentu untuk mengurangi hukuman dari seorang pelaku
yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang diterapkan dalam konvensi
tersebut.” K6.1, 140315 Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Pangky T. Hidayat
selaku Direktur Eksekutif Research Center for Democratic Education yang mengkritisi rencana pemberian remisi terhadap
terpindana kasus korupsi. Penulis memberikan pembenaran mengenai ketentuan yang ditetapkan Konvensi Perserikatan
Bangsa-bangsa Antikorupsi bahwa remisi terhadap tahanan korupsi wajib dipertimbangkan kembali. Pembenaran ditandai dengan
adanya klausa “pada pasal itu disebutkan bahwa”.
8. “Gejala umum meningitis pada mereka yang berusia di atas 2
tahun adalah demam tinggi, sakit kepala, lemah, dan kekakuan
60
leher. Gejala ini bisa berkembang dari beberapa jam, atau mungkin sampai 1-2 hari. Gejala lain bisa berupa mual, muntah,
tidak nyaman dengan cahaya terang, bingung, dan mengantuk.” L3.1, L3.2 dan L3.3, 310115
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Addina Azca Cahyasari
selaku Peneliti di Research of Healt and Pharmacology yang menyumbangkan argumentasinya mengenai penyakit meningitis
yang serupa dengan sakit flu biasa. Penulis memberikan pembenaran berupa ciri bahwa gejala meningitis pada anak di atas
dua tahun seperti gejala-gejala flu pada umumnya.
9. “Perpres itu merupakan revisi Perpres sebelumnya yakni
Peraturan Presiden No 68 Tahun 2010 Tribun Jogja 3 April 2015.” M1.3, 070415
Keterangan: Kalimat di atas ditulis oleh Paulus Mujiran selaku
Ketua Pelaksana Yayasan Soegijapranata Semarang yang mengkritisi tunjangan pembelian mobil pribadi bagi anggota DPR.
Penulis memberikan pembenaran berupa hukum bahwa Perpres No 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi
Pejabat Negara telah diganti menjadi Perpres No 68 Tahun 2010, dengan kenikan nominal menjadi Rp 210. 890 juta. Pembenaran
ditandai dengan adanya klausa “itu merupakan revisi”.
Berdasarkan sample dari analisis data yang dipaparkan di atas, pada bagian pembenaran, penulis menyajikan penguatan berupa pembenaran umum yang
berasal dari pasal-pasal. Selain pasal-pasal, pembenaran juga dapat berupa konsep