yang memiliki anak indigo khususnya dengan tingkatan low functioning. Selanjutnya dari 6 ibu dari anak penyandang indigo ternyata terdapat dua orang
tidak bersedia menjadi informan sehingga kemudian tidak memenuhi syarat untuk menjadi subyek penelitian.
4.2. Analisis Data
4.2.1. POLA KOMUNIKASI IBU PADA ANAK INDIGO
A. Pola Komunikasi Authoritarian Otoriter
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sikap otoriter terjadi dalam keluarga yang memiliki anak indigo. Pada wawancara yang dilakukan pada
masing-masing orang tua atau ibu dari Derren keluarga 3 menyatakan bahwa ketika memiliki anak indigo sempat mempunyai rasa malu, minder dan Ibu A
mengaku sering sekali memarahi Derren. Hal ini terlihat ketika proses interview Ibu A menggelengkan kepala yang menunjukkan Ibu A kecewa karena anaknya
yang indigo dan memikirkan masa depan anaknya. Ibu A mempunyai pemahaman bahwa anak indigo adalah seorang anak dengan kemampuan khusus di mana bisa
melihat “barang-barang” halus atau hantu dan bisa membaca pikiran orang. Ibu A selalu meluangkan waktu untuk Derren, karena dia sangat khawatir dengan
perilaku anaknya. Derren cenderung bersikap emosional, tidak pernah mau mendengarkan perkataan orang di sekelilingnya, suka membantah dan tidak
pernah mau bersosialisasi. Papa dari Derren bekerja di bank, jadi frekuensi untuk menemani Derren bermain berkurang. Dalam mengajarkan putranya Ibu A
mempunyai keinginan sendiri, apa yang belum diajarkan, maka Ibu A
mengajarkannya tetapi pada dasarnya seperti apa yang diajarkan gurunya. Ibu A memberikan arahan tentang segala perbuatan Derren, karena menurutnya jika
Derren dibebaskan begitu saja maka bisa-bisa melukai dirinya sendiri dan menghancurkan seisi rumahnya. Derren masih susah untuk bersosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya karena jarang keluar. Di dalam keluarga Ibu A, terlihat bahwa Ibu A lah yang mengambil alih atau berkuasa dalam mengatur
keluarganya. Menurutnya jika anaknya berbuat salah maka Ibu A menghukum secara fisik. Ibu A melihat background dari kakeknya Derren yang juga seorang
militer, yaitu memberikan hukuman pada anaknya jika berbuat salah. Berikut menurut Ibu A :
INFORMAN 3 Ibu A
Selama ini kalau ada kesalahan, tante paling hukumannya cuma jewer..atau kita sentil telinga..atau kita cubit ini lho paha..gitu aja...
Kamis, 18 Februari 2010, 13:10 WIB
ANAK INFORMAN 3 DERREN
”Ya..sering..Salah sedikit dijewer, salah sedikit diselentik.” Kamis, 25 Februari 2010, 19:00 WIB
Hukuman yang diberikan secara fisik. Karena itu semua demi kebaikan
Derren agar mempunyai tanggung jawab dan disiplin pada diri sendiri dan keluarga. Di rumahpun juga ada peraturan yang mengikat, menurut Ibu A,
bagaimanapun seorang anak harus selalu menuruti apa yang dikatakan orang tua, karena seorang anak tidak tahu apa-apa, apalagi Derren adalah seorang anak
indigo jadi Derren perlu banyak bimbingan dan arahan. Berikut peraturan yang diterapkan paa keluarga informan 3 :
INFORMAN 3 IBU A
“Tante cuman menerapkan disiplin, anak harus bertanggung jawab terhadap apa yang harus dia kerjakan..Tante sebagai orang tua di sini ya
harus menerapkan apa ya..kedisiplinan.”
Kamis, 18 Februari 2010, 13:10 WIB
Berikut jawaban yang diberikan oleh Derren saat diwawancarai perihal peraturan apa saja yang diterapkan oleh Informan 3 pada keluarganya :
ANAK INFORMAN 3 DERREN “Disiplin.” Kamis, 25 Februari 2010, pukul 19.00 WIB
Dalam menangani anaknya yang indigo, Ibu A tidak pernah berkonsultasi dengan psikolog maupun psikiater.
Hal yang sama diungkapkan pada keluarga Ibu F. Ibu F yang pada saat itu menggaruk-garukkan kepalanya menunjukkan kepasrahannya dan
.
memikirkan anaknya berpendapat bahwa ketika mengetahui anaknya indigo, beliau
mensyukuri kehendak Tuhan dan tidak malu ketika anaknya indigo. Di dalam kesehariannya Ibu F adalah seorang ibu rumah tangga sehingga Ibu F mempunyai
waktu yang banyak untuk anaknya. Ibu F baru mengetahui anaknya indigo sejak anaknya kelas 1 SD. Saat itu perilaku Rara sangat aneh. Rara sering berbicara
sendiri dan gaya bicaranya seperti orang dewasa. Jauh dari kesan berbicara anak pada usia sebayanya. Ibu F seketika itu juga sadar bahwa anaknya adalah seorang
indigo. Indigo bukanlah kata asing di teinganya, sebab Ibu F telah mengetahui istilah itu dari baca-baca majalah. Setelah tahu bahwa anaknya indigo, Ibu F
selalu berhati – hati ketika berbicara dengan anaknya karena Rara kalau bertanya
selalu menginginkan jawaban dari ibunya sampai sedetail mungkin. Ibu F selalu memberikan arahan dan membantu memecahkan perbuatan atau permasalahan
yang dihadapi Rara. Ibu F atau bapak dari Rara selalu terus mengkomando dan mengawasi anaknya, tetapi jika anaknya berbuat salah, maka Ibu F
menghukumnya dengan kekerasan agar anaknya menjadi penurut. Dalam hal ini pola komunikasi otoriter cenderung kurang sehat, karena
seperti yang telah dijelaskan bahwa arus komunikasi yang terjadi pada sikap otoriter ini bersifat satu arah. Di mana dalam hal ini pihak anak dirugikan dengan
tidak diberikannya kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Orang tua bersifat absolut dalam memberikan perintah serta larangan dan harus dilaksanakan
oleh sang anak. Tanpa penjelasan atau sebab yang jelas, orang tua juga sering memberikan hukuman yang bersifat fisik apabila yang dikehendaki tidak sesuai
dengan apa juga sering memberikan hukuman yang bersifat fisik apabila yang dikehendaki tidak sesuai dengan apa dilakukan oleh anak, contohnya anak sering
dipukul, dicubit, bahkan diikat dengan tangan dan kaki apabila mereka tidak menuruti apa yang diperintahkan orang tua. Akibatnya anak menjadi tersinggung,
penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, mudah marah, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas serta tidak bersahabat. Sehingga hal
ini dapat membentuk anak yang kurang baik. Dalam pengamatan yang dilakukan kepada kedua keluarga, peneliti
melihat orang tua membebaskan sejauh mana anak mereka berinteraksi atau bermain dengan tetangganya atau dengan temannya. Orang tua hanya mengira
bahwa anaknya yang indigo harus tunduk dan menuruti dengan aturan yang dibuat
oleh orang tua., sehingga anaknya bisa menjadi atau seperti anak yang lainnya serta menjadi anak yang penurut dan bertanggung jawab.
Kurangnya kepercayaan orang tua pada orang lain untuk ikut andil dalam mengurus anaknya yang indigo. Orang tua menganggap anak indigo itu harus
benar-benar dijaga dan dirawat hingga anak penyandang indigo bisa menghilangkan perilakunya yang indigo, sehingga dalarm merawat dan mengasuh
anak indigo orang tua terlalu overprotective, mereka cenderung menggunakan hukuman fisik mencubit, memukul, sampai mengikat kaki dan tangannya dan itu
membuat anak menjadi tertekan, penakut, mudah stress, serta tidak mempunyai arah tujuan masa depan yang jelas.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti kebanyakan orang tua yang menerapkan sikap yang otoriter dengan anak adalah orang tua yang mempunyai
sifat yang emosional dan hanya mempunyai keinginan mutlak agar anak selalu menuruti kata orang tua mereka. Rendahnya kesadaran mereka dalam mendidik
anak secara benar tidak terlalu memaksakan kehendak orang tua terhadap anaknya menyebabkan minimnya pengetahuan orang tua tentang indigo serta
bagaimana cara menangani anaknya tersebut. Hal itu juga berpengaruh pada salahnya penerapan sikap hubungan dalam keluarga yang kemudian berpengaruh
pada kualitas hubungan interpersonal antar anak. Pola komunikasi secara otoriter yang diterapkan pada kedua keluarga ini
adalah pada saat ibu menginginkan anaknya menuruti semua perintahnya dan saat anak berbuat kesalahan. Tetapi pola komunikasi otoriter yang diterapkan pada
kedua keluarga ini tidak berlaku pada saat anaknya melakukan interaksi atau
sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam hal bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, kedua ibu dalam penelitian ini menggunakan pola
komunikasi yang cenderung membebaskan anak untuk bermain dengan siapa saja yang dikehendaki oleh anak mereka.
B. Pola Komunikasi Permissive Membebaskan
Sikap permissive atau yang membebaskan anak untuk berpendapat, berbicara serta mengambil keputusan. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
sikap yang membebaskan anak juga dijumpai dalam keluarga yang memiliki anak indigo. Dari hasil interview dengan keluarga Ibu S atau orang tua dari Riska
menerapkan sikap yang membebaskan anak, bahkan Riska kerap dijaga oleh neneknya karena terkadang Ibunya harus bekerja membuat kue apabila ada
pesanan dari tetangganya. Sedangkan ayah dari Riska adalah seorang kuli bangunan dan ketika diwawancarai kebetulan berada di luar kota.
Berikut pendapat Ibu S yang diungkapkan dengan nada yang serius dan yakin tentang membebaskan anaknya melakukan sendiri.
INFORMAN 4 IBU S
Ya saya membebaskan Riska melakukan sendiri mbak Saya membebaskan dia berinteraksi dengan orang lain bahkan dengan
anak tetanggapun saya biarkan dia untuk bersosialisasi dengan yang lain Minggu, 21 Februari 2010, 16:00 WIB
Berikut penuturan Riska ketika ditanya menegenai kebebasan yang diberikan oleh Ibunya :
ANAK INFORMAN 4 RISKA ” Sak karepe aku wes pokoke” Rabu, 24 Februari 2010, 15:35 WIB
Ibu S membebaskan anaknya melakukan sendiri dan berinteraksi dengan anak tetangganya agar bisa bersosialisasi dengan yang lain. Ibu S mempercayai
pada siapapun untuk berinterakasi dengan anaknya yang menyandang indigo. Bahkan Ibu S tidak pernah menghukum Riska jika berbuat salah atau tidak
melaksanakan perintahnya. Menurut Ibu S tidak ada peraturan yang mengikat dalam keluarganya sehingga Ibu S tidak memaksakan putrinya untuk melakukan
sesuatu yang tidak disenangi.
INFORMAN 4 IBU S
E..Gimana ya mbak ya.. Biasa saja saya merasa waktu saya kurang gitu lho untuk menemani anak saya. Ya biasanya saya sih sibuk membuat
kue pesanan di dapur jadi kadang kurang mendapat perhatian dari saya.
Minggu, 21 Februari 2010, 16:00 WIB ANAK INFORMAN 4 RISKA
“Lha wong Ibu sibuk di dapur mbak Yo aku mbak sing ngajak ngajak
ngomong. Paling-paling manggil Ibu Ibu Ibu Gitu tok” Rabu, 24 Februari 2010, 15:35 WIB
Dalam hal ini orang tua kurang peduli dan kurang dalam memperhatikan apa yang terjadi pada anak. Orang tua Ibu S cenderung lebih banyak
menghabiskan waktu membuat kue pesanan orang dibandingkan dengan merawat dan mengasuh Riska. Sehingga membuat Riska merasa tidak dipedulikan oleh
ibunya. Bahkan ketika anak melakukan sesuatu kesalahan, orang tua tidak menanggapi sehingga anak tidak tahu dimana letak kesalahannya. Kesalahan atau
hal yang semestinya tidak terjadi itu dapat terulang berkali-kali. Demikian pula jika anak melakukan hal yang dianggap benar atau anak tersebut mendapatkan
suatu prestasi bagus, misalnya bagus dalam mewarnai gambar disekolah, maka
anak tersebut merasa bahwa masih banyak yang kurang atau anak merasa dirinya tidak mampu sehingga membuat anak tidak memiliki rasa percaya diri, tidak jelas
arah hidupnya, terkadang anak tidak dapat menghargai orang lain. Ibu S selalu menerapkan pola komunikasi secara permissive di dalam keluarga dalam segala
situasi dan kondisi. Hal yang menyebabkan orang tua membebaskan anaknya dalam
berinteraksi adalah ibu yang kurang memperhatikan anaknya dan meluangkan waktu untuk anaknya. Sang Ibu terlalu disibukkan dalam situasi pekerjaan yang
menyita waktu meskipun pekerjaannya dilakukan di rumah sendiri, sehingga menyebabkan frekuensi waktu untuk menemani dan mengawasi anaknya yang
menyandang indigo sedikit. Orang tua ibu tidak mau tahu tentang keadaan atau kondisi yang dihadapi atau dilakukan oleh anaknya yang indigo serta orang tua
tidak memperdulikan kegiatan sehari-hari anaknya. Di rumah, orang tua hanya menginginkan anaknya itu tumbuh menjadi anak yang baik dan penurut, tanpa
ingin memahami dan mengetahui serta memperhatikan permasalahan yang sedang dihadapi dan apa yang diinginkan anaknya yang menyandang indigo.
C. Pola Komunikasi Authoritative Demokratis
Sikap authoritative atau sikap yang bersifat demokratis ini merupakan sikap yang lebih baik, dibandingkan dengan 2 jenis sikap yang lainnya. Karena di
dalam sikap ini arah hubungannya bersifat sirkuler atau dua arah secara bergantian. Namun, dalam sikap hubungan yang demokratis antara orang tua
dengan anak yang indigo jarang ditemui dalam keluarga yang memiliki anak indigo.
Untuk lebih jelasnya dari keluarga yang terakhir yang berhasil diwawancarai oleh peneliti adalah keluarga dari lbu A juga menerapkan sikap
yang demokratis pada anaknya yang indigo, karena orang tua ayah dari Billah bekerja sebagai pengasuh sekaligus pengajar di pondok pesantren. Ibu A malah
bersyukur dan merasa bangga ketika anak keduanya merupakan anak indigo. Bagi Ibu A memiliki anak indigo merupakan sebuah anugerah yang tak ternilai
harganya. Ibu A selalu mendidik dan mengajari kedua putranya dengan kesabaran. Ibu A juga sering dibantu oleh para santri yang tinggal di pondok
pesantren dalam mengasuh dan menjaga kedua anaknya. Ibu A selalu memberikan arahan dengan baik pada Billah. Untuk melatih kemampuan bersosialisasi atau
berinteraksi, Ibu A membebaskan Billah dengan siapapun tetapi tetap dipantau dan diawasi dari kejauhan.
INFORMAN 2 IBU A
“Ya umik membebaskan dia untuk bermain sama siapa saja..Jadi nggak Ngekang kamu harus main sama yang ini..jadi terserah Billah mau main
sama siapa saja..” Kamis, 11 Februari 2010, 16:05 WIB
Berikut jawaban Billah ketika ditanya apakah Ibunya membebaskannya bermain dengan siapa saja :
ANAK INFORMAN 2 BILLAH ”Iya.” Kamis, 25 Februari 2010, 16:00 WIB
Jika Billah mulai berbuat yang tidak benar, Ibu A hanya mengarahkan saja bahwa itu perbuatan jelek.
INFORMAN 2 IBU A
O..nggak ada mbak..Kasian masih kecil..Nggak ada hukuman apa-apa. Cuma diarahkan aja yang baik.. “.
Kamis, 1 Februari 2010, 16:05 WIB Berikut penuturan Billah saat ditanya apakah Ibunya pernah menghukumnya
secara fisik atau tidak :
ANAK INFORMAN 2 BILLAH “Nggak.” Kamis, 25 Februari 2010, 16:00 WIB
Ibu A selalu memperhatikan Billah, jika lbu A sedang mengajar para
santri perempuan mengaji, Ibu A sering meminta para santri laki-laki untuk mengawasi dan menjaga anaknya. Tidak ada peraturan yang mengikat dan
hukuman untuk anak-anaknya, karena itu berdampak buruk bagi Billah sehingga Ibu A tidak pernah memaksakan Billah untuk tidak melaksanakan perintah ibu A.
Ibu A terlihat bersahabat dan senang ketika interview berlangsung. Secara teori memang sikap yang demokratis ini merupakan sikap yang
paling tepat, namun kenyataannya masih banyak orang tua yang menerapkan sikap otoriter. Masalah yang paling signifikan, orang tua menganggap anaknya
yang indigo perlu mendapatkan perhatian yang lebih sehingga terlalu overprotect dalam mendidik dan membesarkan anak. Sifat anak indigo yang tidak sama
dengan anak pada lainnya, ini yang membuat orang tua lepas kendali dan cenderung menghukum anaknya jika berbuat salah. Ini dilakukan orang tua agar
anaknya bisa bertanggung jawab dan tahu membedakan mana yang benar dan yang salah.
Dari hasil pengamatan yang dihimpun peneliti orang tua yang demokratis antara orang tua dengan anak indigo terjadi pada keluarga atau orang tua dengan
tingkat ekonomi sedang dan mereka mempunyai pendidikan hingga pemahaman yang tinggi terhadap anak indigo. Tingginya tingkat pendidikan orang tua
membuat mereka lebih mengetahui tentang indigo, dan membuat mereka lebih sigap, respek dan lebih tanggap dalam mendidik anaknya terutama anaknya yang
menyandang indigo. Tingkat status ekonomi yang sedang membuat orang tua cenderung memberikan pengawasan, dan perhatiannya sebagai orang tua. Orang
tua merasa bertanggung jawab terhadap tingkah laku anaknya, dan kontrol yang lebih halus.
Jika dalam suatu keluarga menggunakan pola demokratis ini sebagai acuan pola hubungan antara orang tua dengan anak, khususnya anak yang indigo maka
hubungan interpersonal antara orang tua dengan anak dapat terjalin dengan baik karena kedudukan antara anak dengan orang tua sejajar dalam berkomunikasi.
Orang tua menjadi komunikator dan anak menjadi komunikan begitu juga sebaliknya. Hal ini memberikan kesempatan kepada anak untuk melatih bahasa
komunikasi anak dengan baik sehingga akan berpengaruh kepada perkembangan pribadinya, menjadi anak bertanggung jawab dan bisa membedakan mana yang
harus dilakukan ataupun tidak boleh dilakukan. Orang tua memberi respon terhadap apa yang dilakukan anak, jika anak
berbuat baik atau melakukan hal yang baik misalnya membersihkan tempat tidurnya, maka anak mendapatkan hadiah atau imbalan atas perjuangannya.
Namun begitu juga sebaliknya jika anak bersalah atau melakukan hal yang tidak
wajar, anak akan mendapat teguran dan arahan dari orang tua disertai dengan alasan yang jelas atas apa yang telah dilakukannya. Secara emosional antara anak
dengan orang tua akan terjadi kedekatan, memiliki inisiatif yang positif serta sopan santun dan budi pekerti yang baik.
4.3. Pembahasan