II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batasan Wilayah Pesisir
Sejauh ini belum ada definisi baku mengenai wilayah pesisir coastal zone yang dipakai dalam pengelolaan wilayah pesisir, namun demikian terdapat
kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai
coastline, wilayah pesisir memiliki dua batas boundaries, yaitu: batas yang sejajar garis pantai long shore dan batas yang tegak lurus garis pantai cross
shore Dahuri et al., 1996. Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia, yakni wilayah
pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh
sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia.
Selanjutnya dikatakan bahwa untuk kepentingan pengelolaan, penetapan batas-batas suatu wilayah pesisir didasarkan atas faktor-faktor yang
mempengaruhi pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya yang ada di dalamnya, serta tujuan dari pengelolaan itu
sendiri.
2.2 Pulau-Pulau Kecil
Menurut Retraubun 2003, pulau-pulau kecil memiliki definisi yang sangat beragam dan telah mengalami perdebatan yang panjang di berbagai
forum para pakar. Definisi operasional pulau kecil di Indonesia pun masih menjadi pemikiran para pengambil kebijakan dan pakar yang terkait dengan
7 disiplin ilmu ini. Beberapa pendapat tentang definisi pulau-pulau kecil yang
diutarakan adalah sebagai berikut: Pada awalnya beberapa negara Pasifik pada pertemuan CSC tahun 1984
menetapkan batasan pulau kecil adalah pulau dengan luas kurang dari 5 l
000 km
2
, tetapi kemudian para ahli yang memiliki kepentingan hidrologi, sosial ekonomi dan demografis menetapkan batasan luas pulau-pulau kecil kurang
dari 1 l
000 km
2
atau pulau dengan lebar kurang dari 10 km Arenas dan Huertas, 1986.
Namun demikian karena banyak pulau yang berukuran antara 1 l
000-2 l
000 km
2
memiliki karakteristik dan permasalahan yang sama dengan pulau yang ukurannya kurang dari 1
l 000 km
2
sehingga diputuskan oleh UNESCO 1991 bahwa batasan pulau kecil adalah pulau dengan luas area kurang dari
2 l
000 km
2
. Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41 tahun 2000
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001, yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau yang mempunyai luas area kurang dari atau sama dengan
10 l
000 km
2
, dengan jumlah penduduk kurang dari atau sama dengan 200
l 000 orang. Batasan yang sama juga dipakai oleh Hess 1990, namun
dengan jumlah penduduk kurang dari atau sama dengan 500 l
000 orang. Pembedaan lebih jauh juga dilakukan antara pulau kecil dan pulau sangat
kecil, yang mendasari perbedaan ini pada keterbatasan sumberdaya air tawar baik air tanah maupun air permukaan; sehingga ditetapkan bahwa pulau
dengan ukuran tidak lebih besar dari 100 km
2
atau lebarnya tidak lebih besar dari 3 km dikategorikan pulau sangat kecil UNESCO, 1991.
Bengen 2001a menyatakan bahwa pulau kecil adalah pulau yang mempunyai luas area kurang dari atau sama dengan 10
l 000 km
2
atau lebarnya kurang dari 10 km. Banyak pulau-pulau kecil yang mempunyai
luas area kurang dari 2 l
000 km
2
dan lebarnya kurang dari 3 km. Pulau-pulau
8 ini diklasifikasikan sebagai pulau sangat kecil. Contoh dari pulau sangat
kecil adalah pulau-pulau Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. Meskipun terdapat perbedaan mengenai batasan luasan pulau namun
terdapat kesepakatan umum bahwa yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau
induknya mainland dan memiliki batas yang pasti, terisolasi dari habitat lain, sehingga mempunyai sifat insular.
Terdapat tiga kriteria yang dapat digunakan dalam membuat batasan suatu pulau kecil: 1 batasan fisik luas pulau, 2 batasan ekologis proporsi
spesies endemik dan terisolasi, dan 3 keunikan budaya. Selain ketiga kriteria tersebut, dapat pula ditambahkan kriteria tambahan yakni kemandirian
penduduknya dalam memenuhi kebutuhan pokok. Jika suatu pulau penduduknya mendatangkan kebutuhan pokoknya berasal dari pulau lain atau
pulau induknya, maka pulau tersebut dapat digolongkan pulau kecil Dahuri, 1998.
Berdasarkan sejarah pembentukannya genesis, pulau dapat terbentuk akibat proses atau oleh kegiatan utama atau bantuan Ongkosono, 1998 sebagai
berikut: - Penurunan muka laut, contoh: P. Akat, P. Sekikir, P. Abang Besar
ketiganya di Kep. Riau - Kenaikan muka laut, contoh: Kep. Lingga, P. Batam, P. Karimun Kecil
ketiganya di Kep. Riau - Tektonik, zona penunjaman subduction, contoh: P. Chrismas, P. Nias.
- Tektonik, zona pemekaran spreading, contoh: Kepulauan Hawaii - Amblesan daratan, contoh: P. Digul
- Erosi, contoh: P. Popole sebelah barat Jawa Barat - Sedimentasi, contoh: Pulau-pulau di Segara Anakan, P. Bengkalis
Riau. - Vulkanisme, contoh: P. Krakatau, P. Ternate, P. Manado Tua
9 - Biologi, biota terumbu karang dan biota asosiasinya, contoh: Pulau-
pulau Seribu - Biologi, biota lain dipacu mangrove, lamun, dan lain-lain, contoh: P.
Karang Anyar, P. Klaces, dan P. Mutean di Segara Anakan - Pengangkatan daratan, contoh: P. Manui Sulawesi
- Buatan manusia, contoh: lapangan udara Kansai Airport, Osaka, Jepang - Kombinasi berbagai proses, contoh: P. Rupat Riau
Pada umumnya, pulau terbentuk oleh kombinasi berbagai proses, meskipun ada yang berperan utama. Selain oleh proses dan faktor di atas,
kondisi pulau dapat dipengaruhi oleh kegiatan atau proses yang dilakukan oleh: 1 manusia, melalui kemampuan teknologi dan rekayasanya; 2 vegetasi
penutup; 3 kegiatan hewan; dan 4 alam fisik dan kimia. Pemantapan pembentukan dapat semakin terpacu oleh vegetasi seperti mangrove, lamun,
Pandanus, dan tumbuhan pantai yang merayap seperti Ipomea dan Spinifex. Menurut Salm dan Clark 2000, pulau-pulau kecil dapat dibagi dua,
yaitu “pulau oseanik” dan “pulau kontinental”. Selanjutnya pulau-pulau oseanik dibagi menjadi dua jenis, yaitu pulau vulkanik dan pulau karang. Sebagian
besar pulau kecil adalah pulau oseanik. Pulau kontinental umumnya terdapat di dekat daratan benua-benua besar yang perairannya dangkal. Tipe pulau ini
mempunyai sejarah geologi dan biota yang sama dengan induknya. Dalam sejarahnya pulau-pulau tersebut dulunya bergabung dengan pulau induknya,
tetapi akibat naiknya permukaan air laut yang terjadi ribuan tahun lalu pulau- pulau tersebut terpisah dari pulau induknya. Sehingga sumberdaya alam yang
terdapat di pulau-pulau tersebut sama dengan pulau-pulau induknya yang berdekatan Tabel 1.
10
Tabel 1. Perbandingan karakteristik pulau oseanik, pulau daratankontinental dan benua Salm dan Clark
, 2000
Pulau Oseanik Pulau Daratan
Benua Karakteristik Geografis
- Jauh dari benua - Dikelilingi oleh laut
luas - Area daratan kecil
- Suhu udara stabil - Iklim sering berbeda
dengan pulau besar terdekat
- Dekat dari benua - Dikelilingi sebagian
oleh laut yang sempit - Area daratan besar
- Suhu agak bervariasi - Iklim mirip benua
terdekat - Area daratan sangat
besar - Suhu udara bervariasi
- Iklim musiman
Karakteristik Geologi
- Umumnya karang tepi atau vulkanik
- Sedikit mineral penting
- Tanahnya porouspermeable
- Sedimen atau metamorfosis
- Beberapa mineral penting
- Beragam tanahnya - Sedimen atau
metamorfosis - Beberapa mineral
penting - Beragam tanahnya
Karakteristik Biologi
- Keanekaragaman hayati rendah
- Pergantian spesies tinggi
- Tinggi pemijahan massal hewan laut
bertulang belakang - Keanekaragaman
hayati sedang - Pergantian spesies
agak rendah - Sering pemijahan
massal hewan laut bertulang belakang
- Keanekaragaman hayati tinggi
- Pergantian spesies biasanya rendah
- Sedikit pemijahan massal hewan laut
bertulang belakang
Karakteristik Ekonomi
- Sedikit sumberdaya daratan
- Sumberdaya laut lebih penting
- Jauh dari pasar - Sumberdaya daratan
agak luas - Sumberdaya laut
lebih penting - Lebih dekat pasar
- Sumberdaya daratan luas
- Sumberdaya laut sering tidak penting
- Pasar relatif mudah
11 Secara umum pulau kecil memiliki karakteristik biogeofisik yang
menonjol sebagai berikut Bengen, 2001a : - Terpisah dari habitat pulau induk mainland, sehingga bersifat insular
- Memiliki sumberdaya air tawar yang terbatas baik air permukaan maupun air tanah, dengan daerah tangkapan airnya relatif kecil sehingga
sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut - Peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat
kegiatan manusia, misalnya badai dan gelombang besar serta pencemaran
- Memiliki sejumlah jenis endemik yang bernilai ekologis tinggi - Area perairannya lebih luas dari area daratannya dan relatif terisolasi dari
daratan utamanya benua atau pulau besar - Tidak mempunyai hinterland yang jauh dari pantai.
Selain segenap potensi pembangunan tersebut di atas, ekosistem pulau- pulau kecil juga memiliki peran dan fungsi yang sangat menentukan bukan saja
bagi kesinambungan pembangunan ekonomi, tetapi juga bagi kelangsungan hidup umat manusia. Yang paling utama adalah fungsi dan peran ekosistem
pesisir dan lautan di pulau-pulau sebagai pengatur iklim global termasuk dinamika la-Nina, siklus hidrologi dan biogeokimianya, penyerap limbah,
sumber plasma nuftah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut mestinya secara
seimbang dibarengi dengan upaya konservasi, sehingga dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan.
Dengan kondisi biogeofisik pulau-pulau kecil, maka keberadaan penduduk maupun ekosistem alam pada kepulauan kecil menghadapi berbagai
tantangan, diantaranya: Kepulauan kecil secara ekologi amat rentan, terutama akibat pemanasan
global, angin topan dan gelombang tsunami. Erosi pesisir disebabkan oleh kombinasi faktor tersebut secara potensial terbukti sangat progresif
mengurangi garis kepulauan kecil. Akibatnya terjadinya perubahan menurunnya makhluk hidup, hewan-hewan maupun penduduk yang
mendiami kepulauan tersebut.
12 Kepulauan kecil mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan
keanekaragaman hayati yang sangat khas dan bernilai tinggi. Sumberdaya alam yang ada umumnya terdiri varietas-varietas yang
dilindungi. Beberapa pulau kecil yang berada jauh dari jangkauan pusat
pertumbuhan, pembangunannya tersendat akibat sulitnya transportasi serta terbatasnya ketrampilan masyarakat. Walau di beberapa pulau
kedua masalah ini sudah diatasi sehingga memungkinkan dikembangkannya sektor pariwisata, yang berpotensi dalam
menyediakan sumber pendapatan alternatif bagi masyarakat, namun tetap saja biaya yang harus dikeluarkan untuk pembangunan prasarana
pariwisata masih cukup besar. Hal ini menyebabkan penanaman modal kepariwisataan hanya memilih pulau-pulau tertentu saja dan pulau-pulau
yang potensial bagi penanaman modal besar terdapat di kawasan Kepulauan Maluku maupun Nusa Tenggara.
Pulau-pulau kecil mempunyai daerah dan fasilitas tangkapan air hujan yang minim. Disamping itu pulau-pulau ini juga jarang atau tidak
memiliki cadangan air tanah sama sekali, sehingga menyebabkan terbatasnya kesempatan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi,
terutama bila kegiatan itu membutuhkan air tawar dalam jumlah besar. Hingga kini belum ada klasifikasi kepulauan kecil yang didasarkan pada
aspek biofisik, sosial-ekonomi, dan sosiologis yang dapat membuat usaha pengelolaan alokasi sumberdaya alam menjadi lebih efektif.
Menurut Fauzi dan Anna 2005, dalam melakukan penilaian ekonomi sumberdaya pulau-pulau kecil ada beberapa sifat pulau-pulau kecil yang unik,
yang menyebakan nilai ekonomi dari sumberdaya juga harus ditimbang dari karakteristik pulau-pulau kecil tersebut. Karakteristik yang perlu dijadikan
pembobot Briguglio, 1995 adalah sebagai berikut: Smallness : faktor ini, secara ekonomi akan menjadi faktor yang tidak
menguntungkan disadvantage, sebab akan menimbulkan rangkaian lain seperti:
13 o
Keterbatasan resource endowment o
Ketergantungan kisaran diversifikasi produk o
Keterbatasan mempengaruhi perubahan harga produk o
Keterbatasan kompetisi lokal o
Keterbatasan mengembangkan skala ekonomi Isolation : faktor isolasi juga akan menambah faktor disadvantage,
sebab akan mengakibatkan tingginya biaya per transpor per unit, serta ketidakpastian suplai.
Dependence Vulnerability : pulau-pulau kecil cenderung rentan terhadap bencana
alam natural disaster dan ekosistem yang fragile. Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya alam di
pulau-pulau kecil merupakan stream benefits yang mengalir sepanjang waktu. Oleh karena itu, nilai ekonomi itu bisa terdepresiasi, bisa pula terapresiasi,
tergantung bagaimana kita mengelolanya. Nilai ekonomi akan jelas terdepresiasi manakala kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari
pertumbuhan investasi yang tidak berkesinambungan menimbulkan biaya sosial dan lingkungan yang cukup mahal, yang harus ditanggung oleh masyarakat
dalam jangka panjang. Sebagai contoh, konsesi pemanfaatan sumberdaya hutan di Pulau Choiseul, Solomon, hanya memberikan manfaat ekonomi sebesar US
18 l
162 terhadap masyarakat. Jumlah ini dibayarkan sekali dalam periode konsesi, sementara itu kerusakan lingkungan yang ditimbulkan mencapai US
158 l
451 sepanjang waktu, padahal nilai sumberdaya hutan sendiri mencapai US 10
l 500 per tahun Cassel, 1993. Banyak lagi contoh kasus kerugian
ekonomi yang ditimbulkan manakala pengelolaan ekonomi di pulau-pulau kecil tidak memperhatikan aspek-aspek pengelolaan yang berkesinambungan.
Menurut Sugandhy 1998, apabila dalam jangka pendek tidak dilakukan usaha-usaha pengelolaan yang terintegrasi terhadap pengembangan pulau-pulau
kecil akan terjadi beberapa masalah lanjutan, yaitu: 1 sumberdaya alam semakin menipis, 2 kondisi lingkungan akan semakin merosot, 3 pencemaran
akan meningkat, dan 4 pola hunian tak mampu dikendalikan.
14
2.3 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan