Karakteristik Petugas Variabel-variabel yang Berpengaruh terhadap Peranan Penyedia

swasta dalam mencapai eliminasi malaria di Kabupaten Aceh. Variabel tersebut adalah pengetahuan baik berperan 8 kali lebih tinggi dari responden yang berpengetahuan kurang baik OR 8,1; 95 CI 3,8 – 17,5 dan pernah mengikuti pelatihanseminar malaria memberikan pengaruh 2,8 kali lebih tinggi dibanding responden yang tidak pernah mengikuti pelatihanseminar malaria OR 2,7; 95 CI 1,2 – 6,3. Selanjutnya dari seluruh variabel yang diukur, beberapa variabel terbukti secara statistik mempunyai peran terhadap pencapaian eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Besar, seperti pada karakteristik petugas dimana terdapat 2 variabel yang berpengaruh yaitu: tingkat pendidikan p = 0,045 dan riwayat mengikuti pelatihan p = 0,004, karakteristik pekerjaan yang mendukung p = 0,004, dan pengetahuan yang baik p 0,001.

5.2.1. Karakteristik Petugas

Pada tabel 4.18 dapat dilihat bahwa karakteristik petugas yang berpengaruh pada peranan penyedia pelayanan kesehatan swasta dalam mencapai eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Besar adalah tingkat pendidikan dan pelatihan. Hal ini sesuai dengan teori Green et all 1980 dalam Notoatmojo 2007 bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor penguat reinforcing factor yang mempengaruhi perilaku dan peranan seseorang dalam kesehatan individu maupun masyarakat. Berdasarkan penelitian ini dari 74 responden yang mempunyai peranan Universitas Sumatera Utara dalam program malaria, lebih dari 90 responden mempunyai tingkat pendidikan tinggi, sementara tingkat pendidikan menengah hanya 7 orang 9,5. Tingkat pendidikan ini perlu menjadi perhatian, dimana pada penelitian ini menemukan adanya responden yang berpendidikan SMASPKSMK pada kelompok klinik dan praktik perseorangan terutama pada praktik perawat dan praktik bidan yang secara umum memberikan pelayanan pengobatan pada masyarakat. Pengobatan yang diberikan baik pengobatan penyakit umum maupun malaria. Tingkat pendidikan merupakan salah satu syarat yang tercantum dalam Permenkes yang mengatur praktik perseorangan atau mandiri. Pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No 17 Tahun 2013 tentang praktik perawat mencantumkan bahwa yang dapat melakukan praktik mandiri berpendidikan minimal Diploma III D3 Keperawatan Kemenkes RI, 2013. Sementara pada penelitian ini terdapat 10 responden 38,5 berpendidikan SPK dari 26 responden praktik perawat yang melakukan praktik perawat mandiri. Begitu juga pada kelompok responden apotek dan toko obat, meskipun berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 Tahun 2009, apotek harus memiliki tenaga apoteker, sementara toko obat dibawah tanggung jawab tenaga teknis kefarmasian, tetapi pada penelitian ini menemukan responden dari kelompok apotek atau toko obat dengan tingkat pendidikan SMASPKSMK 15 orang 36,6 yang tidak memiliki kemampuan konseling kepada pembeli obat. Hal serupa terjadi pada penelitian di Srilanka, dimana dari 113 apotektoko obat yang diwawacara, 56 Universitas Sumatera Utara berpendidikan tingkat menengah keatas, 11 yang berpendidikan pendidikan dasar sampai tamat, 67 responden berjenis kelamin lelaki, dengan 53 responden berusia diantara 18 – 30 tahun, hanya 2 responden yang berusia dibawah 18 tahun, hanya 31 dari responden yang memiliki kualifikasi kefarmasian, dan 9 responden yang pernah mendapat pelatihan formal tentang malaria, penatalaksanaan malaria dan obat anti malaria Rajakaruna et al, 2006. Riwayat pelatihanseminar malaria pada penelitian ini berpengaruh pada peranan penyedia pelayanan kesehatan swasta p = 0,004. Faktra menarik pada penelitian ini adalah responden pernah mengikuti pelatihan malaria beberapa tahun yang lalu, dilihat dari mean pelatihan malaria yang pernah diikuti yaitu 6 tahun yang lalu range 1 – 34 tahun. Sementara pada responden apotek dan toko obat, hanya 9 responden 22 yang pernah mengikuti pelatihanseminar malaria, dengan nilai mean 6,1 tahun yang lalu range 4 – 9 tahun. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa meskipun responden telah lama mengikuti pelatihanseminar malaria sehingga kurang terpapar dengan informasi terkini mengenai kebijakan eliminasi malaria maupun protokol pengobatan malaria yang dikeluarkan Kemenkes tahun 2011, tetapi mereka tetap mengambil peran dalam mencapai eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Besar. Jenis kelamin dan umur tidak berpengaruh secara statistik pada peranan pelayanan kesehatan swasta dalam eliminasi malaria. Pada penelitian ini jumlah responden dengan kategori usia dewasa penuh 25 sampai 65 tahun mencapai 139 Universitas Sumatera Utara orang 90,8 dan jenis kelamin perempuan sebanyak 107 orang 70. Studi pada 264 petugas pelayanan kesehatan swasta di Ethopia menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin laki – laki 84.5, bekerja sebagai perawat 106 40 Damte, 2014. 5.2.2. Karakteristik Pekerjaan Pada tabel 4.19 dapat diketahui bahwa karakteristik pekerjaan mempunyai pengaruh yang signifikans secara statistik p = 0,004 terhadap peranan dalam mencapai eliminasi malaria. Berdasarkan dari tempat kerja, penelitian ini menemukan mayoritas responden bekerja ganda dual practice sebanyak 86 responden 56,2 dari total 153 responden yang melakukan praktik swasta sekaligus bekerja sebagai pegawai pemerintah di sektor kesehatan. Sementara yang bekerja sebagai swasta murni atau yang bekerja ganda pada instansi pemerintah non-sektor kesehatan dengan membuka pelayanan kesehatan swasta sebanyak 67 orang 43,8. Lebih lanjut, diantara kelima jenis responden dalam penelitian ini, kelompok praktik bidan memiliki paling banyak responden yang melakukan dual practice lebih dari 93, diikuti dengan praktik perawat 61,5 dan praktik dokter 54,5. Responden yang bekerja pada sektor kesehatan pemerintah sekaligus bekerja dapat memiliki akses yang baik terhadap informasi maupun alat dan bahan yang berkaitan dengan program malaria. Hal ini sejalan laporan beberapa penelitian didunia, bahwa pada 40 negara berkembang sekitar separuh dokter bekerja gandadual practice Ferrinho et, 2004. Universitas Sumatera Utara Fenomena dual practice ini perlu menjadi perhatian, dimana dalam kajian Ferrinho et al 2004 dual practice ini berdampak pada perilaku predator predatory behaviour , konflik kepentingan, migrasi tenaga profesional ke daerah lain yang menyebabkan kekurangan tenaga profesional brain drain, kompetisi waktu dan keterbatasan akses menemui petugas, penggunaan fasilitas pemerintah pada praktik swasta, dampak pada pendapatan, dan korupsi di sektor kesehatan. Namun penelitian ini menunjukkan hal baik dalam dual practice ini, dimana membuat responden memiliki akses pada pelatihan malaria dan ketersediaan alat dan bahan yang berasal dari sumbanga pemerintah. Hal ini dapat dilihat pada tempat pelatihanseminar malaria yang pernah diikuti oleh responden paling banyak di tingkat puskesmas 32 6,15 dari 52 responden yang pernah mengikuti pelatihan malaria. Lama bekerja memiliki pengaruh pada peranan petugas kesehatan swasta seperti yang dilaporkan pada penelitian di Palembang bahwa rata – rata lama kerja yang berpengaruh dengan peran petugas praktik swasta pada program TB adalah 10 tahun dengan p = 0,005 Idris, 2003. Penelitian lain yang dilakukan di Yogyakarta melaporkan hal serupa, dimana lama bekerja berpengaruh kepada peranan penyedia pelayanan kesehatan swasta untuk program TB Mahendradhata, 2007. Sementara studi di Ethopia melaporkan bahwa dari 264 petugas pelayanan kesehatan swasta yang terlibat dalam program malaria yang diwawancara sebanyak 135 51.0 telah bekerja lebih dari 7 tujuh tahun Damte, 2014. Sementara pada penelitian ini dibandingkan dari 74 responden yang berperan dalam pencapaian eliminasi malaria, Universitas Sumatera Utara paling banyak yang berstatus swasta murni sebanyak 39 52,7, kepemilikan fasilitas berstatus milik pribadi sebanyak 47 63,5, sistem pembiayaan langsung out of pocket sebanyak 65 87,8, lama fasilitas beroperasi ≤ 6 tahun sebanyak 54 73, fasilitas beroperasi 7 hari per minggu sebanyak 47 63,5, dengan tidak memiliki jam kerja 24 jamhari sebanyak 42 56,8, dan lama bekerja ≤ 5 tahun sebanyak 43 58. Selanjutnya, hal menarik yang ditemukan pada penelitian ini adalah adanya fasilitas pelayanan kesehatan swasta yang beroperasi 7 hari per minggu dan 24 jam per hari selain klinik, apotek dan toko obat, dimana secara umum ketiga jenis pelayanan kesehatan ini biasa beroperasi terus menerus dengan sistem pergantian jadwal jaga. Sementara pada kelompok praktik mandiri baik dokter, perawat maupun bidan secara umum lebih banyak yang melakukan praktik terjadwal.

5.2.3. Ketersediaan Alat dan Bahan