Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah harus mencari alternatif sektor ekonomi yang dianggap pas untuk mempercepat pembangunan di Indonesia. Pembangunan yang dilakukan sekarang ini pada hakekatnya adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan. Salah satu bentuk pembangunan yang ditempuh adalah pembangunan di bidang industri pariwisata. Sektor pariwisata diyakini tidak hanya sekedar mampu menjadi sektor andalan dalam usaha meningkatkan perolehan devisa untuk pembangunan yang sekarang sedang giat-giatnya dilakukan pemerintah, industri pariwisata juga digunakan sebagai pendorong perkembangan perekonomian suatu daerah. Harapan bahwa sektor pariwisata akan mampu menjadi pengganti pemasok devisa utama setelah Migas bukanlah harapan kosong semata, dalam kenyataannya Indonesia memang memiliki potensi alam dan budaya yang luar biasa melimpah dan benar-benar layak untuk dibanggakan sebagai sumber industri pariwisata yang masih luas dan belum banyak terjamah oleh tangan manusia. Sektor pariwisata diharapkan akan dapat menciptakan produk- produk yang memang berkualitas dengan keragaman alam dan budaya ini. 1 commit to user Tabel 1.1 Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia Menurut Pintu Masuk Bandara 1997-2009 Tahun Jumlah Wisatawan 1997 5,185,243 1998 4,606,416 1999 4,727,520 2000 5,064,217 2001 5,153,620 2002 5,033,400 2003 4,467,021 2004 5,321,165 2005 5,002,101 2006 4,871,351 2007 5,505,759 2008 6,234,497 2009 6,323,730 Sumber : www.bps.go.id Dari tabel 1.1 di atas terlihat bahwa pada tahun 2008 dan 2009 jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia melalui pintu masuk bandara mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya yang berkisar antara 4 juta sampai 5 juta menjadi 6.234.497 orang pada tahun 2008 dan 6.323.730 pada tahun 2009. Hal ini dapat menjadi indikator bahwa perkembangan pariwisata di Indonesia mulai tahun 2008 meningkat. Pembangunan di bidang industri pariwisata sendiri tidak terlepas dari pemilihan penciptaan suatu bentuk atraksi wisata sebagai daya tarik utama sehingga diharapkan dengan adanya atraksi wisata baru akan meningkatkan kedatangan wisatawan sehingga akan tercipta sinergi antara sektor pariwisata dengan sektor lainnya, seperti sektor ekonomi sumber devisa dan pajak, sektor sosial penciptaan lapangan kerja baru, dan sektor kebudayaan commit to user memperkenalkan kebudayaan setempat kepada wisatawan. Pada aspek ekonomi, diharapkan akan tercipta peningkatan perekonomian masyarakat. Salah satu kota di Jawa tengah yang menjadi tujuan wisata baik domestik maupun mancanegara yaitu kota Surakarta atau lebih dikenal dengan sebutan kota Solo, karena kota Solo merupakan kota budaya dan pusat kesenian jawa serta keberadaan industri batik tulisnya yang sampai saat ini masih tetap dilestarikan . D alam hal ini kota Surakarta harus mampu mengolah budayanya sendiri sehingga menjadi penopang bagi perkembangan industri pariwisata. Upaya-upaya membangkitkan industri pariwisata di Surakarta ini tidak akan bisa apabila hanya dikerjakan oleh orang-orang pariwisata saja, tetapi peran masyarakat dan sektor lain akan sangat dibutuhkan. Perkembangan pariwisata di Kota Solo dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Hal ini terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan ke kota Solo yang selalu meningkat. Tabel 1.2 Jumlah Wistawan yang berkunjung ke Kota Surakarta 2003-2008 Tahun Wisatawan Mancanegara Wisman Wisatawan Nusantara Wisnus Jumlah Wisman Dan Wisnus 2003 2004 2005 2006 2007 2008 7.629 7.585 9.649 10.626 11.922 13.859 737.025 722.890 760.685 904.984 960.625 1.029.003 744.654 730.475 769.744 915.610 972.547 1.042.862 Sumber : Dinas Pariwisata Surakarta, 2009 commit to user Dari tabel 1.2, terlihat bahwa pada tahun 2004 jumlah wisatawan yang berkunjung ke kota Solo mengalami penurunan tapi pada tahun 2005 sampai 2008 mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah kunjungan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2008. Hal ini dikarenakan pada tahun 2008 terdapat event berskala internasional yang digelar di Surakarta seperti Solo Batik Carnival SBC dan Solo International Ethnic Music SIEM. Melihat jumlah wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke kota Surakarta selalu bertambah berarti permintaan akan jasa pariwisata pun bertambah. Pariwisata di Surakarta ini masih dapat dikembangkan lagi dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada, salah satunya dengan cara menciptakan suatu event atau atraksi wisata dari potensi yang dimiliki kota Surakarta. Secara garis besar ada empat kelompok yang merupakan daya tarik bagi wisatawan datang pada suatu daerah tujuan wisata, yaitu natural attraction seperti pemandangan, danau, air terjun, agro wisata, flora dan fauna, dan sebagainya build attraction seperti bangunan yang menarik, rumah adat, dan lain-lain, cultural attraction diantaranya peninggalan sejarah, cerita-cerita rakyat, kesenian tradisional, museum, festival kesenian, dan semacamnya, dan social attraction meliputi tata cara hidup suatu masyarakat, ragam bahasa, upacara perkawinan, khitanan, dan kegiatan sosial lainnya Yoeti, 2009: 167-168. Produk pariwisata di Kota Surakarta tidak akan lepas dari hal yang berkaitan dengan budaya. Sebagai wujud kepedulian pemerintah kota Surakarta dalam menyediakan produk atraksi wisata yang bercorak budaya commit to user bagi masyarakat umum dalam suasana yang menyenangkan serta tidak terlepas dari nilai-nilai kearifan Pemkot Surakarta, maka pada Selasa tanggal 20 Oktober 2009 dirut PT KA Ignasius Jonan dan pemeritah kota Solo Joko Widodo telah sepakat dan menandatangani perjanjian kerja sama operasional Lokomotif Uap untuk operasional kereta uap wisata di Loji Gandrung Solo. Pengoperasian kereta uap wisata “Sepur Kluthuk Jaladara” ini diresmikan oleh menteri perhubungan Menhub Jusman Syafi’i Djamal. Menhub Jusman Syafi’i Djamal, dalam sambutannya mengungkapkan pengoperasian kereta wisata uap kuno itu merupakan terobosan yang sangat berani dari Pemerintah Kota Pemkot Solo dalam bidang perhubungan dan pariwisata. Menhub berharap langkah inovatif semacam itu bisa diikuti oleh daerah-daerah lain, khususnya yang memiliki keistimewaan berupa rel kereta api di tengah kota agar memberdayakan potensi tersebut Solopos.com 27 September 2009. Makna dari diaktifkannya kereta uap tersebut yaitu untuk melestarikan benda bersejarah heritage milik PT KA tidak hanya dilakukan dalam wujud monumen yang statis akan tetapi dapat dilakukan dalam bentuk monumen yang dinamis, sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat ataupun wisatawan yang berkunjung ke kota Solo. Kota Solo telah mendeklarasikan diri sebagai kota pusaka dan kota budaya maka keberadaan lokomotif uap kuno ini selain mendukung pelestarian heritage, juga sebagai salah satu upaya mem-branding kota. Kereta uap wisata ini beroperasi di jalur kereta api Stasiun Purwosari hingga Stasiun Solo Kota, jalur yang melintas menelusuri Kota commit to user Solo itu sepanjang enam kilometer tepat bersisian dengan Jl Slamet Riyadi hingga berakhir di Stasiun Sangkrah Solo Kota. Apabila menggunakan KA melewati jalur itu, seolah-olah kita dihidangkan dengan sebagian wajah Kota Solo. Jalan rel itu membentang sepanjang Jl Slamet Riyadi yang merupakan jalan utama di tengah Kota Solo. Rencananya, KA Uap akan dioperasionalkan pada hari Sabtu dan Minggu. Sementara pada hari lain, akan disewakan untuk tur. Sepanjang jalur kereta bisa berhenti di Solo Grand Mall, Loji Gandrung, Sriwedari, Museum Radyapustaka, Museum Batik, Pasar Ngarsapura, dan Gladak atau tergantung pesanan Prasetyo, 2009. Tarif kereta api wisata yang ditarik dengan loko ketel uap Sepur Kluthuk Jaladara yaitu Rp 150.000,00 untuk wisatawan luar Solo dan Rp 30.000,00 untuk masyarakat yang memiliki KTP Solo. Masyarakat menilai harga tiket yang ditawarkan cukup tinggi dan dengan harga tiket setinggi itu, tentu kereta ini menjadi ekslusif karena hanya kalangan tertentu yang bisa menikmatinya. Biaya operasional lokomotif uap kuno ini memang cukup mahal, sebab menggunakan bahan bakar kayu jati yang kini sudah mulai langka sehingga sekali pengoperasian PP dari Stasiun Purwosari hingga Sangkrah sepanjang 5,6 KM menelan biaya Rp 3,2 juta, belum lagi menyangkut biaya perawatan padahal kapasitas dua gerbong yang disediakan hanya 80 penumpang . Pada awal kedatangan KA itu, Wali Kota menyatakan optimistis bahwa pengoperasian kereta uap ini akan bisa mendatangkan pendapatan asli daerah PAD Prasetyo, 2009. commit to user Penciptaan dan biaya operasional event atau atraksi wisata ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, padahal daya tampung gerbong hanya berkapasitas sekitar 80 orang akibatnya untuk menutup biaya operasional, harga tiket yang ditawarkannya pun tergolong tinggi untuk masyarakat yang berpenghasilan menengah sehingga tidak menutup kemungkinan akan menghadapi suatu kegagalan. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang lebih mendalam untuk menganalisa secara ekonomi usaha jasa pariwisata kereta uap wisata “Jaladara” ini.

B. Rumusan Masalah