Tabel 6 menjelaskan bahwa perbedaaan pembiayaan sistem syariah dengan sistem konvensional telihat jelas pada pembagian bagi hasil.
Pembiayaan sistem syariah yang berpedoman pada kemungkinan untung rugi akan melihat lebih jauh prospek dari usaha yang dijalankan tersebut.
Hal ini dapat mengukur besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh sehingga ada unsur keadilan antara kedua belah
pihak. Tidak seperti pembiayaan sistem konvensional yang menentukan bunga sebagai ukuran pembagian keuntungan tanpa melihat untung dan
rugi, Tetapi melihat besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang yang dipinjamkan.
2.2. Pembiayaan Sistem Bagi Hasil Bank Syariah Terhadap Usaha Sektor
Agribisnis
Indonesia sebagai negara agraris memiliki peran yang sangat strategis dalam pembagunan sektor agribisnis. Sebagian besar masyarakat
menganggap bahwa sektor agribisnis menjadi andalan mata pencaharian mereka, sebab sektor ini mampu menjadi penyangga perekonomian bangsa
Indonesia. Untuk itu, sektor agribisnis memiliki peluang yang sangat besar apabila menjadi perhatian semua pihak, khususnya dunia lembaga keuangan
syariah. Sektor agribisnis yang penuh dengan resiko yang menyebabkan rendahnya minat lembaga perkreditan untuk mendanai sektor ini. Sehingga
pembiayaan sistem bagi hasil lembaga keuangan syariah menjadi alternatif pendanaan untuk sektor agribisnis.
Menurut Ashari dan Saptana 2005 menyatakan bahwa beberapa hal yang melandasi prospek pembiayaan sistem bagi hasil lembaga keuangan
syariah untuk sektor agribisnis adalah sebagai berikut : a.
Karakteristik pembiayaan syariah sesuai dengan kondisi bisnis pertanian.
b. Skim pembiayaan syariah sudah dipraktekkan secara luas oleh petani
di Indonesia. c.
Luasnya cakupan usaha di sektor pertanian. d.
Produk pembiayaan syariah cukup beragam. e.
Tingkat kepatuhan petani yang menghormati aturan keagamaan.
f. Komitmen lembaga keuangan syariah untuk Usaha Kecil dan
Menengah UKM karena usaha di sektor pertanian merupakan bisnis pada sektor riil.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pembiayaan Sistem
Syariah.
Efektivitas pembiayaan sistem syariah dengan prinsip mudharabah maupun musyarakah tercermin dari pemilik modal dan pengelola modal
nasabah itu sendiri. Menurut Admiral dalam Hidayat 2005 menyatakan bahwa efektivitas pembiayaan dari sisi pengelola modal nasabah
berdasarkan beberapa parameter, yaitu : a.
Prosedur pembiayaan yang menunjukkan kemudahan bagi calon nasabah untuk memahaminya.
b. Persyaratan pembiayaan yang menunjukkan kesanggupan
kemudahan bagi calon nasabah pembiayaan untuk memenuhinya, termasuk ada atau tidak adanya jaminan.
c. Waktu pencairan atau realisasi yang menunjukkan kecepatan bank
syariah untuk mewujudkan pembiayaan yang diajukan. d.
Lokasi bank yang menunjukkan kemudahan bagi nasabah untuk mengakses sumber permodalan yang disediakan.
e. Dampak pembiayaan yang menunjukkan tingkat kemantapan
pembiayaan. Jika dilihat dari sisi pengelola modal, efektivitas pembiayaan bagi hasil
dengan prinsip mudharabah dan musyarakah adalah dapat diukur melalui penyaluran dana. Hal ini terkait dengan seejauh mana pihak pemilik modal
menyalurkan pembiayaan dengan sistem syariah, artinya semakin banyak dana yang disalurkan, maka pembiayaan sistem syariah tersebut semakin
efektif. Efektivitas pembiayaan menurut Hamid dalam Hidayat 2005 dapat
diukur dengan cara melihat kemantapan prosedur pembiayaan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut :
a. Jumlah nasabah yang menunjukkan bahwa sistem pembiayaan dapat
diterima dan mampu menjangkau secara luas.
b. Keragaman mata pencaharian nasabah yang menunjukkan fleksibilitas
prosedur pembiayaan yang dijalankan. c.
Frekuensi pinjaman nasabah, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam mengambil pembiayaan.
d. Frekuensi tunggakan, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam
menunggak pembayaran dalam suatu proses peminjaman. e.
Pelayanan pembiayaan, sejauh mana tingkat pelayanan yang dilakukan, mulai dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi
pembiayaan. Jika dilihat dari segi ketidakefektifannya, menurut Yumanita Juni, 2005
bahwa beberapa pakar telah mengidentifikasi sumber-sumber penyebab tidak efektifnya pembiayaan sistem syariah dapat dilihat dari empat aspek,
yaitu ; 1 internal lembaga keuangan syariah, 2 Nasabah, 3 Regulasi dan 4 Pemerintah dan institusi lain. Dengan rincian yang diperlihatkan pada Tabel
7 sebagai berikut. Tabel 7. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Ketidakefektifan Pembiayaan
Sistem Syariah
Aspek Masalah Utama
1. Internal lembaga
keuangan Syariah a.
Kualitas sumber daya insani SDI yang belum memadai untuk menangani, memproses,
memonitor, menyelia dan mengaudit beberapa proyek syariah.
b. Lembaga Keuangan syariah belum dapat
menanggung resiko besar, karena belum memiliki bentuk keahlian yang dibutuhkan untuk
memproses, memonitor, menyelia bagi hasil. c.
Kompetisi ketat dengan bank konvensional memaksa bank syariah harus menyediakan
pembiayaan alternatif yang beresiko lebih kecil. d.
Tidak dapat membiayai proyek jangka panjang, karena rumit dan makan waktu dari sisi prosedur,
kurangnya pengalaman dan keahlan SDI, dan kurangnya penggunaan dana akibat modal
tertanam untuk jangka waktu lama.
e. Tidak dapat membiayai usaha kecil, karena tidak
adanya personal guatantee maupun collateral.
2. Nasabah a. Sebagian nasabah penyimpanpeminjam bersifat
risk averse, karena belum terbiasa dengan
kemungkinan rugi dan sudah terbiasa dengan sistem bunga.
b. Moral hazard, karena pengusaha enggan
menyampaikan laporan keuanganlaba yang sebenarya untuk menghindar pajak dan untuk
menyembunyikan keuntungan yang sebenarnya. c.
Permintaan pembiayaan masih kecil dari nasabah. 3.
Regulasi a. Kurangnya dukungan dari regulator, karena tidak melakukan inesiatif-inesiatif untuk mengadakan
perubahan-perubahan peraturan dan institusional yang diperlukan untuk mendukung bekerjanya
sistem perbankan dengan baik.
b. Tidak adanya institusi pendukung untuk
mendorong penggunaan bagi hasil. c.
Tidak adanya prosedur operasional yang seragam. 4.
Pemerintah a. Tidak ada kebijakan pendukung yang mendorong penggunaan pembiayaan bagi hasil untuk proyek-
proyek pemerintah. b.
Perlakuan pajak yang tidak adil, yang memperlakukan keuntungan sebagai objek pajak
sedangkan bunga bebas dari pajak. c.
Pasar sekunder instrumen keuangan syariah belum ada, sehingga menyulitkan bank untuk
menyalurkan atau mendapatkan akses likuiditas. Sumber : Yumanita 2005
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu