II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Pembiayaan Syariah
Menurut Muhammad 2005 pembiayaan financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan merupakan pendanaan
yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Lembaga keuangan syariah dalam menggunakan kata pinjaman tidak
menyebutkan kredit, melainkan pembiayaan. Dalam kaitannya dengan lembaga keuangan syariah, jenis pembiayaan
dibagi menjadi aktiva produktif dan aktiva tidak produktif Muhammad, 2005, yang masing-masing dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Jenis aktiva produktif.
a. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil Mudharabah dan
Musyarakah b.
Pembiayaan dengan prinsip jual–beli Mutabahah, Salam dan Istishna
c. Pembiayaan dengan prinsip sewa Ijarah, Ijarah Muntahiya
BiltamlikWa iqtina d.
Surat berharga syariah e.
Penempatan f.
Penyertaan modal g.
Penyertaan modal sementara h.
Transaksi Rekening Administratif i.
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI 2.
Jenis aktiva tidak produktif. Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas
pembiayaan adalah berbentuk pinjaman yang disebut dengan pinjaman Qardh.
Secara umum prinsip bagi hasil dalam lembaga keuangan syariah dapat dilakukan dengan empat akad utama, yaitu : Musyarakah,
Mudharabah, Muzara’ah dan Musqah Zulkifli, 2003. Namun yang banyak
dipakai lembaga keuangan syariah adalah Musyarakah dan Mudharabah, karena kedua akad produk tersebut tergolong sebagai kontrak bagi hasil.
Berikut akan dijelaskan kedua akad produk bank syariah tersebut. 1.
Musyarakah Menurut Zulkifli 2003 Musyarakah adalah akad kerja sama
atau percampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa
keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan resiko akan ditanggung sesuai porsi kerja sama. Dua pengusaha yang saling
bekerja sama dengan menyumbangkan dananya masing-masing sebagai modal usaha. Kemudian hasil keuntungan pendapatan dari
usaha tersebut akan akan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Jika usaha tersebut mengalami kerugian, maka akan
ditanggung secara bersama-sama. Contoh usaha yang dapat dibiayai oleh musyarakah seperti jenis usaha Perseroan Terbatas PT, CV, dan
koperasi yang skemanya terlihat pada Gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. Skema Musyarakah Zulkifli, 2003
PENGUSAHA I PENGUSAHA II
DANA X DANA X
USAHA LABARUGI
BAGI HASIL
Menurut Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia BPS-BI, 2001 menyatakan bahwa secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak
yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan, kewiraswastaan, keahlian, kepemilikan, peralatan dan barang-barang
lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Semua modal tersebut disatukan untuk dikelola secara bersama-sama, dan setiap pemodal
memiliki hak untuk turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan.
2. Mudharabah
Menurut Muhammad 2005 pengertian Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
sohibul maal menyediakan seluruh 100 modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola mudharib. Keuntungan usaha dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola. Menurut Ashari dan Saptana 2005 menyatakan bahwa
keuntungan yang diperoleh dalam kerja sama ini mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang telah dituangkan dalam kontrak. Risiko
kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, kecuali kerugian ditimbulkan akibat kelalaian pengelola seperti
penyelewengan, penyalahgunaan, atau bentuk kecurangan lainnya. Jika demikian, maka kerugian ditanggung oleh pengelola modal
mudharib. Kerja sama antara pemilik modal dengan pengelola saling
mendukung antara satu sama lain. Pengusaha I memiliki kemampuan untuk mengelola usaha dan pengusaha II memberikan modal untuk
usaha tersebut. Akad yang disepakati tergantung pembagian persentase berdasarkan perjanjian dalam hal pembagian hasil. jika
usaha tersebut mendapatkan keuntungan, maka akan dibagi sesuai dengan porsinya masing-masing. Jika mengalami kerugian, maka akan
ditanggung secara bersama-sama seperti diperlihatkan pada Gambar 2.
BAGI HASIL PENGUSAHA I
PENGUSAHA II
PROFESIONALISME MODAL 100
USAHA LABARUGI
Gambar 2. Skema Mudharabah Zulkifli, 2003 Adapun ketentuan BPS-BI 2001 tentang Mudharabah adalah
sebagai berikut : a.
Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selalu pengelola modal harus diserahkan tunai dan dapat berupa uang atau batang yang
dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
b. Hasil pengelolaan modal pembiayaan Mudharabah dapat
diperhitungkan dengan dua cara : 1
Perhitungan dari pendapatan proyek revenue sharing 2
Perhitungan dari keuntungan proyek profit sharing c.
Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal
menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan dana. d.
Bank berhak melakukakan pengawasan terhadap pekerjaan nasabah, namun tidak berhak mencampuri urusanusaha nasabah. Jika nasabah
cedera janji dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban, maka dapan dikenakan sanksi administrasi.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil pada lembaga keungan sering disebut dengan transaksi Natural Uncertainty Contract NUC. Menurut
Zulkifli 2003 transaksi Natural Uncertainty Contract NUC adalah suatu jenis kontrak transaksi dalalm bisnis yang tidak memiliki kepastian atas
keuntungan dan pendapatan, baik dari segi jumlah maupun penyerahannya. Hal ini disebabkan karena transaksi ini sangat terkait dengan kondisi di
masa yang akan datang, yang tidak dapat ditentukan. Untuk mengatasi ketidakpastian dalam tarnsaksi NUC, maka dua
pihak atau lebih saling mencampurkan asetnya baik real asset maupun financial asset
menjadi satu kesatuan untuk mengatasi resiko ketidakpastian usaha, proses percampuran ini lazim disebut dengan syirkah
Zulkifli, 2003. Menurut Antonio dalam Irvansyah 2005 menyatakan bahwa
perbedaan antara pemberian pembiayaan sistem syariah dengan sistem konvensional adalah seperti yang diperlihatkan pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Perbandingan pembiayaan sistem syariah dengan konvensional
No Pembiayaan Sistem Syari’ah
Pembiayaan Sistem Konvensional
1 Penentuan besarnya rasio bagi hasil
dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan
untung rugi. Penentuan bunga dibuat pada waktu
akad dengan asumsi harus selalu untung.
2 Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang yang
dipinjamkan. 3 Bagi hasil tergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan, sekiranya itu tidak mendapatkan
keuntungan, maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah
pihak. Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakan proyek yang dijalankan oleh
pihak nasabah untung atau rugi.
4 Jumlah pembagian
laba meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkatkan sekalipun jumlah
keuntungan berlipat ganda atau keadaan ekonomi sedang booming.
5 Tidak ada yang meragukan keabsahan
keuntungan bagi hasil Eksistensi bunga diragukan
setidaknya dikecam bahkan diancam oleh semua agama,
terutama islam.
Sumber : Antonio dalam Irvansyah 2005
Tabel 6 menjelaskan bahwa perbedaaan pembiayaan sistem syariah dengan sistem konvensional telihat jelas pada pembagian bagi hasil.
Pembiayaan sistem syariah yang berpedoman pada kemungkinan untung rugi akan melihat lebih jauh prospek dari usaha yang dijalankan tersebut.
Hal ini dapat mengukur besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh sehingga ada unsur keadilan antara kedua belah
pihak. Tidak seperti pembiayaan sistem konvensional yang menentukan bunga sebagai ukuran pembagian keuntungan tanpa melihat untung dan
rugi, Tetapi melihat besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang yang dipinjamkan.
2.2. Pembiayaan Sistem Bagi Hasil Bank Syariah Terhadap Usaha Sektor