Kaiser Meyer Oikin KMO
SWOT sebagai criteria dalm strukturnya. Selain itu, alternatif dalam struktur merupakan startegi analisis SWOT. Hal ini dijelaskan dalam gambar berikut.
Gambar 2. Strukturisasi metode AWOT
2.7. Review ICDP TNKS Kelahiran TNKS mendapat perhatian banyak lembaga internasional: GEF
Global Environment Facility, UNDP United Nations Development Program, Bank Dunia dan JGF Japan Grand Facility. GEF, bekerjasama dengan UNDP,
menawarkan proyek pelestarian keragaman hayati. Bank Dunia, dengan mengontrak konsultan, melaksanakan kajian investasi untuk komponen program
ICDP Integrated Conservation and Development Project. Implementasi kegiatan ICDP, yang dirancang sebagai proyek pengelolaan
TNKS, melibatkan semua pihak. Karena itu, kerangka kerjanya difokuskan pada empat komponen: Komponen A pada pengelolaan taman; Komponen B pada
pengembangan desa-desa yang tingkat interaksi dan ketergantungan pada TNKS relatif tinggi; Komponen C memfokuskan diri pada pengelolaan wilayah konsesi
hutan di kawasan penyangga taman; dan Komponen D melakukan evaluasi dan monitoring terhadap ketiga komponen.
Konsultan ini membentuk tim spesialis, yang berasal dari berbagi pihak: Pemerintah, LSM nasional dan internasional
– WWF dan juga kalangan swasta. Mereka mengkaji berbagai aspek yang terkait dengan pengelolaan TNKS. Untuk
menjembatani tahap persiapan ke implementasi, JGF melalui Bank Dunia, membantu kegiatan melalui Paket C dan D. Paket C untuk survei bentang alam dan
kondisi sosial ekonomi desa-desa perbatasan TNKS, dan Paket D untuk penguatan LSM lokal diserahkan pada Warsi Warung Informasi Konservasi dalam rangka
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNKS.
Selain kerjasama internasional dengan koordinasi Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia, WWF Indonesia, melalui WWF ID 0094, sejak tahun 1991
membantu pengelolaan TNKS sebelum terbentuk UPT dan balai. Kegiatan yang dilakukan, antara lain, penguatan nilai-nilai tradisional masyarakat tentang
konservasi dengan membentuk hutan adat, pendampingan ekowisata dan pemanfaatan lahan terlantar.
Tahun 1995, Flora Fauna International melalui dukungan lembaga internasional dan bekerjasama dengan Ditjen PHKA Dephut, melakukan beberapa
kegiatan TNKS. Diantaranya proyek orang pendek, yang sempat dikabarkan menjadi ”penjaga” hutan TNKS, dan perlindungan pelestarian mamalia besar
seperti harimau Sumatera, badak Sumatera, gajah dan tapir, yang populasinya mulai langka. Setahun kemudian, Bank Dunia membantu pengelolaan, bersama
UPT TNKS, dengan memberikan dana kepada WWF ID 0094. Kegiatan yang dirancang adalah melakukan pra implementasi ICDP di 10 desa, dengan fokus
kegiatan pada pengembangan wilayah perdesaan. Sepuluh desa ini diambil dari desa yang sebelumnya melaksanakan kegiatan paket C dan D.
Dari proses fasilitasi desa dan KKD, hambatan itu berkaitan dengan persiapan rencana pengembangan ekonomi desa yang menggunakan dana dari
hibah konservasi desa HKD. Semua permasalahan yang ditangkap selama pelaksanaan adalah perlunya sebuah strategi dan pendekatan terpadu disemua
tingkatan dan disemua sektor. Solusi yang ditangkap untuk mengatasi hambatan pelaksanaan ICDP, termasuk proses HKD dan KKD--- adalah tidak mudah untuk
mengembangkan atau melaksanakan. Salah satu tujuan TNKS-ICDP adalah meningkatkan pengelolaan dan
perlindungan TNKS, termasuk melibatkan masyarakat setempat. Hal ini menandakan pentingnya pengelolaan bersama yang berkelanjutan. Lebih lanjut,
dituliskan dalam laporan yang sama bahwa pendekatan ICDP di Indonesia adalah mencari pengembangan yang sistematis atas tanggung jawab pengelolaan bagi
kehidupan masyarakat disekitar daerah yang dilindungi. Ini memerlukan suatu desentralisasi wewenang pengelolaan bagi instansi setempat, termasuk pendanaan
untuk daerah-daerah yang dilindungi. Namun demikian, masyarakat maupun pengelola TNKS sendiri diharapkan memiliki kemampuan untuk melindungi
TNKS. Penempatan staf lapangan Balai TNKS di desa merupakan suatu kesempatan untuk mencapai tujuan itu.