Tujuan dan Kegunaan Penelitian Kerangka Penelitian

waktu. Terutama jika hal tersebut berhubungan langsung dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang mendesak, sehingga produk barang dan jasa yang dihasilkan hanya diukur valuation apabila mempunyai nilai pasar secara langsung salah satu kelemahan kaum pengikut Adam Smith dengan mekanisme pasarnya dan kadangkala sering tidak mencerminkan harga sebenarnya real prices Gambar 1. Gambar 1 Perbedaan harga pemanfaatan sumberdaya Mencermati Gambar 1, terlihat bahwa “kelalaian” manusia dalam menilai sumberdaya alam dan lingkungan akan memberikan “kemudaratan sosial” atau diistilahkan sebagai social cost yang pada akhirnya akan dirasakan oleh manusia. Termasuk disini adalah social cost dari adanya degradasi hutan mangrove setiap tahunnya. Mengingat manfaat dan fungsi ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan biota lainnya, maka salah satu tindakan nyata dan perlu dilakukan sesegera mungkin adalah “mulai belajar” menilai manfaat dari ekosistem hutan mangrove secara keseluruhan. Manfaat tersebut ada yang sifatnya ternilai oleh pasar tangible dan tak ternilai oleh mekanisme pasar intangible. Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut, maka dalam pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya diperlukan kajian valuasi ekonomi guna merumuskan analisis strategi konservasi hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian adalah melakukan valuasi ekonomi pada hutan mangrove seluas 84.843,08 ha di Kabupaten Kubu Raya guna merumuskan analisis strategi konservasinya. P 1 P Q- Sosial Q- Swasta MMC MSC = MC + Ext S Social Cost S 1 6 Hasil penelitian berguna untuk : 1. Sebagai data dasar untuk menilai manfaat hutan mangrove di Indonesia. 2. Sebagai bahan masukan bagi berbagai pihak dalam penentuan rencana pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.

1.4 Kerangka Penelitian

Secara biologis dalam keadaan alami, tumbuhan mangrove merupakan sumberdaya utama pada lahan pesisir yang membentuk komunitas ekosistem mangrove. Hal ini karena tumbuhan berada pada tingkat paling bawah dari piramida makanan pada ekosistem tersebut. Sebagai salah satu bentuk ekosistem lahan basah, ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai spesies, terutama bagi jenis-jenis hewan trestrial. Ekosistem hutan mangrove juga berfungsi sebagai perangkap sediman trap sediment dan menghalangi erosi sehingga dapat melindungi terumbu karang dan sedimentasi. Fungsi lainnya, yaitu sebagai pelindung wilayah pesisir dari kerusakan yang ditimbulkan oleh ombak dan badai. Keberadaaan ekosistem hutan mangrove sebagai habitat bagi larva dan juwana berbagai jenis hewan pada eksositem laut dangkal, maka secara langsung memiliki keterkaitan linkages dengan kualitas dan kuantitas sumberdaya ikan dan biota lainnya. Dalam hubungan tersebut, dapat dilihat adanya korelasi yang cukup berarti antara luas hutan mangrove dengan produksi udang. Demikian pula dengan hasil penelitian oleh Ruitenbeek tahun 1991 yang menunjukkan bahwa manfaat tradisional hutan mangrove di Teluk Bintuni perikanan, perburuan, dan pengumpulan produk oleh penduduk setempat bernilai US 10 juta per tahun Ruitenbeek 1994. Dari hasil penelitian tersebut, dapat dibuat suatu premis bahwa ekosistem mangrove bukan suatu “lahan yang tidak berguna” waste land, tetapi merupakan ekosistem yang produktif dengan karakteristik keanekaragaman flora dan fauna, memiliki fungsi ekologis, dan fungsi sosial ekonomis dalam menunjang sistem kehidupan dari beribu-beribu masyarakat di sekitar kawasan pesisir perkiraan saat ini ± 60 dari jumlah penduduk Indonesia saat ini tinggal di kawasan pesisir. Manfaat dan fungsi dari ekosistem hutan mangrove dapat bertambah atau berkurang fungsinya dalam suatu wilayah menurut tingkat pemanfaatannya. Artinya, manfaat dari sumberdaya hutan mangrove hanya akan dapat diketahui dan dirasakan kepentingannya, apabila masyarakat mengetahui fungsi dan manfaat tersebut secara langsung ada ketergantungan. Pendekatan yang digunakan dalam melakukan penilaian manfaat ekosistem hutan mangrove adalah menggunakan konsep pendekatan penilaian ekonomi total total economic valuation dari produk barang dan jasa yang berguna use value dan yang tidak berguna secara langsung non use value Gambar 2. Untuk lebih memahami pendekatan operasional total economic valuation dari suatu sumberdaya, dapat dilihat tulisan Bann 1998;2002 sebagai berikut : a Nilai ekonomi total total economic value = TEV merupakan jumlah dari nilai penggunaan use value = UV dan nilai non penggunaan non-use value = NUV. UV adalah jumlah dari nilai pemanfaatan langsung direct use value = DUV, nilai pemanfaatan tidak langsung indirect use value = IUV, nilai pilihan option value = OV. Sedangkan, NUV adalah jumlah dari nilai eksistensi existence value = XV. Nilai pemanfaatan langsung adalah barang dan jasa sumberdaya dan lingkungan mangrove yang digunakan langsung oleh manusia. Nilai pemanfaatan langsung yang dihitung dalam studi ini meliputi: kayu komersial, kayu bakar, tiang pancang, arang mangrove, biota air, nipah, bibit mangrove. b Nilai pemanfaatan tidak langsung adalah nilai ekonomi yang diterima oleh masyarakat dari sumberdaya alam dan lingkungan mangrove secara tidak langsung, seperti manfaat ekologis dari hutan mangrove sebagai penahan abrasi, penyerapan dan penyimpan karbon, penghasil oksigen, dan penahan intrusi air laut.

c Nilai pilihan diturunkan dari pilihan untuk melakukan preservasi bagi

penggunaan barang dan jasa sumberdaya dan lingkungan mangrove di masa yang akan datang yang tidak dapat digunakan pada saat sekarang. d Nilai bukan penggunaan merupakan nilai keuntungan yang dapat dinikmati manusia sehubungan dengan keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan mangrove. Manusia dapat memberikan nilai pada sumberdaya hutan dengan 8 tanpa maksud untuk memanfaatkannya pada masa yang akan datang, yaitu mereka memberikan nilai secara murni pada sumberdaya hutan, dengan harapan keberadaan sumberdaya hutan tersebut dapat dipertahankan terus- menerus. Banyak pihak ingin memberi uang, waktu, ataupun barang untuk membantu melindungi jenis ekosistem yang langka dan akan terancam punah. Dengan demikian nilai ekonomi total dapat diformulasikan sebagai berikut: TEV = UV + NUV = DUV + IUV + OV+XV Teknik perhitungan nilai manfaat ekosistem mangrove dengan pendekatan nilai total ekonomi adalah pendekatan produksi dan nilai pasar productivity and market values , pendekatan biaya ganti replacement cost, dan contingent valuation method dengan memanfaatkan data hipotetik mengenai kesediaan membayar willingness to payWTP dari pengguna sumberdaya ekosistem hutan mangrove. Secara keseluruhan, luas hutan mangrove di wilayah studi adalah 102.016,89 ha yang terletak pada kawasan hutan lindung 50.613,08 ha, hutan produksi 41.262,89 ha, APL 8.380,32 ha dan lainnya 1.760,60 ha. Dari luasan tersebut, hutan mangrove yang dikelola dan dimanfaatkan adalah 84.843,08 ha dengan rincian hutan lindung 50.613,08 ha, hutan produksi yang dikelola oleh swasta 28.843,08 ha dan areal penggunaan lain 6.000 ha Gambar 2. Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah menyebutkan bahwa konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Selanjutnya disebutkan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: a perlindungan sistem penyangga kehidupan, b pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan c pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Gambar 2 Kerangka penelitian Valuasi Ekonomi dan Analisis Strategi Konservasi Hutan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat Dengan demikian, implementasi strategi konservasi yang tepat menjadi penting dalam memastikan pengelolaan sumberdaya alam dan ekosistem dilakukan berimbang dan lestari. Menurut Field 2006, pendekatan terhadap analisis kebijakan daan strategi konservasi dapat dilihat dari efesiensi dan efektifitas, fairness, insentif, penegakan hukum dan moralitas. Strategi konservasi hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya dianalisis berdasarkan pada nilai optimasi pada berbagai status kawasan mangrove yang dikelola dan dimanfaatkan saat ini di Kabupaten Kubu Raya Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Areal Penggunaan Lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1