Analisis Keragaman Ternak Pekarangan

37 27. Anggota KWT idealnya merupakan wanita tani, atau wanita yang memiliki suami yang berprofesi sebagai petani. KWT yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebagian besar sudah memiliki ilmu tani yang mereka dapatkan dari profesi mereka baik tetap maupun sementara, maupun yang mereka dapatkan dari keluarga. Hal ini terbukti dengan kemampuan mereka dalam melakukan pemeliharaan tanaman pekarangan. Mereka melakukan teknik pemeliharaan pekarangan dengan cara manual, dan menurut cara yang dilakukan secara turun- temurun. Pemeliharaan pekarangan dilakukan setiap hari, biasanya pada pagi atau sore hari dengan alokasi waktu rata-rata 5-30 menit. Tanaman serta ternak yang berada di pekarangan, dan ada juga yang berasal dari bantuan P2KP. Tanaman yang berada di pekarangan terdiri dari tanaman tahunan dan tanaman semusim. Tanaman tahunan yang ditemukan sebagian besar merupakan tanaman yang sudah ada sejak lebih dari empat tahun yang lalu. Tanaman ini terdiri dari tanaman buah, tanaman industri, pepohonan besar tanaman lainnya. Tanaman semusim yang ada di pekarangan pada umumnya merupakan tanaman sayur, obat, dan bumbu. Tanaman ini ada yang memang sudah biasa dibudidayakan di pekarangan sejak lama, namun ada juga yang merupakan bantuan dari program P2KP. Tanaman semusim yang ada di pekarangan memerlukan pemeliharaan intensif karena siklus hidupnya yang tergolong cepat dibandingkan tanaman tahunan. Pemeliharaan intensif yang dilakukan meliputi pembibitan, pemindahan area tanam, penyiangan, penyiraman, pemupukan, hingga pemanenan.

4.3.2 Analisis Aspek Pemanfaatan Pangan Pekarangan

Pekarangan sudah dimanfaatkan sebagai lahan yang difungsikan untuk area pertanian skala kecil, yaitu sebagai area penanaman tanaman produktif, area untuk budidaya ternak dan ikan. Pekarangan juga dimanfaatkan sebagai area untuk penunjang kegiatan pertanian seperti area pembibitan, area penjemuran pangan hasil panen, atau hanya sebagai area penyimpanan hasil panen. Pekarangan sudah dimanfaatkan sebagai area untuk penyedia kebutuhan pangan, baik sebagai bahan konsumsi rumah tangga KRT, pangan yang dibagikan ke kerabat PDB, dan juga pangan yang dijual PDJ. Pangan yang dikonsumsi biasanya merupakan tanaman dengan siklus hidup singkat tanaman semusim. Pangan yang dibagikan ke kerabat atau tetangga biasanya merupakan pangan yang berlebih dari kebiasaan konsumsi, sehingga dapat bermanfaat secara sosial. Pangan yang dijual merupakan pangan yang tidak biasa dikonsumsi langsung perlu pengolahan dan memiliki nilai jual tinggi. Contoh dari pangan yang tergolong Ibu Rumah Tangga Petani Wirausaha Pegawai Lainnya Gambar 27 Proporsi pekerjaan anggota KWT 67 20 10 3 Kab. Bandung 40 27 10 3 17 3 Kab. Bogor 56 7 20 7 10 Kab. Cirebon 38 Lampiran 7 Rekomendasi tanaman di model pekarangan lanjutan pangan yang biasa dijual adalah cengkeh, kopi, dan ternak seperti sapi, kambing dan domba. Berdasarkan Tabel 28, secara rataan dapat terlihat bahwa pangan yang berpotensi untuk dikonsumsi langsung oleh rumah tangga sebenarnya adalah KRT 30 ditambah PDB 24, yaitu sebesar 54. Hal ini dikarenakan PDB merupakan pangan berlebih yang dialokasikan sebagai manfaat sosial dari pekarangan. Kabupaten Bogor memiliki pemanfaatan KRT tertinggi, sedangkan dua kabupaten lainnya memiliki nilai PDJ lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa selain untuk pangan, masyarakat Kabupaten Bandung dan Cirebon masih memanfaatkan pekarangan sebagai area penyedia pangan untuk konsumsi serta tambahan finansial rumah tangga. Namun jika ditinjau pemanfaatan pangan dari setiap kabupaten, pemanfaatan pangan untuk konsumsi rumah tangga dengan angka persentase bobot kg tertinggi adalah pekarangan di Kabupaten Bogor. Hal ini memiliki korelasi positif dengan nilai keragaman dan dominansi tanaman yang ada di pekarangan Kabupaten Bogor. Karena tanaman pangan pekarangan di Kabupaten Bogor memiliki dominansi tanaman semusim yang tergolong cepat panen, maka tingkat konsumsi pangan dari pekarangannya juga tinggi. Hal ini sesuai dengan Tabel 29 yang menginformasikan terkait alokasi pemanfaatan pangan hasil pekarangan. Berdasarkan Tabel 29, dapat terlihat bahwa pangan terbanyak yang dapat diproduksi di pekarangan dan dimanfaatkan secara langsung adalah pangan berupa sayur dan buah. Produksi tanaman sayur paling tinggi berasal di Kabupaten Bogor 335.1 kg, sedangkan tanaman buah berasal dari Kabupaten Cirebon 1 838.5 kg. Tabel 28 Persentase pemanfaatan pangan pekarangan Lokasi Pemanfaatan Pangan KRT PDB PDJ Kab. Bandung 25 24 51 Kab. Bogor 39 24 37 Kab. Cirebon 25 25 50 Rata-rata 30 24 46 Tabel 29 Alokasi pemanfaatan pangan dari pekarangan Kabupaten Klasifikasi Fungsi Hasil per panen kg Alokasi Hasil Produktivitas Tanaman Konsumsi RT kg Jumlah yg dibagi kg Jumlah yg dijual kg Kab. Bandung Obat 13.1 5.0 8.0 0.1 Sayur 270.1 122.0 60.1 88.0 Buah 1 583.7 389.7 415.5 778.5 Bumbu 208.6 21.8 5.3 181.5 Pati 887.7 187.7 233.5 466.5 Kab. Bogor Obat 41.8 17.1 24.7 0.0 Sayur 335.1 171.7 59.9 103.5 Buah 441.0 169.1 106.9 165.0 Bumbu 100.5 32.8 5.6 62.1 Pati 178.0 41.9 66.1 70.0 Kab. Cirebon Obat 3.7 3.3 0.4 0.0 Sayur 95.6 5.2 2.9 87.5 Buah 1 838.5 481.3 483.7 873.5 Bumbu 15.2 3.7 6.5 5.0 Pati 0.0 0.0 0.0 0.0 39 Di Kabupaten Bogor, sebagian besar sayur dan buah dikonsumsi untuk keluarga. Sedangkan di Kabupaten Bandung dan Cirebon, buah dominan untuk dijual. Hal ini disebabkan karena masyarakat masih belum mengetahui pola pergiliran tanaman di lahan pekarangan yang efektif untuk penganekaragaman pangan.

4.4 Dampak Program P2KP Terhadap Pemanfaatan Pekarangan

Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan P2KP adalah program yang diluncurkan oleh Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian RI. Program ini sebagai salah satu bentuk intervensi pemenrintah terhadap pemanfaatan pekarangan untuk mendukung penganekaragaman konsumsi pangan di perdesaan. Penerima bantuan program P2KP haruslah kelompok wanita tani KWT yang memenuhi syarat-syarat berikut: 1 beranggotakan minimal 10 orang per kelompok; 2 memiliki kebun bibit untuk penggunaan kelompok; dan 3 memiliki rekening bank kelompok untuk menerima bantuan uang tunai langsung dari BKP. Hasil survei dan wawancara menginformasikan bahwa KWT didirikan antara tahun 2008 – 2011 Tabel 30. Anggota KWT pada umumnya merupakan penduduk desa yang pada umumnya bertempat tinggal saling berdekatan dalam satu desa. Sehingga, tanpa adanya KWT pun para ibu rumah tangga telah melakukan aktivitas sosial yang cenderung intensif karena lokasi rumah yang berdekatan. Adapun kegiatan yang dilakukan KWT pada saat pelaksanaan program adalah pertemuan rutin KWT satu minggu sekali. Pertemuan tersebut diinisiasi oleh penyuluh KWT masing-masing desa. Pertemuan rutin ini pada umumnya akan membahas pemanfaatan bantuan serta sesi konsultasi anggota KWT dengan para penyuluh. Di samping evaluasi, pertemuan mingguan juga sering dilaksanaan bersamaan dengan kegiatan membuat kue dari hasil pangan kebun berlebih, ataupun sekedar ngaliwet, atau makan nasi liwet bersama. Setiap KWT memiliki produk utama yang siap dijual. Produk tersebut ada yang berasal dari pekarangan maupun dari luar pekarangan. Adapun produk yang berasal dari pekarangan adalah jambu biji, jambu kristal, dan stroberi. Perkumpulan KWT juga pada umumnya membahas terkait keberlanjutan produk unggulan KWT. Adapun yang dibicarakan dapat berupa sistem pembuatan produk yang butuh pengolahan, pengemasan, pemasaran, hingga pembagian keuntungan hasil penjualan. Adapun KWT yang belum terlihat memiliki produk utama KWT masih Tabel 30 Karakteristik KWT di lokasi penelitian Kabupaten Desa Nama KWT Tahun Berdiri Jumlah Anggota Produk Utama KWT Bandung Patrolsari Mawar 2010 10 Tepung Hanjeli Girimekar Sauyunan 2009 16 - Bojong Emas Melati 2 2008 20 - Bogor Situ Udik Teratai 2009 15 Stroberi Cikarawang Mawar 2011 10 Jambu kristal, Keripik pisang Bantarsari Rukun Tani 2011 25 Jambu biji, Rengginang Cirebon Bakung Lor Jambu Alas 2011 20 Jambu biji dan Tape ketan Grogol Bina Sri Lestari 2009 25 Olahan buah-buahan dalam bentuk sirup, keripik dan manisan Pegagan Lor Harum Sari 2009 11 Kue basah dan keripik keong