Fasilitas Kredit Sektor Pertanian

kemungkinan peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian kepada tanaman, yang pada akhirnya berpengaruh pada pembayaran kembali kredit yang telah diberikan bank. Salah satu usaha untuk mengatasi kemungkinan menderita kerugian tersebut adalah melalui Asuransi Hasil Pertanian. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 299 sampai dengan pasal 301 Kitab Undang Undang Hukum dagang KUHD kita. Asuransi hasil pertanian sebagaimana diatur dalam KUHD tersebut bersifat sukarela, oleh karena itu ditutupnya asuransi terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen tergantung dari kehendak petani sendiri,.Sifat sebagai asuransi sukarela ini pada umumnya tidak dipahami oleh para petani, sehingga asuransi ini kurang memasyarakat sehingga dapat dipahami jika sebagian besar petani tidak melakukan penutupan asuransi hasil pertaniannya.

2.3.4 Fasilitas Kredit Sektor Pertanian

Dengan telah dicabutnya KLBI sesuai Undang Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, maka sulit mengharapkan bank -bank umum secara sukarela untuk mengubah visi dan misinya perbankan untuk mendukung pengembangan kredit pada sektor pertanian. Tanpa adanya kebijakan dari pemerintah baik pusat maupun daerah sesuai otonomi daerah, kesinambungan pengembangan kredit pada sektor pertanian ini akan terganggu karena tingginya resiko kegagalan pengembalian kredit dan lemahnya akuntabilitas serta tidak jelasnya pertanggung jawaban dalam pemberian kredit pada sektor pertanian. Universitas Sumatera Utara Disamping kelemahan-kelemahan yang ada pada sektor pertanian, disisi perbankan sendiri dengan ketatnya peraturan tentang penilaian tingkat kesehatan perbankan menjadikan semakin jauhnya kucuran kredit pada sector pertanian. Seperti telah disebutkan terdahulu, bahwa kredit pada sektor pertanian sebagian besar adalah kredit program yang pendanaannya seluruhnya 100 berasal dari KLBI misalnya seperti KUT, atau KKP. Dalam pelaksanaan pemberian kredit pada sektor pertanian diluar dari kredit program yang pendanaannya dengan KLBI, kebanyakan bank pelaksana tidak dapat memberikan perhatian penuh pada sektor pertanian ini, karena pada sector pertanian ini memerlukan penanganan yang serius dan spesifik yang tidak sama dengan penanganan pada pemberian kredit pada sektor usaha lainnya, seperti pada sektor usaha perdagangan atau konsumsi yang saat ini sedang dilakukan oleh hampir semua bank. Menurut Wiraatmadja Rasjim dkk 2997, Kredit pada sektor pertanian ini pada umumnya adalah kredit program yang merupakan kredit masal atau bersifat kelompok. Proses pengucuran kredit program ini dimulai dari petani yang tergabung dalam kelompok tani menyusun Rencana Difinitif Kebutuhan Kelompok RDKK adalah rencana kebutuhan modal kerja dan atu investasi kelompok untuk usaha pertanian yang disusun berdasarkan musyawarah anggota keolompok. RDKK tersebut kemudian diajukan kepada Petugas Penyuluh Lapangan PPL untuk mendapatkan persetujuan tehnis, setelah ditanda tangani petugas PPL, RDKK tersebut diajukan kepada Dinas tehnis yaitu dinas yang mebidangi pertanian, setelah disetujui oleh dinas tehnis baru diajukan pada Bank yang ditunjuk Bank pelaksana. Universitas Sumatera Utara Petugas Penyuluh Lapangan sebagai pelaksana tugas dan tanggung jawab dari Dinas Tehnis adalah Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai tugas pokok membimbing dan meningkatkan kemampuan petanikelompok tani dalam menerapkan program-program pemerintah. Peranan pembinaan dari Dinas Tehnis dalam proses penyusunan RDKK tersebut akan menentukan validitas data kebutuhan kredit bagi petani, sebab data-data yang tersusun dalam RDKK tersebut merupakan sumber data utama bagi petugas bank Analis Kredit dalam menganalisa kebutuhan riil dari para petani maupun kelompok tani, Berkas permohonan kredit dengan dilampiri RDKK yang telah disetujui oleh pejabat dinas tehnis terkait tersebut selanjutnya akan dianalisa kelayakannya oleh bank. Keputusan bank menerima maupun menolak permohonan kredit tersebut akan melihat pada pola penyalurannya, yaitu: a. Kredit dengan pola penyaluran Executing, disini bank sebagai pelaksana, resiko atas kredit tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab bank. b. Kredit dengan pola penyaluran Chanelling, disini bank sebagai penyalur dan keputusan atas permohonan kredit ditentukan oleh pihak yang terkait, dalam hal ini kedudukan bank hanya sebagai penyalur saja dan tidak menanggung resiko atas kredit tersebut, sehingga bank tidak akan menganalisa sesuai standar bank tehnis yang ada dan cukup berdasarkan pada RDKK yang telah disetujui oleh pejabat dinas tehnis terkait. Dari kedua pola penyaluran tersebut, memang pola penyaluran chanelling yang bagi bank tidak ada permasalah fungsi bank pada dasarnya tidak lebih sebagai pelaksana handing bank, sedang pada pola penyaluran executing bank Universitas Sumatera Utara memerluhan analisa lebih mendalam sesuai ketentuan bank tehnis walapun RDKK telah disetujui oleh dinas tehnis terkait. Dengan semakin dikuranginya Kredit Likuiditas Bank Indonesia, maka perbankan nasional dituntut untuk menggali sendiri dana-dana murah baik dari masyarakat maupun dari kerja sama dengan pihak ketiga, agar tetap eksis mengembangkan kredit pada pengusaha ekonomi lemah UKM pada umumnya dan sektor pertanian pada khususnya sesuai dengan fungsinya bank sebagai penyedia modal atau pemberi fasilitas kredit.

2.4 Konsep Pendapatan