Pendidikan Agama Islam SD Kelas IV
30
Gambar 3.4 Rombongan kafilah dagang dengan kendaraan unta
.. ..
. ..
. .
. .
.
.
. .
2. Nabi Muhamad bersama Kakek dan Pamannya
Setelah kedua orang tua Nabi Muhammad Saw. wafat, beliau diasuh oleh kakeknya Abdul Muttalib. Dua tahun kemudian Abdul Muttalib pun
meninggal dalam usia 80 tahun. Saat itu umur Nabi Muhammad Saw. delapan tahun. Maka atas wasiat Abdul Muttalib, Nabi Muhammad Saw.
dipelihara dan diasuh oleh Abu Talib.
Selanjutnya, Nabi Muhammad Saw. tinggal bersama Abu Talib. Paman beliau anak bungsu Abdul Muttalib. Abu Talib memiliki banyak anak, salah
satunya bernama Ali. Abu Talib juga bukan orang kaya. Meskipun demikian, Abu Talib pandai mendidik anak. Keluarga Abu Talib hidup serba
kekurangan. Hidup mereka pas-pasan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw. tidak tinggal diam. Beliau turut bekerja membantu kebutuhan hidup
keluarga Abu Talib dengan menggembala kambing.
Nabi Muhammad Saw. dalam hidupnya selalu dimanfaatkan untuk bekerja dan belajar. Banyak orang yang menyukai beliau. Sikap beliau sangat
santun. Kata-katanya selalu sopan. Sayang kepada anak yang lebih kecil dan hormat kepada yang besar. Nabi Muhammad Saw. tak pernah
berbohong. Sehingga Nabi Muhammad Saw. diberi julukan Al-Amin artinya orang yang sangat terpercaya.
Ketika Nabi Nabi Muhammad Saw. berusia dua belas tahun. Beliau melihat Abu Talib sedang sibuk hendak pergi berdagang ke negeri Syam.
beliau tertarik untuk ikut. Pamannya Nabi Muhammad Saw. memohon pada pamannya Abu Talib, agar ia ikut berdagang ke negeri Syam. Paman
tak melarang, asalkan Ananda kuat berjalan jauh. Siap paman. Nabi Muhammad Saw. sangat senang, karena bisa melihat negeri orang, bisa
menambah pengalaman.
Sumber: www.britannica.com
Pelajaran 3 Kisah Nabi Adam a.s. dan Nabi Muhammad saw.
31
Kafilah dagang ke negeri Syam sangat besar. Unta-unta berbaris penuh dengan muatan. Rombongan bergerak menuju ke arah Syam, dengan
membawa banyak barang dagangan. Perjalanan sangat berat dan melelahkan, karena jauh dan cuaca juga
sangat panas. Walaupun demikian, Nabi Muhammad Saw. tidak kepanasan, karena ada awan yang selalu menaungi kemana pun beliau berjalan. Ketika
sampai di suatu tempat rombongan beristirahat. Tak jauh dari tempat itu, ada seseorang yang selalu mengawasi keanehan tersebut awan selalu
menaungi. Keningnya berkerut, merasa tidak percaya terhadap keajaiban dan keanehan yang terjadi pada diri Nabi Muhammad Saw.. Orang tersebut
berkata, “Kok ada awan yang selalu menaungi anak remaja itu, pasti itu bukan anak sembarangan”, pikirnya.
Orang itu merasa penasaran. Ia ingin tahu lebih jauh perihal anak remaja itu. Ia pun merencanakan sesuatu. Tujuannya ingin mencari tahu mengapa
awan selalu mengikuti. Kemudian ia mengundang rombongan dagang Abu Talib. Tentu saja Abu Talib merasa heran. Mengapa orang yang tak
dikenal mengundang. Namun ia tak menolak. Lagi pula tak ada salahnya datang.
Sesampainya di rumah orang itu, Abu Talib dipersilahkan duduk. Tuan- tuan pasti lelah dan capek kata orang itu. Abu Talib semakin heran dengan
tingkah laku orang tersebut. Akhirnya Abu Talib bertanya, maaf tuan ini siapa? Nama saya Bukhaira. Saya ini seorang pendeta Nasrani. Pendeta ini
semakin ramah dan membuat Abu Talib semakin heran.
. .
. .
. .
Akhirnya Bukhaira pun mendatangi Nabi Muhammad Saw. dan berkata, “Siapa namamu nak? Saya Muhammad, “Ayahmu tinggal dimana?
Ayah sudah wafat. Kalau ibumu? Ibu juga sudah tiada. “Kakekmu? Kakek juga sudah meninggal dunia. Sekarang saya tinggal bersama paman, kata
Nabi Muhammad Saw. seraya menujuk ke arah Abu Talib.
Wajah Bukhaira berubah. Ia semakin hormat. Yakin, Nabi Muhammad Saw. ini calon nabi besar. Tanda-tandanya sama persis dengan yang ada
dalam kitab suci. Dugaannya memang benar, anak ini bukan anak sembarangan. Pendeta Bukhaira lantas menghampiri Abu Talib. Tuan, tuan
harus menjaga dan memelihara anak ini dengan baik. Memang kenapa tuan? Tanya Abu Talib. Anak itu bukan orang sembarangan. Ia calon nabi. Tuan
harus berhati-hati, jangan sampai ketahuan sama orang-orang Yahudi, karena mereka akan membunuhnya. Sebaiknya tuan cepat-cepat pulang
Dengan cepat, Abu Talib melanjutkan perjalanan. Rombongan tiba di kota Syam. Namun, Abu Talib tak berlama-lama di kota Syam. Ia segera
membereskan dagangannya, ingin cepat-cepat pulang, khawatir akan keselamatan Nabi Muhammad Saw.
. .
. .
.