Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Makan pada Remaja

ciri tanaman pangan, ternak, dan sistem ekonomi. Pada hakekatnya kebisaaan makan ini bersifat dinamis dan dapat berubah. Pola makan remaja saat ini dapat digambarkan sebagai ”penggembala”. Mereka sering melewati waktu makan dan makan apa saja waktu lapar. Remaja juga sering melewati sarapan, walaupun survei yang pernah dilakukan di Amerika menyatakan banyak remaja yang sarapan. Remaja laki-laki yang tidak sarapan mengalami peningkatan. Selain itu makan siang juga sering dilewati, sedangkan makan malam bisaanya dilakukan teratur Mc Williams, 1993. Kemudian Sianturi 2003 menambahkan bahwa usia remaja merupakan masa pencarian identitas, ingin merasa diterima oleh teman sebaya, dan keinginan untuk menarik lawan jenis. Berdasarkan hal tersebut remaja sangat menjaga penampilan dengan cara diet. Tentu saja hal ini berpengaruh terhadap pola makan mereka. Banyak remaja yang hanya makan sehari saja karena takut gemuk. Selain itu kebisaaan konsumsi makanan jajanan yang rendah gizi, kebisaaan konsumsi makanan cepat saji, kebisaaan tidak sarapan pagi, dan malas minum air putih.

2.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Makan pada Remaja

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumsi remaja, diantaranya :

A. Pengetahuan Gizi

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang overt behavior. Pengalaman penelitian menyatakan ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan Notoatmodjo, 2003. Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi makanan, sumber serta kegunaan zat gizi tersebut didalam tubuh. Pengetahuan gizi ini mencakup proses kognitif yang dibutuhkan untuk menggabungkan informasi gizi dengan perilaku makan agar struktur pengetahuan yang baik tentang gizi dan kesehatan dapat dikembangkan Sapp dan Helen, 1997 dalam Yusra, 1998. Pengetahuan gizi dan kebisaaan untuk menghargai makanan yang kurang, dapat menimbulkan masalah rendahnya zat gizi. Remaja sering tidak memahami zat gizi yang dikandung dalam makanan dan fungsi zat gizi dalam tubuh. Seseorang yang tidak mengerti prinsip dasar gizi dan tidak sadar dengan zat gizi yang dikandung dalam makanan akan mengakibatkan kesulitan dalam memilih makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kemudian hal tersebut akan menimbulkan defisiensi, yang akan berpengaruh terhadap status gizi Williams, 1993 dalam Umrin 2007. Kemudian Soekirman 2006 menambahkan bahwa remaja sebaiknya mengetahui jenis makanan apa yang harus dikonsumsi. Banyak remaja lebih menyukai makanan yang mengandung tinggi kalori dan rendah vitamin dan mineral. Tentu saja jika hal ini berlanjut akan mengakibatkan badan gemuk. Sulit bagi remaja untuk mengubah kebisaaan makan, cara yang bijak adalah bukan diet, tetapi kemauan untuk menyukai dan memilih makanan yang bergizi. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh pada perilaku dalam pemilihan makanan dan selanjutnya akan berpengaruh pada keadaan individu yang bersangkutan. Banyak masalah gizi yang dipengaruhi karena keterbatasan pengetahuan gizi dan kebisaaan makan yang baik Martono, 1999. Hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh Muhammad 2001 pada siswi di SMUN 26 Dan SMUN 37 Tebet Jakarta Selatan Tahun 2001, ia menyimpulkan bahwa pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku siswi tentang 13 PDGS. Selain itu dalam penelitian Umrin 2007 pada siswa SMAN 1 Depok, ia menyimpulkan bahwa pengetahuan memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku gizi sesuai butir 3 PUGS. Sedangkan penelitian Afianti 2008 pada mahasiswa bidang gizi Fakultas Pertanian dan Fakultas Ekologi Manusia IPB, ternyata pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dengan praktek mahasiswa tentang pesan-pesan PUGS sehingga dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang memiliki pengetahuan gizi baik memiliki peluang 0,209 kali untuk melakukan praktek gizi yang baik daripada mahasiswa yang memiliki pengetahuan gizi kurang.

B. Pola Makan Keluarga

Menurut Suhardjo 1989, pola makan keluarga adalah kebisaaan makan yang dimulai di rumah, atas bimbingan dari orang tua, baik itu ibu, ayah, dan anggota keluarga lainnya. Seorang anak tidak dilahirkan dengan kebisaaan makan tertentu, tetapi kebisaaan makan terbentuk dari pengalamannya belajar makan dari makanan yang disuguhkan keluarga. Peran ibu biasanya lebih berpengaruh terhadap pembentukan kebisaaan makan anak. Pengetahuan serta kesukaan ibu terhadap jenis-jenis makanan tertentu sangat berpengaruh terhadap hidangan yang disajikan. Disamping itu kesukaan ayah terhadap jenis makanan tertentu juga berpengaruh terhadap hidangan di rumah tangga. Apabila seorang ibu kurang bijaksana dapat mengakibatkan gizi kurang bagi anak-anaknya. Anak-anak bisaanya meniru apa yang dilakukan oleh orang tua atau kakak-kakaknya. Bila anak melihat anggota keluarga lain ikut mengkonsumsi makanan yang dihidangkan oleh ibu, maka mereka juga ikut mengkonsumsi. Jelas sekali bahwa peran ibu dalam membisaakan makan yang sehat sangat besar Suhardjo, 1989. Keluarga adalah paling determinan dalam menentukan pola makan, kebisaaan makan, kepercayaan terhadap makanan, dan semua faktor sosio budaya ditransferkan lewat keluarga kepada anak. Jadi perilaku makan ditentukan oleh kebisaaan sejak kecil Koesmandini, 1999.

C. Teman Sebaya

Pengaruh teman sebaya peer group lebih dominan dibandingkan keluarga. Ada kecenderungan remaja ingin mendapatkan suatu pengakuan lebih dari kelompok pergaulannya. Pengaruh ini dapat membentuk pola konsumsi makan baru yang dapat menggantikan pola makan yang telah ada dalam keluarga Hurlock, 2004. Lebih lanjut Brown 2005 menjelaskan bahwa pengaruh teman sebaya pada remaja awal sangat kuat. Hal tersebut ternyata dapat mempengaruhi asupan zat gizi pada remaja. Hal ini dapat dilihat bahwa konsumsi makanan pada remaja ada dua hal utama yaitu makanan ”sampah” dan makanan sehat. Konsumsi makanan ”sampah” lebih erat hubungannya dengan teman sebaya, sedangkan konsumsi makanan sehat lebih erat hubungannya dengan keluarga. Penelitian Umrin 2007 pada siswa SMAN 1 Depok, terdapat hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku gizi siswa sesuai dengan butir 4 batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi; dan butir 12 makanlah makanan yang aman bagi kesehatan.

D. Pendapatan

Menurut Suhardjo 1989, apabila pendapatan keluarga meningkat, maka penyediaan mutu makanan juga meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas makanan tersebut. Dengan meningkatnya pendapatan perorangan terjadilah perubahan- perubahan dalam susunan makanan. Perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makanan adalah pangan yang dimakan lebih mahal. Keluarga yang berasal dari golongan ekonomi kuat cenderung boros dan konsumsinya dapat melebihi kebutuhan gizinya sehari-hari. Jika hal tersebut terjadi terus menerus, maka akan mengakibatkan berat badan terus bertambah dan beberapa penyakit karena kelebihan gizi sering ditemukan. Hal ini dodorong oleh pengaruh yang mengutungkan dari pendapatan yang meningkat baik dari segi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga yang berkaitan dengan keadaan gizi hampir berlaku umum terhadap semua tingkatan pendapatan. Jelas kalau rendahnya pendapatan orang-orang miskin dan lemahnya daya beli mereka tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dan cara-cara tertentu yang mengahangi perbaikan gizi yang efektif, terutama untuk anak mereka. Menurut Apriadji 1986, keluarga dengan pendapatan terbatas besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya sejumlah yang dibutuhkan tubuh. Setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang bisa dijamin, karena dengan uang yang terbatas itu tidak akan banyak pilihan. Selain itu, menurut Berg 1989, uang yang dimiliki seseorang akan memepengaruhi apa yang dimakannya sehingga seseorang yang memiliki uang berlebih biasanya susunan makanan yang dikonsumsinya akan lebih baik daripada yang tidak memadai. Penelitian Muhammad 2001 pada siswa SMUN 26 dan SMUN 37 Tebet Jakarta Selatan, dapat disimpulkan bahwa pendapatan orang tua tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku siswi. Menurut Frankle dan Owen 1993 dalam Afianti 2008, untuk merubah perilaku makan seseorang agar menjadi lebih baik memerlukan beberapa aspek pendukung, seperti biaya untuk makan, akses dan kemampuan, waktu, dan lainnya. Menurut Padmiari dan Hadi 2001, seseorang yang memiliki pendapatan tinggi cenderung akan membeli makanan yang mahal. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pengeluarannya untuk pangan.

E. Pendidikan

Tingkat pendidikan orang tua sangat diperlukan untuk mengatasi masalah gizi dalam keluarga. Orang tua yang berpendidikan rendah dapat ditingkatkan pengetahuan gizinya dengan cara melalui penyuluhan gizi yang tepat Apriadji, 1989. Selanjutnya Suhardjo 1989, menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi khususnya tentang makanan yang baik bagi kesehatan. Tetapi pendidikan yang tinggi tidak selalu diikuti dengan pengetahuan yang memadai tentang gizi. Pengetahuan gizi ibu yang baik diharapkan dapat diwujudkan dalam penyediaan makanan sehari-hari dalam keluarga dan memberikan penhetahuan gizi kepada anak. Dalam penelitian Muhammad 2001 pada siswa SMUN 26 dan SMUN 37 Tebet Jakarta Selatan, ia menyimpulkan bahwa pendidikan orang tua tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku gizi siswi. Penelitian Umrin 2007 pada siswa SMAN 1 Depok, ia menyimpulkan bahwa pendidikan ayah memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku gizi siswa yang sesuai dengan butir 2 makan makanan untuk memenuhi kecukupan energi. Sedangkan pendidikan ibu tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku gizi siswa. Sedangkan dalam penelitian Afianti 2008 pada mahasiswa bidang gizi Fakultas Pertanian dan Fakultas Ekologi Manusia IPB, berdasarkan hasil analisis uji regresi logistik ternyata pendidikan ayah memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku gizi mahasiswa sehingga dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki peluang praktek gizi yang kurang baik 0,391 kali lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini disebabkan semakin tinggi pendidikan ayah maka semakin meningkat pula pendapatan keluarga sehingga kecenderungan pola makan pun akan berubah, yaitu terjadi peningkatan dalam asupan lemak dan protein hewani serta gula.

F. Media Massa

Media massa dan industri periklanan memberikan pengarug yang besar terhadap bentuk tubuh yang ideal. Bisaanya iklan makanan menggunakan model yang sangat kurus sebagai bentuk tubuh yang ideal Krummel, 1996. Menurut Brown 2005 iklan makanan akan mempengaruhi remaja dalam pemilihan makanan, fast food adalah makanan favorit yang dikonsumsi oleh kebanyakan remaja, selain itu makanan fast food memiliki nilai sosial dimana kebanggaan ketika memakannya. Penelitian Afianti 2008 pada mahasiswa bidang gizi Fakultas Pertanian dan Fakultas Ekologi Manusia IPB menyimpulkan bahwa akses informasi pangan dan gizi memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku gizi mahasiswa yang salah satu sumbernya berasal dari media massa.

G. PersepsiCitra Tubuh

Soekirman 2006,mengatakan bahwa orang tua atau guru harus dapat merasakan bagaimana anak remaja memandang dirinya, karena biasanya mereka lebih mendengarkan dan mempraktikkan ucapan teman-temannya. Remaja dalam beberapa hal sebenarnya merasa tidak puas dengan dirinya sendiri. Alasan citra tubuh sebagai masalah besar yang harus dipikirkan. Masalah yang sering terjadi pada remaja adalah menginginkan bentuk tubuh yang ideal. Remaja laki-laki lebih memperhatikan tinggi badan daripada remaja perempuan, karena untuk menarik lawan jenis Mc Williams, 1993. Pada remaja perempuan yang diinginkan adalah mempunyai bentuk tubuh yang langsing. Mereka tidak mau sarapan pagi, sedangkan makanan yang bergizi seperti telur, susu, dan sayuran jarang dimakan. Maka hal ini dapat mengakibatkan mereka mengalami defisiensi kalsium dan zat besi Suhardjo, 1989.

H. Pemilihan Makanan

Sikap seseorang terhadap makanan, suka atau tidak suka akan berpengaruh terhadap konsumsi makanan. Oleh karena itu merupakan hal penting untuk mempelajari makanan yang disukai ataupun yang tidak disukai, dan makanan yang belum pernah dirasakan serta menelusuri sebab-sebab yang melatarbelakanginya. Selain itu perlu melihat hubungan antara pilihan anak dan orang tua Suhardjo, 1996. Menurut Raharjo 2004, banyak hal yang menjadi pertimbangan bagi konsumen untuk memilih, membeli, dan mengkonsumsi makanan, baik untuk dirinya sendiri, anggota keluarganya maupun orang lain yang menjadi tanggung jawabnya. Cita rasa jelas menjadi faktor utama selanjutnya pertimbangan harga, kepraktisan penyajian, kemudahan mendapatkan, dan manfaat bagi kesehatan bisa berubah urutannya tergantung konsumen. 2.5. Teori Perilaku Makan Berdasarkan uraian diatas, kerangka teori perilaku makan remaja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagan 2.1 Kerangka Teori Faktor Eksternal : • Pengetahuan Gizi • Pola Makan Keluarga • Teman Sebaya • Pendapatan • Pendidikan • Media Massa Faktor Internal : • PersepsiCitra Tubuh • Pemilihan Makanan Perilaku Makan Pada Remaja Sumber : Wortington 2000, Pelto 1981 dalam Suhardjo 1996. Menurut Wortington 2000, perilaku makan remaja dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, faktor internal diantaranya pengetahuan gizi, teman sebaya, dan media massa, sedangkan faktor internal diantaranya persepsicitra tubuh dan pemilihan makanan. Sedangkan menurut Pelto 1981 dalam Suhardjo 1996, perilaku makan remaja erat kaitannya dengan pola makan keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan gizi, pendapatan, pendidikan, dan lain sebagainya. 50

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini mengacu pada teori Wortington 2000 dan Pelto 1981 dalam Suhardjo 1996, dimana terdapat interaksi antara faktor eksternal Pengetahuan gizi, pola makan keluarga, teman sebaya, pendapatan, pendidikan, dan media massa dan faktor internal persepsicitra tubuh dan pemilihan makanan yang akan menyebabkan lahirnya gaya hidup dan selanjutnya akan mempengaruhi perilaku atau pola makan remaja. Dalam penelitian kali ini, peneliti hanya memfokuskan pada faktor pengetahuan dan perilaku individu siswa yang dikarenakan saat ini Pedoman Umum Gizi Seimbang PUGS belum mengakar rumput di kalangan remaja, dimana pengetahuan remaja masih hanya terbatas pada slogan ”4 Sehat 5 Sempurna” yang sudah tidak digunakan lagi sebagai pedoman gizi seimbang. Selain itu peneliti juga menambahkan variabel pola makan keluarga untuk melihat sejauh mana keterikatan peran keluarga dalam pembentukan pola makan yang sehat pada anaknya yang telah beranjak remaja. Terlebih menurut Brown 2005, konsumsi makanan ”sampah” lebih erat hubungannya dengan teman sebaya, sedangkan konsumsi makanan sehat lebih erat hubungannya dengan keluarga. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti pola makan keluarga dibandingkan teman sebaya dikarenakan kesesuaian dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti, yaitu gizi seimbang.

Dokumen yang terkait

Gambaran praktek Pedoman Gizi Seimbang (PGS) pada remaja di MTs. Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013

5 16 191

Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Pasangan Usia Subur Tentang Pesan-Pesan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) Serta Implikasinya Pada Pemasaran So sial

0 7 83

Perilaku Gizi Mahasiswa bidang Gizi Fakultas Pertanian dan Fakultas Ekologi Manusia IPB tentang Pesan-pesan Pedoman Umum Gizi Seimbang

0 10 107

MANFAAT EDUKASI GIZI DENGAN MEDIA KARTUN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG PEDOMAN UMUM GIZI SEIMBANG (PUGS) Manfaat Edukasi Gizi Dengan Media Kartun Terhadap Pengetahuan Tentang Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) Pada Siswa Sekolah Dasar Di SD Muhammadiyah 16

0 1 18

PENDAHULUAN Manfaat Edukasi Gizi Dengan Media Kartun Terhadap Pengetahuan Tentang Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) Pada Siswa Sekolah Dasar Di SD Muhammadiyah 16 Surakarta.

0 3 6

DAFTAR PUSTAKA Manfaat Edukasi Gizi Dengan Media Kartun Terhadap Pengetahuan Tentang Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) Pada Siswa Sekolah Dasar Di SD Muhammadiyah 16 Surakarta.

0 1 4

NASKAH PUBLIKASI MANFAAT EDUKASI GIZI DENGAN MEDIA KARTUN TERHADAP Manfaat Edukasi Gizi Dengan Media Kartun Terhadap Pengetahuan Tentang Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) Pada Siswa Sekolah Dasar Di SD Muhammadiyah 16 Surakarta.

0 1 14

GIZI SEIMBANG PADA REMAJA DAN DEWASA

0 1 2

PERILAKU GIZI SEIMBANG PADA REMAJA DALAM

0 0 6

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PERILAKU MAKAN SESUAI DENGAN PEDOMAN UMUM GIZI SEIMBANG (PUGS) PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEYEGAN NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap Perilaku Makan sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimb

0 0 20