16
dikarenakan lemahnya pengawasan dari pimpinan bagian SDM terhadap kurangnya kedisiplinan karyawan lain yang menyebabkan timbulnya stres kerja
dari sebagian karyawan yang loyal terhadap pekerjaan dan mematuhi peraturan perusahaan.
Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul: “Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan pada Bagian SDM di PT. Perkebunan Nusantara IV Persero
Medan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah “Apakah kepemimpinan dan konflik
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap stres kerja karyawan pada Bagian SDM di PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Medan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh kepemimpinan dan konflik terhadap stres kerja karyawan pada Bagian
SDM di PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Medan.
17
1.4 Manfaat Penelitian
Selain memiliki tujuan seperti yang telah disebutkan di atas, penulisan proposal ini juga memiliki kegunaan sebagai berikut :
a. Bagi PTPN IV persero Medan
Memberikan masukan bagi perusahaan dan pihak - pihak yang berkepentingan, tentang kepemimpinan dan konflik yang ada
hubungannya dengan stres kerja sehingga dapat dicari upaya untuk mengurangi stres kerja pada karyawan.
b. Bagi Penulis
Suatu kesempatan yang baik bagi peneliti untuk dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama proses perkuliahan dan memperluas cara
berpikir ilmiah dalam bidang manajemen sumber daya manusia. c.
Bagi Pihak Lain Sebagai bahan referensi bagi penulis lainnya yang ingin melanjutkan
penelitian ini dengan bidang objek yang sama maupun pada objek yang lain, dan memberikan referensi kepada pembaca yang membutuhkan
informasi sesuai dengan masalah yang dijelaskan dalam proposal ini.
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai upaya untuk mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan Dubrin, 2005:4. Thoha
2008:262 mendefenisikan kepemimpinan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan
maupun kelompok dalam mencapai suatu tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budaya Rivai dan Mulyadi, 2008:3. Menurut
Siagian 2003:154 kepemimpinan adalah suatu kegiatan yang tidak hanya dibatasi oleh aturan-aturan atau tata krama birokrasi, tidak harus diikat dalam
organisasi tertentu, melainkan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah
tercapainya suatu tujuan tertentu. Menurut Robbins 2008:342 kepemimpinan adalah sebagai kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.
19
2.1.2 Sifat-Sifat Pemimpin
Menurut Kartono 2011:47 sifat-sifat pemimpin terdiri dari : 1.
Kekuatan Kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat pokok bagi pemimpin
yang harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama serta tidak teratur, dan ditengah-tengah situasi yang sering tidak menentu.
2. Stabilitas emosi
Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil, artinya seorang pimpinan tidak mudah tersinggung perasaan dan tidak meledak-ledak
secara emosional. 3.
Pengetahuan tentang relasi insani Seorang pemimpin harus memajukan dan mengembangkan semua bakat
serta potensi anggotanya, untuk dapat bersama-sama maju dan merasakan kesejahteraan.
4. Kejujuran
Pemimpin yang baik harus memiliki kejujuran yang tinggi, yaitu jujur pada diri sendiri dan pada orang lain terutama bawahannya.
5. Objektif
Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih, supaya objektif tidak subjektif, berdasarkan prasangka sendiri.
6. Dorongan pribadi
Keinginan dan kesesuaian untuk menjadi pemimpin itu harus muncul dari dalam hati dan sanubari sendiri.
20
7. Keterampilan berkomunikasi
Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan
mudah memahami maksud para anggotanya. 8.
Kemampuan mengajar Pemimpin yang baik diharapkan dapat menjadi guru yang baik bagi
bawahannya, mengajar secara sistematis dan intensional pada sasaran tertentu, guna mengembangkan pengetahuan dan keterampilan para
pengikutnya. 9.
Keterampilan sosial Seorang pemimpin harus dapat bersikap ramah, terbuka, dan mudah
menjalin persahabatan berdasarkan rasa saling percaya dan mempercayai. 10.
Cakap secara teknis atau manajerial Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran tekhnis
tertentu, juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana, mengelola, menganalisis keadaan, dan membuat keputusan yang baik.
Sedangkan menurut Matondang, 2008:14 ada 7 tujuh prinsip pemimpin yang dapat meningkatkan pengaruh dan kekuasaan seorang pemimpin didalam
suatu organisasi antara lain : 1.
Keramahan yang rasional 2.
Setiakawan 3.
Memiliki kebaikan timbal balik 4.
Mengembangkan
21
5. Kelompok
6. Permohonan langsung
7. Memiliki kewenangan formal
Tindakan kepemimpinan pada dasarnya adalah pembentukan hubungan social yang efektif dan mencapai masa depan yang diinginkan melalui perjanjian
serta kerjasama. Para pemimpin yang bermoral menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan organisasi, menghormati hak individu dan kelompok, dan adil
dalam berhubungan dengan orang lain. Menurut Siagian 2003:52 ciri-ciri kepemimpinan yaitu :
1. Sumber genetika, dalam arti bakat yang dibawa sejak orang dilahirkan.
2. Ciri-ciri yang diperoleh karena belajar dari pengalaman.
3. Ciri-ciri yang diperoleh melalui pendalaman teori kepemimpinan.
Yang dikemukakan diatas merupakan serangkaian ciri-ciri yang bersifat ideal.Artinya betapa pun besarnya bakat kepemimpinan yang dimiliki seseorang
dan betapa banyak pun kesempatan untuk menempa diri menjadi pemimpin yang efektif melalui pengalaman dan pendidikan serta latihan, tidak ada seorang pun
yang memiliki semua ciri tersebut. Lebih jelasnya, meningkatkan efektivitas kepemimpinan merupakan proses. Oleh karena itu kepemimpinan yang maksimal
dapat dilakukan oleh setiap orang yang menduduki jabatan kepemimpinan dengan terus-menerus berusaha agar semakin banyak ciri-ciri tersebut menjadi miliknya
sel ama ia berkarya sebagai seorang pemimpin.
22
Menurut Kouzes dan Posner 2004:26 ada 4 ciri-ciri pemimpin antara lain:
1. Jujur
Kejujuran berkaitan erat dengan nilai-nilai dan etika, yang bersikukuh pada prinsip-prinsip utama.
2. Berorientasi ke depan
Kemampuan berorientasi ke depan bukan berarti orang harus memiliki kekuatan penglihatan magis untuk melihat sesuatu hal yang ada dimasa
depan. Realitanya jauh lebih sederhana, yaitu: kemampuan menentukan atau memilih tujuan yang diinginkan, ke arah mana perusahaan, atau
komunitas akan dibawa. 3.
Kompeten Kompetensi kepimpinan mengacu pada catatan prestasi si pemimpin dan
kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaan.Hal ini tidak mengacu secara spesifik kepada kemampuan pemimpin dibidang tekhnologi dalam
kegiatan operasional saja, tetapi tergantung dari posisi pemimpin dan kondisi organisasi.Seorang pemimpin harus mampu memberi contoh,
inspirasi, tantangan, memungkinkan orang bertindak, dan member semangat pada bawahannya.
4. Membangkitkan semangat
Kepemimpinan yang membangkitkan semangat dapat memenuhi kebutuhan para bawahannya akan arti dan tujuan dalam hidup, artinya
23
menjadikan anggotanya lebih bersemangat, positif, dan optimis mengenai masa depan yang memberikan harapan pada orang lain.
Tindakan kepemimpinan adalah sebuah hubungan, dan bahwa hubungan itu merupakan bentuk pelayanan untuk suatu tujuan dan orang banyak. Ketika
seorang pemimpin berada di puncak, ia melakukan lebih dari sekedar memberikan hasil tetapi ia juga menjawab ekspektasi dari pengikutnya.
2.1.3 Gaya Kepemimpinan
Menurut teori path-goal versi house dalam Thoha, 2008:296 ada 4 empat tipe atau gaya kepemimpinan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan otoriter direktif
Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis, cenderung otoriter, dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.
2. Kepemimpinan yang mendukung Supportive Leadership
Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian
kemanusiaan yang murni terhadap bawahannya. 3.
Kepemimpinan partisipatif Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan
mempergunakan saran-saran dari bawahannya. 4.
Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi Menetapkan serangkaian tujuan yang menantang bawahannya untuk
berprestasi.
24
Sedangkan Menurut Rivai 2002:122 ada tiga macam gaya kepemimpinan yang lazim digunakan, yaitu:
1. Kepemimpinan demokrasi, ditandai dengan adanya suatu struktur yang
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Dalam gaya kepemimpinan ini, ada kerja sama antara
atasan dengan bawahan. Dibawah kepemimpinan demokrasi bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja
dan dapat mengarahkan diri sendiri. 2.
Kepemimpinan diktator atau otokrasi, dimana pimpinan memberikan instruksi kepada bawahan, menjelaskan apa yang harus dikerjakan,
selanjutnya karyawan melanjutkan tugasnya sesuai dengan yang diperintahkan oleh atasan. Gaya kepemimpinan ini menggunakan metode
pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam
organisasi. 3.
Kepemimpinan bebas, kepemimpinan ini memberikan kekuasaan penuh pada bawahan, struktur organisasi bersifat longgar, pemimpin
berpartisipasi jika diminta bawahan.
25
2.1.4 Fungsi Kepemimpinan
Menurut Sule dan Saefullah, 2005:259 fungsi kepemimpinan dalam hubungannya dengan peningkatan aktivitas dan efisiensi perusahaan yaitu:
1. Fungsi kepemimpinan sebagai inovator
Sebagai inovator, pemimpin harus mampu mengadakan berbagai inovasiinovasi baik yang menyangkut pengembangan produk, sistem
manajemen yang efektif dan efesiensi, maupun dibidang konseptual yang keseluruhannya dilaksanakan dalam upaya mempertahankan dan atau
meningkatkan kinerja perusahaan. 2.
Fungsi kepemimpinan sebagai komunikator Sebagai komunikator, maka pimpinan harus mampu menyampaikan
maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di
kalangan mereka. a. pemimpin harus mampu menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi
yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka.
b. pemimpin harus mampu memahami, mengerti dan mengambil intisari pembicaraan – pembicaraan orang lain.
3. Fungsi kepemimpinan sebagai motivator
Sebagai motivator, pemimpin merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan yang mengarah kepada upaya mendorong karyawan untuk
melaksanakan sesuatu kegiatan tertentu sesuai dengan tugas dan tanggung
26
jawab yang mampu memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan.
4. Fungsi kepemimpinan sebagai kontroler
Sebagai kontroler pengendali pemimpin melaksanakan fungsi pengawasan terhadap berbagai aktivitas perusahaan agar terhindar dari
penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun didalam pelaksanaan rencana atau program kerja perusahaan sehingga pencapaian
tujuan menjadi efektif dan efisiensi.
2.1.5 Indikator dan dimensi Kepemimpinan
Campbell dan Samiec 2005:123 menyatakan bahwa kesuksesan seorang pemimpin menuju kinerja mengesankan apabila ia menjalankan 5 dimensi
kepemimpinan, antara lain: 1.
Commanding: mengambil alih tanggung jawab dan segera mengambil keputusan untuk pencapaian kinerja secara cepat.
2. Visioning: kecakapan komunikasi pemimpin dalam menjelaskan kepada
seluruh konstituen akan masa depan perusahaan. 3.
Enrolling: kecakapan dari sang pemimpin dalam menciptakan peluang- peluang, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Hal ini
berhubungan dengan kecakapan manajerial. 4.
Relating: inti dari relating adalah satu yaitu harmoni. Sebagai pemimpin, ia harus bisa membuat hubungan yang harmonis antara dirinya dengan
27
para anak buah atau bawahan. Di samping itu, para bawahannya juga memiliki hubungan yang harmonis antara mereka.
5. Coaching: ialah keahlian melatih. Seorang pemimpin akan melatih
bawahannya secara berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja karyawan melalui proses pengembangan pada aktivitas sehari- hari, yang
dimaksudkan disini adalah bagaimana seorang pemimpin mampu melatih anggota timnya sehingga mereka menjadi mandiri dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya.
2.2 Konflik 2.2.1 Pengertian Konflik
Dalam kehidupan yang dinamis antar individu dan antar komunitas, baik dalam organisasi maupun dimasyarakat yang majemuk, konflik sering terjadi
manakala saling berbenturan kepentingan. Konflik pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang alamiah yang dapat diperkirakan terjadi ketika sebuah
lingkungan atau organisasi terdiri dari berbagai karakteristik individu. Stress merupakan perilaku individu yang dapat menimpa siapapun dalam
organisasi. Stres yang berkepanjangan dan tidak ditangani segera, akan memunculkan konflik antar individu atau kelompok dalam organisasi yang akan
menurunkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Konflik dan stress adalah dua hal yang beriringan dalam perilaku organisasi.
Keduanya memiliki pengaruh yang baik atau positif dan juga pengaruh buruk atau
28
negatif. Dan keduanya merupakan perkara yang tidak bisa dihindari dalam dinamika organisasi.
Konflik didefenisikan sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, bertentangan dalam pendapat atau tujuan mereka Siagian,
2003:160. Menurut Kusnadi 2003:11 konflik diartikan sebagai adanya kesenjangan atau ketidaksesuaian diantara berbagai pihak dalam suatu organisasi
dengan organisasi lain, diantara berbagai bidang dalam sebuah organisasi, maupun diantara anggota didalam suatu bagian tertentu dalam organisasi maupun
pemimpin dengan bawahan didalam suatu organisasi. Konflik juga bisa dianggap persaingan.Persaingan yang dimaksud adalah antar kelompokantar anggota
didalam suatu bagian saling beradu dalam pembagian kerja, karena kepemimpinan yang kurang baik.Sedangkan konflik lebih mengacu pada gangguan terhadap
pencapaian tujuan tersebut. Menurut Daft 2006:482 konflik adalah segala bentuk perbedaan
perlawanan, bertentangan atau berseberangan dari pemikiran masing-masing individu. Sedangkan Rivai dan Mulyadi, 2008:507 menyatakan bahwa konflik
kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok dalam suatu organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas
atau kegiatan-kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, dan persepsi. Menurut Sedarmayanti, 2011:73 Konflik
kerja juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Selain itu konflik diartikan sebagai
perbedaan, pertentangan dan perselisihan.
29
Sedangkan Wahyudi, 2006:273 menyatakan bahwa, konflik mengacu pada pertentangan atau individu atau kelompok yang dapat meningkatkan
ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan. Demikian halnya persoalan alokasi sumber daya yang terbatas dalam organisasi
dapat menimbulkan konflik antar individu maupun antar kelompok. Menurut Robbins, 2008:32 konflik adalah sebagai proses yang bermula
ketika satu pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi keperdulian pihak pertama.
Konflik yang terjadi didalam sebuah organisasi, secara pasti berakibat pada pelaksanaan pekerjaan yang tidak efektif dan efisien. Kondisi itu jika
dibiarkan akan berakibat pada kepemimpinan yang sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itulah setiap pemimpin harus mampu menyelesaikan atau
sekurang-kurangnya membantu penyelesaian konflik yang terjadi dalam organisasinya, agar tidak terjadi penghambat dalam mewujudkan tujuan
organisasi.
2.2.2 Sumber Konflik
Menurut Sule dan Saefullah, 2005:291. Sumber konflik dapat dibagi menjadi 4 empat faktor, yaitu :
1. Faktor komunikasi communication factors : faktor komunikasi dapat
menjadi penyebab konflik ketika para anggota dalam sebuah organisasi maupun antarorganisasi tidak dapat atau tidak mau untuk saling mengerti
dan saling memahami dalam berbagai hal dalam organisasi.
30
2. Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi job structure or
organization structure: struktur tugas dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota tidak bisa memahami pekerjaan mereka dari struktur
tugas yang ada, atau juga terjadi ketidaksesuaian dalam hal pembagian kerja, maupun prosedur kerja yang tidak dipahami.
3. Faktor personal Personal factors : faktor personal dapat menjadi sumber
konflik dalam organisasi ketika individu-individu dalam organisasi tidak dapat saling memahami satu sama lain, sehingga terjadi berbagai persoalan
yang dapat mendorong terciptanya konflik antarindividu, baik di dalam satu bagian tertentu maupun antarbagian tertentu dalam organisasi.
4. Faktor Lingkungan environmental factors : faktor lingkungan dapat
menjadi sumber konflik ketika lingkungan dimana setiap individu bekerja tidak mendukung terwujudnya suasana kerja yang kondusif bagi efektifitas
pekerjaan yang dilakukan oleh setiap orang maupun setiap kelompok kerja
2.2.3 Cara-Cara Mengendalikan Konflik
Menurut Daft, 2006:486 ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya untuk mengatasi atau
mengendalikan konflik yaitu : 1.
Berkompetisi, maksudnya mencerminkan ketegasan untuk mendapatkan yang diinginkan, dan harus digunakan ketika tindakan yang cepat dan
tegas sangat diperlukan dalam isu-isu penting atau tindakan-tindakan yang tidak umum, seperti pada saat pemotongan biaya darurat atau urgen.
31
2. Menghindar, maksudnya tidak mencerminkan ketegasan ataupun
kekooperatifan. 3.
Berkompromi, maksudnya mencerminkan jumlah ketegasan dan kekooperatifan yang cukup.
4. Mengakomodasi, maksudnya mencerminkan tingkat kekooperatifan yang
tinggi, yang cocok digunakan ketika orang-orang sadar bahwa mereka salah, sebuah isu lebih penting bagi orang lain dari pada bagi diri sendiri.
5. Berkolaborasi, maksudnya mencerminkan tingkat ketegasan dan
kekooperatifan yang tinggi.
2.2.4 Bentuk –Bentuk Konflik
Rivai dan Mulyadi, 2008:508 mengkategorikan bentuk – bentuk dalam konflik menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Berdasarkan pelakunya
Menurut pelakunya, konflik bisa bersifat internal atau ekstrenal bagi individu yang mengalaminya.
2. Berdasarkan penyebabnya
Menurut penyebabnya, konflik disebabkan karena mereka yang bertikai ingin memperoleh keuntungan sendiri atau karena timbulnya perbedaan
pendapat, penilaian dan norma. 3.
Berdasarkan akibatnya. Sedangkan menurut akibatnya konflik dapat bersifat baik atau buruk.
32
2.2.5 Jenis-jenis Konflik
Menurut Sagala, 2009:99 Jenis – Jenis Konflik adalah : 1.
Konflik dalam diri seseorang. Seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus
memilih tujuan yang saling bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang harus dipilih atau dilakukan. Konflik dalam diri seseorang juga dapat
terjadi karena tuntutan tugas yang melebihi kemampuannya. 2.
Konflik antar individu. konflik antaraindividu terjadi seringkali disebabkan oleh adanya
perbedaan tentang isu tertentu, tindakan, dan tujuan di mana hasil bersama sangat
menentukan. 3.
Konflik antar-anggota kelompok suatu kelompok dapat mengalami konflik substantif atau konflik afektif
4. Konflik intra perusahaan
konflik intra perusahaan meliputi empat subjenis, yaitu konflik vertikal, horizontal, lini-staff dan konflik peran.
5. konflik antar perusahaan
konflik bisa juga terjadi antarorganisasi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain terhadap pemasok, pelanggan, maupun
distributor.
33
2.3 Stres Kerja
2.3.1 Pengertian Stres Kerja
Menurut Robbins 2008:321 stres sebagai suatu istilah payung yang merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panik, perasaan
gemuruh, kemurungan dan hilang daya. Sedangkan Sedarmayanti 2011:76 menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu kondisi berupa kelebihan tuntutan dan
tekanan dari pimpinan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan.
Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan
penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stress
dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsikan suatu peristiwa.
Pada dasarnya stres tidak selalu berdampak buruk bagi individu, hal tersebut berarti bahwa pada situasi atau kondisi tertentu stres yang dialami
seorang individu akan memberikan akibat positif yang mengharuskan individu tersebut melakukan tugas lebih baik. Akan tetapi pada tingkat stres yang tinggi
atau stres ringan yang berkepanjangan akan menyebabkan menurunnya kinerja karyawan. Ada beberapa faktor penyebab stres kerja menurut Hasibuan
2007:204 antara lain: a
Konflik antar pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, b
Beban kerja yang sulit dan berlebihan,
34
c Terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan,
d Tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar,
e Balas jasa yang teralu rendah,
Menurut Fathoni, 2006:130 stres kerja adalah suatu kondisi dimana individu mendapatkan tekanan dari pihak internal maupun eksternal. Sumber
tekanan internal dapat berupa kondisi fisik, perilaku, kognitif, emosional, dan lain-lain.Sedangkan sumber eksternal dapat berupa lingkungan fisik, karakteristik
pekerjaan, lingkungan dan lain sebagainya. Stres dipandang tidak hanya sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik
antara kondisi stimulus lingkungan dan kecendrungan individu untuk memberikan tanggapan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat
berbeda. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses
berpikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan
mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresif, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan
tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
35
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya
tahan stres seorang karyawan.
2.3.2 Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Menurut Permadi 2010:49 faktor-faktor dipekerjaan yang dapat menimbulkan stres dikelompokkan ke dalam dua faktor penyebab atau sumber
munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan factor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor
maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadiaan, peristiwapengalaman pribadi maupun kondisi sosial
ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapa pun kedua faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan perkerjaan, namun
karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres.
Menurut Fathoni 2006:128 secara umum faktor-faktor penyebab stress kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya stres akan cenderung muncul pada
Para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial disini bisa berupa dukungan dari lingkungan
pekerjaan maupun lingkungan keluarga.Banyak kasus menunjukkan bahwa Para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka yang
tidak mendapat dukungan khususnya moral dari keluarga, seperti orang
36
tua, mertua, anak, teman, dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya baik pemimpin
maupun bawahan akan cenderung lebih mudah terkena stres. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan sosial yang menyebabkan
ketidaknyamanan menjalankan pekerjaandan tugasnya. 2.
Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam
menjalankan tugas dan pekerjaannya.Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung
jawab dan kewenangannya.Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut
dirinya. 3.
Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan.Pelecehan
seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang
paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya.Stres akibat pelecehan seksual yang banyak terjadi dinegara
yang tingkat kesadaran warga khususnya wanita terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang
melindunginya. 4.
Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan
37
semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang
terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara, tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Disamping itu, kebisingan juga memberi
andil yang tidak kecil bagi munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitive pada kebisingan dibanding yang lain.
5. Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan
ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain
khususnya bawahan, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan ditempat kerja. Situasi
kerja atasan selalu mencurigai bawahan, memperbesarkan peristiwakejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang
akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, hingga akhirnya menimbulkan stress kerja.
6. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kepribadian yang cenderung tidak
merasa puas terhadap hidup, apa yang diraihnya, cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau banyak peristiwa yang non
kompetitif. 7.
Peristiwapengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak
sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis
atau menghadapi masalah hukum.
38
Sedangkan menurut Sedarmayanti 2011:79 faktor – faktor penyebab stress kerja karyawan antara lain :
1. Kondisi kerja
Kondisi kerja adalah suatu keadaan dimana ketidaksetujuan antara dua orang atau lebih anggota atau kelompok dalam organisasi yang timbul
karena mereka harus menggunakan sumber daya secara bersama – sama atau menjalankan kegiatan bersama – sama, atau karena mempunyai
persepsi yang berbeda. Konflik kerja juga merupakan kondisi yang dipersepsikan ada diantara pihak – pihak yang merasakan adanya
ketidaksesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan lain.
2. Beban kerja
Beban kerja adalah keadaan karyawan dihadapkan pada sejumlah pekerjaan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan
pekerjaannya. 3.
Waktu kerja Karyawan selalu dituntun untuk segera menyelesaikan tugas piker sesuai
dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan pekerjaan karyawan merasa dikejar oleh waktu untuk mencapai target kerja.
4. Sikap kepemimpinan
Dalam setiap organisasi, kedudukan pemimpin sangat penting.Seorang pemimpin melalui pengaruhnyaa dapat memberikan dampak yang sangat
berarti terhadap aktivitsas kerja karyawan.Dalam pekerjaan stresfull, Para
39
karyawan bekerja lebih baik jika pemimpinnya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan.
Menurut Robbins 2001:565 ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu :
1. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap
karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi.
Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal
ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian
seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat
dengan adanya teknologi yang digunakannya. 2.
Faktor Organisasi Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan
stress yaitu : a.
Role Demands Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu
organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk
40
memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu
dengan karyawan lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama
yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.
c. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat
keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin
menurut The Michigan group
dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan
yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada
hal pekerjaan saja.
41
Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah
muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-
batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi
penting. 3.
Faktor Individu Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam
keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat
pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana
seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut.
Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.
Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan menampilkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu : Physiological,
Psychological dan Behavior. Robbins, 2003:800
42
1. Physiological memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada metabolisme tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung dan napas,
meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung.
2. Psychological memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering
menunda pekerjaan. 3. Behavior memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada
produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi cepat,
mudah gelisah dan susah tidur
43
2.4 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti dan Tahun
Penelitian Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Teknis Analisis
Hasil Penelitian
Agusniar Betenia Harefa
2011 Pengaruh
Kepemimpinan dan Konflik Terhadap
Stress Kerja
Karyawan pada PT. Bibit Baru Medan
Kepemimpinan, Konflik, Stress
Kerja Analisis
Regresi Berganda
Hasil pengujian koefisien determinasi adalah sebesar
0.435 43.5 berarti varibel dependen stres kerja
karyawan dapat dijelaskan oleh kepemimpinan dan
konflik sebesar 43.5 sedangkan sisanya sebesar
56.6 dijelaskan oleh factor- faktor lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini.
Anak Agung Wiranata 2011
Pengaruh Kepemimpinan
Terhadap Kinerja dan Stress Kerja
Karyawan pada CV. Meranadi
Denpsar Kepemimpinan,
Kinerja, Stress Kerja
Analisis Korelasi
produk Momen
kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan
dan juga terhadap stres karyawan.
Nugroho 2007 Pengaruh Konflik
dan Stress Terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan pada PT.BRI cab.
Medan Konflik, Stress
Kerja, Kepuasan Kerja
Analisis kuesioner
Analisis wawancara
Analisis dokumentasi
Semakin tinggi tingkat konflik dan stres akan
menurunkankepuasan kerja sebaliknya apabila tingkat
konflik dan stres menurun makakepuasan kerja pegawai
meningkat.
Roslena Elishabet
Sitanggang 2013
Pengaruh Kepemimpinan dan
Konflik Terhadap Stress Kerja
Karyawan pada PT. Telkom Indonesia
Divisi Enterprise Servise Medan
Kepemimpinan, Konflik, Stress
Kerja Analisis
Rergresi Berganda
Melalui Pengujian Koefisien Determinasi diperoleh
adjusted R Square R
2
16,7 variabel stres kerja dapat dijelaskan oleh variabel
kepemimpinan dan varibael konflik sedangkan 83,3
dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini. Konflik merupakan faktor yang
paling dominan mempengaruhi stres kerja
karyawan Pada PT Telkom Indonesia Divisi Enterprise
Service Medan.
44 Lynn R.
Offermann and Peta S.
Hellmann 1996
Leadership Behavior and
Subordinate Stres : A 360
⁰ View Leadership and
Stress Regression
Analysis The results of this study
present consisten verification that leader behaviors do
relate to the degree of stress experienced by their staffs. In
the case of some leader behaviors, such as work
facilitation and applying pressure, leaders make the
same associations of their behavior to stress as do their
staffs. For emotional support behaviors, the relationship of
leader emotional support with subordinate stress is
significant from all perspectives on all measures
except team building, where only leaders do not show an
association.
Mehmet ULUTAŞ,
Adnan KALKAN, and
Özlem
ÇETİNKAYA BOZKURT
2011 The Effect Of
Person- Organization Fit
On Job Stress And Conflict: An
Application On Employees Of
Businesses In Dalaman
Internasional Airport
Person- Organization Fit,
Job Stress, Conflict
Regression Analysis
The results of our research show that probable
compliance problem in organization causes stress
and, as a result, organizations experience
stress related problems. Lovelace and Rosens 1996
research findings also support that result. The
findings of this research state that conflict affects person-
organization fit adversely and in organizations with
high conflict level, compatibility level will be
low. Organizations, capable of keeping employees
compatibility level under control, can protect
themselves from the adverse outcomes like stress, conflict,
etc. caused be incompatibilities.
45
2.5 Kerangka Konseptual