dan perempuan, sesuai dengan kedudukan, kepandaian, dan kecantikan si gadis Koentjaraningrat, 1998 : 101.
Dengan demikian, jeulamee mahar merupakan sebagai harta pembelian, seperti dalam beberapa bahasa Indonesia, jeulamee bahasa Aceh, pangolinboli bahasa Batak
Toba, tukon bahasa Jawa, dan lainnya. Adanya makna-makna istilah seperti ini maka menyebabkan perempuan dipandang sebagai kelas nomor dua yaitu kelas yang dikuasai
dan tertindas. Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa Mahar dapat difingsikan dalam hal
yang bersifat positif dan juga dapat bersifat negatif. Bersifat positif karena lebih mendekatkan antara keluarga dari pihak laki-laki dengan pihak keluarga perempuan
apabila mas kawin yang ditetapkan saling setuju. Sedangkan dari segi negatifnya, diantara masing-masing pihak keluarga ada yang tidak menyetujuinya dalam penentuan
mahar karena mahalnya mas kawin yang ditentukan, akibatnya masing-masing keluarga tidak mempunyai kecocokan dalam membentuk hubungan keluarga baru adanya
perselisihan.
2.3. Teori Struktural Fungsional
Dalam teori struktural fungsional tiga kritikan postulat dasar analisis struktural seperti yang dikembangkan oleh antropolog seperti Malinowski dan Radcliffe brown.
Pertama adalah postulat tentang kesatuan fungsional masyarakat. Postulat kedua adalah fungsionalisme universal. Artinya, dinyatakan bahwa seluruh bentuk kultur dan sosial
serta struktur yang sudah baku mempunyai fungsi positif. Postulat ketiga adalah postulat tentang indispensability. Argumennya adalah bahwa semua aspek masyarakat yang sudah
Universitas Sumatera Utara
baku tak hanya mempunyai fungsi positif tetapi juga mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya masyarakat sebagai kesatuan Ritzer, 2003 : 138.
Merton juga mengemukakan tentang struktural fungsional yang menekankan kepada keteraturan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi,
fungsi laten, fungsi manifes, dan keseimbangan. Paradigma fakta sosial terpaut kepada antar hubungan antara struktur sosial,
pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta antar hubungan antara individu dengan pranata sosial.
Secara garis besarnya fakta sosial terdiri dari dua tipe. Masing-masing adalah struktur sosial social institution dan pranata sosial social institution. Secara terperinci
fakta sosial itu terdiri atas kelompok, kesatuan masyarakat tertentu, sistem sosial, posisi, peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan, dan sebagainya.
Struktural fungsional awal memusatkan perhatian pada fungsi satu struktural sosial atau pada fungsi satu institusi sosial tertentu saja. Menurut teori ini masyarakat
merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada
satu bagian akan membawa perubahan terhadap yang lain Ritzer, 2003 : 21. Menurut Merton fungsi didefenisikan sebagai “konsekuensi-konsekuensi yang
dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian diri sistem tertentu”. Tetapi ada bias ideologis bila orang hanya memusatkan pemikiran pada adaptasi atau
penyesuaian diri, karena adaptasi dan penyesuaian diri selalu mempunyai akibat positif.
Universitas Sumatera Utara
Perlu diperhatikan bahwa satu faktor sosial dapat mempunyai akibat negatif terhadap fakta sosial lain. Untuk meralat kelalaian serius dalam struktural fungsional awal ini,
Merton mengembangkan gagasan tentang disfungsi. Sebagaimana struktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagian-
bagian lain dari sistem sosial, struktur, atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap sistem sosial.
Merton juga memperkenalkan konsep fungsi nyata dan fungsi keseimbangan. Dalam pengertian sederhana, fungsi nyata adalah fungsi yang diharapkan, sedangkan
fungsi tersembunyi adalah fungsi yang tak diharapkan. Penganut teori fungsional ini memang memandang segala pranata social yang ada dalam satu masyarakat tertentu serta
fungsional dalam artian positif dan negatif Goodman, 2004 : 141.
Proses Sosialisasi dalam Keluarga
Individu dalam masyarakat akan mengalami proses sosialisasi agar ia dapat hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
dimana individu itu berada. Syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi adalah interaksi sosial, karena tanpa interaksi sosial sosialisai tidak mungkin berlangsung
dengan sendirinya. Menurut David A. Goslin, sosialisasi adalah proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan norma-
norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakat. Sosialisasi dapat dialami oleh individu sebagai mahkluk sosial sepanjang
kehidupannya sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia. Karena interaksi merupakan kunci berlangsungnya proses sosialisasi maka diperlukan agen sosialisasi, yakni orang-
Universitas Sumatera Utara
orang disekitar individu tersebut yang mentransmisikan nilai-nilai atau norma-norma tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun dalam proses sosialisasi membentuk tahapan-tahapannya dan dapat pula dibedakan sebagai berikut :
1. Tahapan proses sosialisasi primer, yaitu sebagai sosialisasi yang pertama dijalani
individu semasa kecil, melalui mana ia menjalani menjadi anggota masyarakat. Dalam tahapan ini proses sosialisasi primer juga membentuk kepribadian anak
kedalam dunia umum, dan keluargalah yang berperan sebagai agen sosialisasi. 2.
Tahapan proses sosialisasi sekunder, yaitu dapat didefenisikan sebagai proses yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasikan kedalam sektor baru
dari dunia objektif masyarakatnya. Dalam proses sosialisasi ini mengarahkan pada terwujudnya sikap profesionalisme dunia yang lebih khusus, dalam hal ini yang
menjadi agen sosialisasi adalah lembaga pendidikan, peer group, lembaga pekerja, dan lingkungan yang lebih luas lagi dari kelurga.
Dengan demikian proses sosialisasi dapat berlangsung dengan cara tatap muka, tetapi hal ini juga dapat dilakukan dalam ukuran jarak jauh tertentu yaitu melalui sarana
media, atau surat menyurat, bisa berlangsung secara formal, baik sengaja maupun tidak sengaja. Sosialisasi dapat dilakukan demi kepentingan orang yang disosialisasikan atau
pun orang yang melakukan sosialisasi, sehingga kedua kepentingan tersebut bisa sepadan atau pun dapat bertentangan.
Dalam hal proses sosialisasi keluarga, status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap proses sosialisasi anak yaitu menurut jenis kelamin. Status sosial ekonomi dapat
diukur dari pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Orang tua yang berpendidikan rendah
Universitas Sumatera Utara
cenderung lebih tegas dalam memisahkan peran-peran anak laki-laki denagn anak perempuan, sebaliknya mereka yang berpendidikan tinggi memerlukan anak perempuan
dan laki-laki secara egaliter. Beberapa pakar sosiologi pun sudah berusaha membentuk kategori mengenai
bentuk atau pola sosialisasi dalam keluarga. Seperti yang dikategorikan oleh Bronfenbrenner dan Melvin Khon bahwa ada dua bentuk sosialisasi, yaitu sosialisasi
yang berorientasi pada ketaatan yang disebut dengan sosialisasi dengan cara represif, dan yang berorientasi pada dilakukannya partisipasi.
Sosialisasi yang represif menitikberatkan hukuman terhadap perilaku yang salah, dan sosialisasi yang partisipatori memberikan imbalan untuk perilaku yang baik.
Hukuman dan imbalan pada bentuk yang pertama sering bersifat material, sedangkan pada bentuk kedua lebih kebentuk simbolis.
Komunikasi orang tua dengan anak pada bentuk sosialisasi yang represif lebih sering berbentuk perintah dan melalui gerak gerik saja, berbeda dengan ciri komunikasi
yang hanya menggunakan interaksi yang memberikan dua arah dan bersifat universal. Dalam konsep kelas sosial menurut Melvin Kohn dalam studinya adalah
pengelompokan individu yang menempatkan posisi yang sama dalam skala prestis ditentukan oleh tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Berdasarkan konsep
tersebut Kohn membagikan kelas social dalam empat golongan yaitu : 1.
lower-class adalah pekerja manual yang memiliki keterampilan seperti buruh bangunan, tukang sapu jalan.
2. working-class adalah pekerja manual yang memiliki keterampilan tertentu, seperti
tukang jahit, supir, tukang kayu, tukang batu.
Universitas Sumatera Utara
3. Middle-class adalah pegawai kantoran atau profesional, seperti guru, pegawai
administrasi. 4.
Elite-class adalah sama dengan Middle-Class, hanya kekayaan dan berlatar belakang keluarga yang lebih tinggi Ihromi 1999 : 30-49.
Dengan demikian sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, bahwa proses sosialisasi individu mempunyai fase-fase tertentu, mulai dari fase sosialisasi dalam rumah
tangga dan sampai fase dalam masyarakat luas. Dalam hal proses sosialisasi juga mempunyai kegiatan-kegiatan yang mencakup kedalam bentuk proses sosialisasi belajar
learning, penyesuaian diri dengan lingkungan, dan pengalam mental Khairuddin 1997 : 63-65.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian