27
dibantu untuk bertumbuh dalam tahapan perkembangan. Selain itu, Tukan menambahkan bahwa pendidikan seks harus menyampaikan
penjelasan informatif faktual yang benar dan interpretasi nilai yang bijaksana. Informasi faktual berasal dari ilmu pengetahuan seperti
biologi, psikologi dan sosiologi. Sedangkan pendidikan nilai berarti hal yang berkaitan dengan kesamaan martabat sebagai pria dan wanita,
tidak boleh dipakai sebagai alat, tetapi harus dihargai sebagai seorang pribadi. Kedepannya dalam perkawinan, suami-istri akan saling
mengasihi, melahirkan dan mendidik anak sebagai tujuan dari perkawinan.
Dari pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa materi pendidikan seks meliputi materi biologis dan etika nilai moral.
Biologis adalah materi tentang perkembangan dan pertumbuhan organ- organ seksual, alat reproduksi, proses reproduksi dan kesehatan
reproduksi manusia, sedangkan etika nilai moral adalah materi tentang peran laki-laki dan perempuan, perilaku seksual, perkawinan,
dan martabat sebagai laki-laki dan perempuan.
8. Sumber Pendidikan Seks
Sumber pendidikan seks yang paling umum adalah teman sebaya, kemudian diikuti literatur, ibu, sekolah dan pengalaman. Meskipun
sekolah biasanya dianggap sebagai sumber utama pendidikan seks, hanya 15 informasi mengenai seks yang dimiliki remaja dari
28
pengajaran di sekolah. Santrock, 2003:422. Berdasarkan studi eksplorasi Lestari, Suparno Restu Lestari, 2013 menunjukkan
bahwa teman sebaya menjadi sumber informasi yang paling banyak dipilih oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Remaja perempuan
memilih teman sebaya 41,6, orang tua 14,2, buku 6,9, internet 6,5, guru dan dan media 3,4, kakak 2,7 dan ahli
2,3. Sedangkan remaja laki-laki paling banyak juga memilih teman sebaya dan berikutnya adalah internet, kemudian guru 8,6, media
3,3 dan buku 3,3, orang tua 1,9, ahli 1,5 dan kakak 0,7.
Menurut Berk 2012:511-512 remaja yang tidak mendapat informasi tentang seks dari orang tua cenderung belajar dari teman,
buku, majalah, film, TV dan internet. Sarwono 2011:201 menyatakan bahwa ketika memasuki usia remaja dan menjalin hubungan pacaran
tanpa pengetahuan mengenai seks, maka selama hubungan pacaran tersebut pengetahuan mereka tidak bertambah, tetapi yang bertambah
adalah informasi-informasi yang salah. Hal ini disebabkan oleh orang tua yang tabu untuk membicarakan seks dan hubungan orangtua dan
anak sudah berjarak sehingga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat, khususnya teman. Berdasarkan uraian diatas, maka
menunjukkan bahwa sumber pendidikan seks yang paling umum adalah teman sebaya dan media internet, buku, dst. Orang tua belum
menjadi sumber pendidikan seks yang utama untuk anak. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
9. Aspek Pendidikan Seks
Menurut Frans Magnis Suseno dalam Tukan, S. J, 1985 seksualitas adalah salah satu daya terbesar dalam diri manusia.
Kemampuan seksual merupakan sarana untuk menjamin kelangsungan jenis. Seks manusia tidak hanya mencakup aspek biologis saja, tetapi
juga aspek psikologis dan sosial. Sebagaimana menurut Utomo McDonald Pakasi Kartikawati, 2013 bahwa Program Pendidikan
Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas PKRS di Indonesia belum komprehensif. Hal ini karena program pendidikan tersebut cenderung
fokus pada aspek biologis dan pencegahan penyakit menular HIV dan AIDS.
IPPF Pakasi Kartikawati, 2013 memberikan konsep pendidikan seksualitas yang komprehensif yang berbasis hak yang ditujukan
kepada remaja agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai untuk menentukan dan menikmati seksualitas mereka baik
secara fisik maupun psikis, secara individual maupun dalam berelasi. IPPF menambahkan bahwa pemberian informasi saja tidak cukup,
remaja perlu diberikan kesempatan agar dapat mengembangkan keterampilan untuk membangun sikap dan nilai yang positif terhadap
seksualitas mereka. Dalam United Nations Population Fund atau UNFPA Pakasi
Kartikawati, 2013 pendidikan seksualitas yang komprehensif juga perlu memperhatikan konteks sosial budaya tempat program
30
diimplementasikan. Pakasi Kartikawati 2013 menyatakan bahwa Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas PKRS perlu
memandang seksualitas secara komprehensif, yaitu yang mengakui berbagai aspek mengenai seksualitas yang dihadapi remaja yang dapat
mempengaruhi keputusan menjalani seks yang beresiko atau tidak. Aspek tersebut adalah adanya dorongan seksual, kenikmatan seksual,
relasi gender, ajaran agama dan norma budaya, resiko kesehatan seksual dan reproduksi, dan resiko sosial perlu didiskusikan pada
remaja berdasarkan pengalaman mereka. Menurut Higgins Hirsch Pakasi Kartikawati, 2013 dalam
aspek kenikmatan seksual sexual pleasure dan sexual pleasure- seeking dan dampaknya terhadap resiko seksual merupakan hal yang
masih sedikit untuk dipahami baik dalam program kesehatan reproduksi. Pakasi Kartikawati 2013 menyatakan bahwa
pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas belum memandang pentingnya aspek relasi gender dan hak remaja dalam kesehatan
reproduksi dan seksual remaja. Bennett Pakasi Kartikawati, 2013 pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang sesuai agama
merupakan hal yang penting dalam implementasi pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas di Indonesia.
Pentingnya ajaran agama dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas PKRS juga dinyatakan dalam Undang-Undang
Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 137 ayat 2 yaitu mengenai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
kewajiban Pemerintah dalam menjamin agar remaja memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehatan sesuai dengan
pertimbangan moral nilai agama dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Namun disisi lain, terdapat kekhawatiran bahwa
pendidikan akan bersifat normatif yang menekankan larangan dari sudut pandang agama, tanpa memahami realitas dan kebutuhan remaja.
Sebagaimana menurut hasil penelitian Smerecnik et al. Pakasi Kartikawati, 2013 bahwa pendidikan seksualitas yang terlalu
menekankan norma agama tanpa memperhatikan pandangan dari remaja cenderung gagal.
Fita Rizki Utami Saragih, 2014 menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksual PKRS adalah
mempersiapkan remaja dengan pengetahuan, keterampilan, serta nilai untuk membuat keputusan terkait dengan kehidupan sosial dan
seksualnya untuk mencegah perilaku beresiko. Menurut Dwiputra Saragih, 2014 dalam perancangan PKRS terdapat lima komponen
pembelajaran : 1 Informasi : PKRS memberikan informasi akurat mengenai
seksualitas manusia, termasuk reproduksi dan perkembangan, anatomi dan fisiologi seksual dan reproduksi, kontrasepsi,
kehamilan dan persalinan, HIV AIDS, infeksi menular seksual lainnya dan perilaku seksual.
32
2 Nilai, sikap dan norma sosial : PKRS memberikan kesempatan kepada remaja dan anak muda untuk mengeksplorasi nilai, sikap
dan norma pribadi, keluarga, teman sebaya dan komunitas yang terkait dengan perilaku seksual, kesehatan dan tindakan beresiko,
pengambilan keputusan dengan memperhatikan prinsip toleransi, penghargaan, kesetaraan gender, hak asasi manusia dan keadilan
sosial. 3 Keterampilan interpersonal dan hubungan : PKRS dapat
mengembangkan keterampilan remaja dalam pengambilan keputusan, komunikasi asertif, negosiasi, dan melakukan
penolakan. Keterampilan ini dapat berkontribusi pada hubungan kekeluargaan dan persahabatan yang lebih sehat dan produktif.
4 Tanggung jawab : PKRS dapat mendorong remaja untuk bertanggung jawab atas segala tindakannya dengan cara
penghargaan, penerimaan, toleransi dan empati terhadap orang lain tanpa melihat status kesehatan, sosial ekonomi, maupun
gender, menolak kekerasan dalam pacaran, serta perilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab.
5 Peer educator : Pendidik sebaya memiliki peran aktif dalam memberikan pembelajaran PKRS.
Menurut Saragih 2014 pada tahun 2009, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization UNESCO, United
Nations Population Fund UNFPA, United Nations Programme on PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
HIV AIDS UNAIDS dan WHO mengeluarkan panduan pendidikan seksualitas bagi sekolah, guru, dan pendidik kesehatan yang
dinamakan International Technical Guidance on Sexuality Education: an evidence-informed approached for schools, teachers, and health
educators ITGSE. Lima komponen PKRS dan panduan ITGSE memiliki kemiripan yaitu terdapat aspek biologis reproduksi,
pencegahan perilaku beresiko, serta aspek sosial reproduksi yang mencakup pengajaran mengenai sikap, nilai, norma dan keterampilan
berkomunikasi asertif. Gambaran
diatas menunjukkan bahwa pendidikan seks di Indonesia lebih dikenal dengan program pendidikan kesehatan
reproduksi dan seksualitas, dan pendidikan seksualitas. Aspek dalam pendidikan seks meliputi aspek biologis, psikologis, sosial-budaya,
agama dan gender.
10. Ruang Lingkup dan Masalah- masalah dalam Pendidikan Seks