Permasalahan Tujuan Penelitian Faktor Pembentuk Sikap

unggulan, tidak perlu seluruhnya membeli tetapi dengan sistem kerja sama ataupun sewa, 3 komunikasi, koordinasi, integrasi dengan unit lain di rumah sakit ditingkatkan sehingga pelayanan medis dan rumah sakit sebagai suatu sistem dapat berlangsung dengan optimal, 4 menempatkan tenaga medis sesuai dengan peran, tugas dan fungsinya, 5 pimpinan rumah sakit harus mempunyai sikap yang tegas dalam mengayomi, mengawasi dan mengendalikan pelayanan medis rumah sakit. Berdasarkan studi pendahuluan menunjukkan adanya ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan medis di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan oleh karena itu dilakukan penelitian yang menganalisis persepsi pasien tentang kepuasan pasien rawat inap. Penelitian berjudul Pengaruh Persepsi tentang Jasa Pelayanan Medis terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan.

1.2 Permasalahan

Pasien rawat inap di RS Methodist Susanna Wesley Medan mengeluh tentang pelayanan rumah sakit, khususnya tentang pelayanan medis merupakan permasalahan yang perlu segera mendapatkan perhatian dari manajemen rumah sakit. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh persepsi tentang jasa pelayanan medis terhadap kepuasan pasien rawat inap di RS Methodist Susanna Wesley Medan. Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh persepsi tentang jasa pelayanan medis terhadap kepuasan pasien rawat inap di RS Methodist Susanna Wesley Medan. 1.4 Hipotesis Ada pengaruh persepsi tentang jasa pelayanan medis terhadap kepuasan pasien rawat inap di RS Methodist Susanna Wesley Medan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Methodist Susanna Wesley Medan sebagai masukan dalam upaya peningkatan jasa pelayanan medis dan kepuasan pasien di rumah sakit. 2. Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang ilmu kesehatan masyarakat, khususnya jasa pelayanan medis di rumah sakit. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pasien 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa Latin “satis” artinya cukup baik, memadai dan “facto” melakukan atau membuat, sehingga secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu Wardani, 2004. Menurut Suryawati 2006 menyatakan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang seharusnya ada dengan banyaknya sesuatu yang ada. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara sesuatu atau kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal penting yang diinginkan, semakin besar rasa ketidakpuasan. Secara teoritis, definisi kepuasan dapat diartikan bahwa semakin tinggi selisih antara kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai keinginan pasien dengan pelayanan yang telah diterimanya, maka akan terjadi rasa ketidakpusan pasien. Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu yang memadai. Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang Tjiptono dan Chandra, 2005. Kotler 2003 mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil Universitas Sumatera Utara suatu produk dengan harapan-harapannya. Meskipun demikian, definisi kepuasan yang banyak diacu adalah berdasarkan konsep discomfirmation paradigm. Berdasarkan paradigma kepuasan dibentuk dari sebuah referensi perbandingan yaitu membandingkan hasil yang diterima dengan suatu standar tertentu. Perbandingan harapan dengan kenyataan membentuk tiga kemungkinan yaitu pertama adalah bila jasa yang dirasakan melebihi pengharapan dari pelayanan yang diterima atau dirasakan melebihi pelayanan yang diharapkan, yang kedua bila kualitas pelayanan memenuhi pengharapan apabila pelayanan dirasakan sesuai dengan yang diharapkan dan yang terakhir jika jasa yang diterima di bawah pengharapan maka pelayanan yang dirasakan lebih buruk dari pelayanan yang diharapkan Supranto, 2006. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pasien, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran Triatmojo, 2006. Dalam rangka mengembangkan mekanisme pemberian pelayanan yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pasien, perlu mengetahui yang dipikirkan pasien tentang jenis, bentuk dan orang yang memberi pelayanan.

2.1.2 Mengukur Kepuasan Pasien di Rumah Sakit

Kepuasan pasien adalah indikator pertama dari standar suatu rumah sakit dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Kepuasan pasien yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan memengaruhi provitabilitas rumah sakit, sedangkan sikap karyawan terhadap pasien juga akan berdampak terhadap Universitas Sumatera Utara kepuasan pasien maka kebutuhan pasien dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan Tjiptono dan Chandra, 2005. Kebutuhan konsumen kesehatan amat bervariasi. Secara umum, kebutuhan konsumen kesehatan adalah kebutuhan terhadap akses layanan kesehatan, layanan yang tepat waktu, layanan yang efektif dan efisien, layanan yang layak dan tepat, lingkungan yang aman serta penghargaan dan penghormatan. Sementara terdapat kebutuhan khusus konsumen, antara lain kesinambungan layanan kesehatan dan kerahasiaan. Hal-hal tersebutlah yang memengaruhi kepuasan konsumen di sarana pelayanan kesehatan Tjiptono dan Chandra, 2005. Sarana pelayanan kesehatan seharusnya mengikuti kebutuhan dan kepuasan konsumennya. Dengan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan kesehatan, kepuasan adalah bagian integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan. Artinya, pengukuran tingkat kepuasan harus menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pengukuran mutu layanan kesehatan. Konsekuensi dari pola pikir yang demikian adalah dimensi kepuasan konsumen menjadi salah satu dimensi mutu layanan kesehatan yang penting. Metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan adalah, 1 sistem keluhan dan saran; untuk memberikan kesempatan kepada pelanggan menyampaikan keluhan ataupun saran, organisasi yang berorientasi pelanggan costumer centered memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan, misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, customer hot lines dan lain-lain. 2 ghost shopping ; merupakan salah satu cara untuk memperoleh gambaran Universitas Sumatera Utara kepuasan pelanggan atau pasien dengan memperkerjakan orang-orang yang berperan sebagai pembeli untuk melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk maupun pesaing. 3 Lost Customer Analysis; yaitu dengan menghubungi pelanggan yang berhenti berlangganan dan memahami penyabab hal tersebut terjadi. Peningkatan lost customer rate menunjukkan kegagalan perusahaan untuk memuaskan pelanggan dan 4 Survei Kepuasan Pelanggan; yaitu dengan melakukan survei untuk dapat memperoleh umpan balik ataupun tanggapan secara langsung dari pelanggan Tjiptono dan Chandra, 2005 dalam Prastanika, 2007. Kepuasan dirasakan oleh seseorang yang telah mengalami suatu hasil out come yang sesuai dengan harapannya. Jadi kepuasan merupakan fungsi dari tingkat harapan yang dirasakan dari hasil kegiatan. Apabila suatu hasil kegiatan melebihi harapan seseorang, orang tersebut akan dikatakan mengalami tingkat kepuasan yang tinggi fully satisfied. Apabila hasil kerja tersebut sama dengan yang diharapkan, seseorang dikatakan puas satisfied. Akan tetapi apabila hasil tersebut jauh di bawah harapan, seseorang akan merasa tidak puas dissatisfied. Organisasi kesehatan perlu memahami tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Terlebih dahulu pasien harus memahami harapannya terhadap sebuah pelayanan. Harapan dibuat berdasarkan pengalaman sebelumnya atau situasi yang sama, pernyataan yang dibuat oleh orang lain dan pernyataan yang dibuat oleh penyedia jasa pelayanan kesehatan Kotler, 2003. Menurut Prastanika 2007 dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa pelayanan kesehatan seharusnya mengacu kepada kepuasan konsumen. Dalam Universitas Sumatera Utara pemahaman demikian maka dikenal adanya perspektif konsumen dalam memberikan penilaian terhadap pelayanan kesehatan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi perspektif konsumen. Umumnya hal-hal tersebut menyangkut kepuasan menggunakan produk atau jasa yang didapatkannya dengan cara membayar. Konsumen memiliki hak untuk menyampaikan keluhannya terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya dan kemudian memberikan penilaian atas tanggapan yang diberikan oleh pasien yang menerima keluhan tersebut. Mekanisme feed back yang diharapkan akan meningkatkan mutu sarana pelayanan kesehatan. Pemahaman responden mengenai pelayanan kesehatan yang diterima responden akan menjadi sebuah perspektif kepada penentu keputusan di sarana pelayanan kesehatan supaya perspektif mengenai pelayanan kesehatan dari sudut pandang sebagai penyedia jasa dapat lebih dilengkapi lagi. Kepuasan adalah perbandingan terhadap pelayanan yang diterima atau dirasakan perceived performance sama atau melebihi dengan yang diharapkan. Menurut Kotler dalam Prastanika, 2007 kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan berbagai harapannya. Kepuasan adalah keadaan psikologis dari emosional seseorang yang menunjukkan adanya diskonformasi atau konformasi terhadap layanan yang diterima seseorang dengan harapannya dan menjadikan pengalaman setelah mengkonsumsinya. Layanan kesehatan yang bermutu, tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan akan pentingnya menjaga kepuasan pasien, termasuk dalam menangani keluhan yang Universitas Sumatera Utara disampaikan oleh pasien. Kepuasan adalah sebuah suasana batin yang seharusnya direbut oleh layanan kesehatan untuk memenangkan persaingan dalam konteks pelayanan kepada masyarakat. Bagi pelayanan kesehatan secara khusus rumah sakit, penurunan kepuasan akan dapat diikuti oleh penurunan loyalitas dan merupakan sebuah peringatan warning bagi rumah sakit Irawan, 2007. Kepuasan merupakan hasil penilaian perasaan individu yang lebih bersifat subjektif yang menunjuk pada dimensi abstrak yang relatif. Para ahli telah banyak mengembangkan model pengukuran yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasi dimensi abstrak dari suatu fenomena dimensi keperibadian, sikap, atau perilaku agar lebih mudah dipahami. Penentuan kategori kepuasan pasien dan definisinya, serta pemberian bobot nilai terhadap kategori kepuasan pasien dapat ditetapkan lazimnya dengan mempertimbangkan, antara lain: kondisi pasien, teori atau temuan para ahli, model pengukuran yang digunakan, dan pertimbangan pribadi yang berkepentingan Utama, 2003.

2.1.3 Faktor yang Memengaruhi Kepuasan

Suryawati 2006, menyatakan banyak variabel non medis ikut menentukan kepuasan pasien antara lain: tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien. Kepuasan pasien dipengaruhi oleh karakteristik individu pasien yaitu: umur, pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial ekonomi, dan diagnosis penyakit. Universitas Sumatera Utara Karakteristik individu pasien berpengaruh besar pada aspek kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dapat menimbulkan perasaan puas atau tidak puas, menyebabkan berbagai konsepsi kualitas pelayanan kesehatan menurut penilaian pasien yang telah dirumuskan para ahli diberbagai daerah, belum tentu dapat dimanfaatkan sepenuhnya sebagai input manajemen untuk memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit pada negara lainnya. Dengan demikian penelusuran prioritas-prioritas indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit dan rumusan tingkat kepuasan pasien berdasarkan indikator tersebut sangat penting dilakukan Utama, 2003. Kesimpulan dari uraian di atas bahwa berbagai kegiatan dan prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang mencerminkan kualitas rumah sakit merupakan determinan utama dari kepuasan pasien. Pasien akan memberikan penilaian atau reaksi afeksi terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang diterimanya maupun terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian mereka terhadap kondisi rumah sakit merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien. Menurut Azwar 2006, kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik serta standar pelayanan profesi. Ukuran-ukuran kepuasan pemakaian jasa pelayanan kesehatan sebagai unsur dasar. Apabila dapat dilaksanakan dengan baik, pasti dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Unsur-unsur kepuasan Universitas Sumatera Utara diimplementasikan dalam konteks pelayanan makanan rumah sakit. Khusus untuk pelayanan makanan ukuran kepuasan dibatasi pada aspek efektifitas dan efisiensi dalam penyembuhan penyakit pasien.

2.1.4 Indikator Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien, di ukur melalui indikator : kenyamanan, keramahan, dan kecepatan pelayanan. Kepuasan pelanggan merupakan penilaian secara internal maupun eksternal. Dalam bidang kesehatan terpenuhinya keinginan seseorang yang paling membutuhkan pelayanan kesehatan yang memuaskan pelanggan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan, serta diberikan sesuai dan etika profesi Suryawati, 2006. 2.2 Pelayanan Medis Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 MENKESPERIII2010, pelayanan medis di rumah sakit terdiri dari : pelayanan medis spesialistik dasar adalah pelayanan medis spesialistik penyakit dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak; pelayanan medis spesialistik penunjang adalah pelayanan medis spesialistik anesthesi, patologi klinik dan radiologi; pelayanan medis subspesialistik adalah pelayanan medis subspesialistik disetiap spesialisasi yang ada. Pelayanan medis didukung oleh pelayanan keperawatan yaitu pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup biopsikososiospiritual yang komprehensif. Universitas Sumatera Utara Pelayanan medis dilaksanakan oleh : staf medis fungsional adalah kelompok dokter yang bekerja di bidang medis dalam jabatan fungsional ; staf medis fungsional mempunyai tugas melaksanakan diagnosa, pengobatan, pencegahan akibat penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan, pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan. Dalam melaksanakan tugasnya, staf medis fungsional menggunakan pendekatan tim dengan tenaga profesi terkait Depkes RI, 2010. Menurut Depkes RI 2010 hal penting yang mendasari pelayanan medis agar dihasilkan suatu pelayanan yang optimal yaitu : 1 falsafah dan tujuan, pelayanan medis yang diberikan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan kedokteran mutakhir serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas rumah sakit secara optimal. Tujuan pelayanan medis adalah mengupayakan kesembuhan pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan standar masing-masing profesi. 2 administrasi dan pengelolaan dilakukan oleh Wakil Direktur Pelayanan Medis atau Seksi Pelayanan Medis ditetapkan sebagai administrator yang mempunyai fungsi antara lain : membuat kebijakan dan melaksanakannya, mengintegrasi, merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan, melaksanakan pengembangan pendidikan dan pelatihan, melakukan pengawasan termasuk medisolegal, 3 staf dan pimpinan, penetapan staf dan hakkewajibannya ditentukan oleh pejabat yang berwenang, dengan prinsip seleksi : dapat memberikan pelayanan profesional, sesuai kebutuhan rumah sakit dan masyarakat serta ada rekomendasi profesi. 4 fasilitas dan peralatan, tersedia fasilitas pelayanan yang cukup sehingga tujuan pelayanan efektif tercapai, misalnya ruang pertemuan staf Universitas Sumatera Utara medis, fasilitas untuk berkomunikasi, tenaga, administrasi untuk pencatatan kegiatan medis. 5 kebijakan dan prosedur, perlu dibuat kebijakan dan prosedur klinis maupun nonmedis sesuai dengan standar yang ada. Keseluruhan pelayanan medis di rumah sakit secara teoritis menyangkut aspek sikap, kemampuan serta curahan waktu dokter dalam melayani pasien akan menentukan tingkat kepuasan pasien. Uraian tentang teori yang mendukung pelayanan medis seperti pada uraian berikut ini.

2.2.1 Sikap

Thurstone dalam Azwar 2007, mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap atau Attitude senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. LaPierre dalam Azwar 2007 mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty Cacioppo dalam Azwar 2007, menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu. Menurut Fishben Ajzen dalam Azwar 2007, sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif Sherif dalam Azwar 2007 menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku. Universitas Sumatera Utara

a. Faktor Pembentuk Sikap

Sikap terbentuk dari interaksi sosial yang dialaminya dan dalam interaksi sosial individu akan membentuk suatu pola sikap tertentu terhadap berbagai objek yang dihadapinya. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap Azwar, 2007: 1 Pengalaman Pribadi Sikap timbul dari pengalaman dan merupakan hasil belajar individu. Karena yang telah atau sedang dialami seseorang akan ikut membentuk tanggapan dan mempengaruhi penghayatan terhadap objek sikap. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting Orang lain di sekitar kita adalah salah satu komponen penting yang dapat mempengaruhi sikap kita. Orang lain tersebut antara lain orang yang harapkan persetujuannya, orang yang tidak ingin kita kecewakan, atau orang yang berarti khusus. c. Pengaruh Kebudayaan Kebudayaan hidup dan dibesarkan akan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Kebudayaan menanamkan garis pengarah sikap terhadap masalah dan kebudayaan pula yang telah mewarnai sikap masyarakat, karena kebudayaan telah memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Universitas Sumatera Utara d. Media Massa Pengaruh media massa meskipun tidak sebesar pengaruh interaksi individual namun dalam proses pembentukan sikap dan perubahannya, peranan media massa tidak kecil artinya. Dengan adanya informasi baru yang disampaikan oleh media massa mengenai suatu hal dapat memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi bila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. e. Pengaruh Emosional Sikap yang terbentuk pada setiap individu merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi. Fungsi dari semosi sebagai bentuk penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. f. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Dalam ajaran yang diperoleh dalam lembaga pendidikan dan lembaga agama seringkali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap. Azwar 2007 menyatakan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : a Faktor intern yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor intern berupa daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Daya pilih sering disebut selectivity. Universitas Sumatera Utara b Faktor ekstern yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia, yang berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, majalah, dan lain sebagainya.

b. Komponen Sikap