Pengaruh Persepsi tentang Jasa Pelayanan Medis terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan

(1)

PENGARUH PERSEPSI TENTANG JASA PELAYANAN MEDIS TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP

RUMAH SAKIT UMUM METHODIST SUSANNA WESLEY MEDAN

T E S I S

Oleh

HENDRIKA ANDRIANA SILITONGA 107032067 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PERSEPSI TENTANG JASA PELAYANAN MEDIS TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP

RUMAH SAKIT UMUM METHODIST SUSANNA WESLEY MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENDRIKA ANDRIANA SILITONGA 107032067 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI TENTANG JASA PELAYANAN MEDIS TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM METHODIST SUSANNA WESLEY MEDAN Nama Mahasiswa : Hendrika Andriana Silitonga

Nomor Induk Mahasiswa : 107032067

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (dr. Heldy, BZ, M.P.H Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. dr. Heldy, BZ, M.P.H

2. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes 3. dr. Taufik Ashar, M.K.M


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERSEPSI TENTANG JASA PELAYANAN MEDIS TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP

RUMAH SAKIT UMUM METHODIST SUSANNA WESLEY MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012 Hendrika Andriana Silitonga


(6)

ABSTRAK

Jasa pelayanan rumah sakit dalam bentuk pelayanan medis memengaruhi keberhasilan rumah sakit dalam mencapai kepuasan pasien. Pelayanan kesehatan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan masih menghadapi masalah waktu tunggu untuk dilayani dokter lama, penjelasan dokter yang tidak lengkap apabila pasien tidak bertanya dan dokter yang kurang tanggap terhadap pelayanan.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh persepsi tentang jasa pelayanan medis terhadap kepuasan pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan. Jenis penelitian adalah survei explanatory pada pasien rawat inap sebanyak 69 orang. Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi tentang jasa pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat inap yang di ukur dari aspek: kualitas teknis pelayanan medis, sikap petugas medis, penyampaian informasi medis dan ketersediaan waktu konsultasi berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan. Faktor sikap petugas medis memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kepuasan pasien rawat inap.

Disarankan kepada Manajemen Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan perlu meningkatkan jasa pelayanan kepada pasien rawat inap, khususnya tentang sikap petugas medis sebagai faktor dominan yang mempengaruhi kepuasan pasien rawat inap. Pelayanan pasien rawat inap dalam hal ketersediaan waktu konsultasi perlu diperhatikan, karena ditemukan 75,4% responden yang menyatakan tidak puas. Hal ini dapat diupayakan melalui peningkatan pelatihan bagi dokter.


(7)

ABSTRACT

Hospital service in the form of medical service influences the success of a hospital in achieving patients’ satisfaction. Health service for the in-patient patients at Susanna Wesley Methodist General Hospital Medan is still a problem because the patients wait for a long time to be served by a doctor, the doctor does not give a complete explanation if the patients do not ask him/her, and the doctor is less responsive to the service provided.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of perception of the medical service on the satisfaction of in-patient patients at Susanna Wesley Methodist General Hospital Medan. The respondents for this study were 69 in-patient patients. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.

The result of this study showed that the perception of service provided on the satisfaction of in-patient patients measured by the aspects of: the technical quality of medical service, attitude of medical staff, medical information delivery and availability of time for consultation, had influence on the satisfaction of in-patient patients at Susanna Wesley Methodist General Hospital Medan. The attitude of medical staff was the biggest factor influencing the satisfaction of in-patient patients.

The management of Susanna Wesley Methodist General Hospital Medan is suggested to improve their service to the in-patient patients, especially the service related to the attitude of medical staff which is a dominant factor influencing the satisfaction of the in-patient patients. The availability of time for consultation also needs to be paid attention because it is found out that 75.4% of the respondents said that they were not satisfied with this kind of service. The management of this hospital should training for doctors.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karuniaNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Persepsi tentang Jasa Pelayanan Medis terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

5 Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan dr. Heldy, BZ, M.P.H, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kesdan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Ir. Pantas Simanjuntak, M.M selaku Rektor Universitas Methodist Indonesia (UMI) Medan yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

8. dr. Robert Sinurat, Sp.Rad selaku Dekan Fakultas Universitas Methodist Indonesia (UMI) Medan.

9. dr. Sumihar Pasaribu sebagai Direktur Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan serta kesempatan melakukan penelitian di rumah sakit.

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda James Silitonga dan Ibunda Sartini Saragih atas segala jasa dan doanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik. Serta Opung Boru Eslina Purba Pakpak yang telah mengasuh penulis sewaktu kecil.


(10)

Adik-adikku tersayang : Andos Morzin Silitonga, S.Kom dan Estina Nurma Silitonga atas dukungan dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Teristimewa buat suamiku dr. Frenky Sorimuda Manullang yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan serta doa dan cinta dalam memberikan motivasi dan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan tepat waktu.

Khusus buat Prof. David H. Simanjuntak, DAKM dan dr. Thomson P. Nadapdap, MS selaku dosen tercinta di Universitas Methodist Indonesia (UMI)

Medan yang telah mengenalkan penulis ke dunia Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penulis menyadari atas segala keterbatasan, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Hendrika Andriana Silitonga 107032067/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Hendrika Andriana Silitonga, lahir pada tanggal 22 Pebruari 1985 di Simarimbun, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda James Silitonga dan Ibunda Sartini Saragih.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Bukit Rejo selesai tahun 1997, Sekolah Menengah Pertama di SMP Swasta Islam PTPN IV Bah Birung Ulu selesai tahun 2000, Sekolah Menengah Atas di SMA Sultan Agung Pematangsiantar selesai tahun 2003, Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia (UMI) Medan, selesai tahun 2010.

Penulis memiliki pengalaman berorganisasi sebagai anggota kepengurusan GEMA ormas MKGR Sumut tanggal 20 Desember 2011 sampai sekarang, Kepala Instalasi rekam medis Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan tanggal 10 Februari 2012 sampai sekarang.

Mulai bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia (UMI) Medan tahun 2011 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 hingga saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Teori Kepuasan ... 9

2.1.1 Pengertian Kepuasan ... 9

2.1.2 Mengukur 10 2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi 14 2.1.4 Indikator 16 2.2 Pelayanan Medis ... 16

2.2.1 Sikap ... 18

2.2.2 Kemampuan ... 22

2.2.3 Curahan Waktu ... 30

2.3 Persepsi ... 32

2.3.1 Pengertian Persepsi ... 32

2.3.2 Proses Persepsi dan Sifat Persepsi ... 34

2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi ... 36


(13)

2.4. Hak Pasien dan Kewajiban Dokter ... 40

2.5. Rumah Sakit ... 43

2.5.1 Definisi Rumah Sakit ... 43

2.5.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 43

2.5.3 Klasifikasi Rumah Sakit... 44

2.6 Pelayanan Rawat Inap ... 45

2.7 Landasan Teori ... 46

2.8 Kerangka Konsep ... 47

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 48

3.1 Jenis Penelitian ... 48

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 48

3.2.2 Waktu Penelitian ... 48

3.3 Populasi dan Sampel ... 48

3.3.1 Populasi ... 48

3.3.2 Sampel ... 49

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 50

3.4.1 Data Primer ... 50

3.4.2 Data Sekunder ... 50

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 50

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 51

3.6 Metode Pengukuran ... 53

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 53

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 53

3.7 Metode Analisis Data ... 54

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 55

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 55

4.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan ... 55

4.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan ... 55

4.1.3 Tenaga Kesehatan dan Pelayanan di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan ... 56

4.2 Analisis Univariat ... 57

4.2.1 Identitas Responden ... 57

4.2.2 Persepsi tentang Jasa Pelayanan di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan ... 58

4.2.3 Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Pelayanan Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan ... 62

4.3 Analisis Bivariat ... 63

4.4 Analisis Multivariat (Uji Regresi Berganda) ... 65


(14)

4.4.2 Uji t (Uji Parsial) ... 65

4.4.3 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 68

BAB 5. PEMBAHASAN ... 69

5.1 Pengaruh Kualitas Teknis Pelayanan Medis terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap ... 69

5.2 Pengaruh Sikap Petugas Medis terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap ... 73

5.3 Pengaruh Pemberian Informasi Medis terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap ... 75

5.4 Pengaruh Ketersediaan Waktu Konsultasi terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap ... 79

5.5 Keterbatasan Penelitian ... 82

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1 Kesimpulan ... 84

6.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 53 3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 54 4.1 Distribusi Identitas Responden di Rumah Sakit Umum Methodist

Susanna Wesley Medan ... 57 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Kualitas Teknis

Pelayanan Medis di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley

Medan ... 59 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Sikap Petugas Medis

di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan ... 60 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Penyampaian

Informasi Medis di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley

Medan ... 61 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Ketersediaan Waktu

Konsultasi di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan ... 62 4.6 Distribusi Harapan dan Kenyataan Menurut Responden tentang Jasa

Pelayanan Medis di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley

Medan ... 63 4.7 Kepuasan Pasien Rawat Inap Menurut Persepsi tentang Jasa Pelayanan ... 64 4.8 Hasil Uji Regresi Berganda ... 65


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Faktor-faktor yang Membentuk Persepsi tentang Kepuasan ... 46 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 47


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 90

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 95

3. Uji Univariat ... 97

4. Uji Bivariat ... 115

5 Uji Multivariat ... 117


(18)

ABSTRAK

Jasa pelayanan rumah sakit dalam bentuk pelayanan medis memengaruhi keberhasilan rumah sakit dalam mencapai kepuasan pasien. Pelayanan kesehatan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan masih menghadapi masalah waktu tunggu untuk dilayani dokter lama, penjelasan dokter yang tidak lengkap apabila pasien tidak bertanya dan dokter yang kurang tanggap terhadap pelayanan.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh persepsi tentang jasa pelayanan medis terhadap kepuasan pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan. Jenis penelitian adalah survei explanatory pada pasien rawat inap sebanyak 69 orang. Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi tentang jasa pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat inap yang di ukur dari aspek: kualitas teknis pelayanan medis, sikap petugas medis, penyampaian informasi medis dan ketersediaan waktu konsultasi berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan. Faktor sikap petugas medis memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kepuasan pasien rawat inap.

Disarankan kepada Manajemen Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan perlu meningkatkan jasa pelayanan kepada pasien rawat inap, khususnya tentang sikap petugas medis sebagai faktor dominan yang mempengaruhi kepuasan pasien rawat inap. Pelayanan pasien rawat inap dalam hal ketersediaan waktu konsultasi perlu diperhatikan, karena ditemukan 75,4% responden yang menyatakan tidak puas. Hal ini dapat diupayakan melalui peningkatan pelatihan bagi dokter.


(19)

ABSTRACT

Hospital service in the form of medical service influences the success of a hospital in achieving patients’ satisfaction. Health service for the in-patient patients at Susanna Wesley Methodist General Hospital Medan is still a problem because the patients wait for a long time to be served by a doctor, the doctor does not give a complete explanation if the patients do not ask him/her, and the doctor is less responsive to the service provided.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of perception of the medical service on the satisfaction of in-patient patients at Susanna Wesley Methodist General Hospital Medan. The respondents for this study were 69 in-patient patients. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.

The result of this study showed that the perception of service provided on the satisfaction of in-patient patients measured by the aspects of: the technical quality of medical service, attitude of medical staff, medical information delivery and availability of time for consultation, had influence on the satisfaction of in-patient patients at Susanna Wesley Methodist General Hospital Medan. The attitude of medical staff was the biggest factor influencing the satisfaction of in-patient patients.

The management of Susanna Wesley Methodist General Hospital Medan is suggested to improve their service to the in-patient patients, especially the service related to the attitude of medical staff which is a dominant factor influencing the satisfaction of the in-patient patients. The availability of time for consultation also needs to be paid attention because it is found out that 75.4% of the respondents said that they were not satisfied with this kind of service. The management of this hospital should training for doctors.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rumah sakit sebagai suatu organisasi yang melakukan pelayanan kesehatan secara integritas dengan sistem pelayanan kesehatan baik pelayanan kuratif maupun preventif sehingga penyelenggaraan pelayanan rawat jalan, rawat inap maupun perawatan di rumah berjalan dengan baik. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit pada hakikatnya adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan dari para pemakai jasa pelayanan kesehatan sehingga pasien dapat menyelesaikan masalah kesehatannya pada rumah sakit. Pasien berharap rumah sakit seharusnya lebih mampu pada pelayanan medis pada penyembuhan dan pemulihan yang berkualitas serta tanggap atas keluhan dan memberikan pelayanan yang aman (Depkes RI, 2009).

Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana pelayanan kesehatan yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta. Pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat berupa kegiatan pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap dan pelayanan rawat darurat yang mencakup pelayanan medis dan penunjang medis (Aditama, 2006).

Pelayanan kesehatan sebenarnya tidak hanya meliputi kegiatan atau aktivitas profesional di bidang pelayanan kuratif dan preventif untuk kepentingan perorangan, tetapi juga meliputi misalnya lembaga pelayanannya, sistem kepengurusannya, pembiayaannya, pengelolaannya, tindakan pencegahan umum dan penerangan.


(21)

Pemahaman tentang timbulnya hubungan dalam pelayanan kesehatan perorangan atau individual yang disebut pelayanan medis. Dasar hukum hubungan pelayanan medis, kedudukan hukum para pihak dalam pelayanan medis dan resiko dalam pelayanan medis.

Pelayanan kesehatan adalah kegiatan dengan melakukan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam pelayanan kesehatan perseorangan sesuai dengan pasal 30 ayat (1) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat adalah ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibandingkan kepentingan lainnya.

Pelayanan kesehatan perseorangan maupun masyarakat dijamin dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam beberapa pasal sangat jelas ditegaskan bahwa untuk menjamin kesehatan masyarakat maka pemerintah mengupayakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya mencapai Indonesia yang sehat. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah berupa penyediaan fasilitas pelayanan kasehatan, penyediaan obat, serta pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan seharusnya dilaksanakan secara bertanggungjawab, aman, bermutu serta merata dan nondiskriminatif. Pemerintah sangat bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan, serta menjamin standar mutu pelayanan kesehatan.


(22)

Pelaksanaan pelayanan kesehatan pemerintah memiliki ketentuan-ketentuan yang berlaku yang disebut dengan hak-hak pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan.

Rumah sakit memiliki 2 kelompok tenaga kerja yaitu kelompok profesional dan kelompok manajerial. Kelompok profesional yang sifat kerjanya terutama adalah berupaya menyembuhkan pasien yang dirawat ataupun meringankan penderitaan pasiennya di rumah sakit sehingga sering disebut kelompok tenaga medis. Kelompok profesional adalah dokter ahli, dokter umum, dokter gigi, perawat, ahli gizi, psikolog, apoteker, ahli laboratorium, ahli radiologi dan lain-lain. Sedangkan kelompok lainnya adalah kelompok manajerial yang sifat kerjanya adalah membantu memperlancar pekerjaan kelompok profesional, kelompok manajerial ini terdiri dari akuntan, ahli perencana RS, ahli teknik bangunan, ahli teknik elektromedis dan lain-lain, sifat kerja kelompok profesional terhadap upaya penyembuhan pasien adalah secara tidak langsung.

Menurut Djuhaeni (dalam Asmita, 2008) pelayanan medis adalah pelayanan jasa yang dilakukan oleh petugas kesehatan yaitu : medis, paramedis maupun non-medis kepada pasien. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Pelayanan medis adalah upaya kesehatan perorangan meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diberikan kepada pasien oleh tenaga medis sesuai dengan standar pelayanan medis dengan memanfaatkan sumber daya dan fasilitas secara optimal.


(23)

Pelayanan medis di rumah sakit adalah salah satu jenis pelayanan rumah sakit yang diberikan oleh tenaga medis. Manajemen pelayanan medis di rumah sakit secara sederhana adalah suatu pengelolaan yang meliputi perencanaan berbagai sumber daya medis dengan mengorganisir serta menggerakkan sumber daya diikuti dengan evaluasi dan kontrol yang baik, sehingga dihasilkan suatu pelayanan medis yang merupakan bagian dari sistem pelayanan di rumah sakit.

Tuntutan pasien terhadap pelayanan yang berkualitas bukan hanya dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit. Tetapi juga menyangkut kepuasan pasien terhadap kualitas keseluruhan proses pelayanan termasuk pelayanan medis di rumah sakit guna memenuhi kebutuhan dan harapan pasien.

Menurut Kotler (2003) kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Dalam konteks pelayanan kesehatan, kepuasaa harapan dan kebutuha lebih efisien dan lebih efektif. Apabila dan tidak efisien.

Kebutuhan dan harapan pasien dalam pelayanan medis biasanya berkaitan dengan pelayanan yang dilakukan tenaga medis yang ada di rumah sakit. Biasanya


(24)

harapan dan keinginan pasien terhadap pelayanan dokter, kemampuan, sikap dan curahan waktu dari dokter dalam melayani pasien termasuk didalamnya pasien rawat inap.

Rumah Sakit Methodist Susanna Wesley Medan adalah rumah sakit swasta milik Yayasan Methodist telah beroperasi selama 9 tahun dengan 14 jenis pelayanan spesialis serta jumlah ruang perawatan sebanyak 9 unit dengan tingkatan atau kelas Super VIP, VIP, Klas I, II dan III. Berdasarkan data kunjungan pasien di rumah sakit yang dihitung berdasarkan pemanfaatan tempat tidur dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1 BOR Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan tahun 2009 – 2011

Tahun BOR (%)

2009 9,7

2010 10,7

2011 10,8

Sumber: Rekam Medis Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan, 2011

Berdasarkan Tabel 1.1. dapat diketahui bahwa jumlah kunjungan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan pada tahun 2009-2011 tidak mengalami peningkatan yang berarti. Data kunjungan menggambarkan adanya permasalahan dalam pelayanan rumah sakit.

Studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan dilakukan peneliti pada Januari sampai Pebruari 2012 dengan metode wawancara kepada sebanyak 13 orang, ditemukan keluhan pasien tentang waktu konsultasi dengan dokter terbatas, penjelasan dokter yang tidak lengkap apabila pasien tidak


(25)

bertanya dan dokter yang kurang tanggap terhadap pelayanan. Ada pula pengalaman dari pasien yang menyatakan bahwa diagnosis dokter tidak tepat sehingga pasien tidak dapat segera ditangani lebih lanjut. Fakta tentang keluhan pasien diperkuat hasil angket sederhana yang ditujukan kepada pasien yang ditangani dari dokter spesialis di ruang rawat inap RS Methodist Susanna Wesley Medan dengan hasil sebagai berikut : 54% responden menyatakan waktu konsultasi dokter kurang, 68% menyatakan kedatangan dokter tidak tepat waktu sehingga membuat pasien harus menunggu lama untuk dilayani, dan hanya 30% responden yang menyatakan dokter ramah, sedangkan 90% responden menyatakan tarif pelayanan dokter cukup terjangkau dan 68% responden menyatakan pelayanan yang diberikan rumah sakit cukup baik. Keluhan maupun pengalaman yang dirasakan pasien setelah menerima pelayanan merupakan suatu indikator kualitas pelayanan kesehatan menurut pasien yang perlu diperhatikan. Menurut Djuhaeni (dalam Asmita, 2008) masalah-masalah yang timbul dalam manajemen pelayanan medis di rumah sakit antara lain : (1) fasilitas yang belum sesuai dengan standar, (2) kecenderungan untuk memiliki alat canggih tanpa memperhitungkan efisiensi dan efektivitas, (3) sikap dan perilaku tenaga medis yang kurang mendukung sistem pelayanan medis sebagai suatu sistem, (4) sikap dan perilaku pimpinan rumah sakit yang kurang tegas dalam pelaksanaan pelayanan medis. Upaya pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah : (1) rumah sakit swasta sebaiknya merekrut dokter pasca PTT dan menyekolahkannya sehingga menuju kemandirian swasta dalam aspek tenaga, (2) perencanaan peralatan secara bertahap perlu ditingkatkan dengan memperhitungkan skala prioritas dan proyek


(26)

unggulan, tidak perlu seluruhnya membeli tetapi dengan sistem kerja sama ataupun sewa, (3) komunikasi, koordinasi, integrasi dengan unit lain di rumah sakit ditingkatkan sehingga pelayanan medis dan rumah sakit sebagai suatu sistem dapat berlangsung dengan optimal, (4) menempatkan tenaga medis sesuai dengan peran, tugas dan fungsinya, (5) pimpinan rumah sakit harus mempunyai sikap yang tegas dalam mengayomi, mengawasi dan mengendalikan pelayanan medis rumah sakit.

Berdasarkan studi pendahuluan menunjukkan adanya ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan medis di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan oleh karena itu dilakukan penelitian yang menganalisis persepsi pasien tentang kepuasan pasien rawat inap. Penelitian berjudul Pengaruh Persepsi tentang Jasa Pelayanan Medis terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan.

1.2 Permasalahan

Pasien rawat inap di RS Methodist Susanna Wesley Medan mengeluh tentang pelayanan rumah sakit, khususnya tentang pelayanan medis merupakan permasalahan yang perlu segera mendapatkan perhatian dari manajemen rumah sakit. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh persepsi tentang jasa pelayanan medis terhadap kepuasan pasien rawat inap di RS Methodist Susanna Wesley Medan.


(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh persepsi tentang jasa pelayanan medis terhadap kepuasan pasien rawat inap di RS Methodist Susanna Wesley Medan.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh persepsi tentang jasa pelayanan medis terhadap kepuasan pasien rawat inap di RS Methodist Susanna Wesley Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit Methodist Susanna Wesley Medan sebagai masukan dalam upaya peningkatan jasa pelayanan medis dan kepuasan pasien di rumah sakit. 2. Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang ilmu kesehatan masyarakat,


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pasien

2.1.1 Pengertian Kepuasan

Kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facto” (melakukan atau membuat), sehingga secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu (Wardani, 2004). Menurut Suryawati (2006) menyatakan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang seharusnya ada dengan banyaknya sesuatu yang ada. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara sesuatu atau kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal penting yang diinginkan, semakin besar rasa ketidakpuasan. Secara teoritis, definisi kepuasan dapat diartikan bahwa semakin tinggi selisih antara kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai keinginan pasien dengan pelayanan yang telah diterimanya, maka akan terjadi rasa ketidakpusan pasien.

Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu yang memadai. Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang (Tjiptono dan Chandra, 2005).

Kotler (2003) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil


(29)

suatu produk dengan harapan-harapannya. Meskipun demikian, definisi kepuasan yang banyak diacu adalah berdasarkan konsep discomfirmation paradigm. Berdasarkan paradigma kepuasan dibentuk dari sebuah referensi perbandingan yaitu membandingkan hasil yang diterima dengan suatu standar tertentu. Perbandingan harapan dengan kenyataan membentuk tiga kemungkinan yaitu pertama adalah bila jasa yang dirasakan melebihi pengharapan dari pelayanan yang diterima atau dirasakan melebihi pelayanan yang diharapkan, yang kedua bila kualitas pelayanan memenuhi pengharapan apabila pelayanan dirasakan sesuai dengan yang diharapkan dan yang terakhir jika jasa yang diterima di bawah pengharapan maka pelayanan yang dirasakan lebih buruk dari pelayanan yang diharapkan (Supranto, 2006).

Tingkat dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan kebutuhan mengembangkan mekanisme pemberian keinginan dan harapan bentuk dan orang yang memberi

2.1.2 Mengukur

merupakan suatu ukuran mut berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan memengaruhi provitabilitas rumah sakit, sedangkan sikap karyawan terhadap


(30)

pula tuntutannya akan mut Kebutuhan konsumen kesehatan amat bervariasi. Secara umum, kebutuhan konsumen kesehatan adalah kebutuhan terhadap akses layanan kesehatan, layanan yang tepat waktu, layanan yang efektif dan efisien, layanan yang layak dan tepat, lingkungan yang aman serta penghargaan dan penghormatan. Sementara terdapat kebutuhan khusus konsumen, antara lain kesinambungan layanan kesehatan dan kerahasiaan. Hal-hal tersebutlah yang memengaruhi kepuasan konsumen di sarana pelayanan kesehatan (Tjiptono dan Chandra, 2005).

Sarana pelayanan kesehatan seharusnya mengikuti kebutuhan dan kepuasan konsumennya. Dengan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan kesehatan, kepuasan adalah bagian integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan. Artinya, pengukuran tingkat kepuasan harus menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pengukuran mutu layanan kesehatan. Konsekuensi dari pola pikir yang demikian adalah dimensi kepuasan konsumen menjadi salah satu dimensi mutu layanan kesehatan yang penting. Metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan adalah, 1) sistem keluhan dan saran; untuk memberikan kesempatan kepada pelanggan menyampaikan keluhan ataupun saran, organisasi yang berorientasi pelanggan (costumer centered) memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan, misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, customer hot lines dan lain-lain. 2) ghost


(31)

kepuasan pelanggan atau pasien dengan memperkerjakan orang-orang yang berperan sebagai pembeli untuk melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk maupun pesaing. 3) Lost Customer Analysis; yaitu dengan menghubungi pelanggan yang berhenti berlangganan dan memahami penyabab hal tersebut terjadi. Peningkatan lost customer rate menunjukkan kegagalan perusahaan untuk memuaskan pelanggan dan 4) Survei Kepuasan Pelanggan; yaitu dengan melakukan survei untuk dapat memperoleh umpan balik ataupun tanggapan secara langsung dari pelanggan (Tjiptono dan Chandra, 2005 dalam Prastanika, 2007).

Kepuasan dirasakan oleh seseorang yang telah mengalami suatu hasil (out come) yang sesuai dengan harapannya. Jadi kepuasan merupakan fungsi dari tingkat harapan yang dirasakan dari hasil kegiatan. Apabila suatu hasil kegiatan melebihi harapan seseorang, orang tersebut akan dikatakan mengalami tingkat kepuasan yang tinggi (fully satisfied). Apabila hasil kerja tersebut sama dengan yang diharapkan, seseorang dikatakan puas (satisfied). Akan tetapi apabila hasil tersebut jauh di bawah harapan, seseorang akan merasa tidak puas (dissatisfied). Organisasi kesehatan perlu memahami tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Terlebih dahulu pasien harus memahami harapannya terhadap sebuah pelayanan. Harapan dibuat berdasarkan pengalaman sebelumnya atau situasi yang sama, pernyataan yang dibuat oleh orang lain dan pernyataan yang dibuat oleh penyedia jasa pelayanan kesehatan (Kotler, 2003).

Menurut Prastanika (2007) dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa pelayanan kesehatan seharusnya mengacu kepada kepuasan konsumen. Dalam


(32)

pemahaman demikian maka dikenal adanya perspektif konsumen dalam memberikan penilaian terhadap pelayanan kesehatan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi perspektif konsumen. Umumnya hal-hal tersebut menyangkut kepuasan menggunakan produk atau jasa yang didapatkannya dengan cara membayar. Konsumen memiliki hak untuk menyampaikan keluhannya terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya dan kemudian memberikan penilaian atas tanggapan yang diberikan oleh pasien yang menerima keluhan tersebut. Mekanisme feed back yang diharapkan akan meningkatkan mutu sarana pelayanan kesehatan. Pemahaman responden mengenai pelayanan kesehatan yang diterima responden akan menjadi sebuah perspektif kepada penentu keputusan di sarana pelayanan kesehatan supaya perspektif mengenai pelayanan kesehatan dari sudut pandang sebagai penyedia jasa dapat lebih dilengkapi lagi.

Kepuasan adalah perbandingan terhadap pelayanan yang diterima atau dirasakan (perceived performance) sama atau melebihi dengan yang diharapkan. Menurut Kotler (dalam Prastanika, 2007) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan berbagai harapannya. Kepuasan adalah keadaan psikologis dari emosional seseorang yang menunjukkan adanya diskonformasi atau konformasi terhadap layanan yang diterima seseorang dengan harapannya dan menjadikan pengalaman setelah mengkonsumsinya.

Layanan kesehatan yang bermutu, tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan akan pentingnya menjaga kepuasan pasien, termasuk dalam menangani keluhan yang


(33)

disampaikan oleh pasien. Kepuasan adalah sebuah suasana batin yang seharusnya direbut oleh layanan kesehatan untuk memenangkan persaingan dalam konteks pelayanan kepada masyarakat. Bagi pelayanan kesehatan secara khusus rumah sakit, penurunan kepuasan akan dapat diikuti oleh penurunan loyalitas dan merupakan sebuah peringatan (warning) bagi rumah sakit (Irawan, 2007).

Kepuasan merupakan hasil penilaian perasaan individu yang lebih bersifat subjektif yang menunjuk pada dimensi abstrak yang relatif. Para ahli telah banyak mengembangkan model pengukuran yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasi dimensi abstrak dari suatu fenomena dimensi keperibadian, sikap, atau perilaku agar lebih mudah dipahami. Penentuan kategori kepuasan pasien dan definisinya, serta pemberian bobot nilai terhadap kategori kepuasan pasien dapat ditetapkan lazimnya dengan mempertimbangkan, antara lain: kondisi pasien, teori atau temuan para ahli, model pengukuran yang digunakan, dan pertimbangan pribadi yang berkepentingan (Utama, 2003).

2.1.3 Faktor yang Memengaruhi Kepuasan

Suryawati (2006), menyatakan banyak variabel non medis ikut menentukan kepuasan pasien antara lain: tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien. Kepuasan pasien dipengaruhi oleh karakteristik individu pasien yaitu: umur, pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial ekonomi, dan diagnosis penyakit.


(34)

Karakteristik individu pasien berpengaruh besar pada aspek kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dapat menimbulkan perasaan puas atau tidak puas, menyebabkan berbagai konsepsi kualitas pelayanan kesehatan menurut penilaian pasien yang telah dirumuskan para ahli diberbagai daerah, belum tentu dapat dimanfaatkan sepenuhnya sebagai input manajemen untuk memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit pada negara lainnya. Dengan demikian penelusuran prioritas-prioritas indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit dan rumusan tingkat kepuasan pasien berdasarkan indikator tersebut sangat penting dilakukan (Utama, 2003).

Kesimpulan dari uraian di atas bahwa berbagai kegiatan dan prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang mencerminkan kualitas rumah sakit merupakan determinan utama dari kepuasan pasien. Pasien akan memberikan penilaian atau reaksi afeksi terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang diterimanya maupun terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian mereka terhadap kondisi rumah sakit merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien.

Menurut Azwar (2006), kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik serta standar pelayanan profesi. Ukuran-ukuran kepuasan pemakaian jasa pelayanan kesehatan sebagai unsur dasar. Apabila dapat dilaksanakan dengan baik, pasti dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Unsur-unsur kepuasan


(35)

diimplementasikan dalam konteks pelayanan makanan rumah sakit. Khusus untuk pelayanan makanan ukuran kepuasan dibatasi pada aspek efektifitas dan efisiensi dalam penyembuhan penyakit pasien.

2.1.4 Indikator Kepuasan Pasien

kecepatan maupun eksternal. Dalam bidang kesehatan terpenuhinya keinginan seseorang yang paling membutuhkan pelayanan kesehatan yang memuaskan pelanggan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan, serta diberikan sesuai dan etika profesi (Suryawati, 2006).

2.2 Pelayanan Medis

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/ MENKES/PER/III/2010, pelayanan medis di rumah sakit terdiri dari : pelayanan medis spesialistik dasar adalah pelayanan medis spesialistik penyakit dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak; pelayanan medis spesialistik penunjang adalah pelayanan medis spesialistik anesthesi, patologi klinik dan radiologi; pelayanan medis subspesialistik adalah pelayanan medis subspesialistik disetiap spesialisasi yang ada. Pelayanan medis didukung oleh pelayanan keperawatan yaitu pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup biopsikososiospiritual yang komprehensif.


(36)

Pelayanan medis dilaksanakan oleh : staf medis fungsional adalah kelompok dokter yang bekerja di bidang medis dalam jabatan fungsional ; staf medis fungsional mempunyai tugas melaksanakan diagnosa, pengobatan, pencegahan akibat penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan, pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan. Dalam melaksanakan tugasnya, staf medis fungsional menggunakan pendekatan tim dengan tenaga profesi terkait (Depkes RI, 2010).

Menurut Depkes RI (2010) hal penting yang mendasari pelayanan medis agar dihasilkan suatu pelayanan yang optimal yaitu : (1) falsafah dan tujuan, pelayanan medis yang diberikan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan kedokteran mutakhir serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas rumah sakit secara optimal. Tujuan pelayanan medis adalah mengupayakan kesembuhan pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan standar masing-masing profesi. (2) administrasi dan pengelolaan dilakukan oleh Wakil Direktur Pelayanan Medis atau Seksi Pelayanan Medis ditetapkan sebagai administrator yang mempunyai fungsi antara lain : membuat kebijakan dan melaksanakannya, mengintegrasi, merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan, melaksanakan pengembangan pendidikan dan pelatihan, melakukan pengawasan termasuk medisolegal, (3) staf dan pimpinan, penetapan staf dan hak/kewajibannya ditentukan oleh pejabat yang berwenang, dengan prinsip seleksi : dapat memberikan pelayanan profesional, sesuai kebutuhan rumah sakit dan masyarakat serta ada rekomendasi profesi. (4) fasilitas dan peralatan, tersedia fasilitas pelayanan yang cukup sehingga tujuan pelayanan efektif tercapai, misalnya ruang pertemuan staf


(37)

medis, fasilitas untuk berkomunikasi, tenaga, administrasi untuk pencatatan kegiatan medis. (5) kebijakan dan prosedur, perlu dibuat kebijakan dan prosedur klinis maupun nonmedis sesuai dengan standar yang ada.

Keseluruhan pelayanan medis di rumah sakit secara teoritis menyangkut aspek sikap, kemampuan serta curahan waktu dokter dalam melayani pasien akan menentukan tingkat kepuasan pasien. Uraian tentang teori yang mendukung pelayanan medis seperti pada uraian berikut ini.

2.2.1 Sikap

Thurstone dalam Azwar (2007), mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap atau Attitude senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. LaPierre dalam Azwar (2007) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo dalam Azwar (2007), menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu.

Menurut Fishben & Ajzen dalam Azwar (2007), sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif dalam Azwar (2007) menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.


(38)

a. Faktor Pembentuk Sikap

Sikap terbentuk dari interaksi sosial yang dialaminya dan dalam interaksi sosial individu akan membentuk suatu pola sikap tertentu terhadap berbagai objek yang dihadapinya. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap (Azwar, 2007):

(1) Pengalaman Pribadi

Sikap timbul dari pengalaman dan merupakan hasil belajar individu. Karena yang telah atau sedang dialami seseorang akan ikut membentuk tanggapan dan mempengaruhi penghayatan terhadap objek sikap. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap.

b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting

Orang lain di sekitar kita adalah salah satu komponen penting yang dapat mempengaruhi sikap kita. Orang lain tersebut antara lain orang yang harapkan persetujuannya, orang yang tidak ingin kita kecewakan, atau orang yang berarti khusus.

c. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan hidup dan dibesarkan akan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Kebudayaan menanamkan garis pengarah sikap terhadap masalah dan kebudayaan pula yang telah mewarnai sikap masyarakat, karena kebudayaan telah memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya.


(39)

d. Media Massa

Pengaruh media massa meskipun tidak sebesar pengaruh interaksi individual namun dalam proses pembentukan sikap dan perubahannya, peranan media massa tidak kecil artinya. Dengan adanya informasi baru yang disampaikan oleh media massa mengenai suatu hal dapat memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi bila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Pengaruh Emosional

Sikap yang terbentuk pada setiap individu merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi. Fungsi dari semosi sebagai bentuk penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

f. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Dalam ajaran yang diperoleh dalam lembaga pendidikan dan lembaga agama seringkali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.

Azwar (2007) menyatakan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : (a) Faktor intern yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor intern berupa daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah


(40)

(b) Faktor ekstern yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia, yang berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, majalah, dan lain sebagainya.

b. Komponen Sikap

Tiga komponen sikap yang saling adalah : (a) Komponen afektif berisi perasaan-perasaan terhadap objek sikap yang terkait dengan rasa suka atau tidak suka. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi (Azwar, 2005). Komponen afektif akan menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan (senang atau tidak senang) terhadap objek sikap. (b) Komponen kognitif berisi keyakinan terhadap objek sikap, akan menjawab pertanyaan yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. (c) Komponen perilaku adalah perilaku-perilaku yang disengaja terhadap objek sikap. Komponen perilaku akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek sikap.

Sikap merupakan komponen yang konstrak meski teoritiknya berbeda satu sama lain. Sekalipun semua komponen berada pada satu kontinum evaluatif namun pernyataan masing-masing komponennya berbeda. Meskipun demikian, komponen-komponen sikap saling mendukung satu sama lain (Azwar, 2007).


(41)

c. Ciri-Ciri Sikap

Sikap menunjukan jenis tingkah laku individu dalam hubungannya dengan stimulus yang relevan berupa orang-orang atau kejadian-kejadian. Ciri-ciri sikap menurut Azwar (2007) adalah : (a) Learnability (dapat dipelajari). Sikap merupakan hasil belajar, baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Sikap yang dipelajari secara sengaja disebabkan karena individu menganggap hal tersebut memberi manfaat bagi dirinya, membantu tujuan kelompok, dan memperoleh suatu nilai yang sifatnya perorangan. (b) Stability. Sikap yang bermula dari pembelajaran akan menjadi kuat dan stabil melalui pengalaman. Misalnya perasaan suka atau tidak suka terhadap warna tertentu yang sifatnya berulang-ulang atau memiliki frekuensi tinggi. (c). Personal-society significance. Sikap melibatkan hubungan antara individu yang

satu dengan individu yang lain dan antara individu dengan benda atau situasi. (d) Cognitive and affective. Komponen kognisi sikap adalah berisi informasi yang

faktual sehingga akan memunculkan komponen afeksi. (e) Approach-avoidance directionality. Kepentingan individu akan mengiring individu untuk menyeleksi apakah objek sikap favorable.

2.2.2 Kemampuan a. Pengertian Kemampuan

Schumacher dalam (Sinamo, 2002) kemampuan didefinisikan dalam arti sesuatu yang diharapkan di tempat kerja, dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan dalam pekerjaan. Komponen penting dalam kemampuan diri manusia


(42)

yaitu; keterampilannya dan etos kerjanya. Tanpa komponen keterampilan dan etis kerja semua sumber daya tetap terpendam, tidak dapat dimanfaatkan dan tetap merupakan potensi belaka. Jika di simak ketiga komponen yang tidak kelihatan tersebut memang berada dalam diri manusia, tersimpan dalam bentuk kemampuan insani operasional (operational human abilities). Hal yang relevan dengan Lowler dan Porter dalam (As’ad, 2000) bahwa kemampuan (ability) sebagai karakterisik individual seperti intelegensia, manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya stabil. Jadi kemampuan (ability) merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu, atau dengan kata lain kemampuan (ability) adalah what can do dan bukan what does do.

Sinamo (2002) menyatakan bahwa sebagai makhluk psikologikal (psycological being) manusia ditandai dengan kemampuan dalam 6 (enam) hal; (1) kemampuan berpikir persepsional-rasional. (2) kemampuan berpikir

kreatif-imajinatif, (3) kemampuan berpikir kritikal-argumentatif. (4) kemampuan memilih

sejumlah pilihan yang tersedia. (5) kemampuan berkehendak secara bebas. (6) kemampuan untuk merasakan.

Kemampuan sejati adalah kekuatan yang dapat mendorong terwujudnya sinergi kemampuan konstruktif seluruh potensi yang ada dalam diri perbuatan manusia. Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek. Dari pengertian-pengertian kemampuan dapat disimpulkan bahwa kemampuan (abilty) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau


(43)

praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya (Robbins, 2005). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu:

a. Kemampuan intelektual (Intelectual ability)

Merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental. b. Kemampuan fisik (Physical ability)

Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik. Menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2002) “secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill), artinya karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal”.

Uraian tentang kemampuan menunjukkan bahwa kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam menyelesaikan tugasnya secara cepat dan tepat, efektif dan efisien sesuai dengan metode atau standar kerja yang diwujudkan dalam pelaksanaan tugasnya (Mangkunegara, 2002).

b. Penilaian Kemampuan

Penilaian kemampuan amat penting bagi suatu organisasi. Penilaian kemampuan pada suatu organisasi dapat melihat kualitas faktor manusia dapat menunjang tujuan suatu organisasi. Penilaian terhadap kemampuan dapat memotivasi karyawan agar terdorong untuk bekerja lebih baik. Oleh karena itu diperlukan


(44)

penilaian prestasi yang tepat dan konsisten. Penilaian kemampuan merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik.

Proses penilaian kemampuan ditujukan untuk memahami prestasi kerja seseorang. Kegiatan penilaian kemampuan terdiri dari identifikasi, observasi, pengukuran dan pengembangan hasil kerja karyawan dalam sebuah organisasi (Mangkunegara, 2002). Tahapan pada proses penilaian meliputi :

1. Identifikasi

Identifikasi merupakan tahap awal dari proses yang terdiri atas penentuan unsur-unsur yang akan diamati. Kegiatan ini diawali dengan melakukan analisis pekerjaan agar dapat mengenali unsur-unsur yang akan dinilai dan dapat mengembangkan skala penilaian. Apa yang dinilai adalah yang berkaitan dengan pekerjaan, bukan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

2. Observasi

Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara seksama dan periodik. Semua unsur yang dinilai harus diamati secara seksama agar dapat dibuat penilaian yang wajar dan tepat. Observasi yang jarang dilakukan dan tidak berkaitan dengan prestasi kerja akan menghasilkan hasil penilaian sesaat dan tidak akurat. 3. Pengukuran

Para penilai akan memberikan penilaian terhadap tingkat kemampuan karyawan yang didasarkan pada hasil pengamatan pada tahap observasi.


(45)

4. Pengembangan

Pihak penilai selain memberikan penilaian terhadap kemampuan kerja karyawan juga melakukan pengembangan apabila ternyata terdapat perbedaan antara yang diharapkan oleh pimpinan dengan hasil kerja karyawan. Hal-hal pokok yang harus dinilai dalam kegiatan penilaian individu pegawai meliputi faktor performance, ability, motivation dan potency.

c. Tujuan Penilaian Kemampuan

Penilaian kemampuan karyawan berguna bagi organisasi dan harus bermanfaat bagi karyawan. Tujuan penilaian kemampuan karyawan sebagai berikut : (1) Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa. (2) Untuk mengukur sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya. (3) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam organisasi. (4) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja. (5) Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada didalam organisasi. (6) Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga tercapai tujuan untuk mendapatkan prestasi kerja yang baik. (7) Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan atasan untuk mengobservasi perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhan-kebutuhan bawahannya. (8) Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan dimasa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya. (9) Sebagai kriteria dalam menentukan seleksi dan penempatan


(46)

karyawan. (10) Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan (Mangkunegara, 2002).

d. Faktor Penilaian Kemampuan

Menurut Richard William dalam Robbins (2003) menunjuk adanya sembilan kriteria faktor penilaian kemampuan kerja keryawan, yaitu : (1) Reliable, harus mengukur prestasi kerja dan hasilnya secara obyektif. (2) Content valid, secara rasional harus terkait dengan kegiatan kerja. (3) Defined spesific, meliputi segenap perilaku kerja dan hasil kerja yang dapat diidentifikasi. (4) Independent, perilaku kerja dan hasil kerja yang penting harus tercakup dalam kriteria yang komprehensif. (5) Non-overlaping, tidak ada tumpang tindih antar kriteria. (6) Comprehensive, perilaku kerja dan hasil kerja yang tidak penting harus dikeluarkan. (7) Accessible, kriteria haruslah dijabarkan dan diberi nama secara komprehensif. (8) Compatible, kriteria harus sesuai dengan tujuan dan budaya organisasi. (9) Up to date, sewaktu-waktu kriteria perlu ditinjau ulang menilik kemungkinan adanya perubahan organisasi.

Kemampuan kerja dihasilkan oleh adanya 3 (tiga) hal, yaitu : (a) Kemampuan (ability) dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk berprestasi (capacity to perform). (b) Kemampuan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk berprestasi (willingness to perform). (c) Kesempatan untuk berprestasi (opportunity to perform). Kemampuan kerja sebagai hasil kerja (output) yang berasal dari adanya perilaku kerja serta lingkungan kerja tertentu yang kondusif. Dalam menentukan faktor penilaian individu karyawan, maka lingkungan kerja sebagai


(47)

kesempatan untuk berprestasi yang dapat dipengaruhi oleh adanya peralatan kerja, bahan, lingkungan fiskal kerja, perilaku kerja pegawai yang lain, pola kepemimpinan, kebijakan organisasi, informasi serta penghasilan secara keseluruhan akan dianggap konstan karena bersifat pemberian, berasal dari luar diri karyawan dan bukan merupakan perilaku karyawan. Apabila dilihat dari sistematikanya, maka potensi atau kemampuan dapat dikategorikan sebagai faktor penilaian yang berasal dari kelompok masukan (input) dan ability bersama-sama motivation sebagai suatu kesatuan dapat disebut sebagai faktor penilaian dalam kelompok proses, dan performance merupakan faktor penilaian dari kelompok keluaran (output) (Mangkunegara, 2002).

e. Variabel yang Memengaruhi Kemampuan

Kemampuan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor: pola pekerjaan, rentang kendali, gaya kepemimpinan, afiliasi kelompok dan teknologi. Variabel lain yang juga menjadi bagian dari proses kerja adalah kepuasan. Kepuasan pada umumnya berarti pemenuhan yang diperoleh dari pengalaman melakukan berbagai macam pekerjaan dan mendapatkan ganjaran. Istilah kepuasan dipergunakan untuk menganalisis hasil yang telah dialami oleh seorang karyawan. Jadi, kepuasan adalah konsekuensi dari imbalan dan hukuman yang dihubungkan dengan kemampuan kerja masa lalu. Kemampuan (ability) menunjukkan kecakapan karyawan, seperti kecerdasan dan keterampilan. Perhatian atas modal sumber daya manusia mencakup kemampuan yang unggul dan motivasi kerja yang tinggi. Dua aspek merupakan perwujudan dan sikap dan perilaku kerja karyawan yang mempengaruhi kinerjanya, dan secara operasional dapat dilihat pada aspek produktifitas, kemangkiran, tingkat


(48)

perputaran (turnover) dan kepuasan kerjanya. Secara khusus, sebagaimana yang digambarkan oleh Robbins (2003) kinerja dan kepuasan kerja merupakan variabel terpengaruh yang penting dalam model perilaku organisasi. Kajian tentang kepuasan menjadi telaah penting, mengingat adanya perubahan dan perkembangan terus menerus tentang yang membuat seseorang berkinerja baik dan puas akan pekerjaannya. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajar bila studi mengenai kinerja dan kepuasan kerja berkembang terus guna memperoleh penjelasan yang lebih memuaskan terhadap variabel variabel yang mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja karyawan. Peningkatan kemampuan kinerja, produktivitas dan keefektifan organisasi merupakan usaha yang sulit, memerlukan kerjasama antara manajemen, karyawan dan perusahaan.

Menurut Veithzal (2005) salah satu cara terbaik untuk meningkatkan kapasitas kinerja perusahaan adalah dengan menghubungkan kompensasi dan penghargaan dengan petumbuhan dan perkembangan karyawan. Jika semua hasil diperkuat dan dihargai, karyawan akan ikhlas melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya secara berulang. Pendekatan meningkatkan kinerja, katerlibatan dan perkembangan karyawan. Sistem penggajian karyawan atau pegawai akan menuju kepada merit system yang didasarkan pada kinerja karyawan akan dapat terwujud dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.


(49)

2.2.3 Curahan Waktu

Curahan waktu dalam bekerja adalah proporsi waktu bekerja terhadap total waktu kerja angkatan kerja. Curahan waktu kerja tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Ada jenis-jenis kegiatan yang memerlukan curahan waktu yang banyak dan berkelanjutan, tapi sebaliknya ada pula jenis-jenis kegiatan yang memerlukan curahan waktu kerja yang terbatas (Sumarsono, 2009).

Faktor yang mempengaruhi alokasi waktu seseorang. Alokasi waktu bagi setiap anggota keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : keadaan sosial ekonomi keluarga, pemilihan aset produktif, tingkat upah, karakteristik yang melekat pada setiap anggota keluarga yang dicirikan dengan faktor umur, tingkat pendidikan atau keahlian yang dimiliki anggota keluarga yang lain. Pertambahan pendapatan cenderung untuk mengurangi jam kerja (income effect). Dengan meningkatnya status ekonomi (pertambahan pendapatan) seseorang cenderung untuk meningkatkan konsumsinya dan akan lebih banyak menikmati waktu senggangnya karena telah mengurangi jam kerja (Sumarsono, 2009 ).

Menurut Mubyarto dalam Sumarsono (2009) tingkat pencurahan jam kerja adalah persentase banyaknya jam kerja yang dicurahkan terhadap jumlah jam kerja yang tersedia. Jam kerja dan pendapatan merupakan variabel yang sulit untuk dipisahkan. Pendapatan atau upah diperoleh seseorang dari suatu pekerjaan melalui pencurahan jam kerja untuk bekerja yang menghasilkan barang dan jasa. Curahan jam kerja adalah jumlah jam kerja yang dilakukan oleh buruh untuk melakukan pekerjaan di pabrik, di rumah dan pekerjaan sambilan. Lama bekerja dalam


(50)

seminggu bagi setiap orang tidak sama. Alasan ekonomi adalah yang paling dominan, untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari atau untuk menambah penghasilan keluarga. Waktu yang tersedia dipergunakan untuk mengelola rumah tangga, untuk bekerja dan ada pula waktu untuk senggang. Bagi masyarakat di desa waktu senggang pada umumnya digunakan untuk menambah penghasilan keluarga dengan jalan bekerja sambilan. Misalnya pada hari minggu atau pada hari libur, maka waktunya digunakan untuk mencari tambahan pendapatan misalnya dengan menerima pencucian dan setrika pakaian dari tetangga atau menjual hasil kebunnya di pasar. Hal-hal seperti ini memang tidak berlangsung setiap hari, tetapi bisa menambah pendapatan keluarga sehingga meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Cara untuk mengetahui curahan waktu masing-masing kegiatan secara riil digunakan rumus Mangkuprawira dalam Sumarsono (2009) sebagai berikut:

Waktu riil melakukan kegiatan

X Waktu melakukan kegiatan Waktu tidak riil melakukan kegiatan

Curahan waktu dokter dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah waktu untuk konsultasi yang disediakan oleh dokter kepada pasiennya adalah cukup bagi pasien untuk menyampaikan keluhan dan keinginannya, cukup untuk dokter menjelaskan yang diperolehnya pada anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta cukup untuk menumbuhkan partisipasi pasien dalam melaksanakan penatalaksanaan yang ditetepkan dokter. Waktu minimal yang dibutuhkan umumnya sekitar 15 menit untuk setiap pasien. Informasi medis menyeluruh dari dokter dalam memberikan informasi


(51)

yang jelas kepada pasien mengenai seluruh tujuan, kepentingan, keuntungan, risiko yang berhubungan dalam hal pemeriksaan, konsultasi, rujukan, pengobatan, tindakan dan sebagainya sehingga memungkinkan pasien untuk dapat memutuskan segala yang akan dilakukan terhadapnya secara puas dan terinformasi (Depkes RI, 2010).

Waktu pelayanan dokter dan waktu pemeriksaan oleh dokter yaitu minimal 15 menit. Menurut Depkes RI (2010) standar waktu pelayanan dalam memeriksa

pasien di ruang periksa dibagi menjadi: (1) waktu anamnesa dan diagnosis dengan waktu minimal 5 menit, (2) waktu penjelasan dokter tentang masalah kesehatan yang di alami pasien dengan waktu minimal 5 menit dan (3) waktu penulisan dan pemberian resep dengan waktu minimal 5 menit

2.3 Persepsi

2.3.1 Pengertian Persepsi

Kotler (2003) menyatakan ”Perception is the process by which people select, organize, and interpret info to form a meaningful picture of the world”. Jadi persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Oleh karena itu setiap orang memberi arti kepada stimulus, maka individu yang berbeda akan “melihat” suatu barang dengan cara berbeda. Karena persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang obyek atau kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi ketika stimulus menggerakan indera.

Persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penterjemahan atau penafsiran stimulus, yang telah diorganisasi dengan cara


(52)

yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Setiap orang memilih berbagai macam isyarat yang mempengaruhi persepsinya terhadap orang, obyek, dan tanda. Menurut Kotler dan Amstrong (2004), seseorang dapat memiliki persepsi yang berbeda pada objek yang sama karena adanya 3 proses yaitu : Distortion selective, Disturbance selective, dan ingatan selective.

a.Distortion selective. Seseorang memperlihatkan sejumlah stimuli setiap hari. Seseorang tidak dapat menimbulkan stimuli.

Disturbance selective. Disturbance selective menggambarkan kecenderungan seseorang untuk menerima informasi dalam pengertiannya. Seseorang menginterpretasikan informasi dengan cara mendukung dibanding menolak prasangka mereka.

Memory selective. Seseorang akan lupa terhadap yang dipelajari. Seseorang cenderung menyimpan informasi yang mendukung sikap dan kepercayaannya.

Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Mangkunegara (dalam Arindita, 2002) berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Persepsi mencakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (Input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.

Robbins (2005) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses pada individu-individu mengorganisasikan dan


(53)

menafsirkan kesan indera individu agar memberi makna kepada lingkungannya. Walgito (dalam Hamka, 2002) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi individu juga sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar. Proses pengamatan terjadi diperlukan objek yang diamati alat, indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan.

Persepsi dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon seseorang akan bertindak. Leavitt (dalam Rosyadi, 2001) membedakan persepsi menjadi dua pandangan, yaitu pandangan secara sempit dan luas. Pandangan yang sempit mengartikan persepsi sebagai penglihatan seseorang melihat sesuatu. Individu menyadari bahwa dunia yang dilihat tidak selalu sama dengan kenyataan, jadi berbeda dengan pendekatan sempit, tidak hanya sekedar melihat sesuatu tapi lebih pada pengertiannya terhadap sesuatu tersebut. Kesimpulan dari definisi persepsi di atas bahwa persepsi merupakan suatu proses seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti.


(54)

2.3.2 Proses Persepsi dan Sifat Persepsi

Alport (dalam Hamka, 2002) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Pengalaman dan proses belajar akan memberikan bentuk dan struktur bagi objek yang ditangkap panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap objek yang ditangkap individu, dan akhirnya komponen individu akan berperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada.

Walgito dalam Hamka (2002) menyatakan bahwa terjadinya persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut :

1) Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.

2) Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor atau alat indera melalui saraf-saraf sensoris.

3) Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.

4) Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.


(55)

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, bahwa proses persepsi melalui tiga tahap, yaitu :

1) Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus sosial melalui alat indera manusia, mencakup pula pengenalan dan pengumpulan informasi tentang stimulus yang ada.

2) Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta pengorganisasian informasi.

3) Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam menanggapi lingkungan melalui proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan individu.

Menurut Newcomb (dalam Arindita, 2003), sifat yang menyertai proses persepsi, yaitu :

1) Konstansi atau menetap : individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku yang ditampilkan berbeda-beda.

2) Selektif: persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor. Banyaknya informasi dalam waktu yang bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi sehingga hanya informasi tertentu saja yang diterima dan diserap.

3) Proses organisasi yang selektif: Kumpulan informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang berbeda-beda.


(56)

2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi

Menurut Thoha (dalam Hamka 2002) persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu, misalnya sikap, kebiasaan, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus, baik sosial maupun fisik.

Menurut Robbins (2003) bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu benda yang sama tetapi individu dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari :(1) Pelaku persepsi (perceiver), (2) Objek atau yang dipersepsikan, (3) Konteks dari situasi persepsi dilakukan. Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum alam tetapi tidak mempunyai keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada manusia. Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasan-penjelasan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu. Persepsi dan penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh pengandaian-pengadaian yang diambil mengenai keadaan internal orang (Robbins, 2003).

Gilmer (dalam Hapsari, 2004) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor atau pemersepsi ketika proses persepsi terjadi. Beberapa faktor yang bersifat subyektif


(57)

yang mempengaruhi, maka kesan yang diperoleh masing-masing individu akan berbeda satu sama lain. Oskamp (dalam Hamka, 2002) membagi 4 karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang terdapat dalam persepsi, yaitu: (a) Faktor-faktor ciri dari objek stimulus, (b) Faktor-faktor pribadi seperti intelegensi, minat, (c) Faktor-faktor pengaruh kelompok, (d) Faktor-faktor perbedaan latar belakang kultural.

Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional ialah faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian,jenis kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor struktural adalah faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam mempresepsikan sesuatu. Kesimpulan dari uraian di atas bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, yaitu faktor pemersepsi (perceiver), obyek yang dipersepsi dan konteks situasi persepsi dilakukan.

2.3.4 Aspek-aspek Persepsi

Sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Hamka, 2002) ada tiga yaitu:

1. Komponen kognitif

Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap.


(58)

2. Komponen Afektif

Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.

3. Komponen Konatif

Konatif merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.

Rokeach (dalam Hamka, 2002) memberikan pengertian bahwa persepsi terkandung komponen kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk merespons untuk berperilaku. Sikap berkaitan dengan perilaku, sikap merupakan predisposisi untuk berbuat atau berperilaku. Persepsi mengandung komponen kognitif, komponen afektif, dan juga komponen konatif, yaitu merupakan kesediaan untuk bertindak atau berperilaku. Sikap seseorang pada suatu obyek merupakan manifestasi dari kontelasi ketiga komponen yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap obyek. Ketiga komponen saling berinterelasi dan konsisten satu dengan lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian secara internal diantara ketiga komponen.


(59)

2.4 Hak Pasien dan Kewajiban Dokter

Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 32 dinyatakan setiap pasien mempunyai hak :

a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit

b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien

c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi

d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional

e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi

f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan

g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar rumah sakit i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data

medisnya

j. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan


(60)

k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya

l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;

m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya

n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit

o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan

kepercayaan yang dianutnya

q. Menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban dokter dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit meliputi :

a. Mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara dokter tersebut dengan rumah sakit.

b. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasianal serta kebutuhan medis pasien.


(61)

c. Merujuk pasien ke dokter atau dakter gigi lain, yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.

d. Memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.

e. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

f. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bertugas dan mampu melakukannya.

g. Memberikan informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya.

h. Membuat rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien.

i. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

j. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

k. Bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

l. Mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit

Pemenuhan hak-hak pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan serta pelaksanaan pelayanan oleh dokter sesuai kewajiban yang diatur dalam UU No 44 tahun 2009


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya mengenai jasa pelayanan di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan disimpulkan bahwa:

1. Faktor kualitas teknis pelayanan medis berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan (p=0,030).

2. Faktor sikap petugas medis berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan (p=0,023). Faktor ini yang dominan mempengaruhi kepuasan pasien rawat inap.

3. Faktor penyampaian informasi medis berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan (p=0,026).

4. Faktor ketersediaan waktu konsultasi berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan (p=0,027).

6.2 Saran

Upaya meningkatkan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan perlu meningkatkan kualitas pelayanan, maka disarankan :


(2)

memperkenalkan diri kepada pasien sebagai faktor dominan yang mempengaruhi kepuasan pasien rawat inap.

2. Pelayanan pasien rawat inap dalam hal ketersediaan waktu konsultasi perlu diperhatikan, karena ditemukan 75,4% responden yang menyatakan tidak puas. Upaya menanggulangi waktu konsultasi melalui pelatihan pada dokter sehingga dokter menyapa pasien dengan baik di rumah sakit.

3. Pemberian pelatihan kepada tenaga medis di Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan difokuskan kepada pelatihan yang memuat tentang pemberian informasi medis sehingga dapat dioperasionalkan dalam pelayanan medis.

4. Pelayanan medis rumah sakit hendaknya memperhatikan kebutuhan pasien rawat inap sehingga meningatkan kualitas rumah sakit secara keseluruhan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y, 2004. Manajemen Administrasi Rumah Sakit, UI Press, Jakarta.

Ariadi, H, 2005. Persepsi Pasien terhadap Mutu Pelayanan Dokter Ditinjau dari Karakteristik dan Mutu Pelayanan Dokter di Instalasi Rawat Jalan RSI Sunan Kudus Tahun 2005. Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang

Arindita, S. 2003. Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan dan Citra Bank dengan Loyalitas Nasabah. (Skripsi). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS Artati, DK, 2006. Analisis Kebutuhan dan Kesediaan Pasien akan Pelayanan Rawat

Inap di Poliklinik 24 Jam PT. Rumah Sakit Pelabuhan Surabaya Cabang Semarang Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Asmita, P., 2008. Analisis Pengaruh Persepsi Pasien tentang Mutu Pelayanan Dokter terhadap Loyalitas Pasien di Poliklinik Umum Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang tahun 2008 (Tesis), Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.

As’ad, 2000. Psikologi Industri. Edisi 4, Liberty, Yogyakarta

Azwar, A., 2006. Pengaruh Krisis Ekonomi Terhadap Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Journal Kesehatan MKMI XXX (1)

_________. 2006. Dimensi Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Rumah Sakit, Persi Pusat, Jakarta

Azwar, S, 2007. Sikap Manusia. Edisi baru; Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bedi, S, Sanjay Arya and RK Sarma, 2004. Patient Expectation Survey - A Relevant Marketing Tool for Hospitals. Journal of the Academy of Hospital Administration. Vol. 16, No. 1 (2004-01 - 2004-06)

Bleich, SN; Emre Özaltin & Christopher JL Murray, 2009. How Does Satisfaction With the Health-Care System Relate to Patient Experience? Bulletin of the

World Health Organization 2009;87:271-278. doi: 10.2471/BLT.07.050401.


(4)

Depkes RI, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/ MENKES/PER/III/2010, tentang Pelayanan Medis di Rumah Sakit, Jakarta _________, 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tentang Rumah

Sakit, Jakarta

_________, 2007. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/ MENKES/PER/III/2010, tentang Pelayanan Medis di Rumah Sakit, Jakarta Ghozali, I, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi Ketiga,

BP-Universitas Diponegoro, Semarang.

Gunarsa, G, 2003. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Hapsari, Y. 2004. Analisis Persepsi Pasien Tentang Poliklinik Umum Terhadap Keputusan Pemanfaatan Ulang Pelayanan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang.

Hamka, M. 2002. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengawasan Kerja dengan Motivasi Berprestasi. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Fakultas Psikologi

Irawan., S.B, 2007. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 806b/MenKes/SK/XII/1987 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta, Jakarta

Patient compliance and satisfaction with physician influence

attempts: A reinforcement expectancy approach to compliance-gaining over time

Kotler, P., 2000, Marketing Management : Analysis, Planning, Implementation, and Control, 9 th ed, Upper Saddle River, Nj : Prentice Hall, Ins

. The University of Arizona.

_______., 2003. Manajemen Pemasaran, Jilid Dua. Edisi Bahasa Indonesia. Pearson Education Asia. Pte. Ltd. PT Prenhallindo, Jakarta.

Kotler, P and Amstrong Gary. 2004. Dasar-dasar Pemasaran. Edisi Kesembilan. Indek. Jakarta


(5)

Mangkunegara, A.W. 2002. Perilaku dan Budaya Organisasi. Refika Aditama, Bandung

Mote, F., 2008. Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap Pelayanan Publik di Puskesmas Ngesrep Semarang. Program Studi Magister Ilmu Administrasi. Konsentrasi : Magister Administrasi Publik. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit, Jakarta.

Prastanika, D. 2007. Tingkat Kepuasan Pasien Pada Pelayanan Kesehatan di Tempat Praktek Dokter Swasta di Kabupaten Kulon Progo, Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia

Puti, P., 2007. Pengaruh Persepsi Pasien Partikulir Tentang Kualitas Pelayanan Terhadap Tingkat Loyalitas di Ruang Rawat Inap di RS Islam Malahayati Medan Tahun 2007, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Robbin, SP., 2003. Perilaku Organisasi, Penerbit Gramedia, Jakarta.

_______., 2005 Prilaku Organisasi, Alih Bahasa Hadyana Pujaatmaka, PT. Prhenalindo Jakarta.

Rosyadi, I. 2001. Keunggulan kompetitif berkelanjutan melalui capabilities-based competition: Memikirkan kembali tentang persaingan berbasis kemampuan. Jurnal BENEFIT, vol. 5, No. 1, Juni 2001. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Rumah Sakit Methodist Susanna Wesley Medan., 2011. Profil Rumah Sakit Methodist Susanna Wesley Medan tahun 2011, Medan

Sinamo, JH, 2002. Etos Kerja Profesional di Era Digital Global, Ed 1, Institut Darma Mahardika, Jakarta.

Sumarsono, S. 2009. Teori dan Kebijakan Publik Ekonomi Sumber Daya Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta

Supranto, J., 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.


(6)

Suryawati. 2006. Penyusunan Indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Volume 09

Nomor 4, Desember 2006. (http : //www.usu digital library). diakses 20 Oktober 2009.

Tjiptono, F dan Gregorius C. 2005. Service Quality Satisfaction. Penerbit

Andi,Yogyakarta.

Triatmojo, 2006. Kepuasan Pelanggan Rumah Sakit, Jurnal JPKM, Yogjakarta

Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Biro Hukum Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

_______, No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Biro Hukum Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Utama, S. 2003, Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Veithzal, RH, 2005. Performance Apraisial, Penerbit PT.Rajawali Press, Jakarta Wardani, CS., 2004. Pengembangan Indikator Kepuasan Pasien Rumah Sakit

Dipropinsi Jawa Tengah, Riset Pembinaan Kesehatan Kerjasama FKM UNDIP dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.