21 Tabel 1. Daftar Taman Hutan Raya di Indonesia
Nama Luas
ha Lokasi
Taman Hutan Raya Cut Nyak Dien Taman Hutan Raya Bukit Barisan
Taman Hutan Raya Dr. Mohammad Hatta Taman Hutan Raya Sultan Sarif Hasyim
Taman Hutan Raya Raja Leo Taman Hutan Raya Thahasaifudin
Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda
Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok Taman Hutan Raya Ngargoyoso
Taman Hutan Raya Gunung Bunder Taman Hutan Raya R. Suryo
Taman Hutan Raya Ngurah Rai Taman Hutan Raya Nuraksa
Taman Hutan Raya Prof. Ir. Herman Yohanes Taman Hutan Raya Sultan Adam
Taman Hutan Raya Bukit Soeharto Taman Hutan Raya Palu
Taman Hutan Raya Paboya-Paneki Taman Hutan Raya Murhum
Taman Hutan Raya Bontobahari 6.220
51.600 500
5.920 1.122
15.830 22.244
590 6
231,3 617
25.000 1.373,5
3.155 1.900
112.000 61.850
8.100 7.128
8.146 3.475
Propinsi Daerah Istimewa Aceh Propinsi Sumatera Utara
Propinsi Sumatera Barat Propinsi Riau
Propinsi Bengkulu Propinsi Jambi
Propinsi Lampung Propinsi Jawa Barat
Propinsi Jawa Barat Propinsi Jawa Tengah
Propinsi DI Yogyakarta Propinsi Jawa Timur
Propinsi Bali Propinsi Nusa Tenggara Barat
Propinsi Nusa Tenggara Timur Propinsi Kalimantan Selatan
Propinsi Kalimantan Timur Propinsi Sulawesi Tengah
Propinsi Sulawesi Tengah Propinsi Sulawesi Tenggara
Propinsi Sulawesi Selatan
Sumber : Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2008
2.7. Penelitian Terdahulu
Studi mengenai pengukuran manfaat sumberdaya alam dan lingkungan dalam bentuk nilai moneter telah banyak dilakukan di Indonesia. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengukur manfaat yang diterima oleh seseorang yang melakukan kegiatan rekreasi. Pada umumnya metode yang dipakai dalam
penelitian ini adalah metode biaya perjalanan. Terdapat perbedaan pendekatan yang dipakai dalam penerapan metode tersebut diantaranya pendekatan zonal dan
pendekatan individual. Beberapa penelitian yang menggunakan metode zonal diantaranya telah dilakukan oleh Djijono 2002 dan Jalil 2006. Sedangkan
penelitian yang menggunakan pendekatan individu dilakukan oleh Adrianto 2003, Nurdini 2004 dan Sari 2007.
22 Djijono 2002 melakukan penelitian di salah satu Tahura di Indonesia
yaitu Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman yang berlokasi di Propinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan biaya perjalanan dengan teknik pendekatan
zonasi dengan alat analisis regresi, zona dibagi berdasarkan daerah kecamatan tempat tinggal pengunjung. Dari penelitian tersebut didapatkan surplus konsumen
sebesar Rp 9.275,2137 per 1000 penduduk. Berdasarkan analisis yang dilakukan diketahui bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan atau tingkat
kunjungan adalah biaya perjalanan, jumlah penduduk dan waktu kerja. Adrianto 2003 melakukan penelitian terhadap permintaan dan surplus
konsumen di Taman Bunga Nusantara. Dari hasil analisis diperoleh nilai surplus konsumen tahunan sebesar Rp 11.040.439.050,00 per tahun. Sedangkan nilai
manfaat lokasi sebesar Rp 12.486.469.050,00. Biaya perjalanan bagi individu ke lokasi wisata tidak menjadi masalah karena adanya keinginan mereka untuk
mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah mereka kunjungi. Penelitian dengan pendekatan individual yang dilakukan oleh Nurdini
2004 di Hutan Mangrove Muara Angke. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permintaan rekreasi dan surplus konsumen. Dari penelitian yang
dilakukan diketahui nilai dari surplus konsumen tahunan total responden sebesar Rp 52.623,00 per kunjungan sedangkan rata-rata nilai surplus konsumen setiap
individu adalah Rp 900,00 per kunjungan. Variabel tingkat pendapatan kategori pendapatan rendah, jumlah tanggungan, waktu luang, pengetahuan pengunjung
dan frekuensi kunjungan berpengaruh nyata dan negatif. Penelitian yang dilakukan Jalil 2006 yang menilai manfaat ekonomi pada
Taman Wisata Alam Grojogan Sewu TWAGS menunjukkan bahwa tingkat
23 kunjungan rekreasi di TWAGS dipengaruhi oleh biaya perjalanan secara nyata
dan negatif. Nilai manfaat rekreasi yang didapatkan adalah sebesar Rp 2.904.032.238,00.
Sari 2007 melakukan penelitian mengenai permintaan dan nilai ekonomi dari obyek wisata Air Panas Gunung Salak Endah. Dalam penelitian tersebut, nilai
surplus konsumen total dari responden yang mampu mensubstitusikan waktu dengan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan nilai surplus konsumen dari
responden yang tidak mampu mensubstitusikan waktu dengan pendapatan. Surplus konsumen total pertahun yang dijumlahkan dengan pendapatan total dari
tiket masuk selama periode yang sama merupakan nilai ekonomi obyek wisata Air Panas GSE yaitu sebesar Rp 150.897.500,00.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis
3.1.1. Lingkungan sebagai Sumberdaya Milik Bersama
Barang lingkungan sebagai salah satu dari barang-barang bebas adalah barang yang secara fisik kuantitatif tidak terukur. Demikian juga tidak dapat
langsung dinilai dengan uang. Walaupun tidak dapat terkuantifikasi, barang tersebut merupakan komoditi yang banyak digunakan atau dimanfaatkan orang.
Barang demikian dikenal sebagai non-marketable goods, yaitu suatu komoditi yang tidak memiliki sistem pasar, seperti keindahan alam, kejernihan air sungai
dan danau, air tanah dan udara bersih. Sumberdaya lingkungan merupakan barang publik dimana konsumsi yang
berlebihan akan terjadi. Ketiadaan pasar bagi barang lingkungan sebagai barang milik bersama menyebabkan tidak adanya suatu mekanisme keseimbangan yang
secara otomatis membatasi eksploitasi. Hal tersebut menyebabkan perlunya institusi yang mampu menggantikan fungsi pasar. Institusi yang dimaksud adalah
pemerintah. Dengan pengelolaan oleh institusi maka regulasi dalam membatasi akses terhadap sumberdaya dapat dibatasi. Hal tersebut dapat membatasi demand
dan menjaga supply agar sumberdaya lingkungan dapat terus mampu
menyediakan manfaatnya. Pengelolaan tersebut juga akan dapat mengatur metode pemanfaatan yang tepat dan tidak merusak.
3.1.2. Rekreasi Alam dan Fungsinya sebagai Komoditi Ekonomi
Sumberdaya lingkungan merupakan penyedia barang dan jasa yang memberikan manfaat ekonomis Djajadiningrat, 2001. Barang lingkungan dapat
berupa barang dan jasa yang dapat digunakan baik oleh manusia sebagai