11 Pada area berukuran partikel kasar dimana tailing diendapkan memiliki sifat
drainase tanah cukup baik dan infiltrasi air tinggi, sehingga ketersediaan air bagi tanaman pada musim kemarau akan berkurang. Sebaliknya area dengan ukuran
partikel halus memiliki sifat drainase tanah buruk dan infiltrasi air sangat rendah, sehingga pada musim hujan akan terjadi genangan air yang mengakibatkan
ketersediaan O
2
bagi tanaman menjadi berkurang. Sementara nilai pH tailing relatif tinggi dan menyebabkan mobilitas beberapa
unsur hara menjadi rendah. Umumnya pH tailing ≥ 7 di ModADA karena dalam
proses pengolahan bijih menggunakan bahan kapur dari batu gamping di sekitar Grasberg untuk pemisahan tembaga, emas, dan perak melalui proses pengapungan.
Meningkatnya nilai pH berhubungan erat dengan ketersediaan kation-kation basa yang terkandung di tailing. Kation Ca
2+
menjadi sangat tinggi karena berasal dari penambahan kapur pada proses pemisahan bijih, sehingga pH tailing cenderung netral
- agak alkali. Kation Mg
2+
rendah hingga sedang, sedangkan K
+
dan Na
+
rendah. Hasil analisis sifat kimia tailing oleh Istalaksana et al. 2000 menunjukkan bahwa
ketersediaan N dan C organik rendah, sehingga tingkat kesuburan tailing tergolong rendah. Sementara kation basa Ca meningkat, temasuk unsur mikro Fe dan Cu.
Menurut Tordoff et al. 2000 dan Ross 1994, bahwa konsentrasi tinggi dari Ca adalah baik bagi tanaman, namun kandungan logam berat yang diperoleh dari batuan
induk jika terlarut berlebihan akan menghambat pertumbuhan tanaman.
2.5 Geologi dan Geomorfologi di ModADA
Secara geologi area pengendapan tailing ModADA yang terletak di dataran aluvial Ajkwa merupakan hasil pengendapan limbah tailing pasca penambangan.
Pengendapan tailing di ModADA berasal dari sisa hasil penghancuran batuan dari mineral berharga di pabrik pengolahan bijih, dataran tinggi Mile 74.
Sebagian besar area pengendapan tailing di ModADA berupa endapan pasir tailing hasil penambangan bijih Ertsberg dan Grasberg yang berasal dari batuan
intrusi ilaga. Batuan intrusi ini meliputi diorit, diorit kuarsa, monzonit, monzonit kuarsa, stok, retas, dan sill pada periode kuarter dari zaman pliosen. Berdasarkan
kontak geologi, batuan intrusi ini terdapat dalam kelompok batuan kembelangan berumur jura tengah sampai kapur, batu gamping nugini berumur kapur akhir
sampai miosen, formasi tipuma berumur jura tengah sampai trias, formasi aiduna berumur karbon sampai perem, formasi modio berumur silur sampai devon, dan
12 fomasi otomona berumur proterozoikum akhir sampai cambrium. Sebagian besar
dari kelompok batuan ini didominasi batu pasir, batu lumpur, batu lanau, dan batu gamping Rusmana et al., 1995.
Sebelum terjadi pengendapan tailing, dataran rendah ModADA terbentuk dari bahan aluvium kerikil, pasir, dan lumpur yang merupakan dataran aluvium di Kali
Kopi dan Kali Aimua. Bahan endapan tersebut terbawa bersama kedua aliran kali yang berasal dari pegunungan Jayawijaya. Menurut Schroo 1962, daerah ini
merupakan hamparan endapan aluvial yang luas dari zaman pliosen. Pada zaman pliosen terjadi perombakan batuan sehingga menyebabkan endapan aluvial. Proses
pengendapan ini mulai terjadi sejak masa pliosen hingga saat ini DEPTRANS dan PT Parama Consultant, 1986.
2.6 Klasifikasi Tanah Tailing
Tanah-tanah yang berkembang dari tailing di ModADA relatif masih baru dan belum mengalami perkembangan berarti. Pengendapan tailing masih berlangsung
terus menerus hingga saat ini, kecuali pada beberapa area di bagian Barat dari Tanggul Barat telah berakhir masa pengendapan tailing sekitar 20 tahun.
Pengendapan tailing yang terus menerus ini juga dapat menyebabkan perkembangan lapisan tailing terhambat.
Hasil survei sebelumnya pada tahun 1997 di sekitar area pengendapan tailing tidak aktif pada sebagian besar tanah yang berkembang dari endapan tailing termasuk
ordo Entisol. Di sekitar area Kali Kopi Breakout ditemukan endapan tailing tebal dan diklasifikasikan sebagai Typic Tropopsamment, sedangkan endapan tailing tipis
diklasifikasikan sebagai Plinthic Tropaquept. Sementara area Tanggul Barat yang memiliki endapan tailing tebal di Pusat Reklamasi Mile
- 21 diklasifikasikan sebagai
Typic Tropopsamment PTFI dan PT Hatfindo Prima, 1998.
Hasil penelitian Néel et al. 2002 terhadap perkembangan alami tanah dari tailing yang sudah berumur 35 tahun dan mengandung sulfida tinggi di La Petite
Faye, France juga menunjukkan bahwa horison tanah yang terbentuk dari tailing belum matang. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata kecepatan perkembangan tanahnya
relatif lambat, berkisar dari 0.25 - 0.70 cmtahun dengan horison A-C, sehingga diklasifikasikan sebagai ordo Entisol. Karakteristik solum tanah ini tipis 25 cm,
akumulasi bahan organik sedikit, dan ketebalan horison A tidak teratur.
13 Perkembangan horison tanahnya juga lebih lambat karena terletak di daerah beriklim
sedang temperate.
2.7 Peranan Mineralogi dan Proses Perkembangan Tanah