1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir Hudojo, 2003: 40. Matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Hampir
semua aktivitas dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan penerapan ilmu matematika, dari mulai yang sederhana sampai kompleks. Selain itu menurut
Soedjadi 2000 matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan untuk mencapai satu tujuan, misalnya mencerdaskan siswa, tetapi dapat
pula untuk membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan keterampilan tertentu. Mengingat pentingnya mempelajari matematika maka pelajaran
matematika diberikan pada semua tingkat pendidikan, mulai dari SD sampai ke perguruan tinggi.
Matematika merupakan ilmu yang objek kajiannya benda-benda abstrak. Cara bernalar matematika adalah deduktif formal. Objek yang abstrak dan cara berpikir
yang deduktif formal ini harus diberikan kepada seluruh siswa mulai dari SD sampai ke perguruan tinggi. Keabstrakan objek-objek matematika perlu
diupayakan agar dapat disajikan menjadi lebih kongkret, sehingga siswa akan lebih mudah dalam memahami. Menurut Bruner dalam Hudojo 2003: 28 banyak
materi matematika yang dapat diajarkan kepada siswa yang biasanya diajarkan di perguruan tinggi asalkan bahasa dan metode yang dipergunakan dapat dimengerti
siswa.
Hubungan antara titik, garis, dan bidang dalam bangun ruang dipelajari dalam geometri. Menurut Travers dalam Krismanto 2004: 1 geometri merupakan suatu
sistem, yang dengan penalaran logis, dari fakta atau hal-hal yang diterima sebagai kebenaran ditemukan sifat-sifat baru yang semakin berkembang. Terpotong-
potongnya materi geometri menjadi segmen-segmen yang kurang sistemik, mengakibatkan kesulitan dalam menyusunnya menjadi sistem yang hirearkhis,
untuk mengembangkan penalaran dan berpikir logis Krismanto: 2004. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi ini dibandingkan
materi-materi lainnya, karena pada umumnya siswa hanya diajarkan urutan langkah dalam mengerjakan soal. Kurangnya analisis keruangan membuat
kemampuan keruangan pun menjadi lemah. Oleh karena itulah pada umumnya prestasi belajar peserta didik pada materi ini kurang optimal.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di SMA Negeri 1 Pangkah, materi dimensi tiga menjadi materi yang kurang disukai oleh kebanyakan siswa
karena materi tersebut dianggap sulit. Masalah yang dialami siswa adalah sulitnya berimajinasi, tidak tersedianya alat peraga, dan lemahnya dasar materi geometri
yang diperoleh siswa dijenjang SMP. Selain itu kriteria ketuntasan minimal untuk mata pelajaran matematika di SMA N 1 Pangkah adalah 70. Nilai KKM tersebut
disesuaikan dengan nilai minimal pada ujian akhir nasional. Namun pada kenyataannya nilai KKM yang distandardkan di SMA N 1 Pangkah membuat
guru harus menurunkan tingkat kesukaran soal ulangan agar siswa dapat mencapai ketuntasan.
Hal tersebut diperkuat oleh analisis Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP terhadap hasil Ujian Nasional UN tahun 20092010 untuk mata
pelajaran matematika di SMA N 1 Pangkah, daya serap siswa untuk indikator menghitung jarak titik ke garis titik ke bidang pada bangun ruang adalah 27,12
untuk soal paket A, dan 44,07 untuk soal paket B. UN tahun 20082009 daya serap untuk indikator serupa adalah 51,67. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
penguasaan materi siswa untuk indikator tersebut kurang maksimal dibandingkan daya serap siswa untuk indikator lainnya.
TAI Team Assisted Individualization merupakan salah satu program pengajaran yang dikembangkan oleh Slavin. Menurut Slavin 2005 matematika
TAI diprakarsai sebagai usaha merancang bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang membuat metode pengajaran individual
menjadi tidak efektif. Siswa akan bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan saling bertanggung jawab untuk memeriksa, membantu satu sama lain dalam
menghadapi masalah, dan saling memotivasi untuk berhasil. TAI merupakan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah siswa pada materi Dimensi Tiga.
Kesulitan peserta didik pada materi Dimensi Tiga sebenarnya bermula dari lemahnya konsep Dimensi Tiga yang dimiliki peserta didik. TAI menjadi solusi
yang tepat karena dalam pembelajaran TAI aktivitas siswa dalam proses pembelajaran meningkat. Melalui diskusi kelompok dalam pembelajaran TAI ini
nantinya peserta didik akan menemukan konsep, dan kesulitan dalam menyelesaikan masalah akan teratasi melalui bantuan yang diberikan oleh teman
satu kelompok, bahkan guru dapat memberikan bantuan jika memang diperlukan. Tidak ada persaingan antar kelompok dalam pembelajaran TAI karena siswa akan
bekerja sama untuk menyelesaikan masalah. Setiap siswa akan merasa
bertanggungjawab atas keberhasilan teman-teman satu kelompoknya. Dengan ini siswa akan termotivasi untuk belajar dengan cepat dan tepat.
Penggunaan media CD pembelajaran dengan program PowerPoint dalam pembelajaran akan memudahkan imajinasi siswa dalam mempelajari materi
Dimensi Tiga. CD pembelajaran ini dimanfaatkan sebagai sumber belajar siswa di rumah sebelum pembelajaran di kelas. Sehingga siswa sudah memiliki
pengetahuan awal ketika mengikuti pembelajaran di kelas. Dalam CD pembelajaran tersebut memuat materi, contoh soal, serta latihan-latihan soal yang
digunakan sebagai tugas awal siswa yang harus dikumpulkan ketika pembelajaran di kelas.
Berdasarkan uraian di atas, dirasa perlu diadakan penelitian di SMA N 1 Pangkah yang berjudul
“Efektivitas Pembelajaran Matematika dengan Metode TAI Berbantuan CD Pembelajaran Materi Dimensi Tiga Kelas X
”.
1.2 Rumusan Masalah