Pembelajaran IPA SD Teori Belajar Yang Mendasari Pembelajaran IPA di SD

kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, 6 meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan 7 memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMPMTs. Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD MI yang disebutkan dalam Standar Isi 2006:485 meliputi aspek-aspek 1 makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan, 2 bendamateri, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas 3 energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, dan 4 bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

2.1.4.2. Pembelajaran IPA SD

Dalam KTSP 2006:142 telah disebutkan Ilmu Pengetahuan Alam IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep- konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Iskandar 2001:16 Ilmu Pengetahuan Alam untuk anak-anak didefinisikan oleh Paolo dan Marten dalam Carin. 1993:5 sebagai berikut: 1. Mengamati apa yang terjadi 2. Mencoba memahami apa yang diamati. 3. Mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi. 4. Menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan itu benar. Ilmu Pengetahuan Alam untuk anak-anak SD harus dimodifikasi agar anak-anak dapat mempelajarinya. Ide-ide dan konsep-konsep harus disederhanakan agar sesuai dengan kemampuan anak untuk memahaminya.

2.1.4.3 Teori Belajar Yang Mendasari Pembelajaran IPA di SD

2.1.4.3.1 Teori Kognitif

Piaget dalam Utami, 2012 membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia: a. Periode sensorimotor usia 0–2 tahun Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik gerakan anggota tubuh dan sensori koordinasi alat indra. Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll. b. Periode praoperasional usia 2–7 tahun Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek- ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan conservation, yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan. c. Periode operasional konkrit usia 7–11 tahun pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini karena itu disebut tahap operasional konkrit. Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. d. Periode operasional formal usia 11 tahun sampai dewasa Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwa berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menyimpulkan pembelajaran dengan model kooperatif tipe GI dengan media CD pembelajaran merupakan penerapan dari teori kognitivisme. Dimana dalam kognitif yang telah dikemukakan piaget bahwa usia anak SD 7-11 tahun merupakan dalam usia anak berfikir operasional kongkret. Pada tahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa akan lebih mudah dalam menerima pelajaran karena dalam pembelajaran nanti akan dihubungkan dengan peristiwa yang kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini akan sesuai dengan pelaksanaan pembelajaran model kooperatif tipe GI dengan media CD pembelajaran dimana materi disajikan secara nyata melalui gambar dan video yang ditayangkan dalam bentuk media CD pembelajaran kemudian dihubungkan dengan pengalaman siswa sehingga memungkinkan siswa lebih bisa memahami tentang materi yang sedang dipelajari karena pernah melihat dan mengalami secara langsung.

2.1.4.3.2 Teori Konstruktivisme

Dalam tahun-tahun terakhir para pakar pendidikan IPA dan para ahli psikologi kostruktivisme pun memberi banyak sumbangan pikiran terhadap hasil kerja Piaget. Sumbangan pikiran tersebut menunjukkan secara spesifik bagaimana peserta didik memproses informasi atau pelajaran dan bagaimana para guru dapat menjadi fasilitator pada proses tersebut. Manusia secara normal akan berusaha memahami dunianya. Meskipun kita bekerja tidak secermat ilmuwan namun kita tetap berusaha untuk mencari penjelasan, memprediksi dan mengendalikan pengalaman-pengalaman kita. Sehubungan hal itu, anak-anak pun tidak secara sederhana menerima saja informasi yang diberikan oleh guru atau yang didapat dari buku teks. Mereka juga tidak angsung mendapat konsep hanya dengan mengotak-atik obyek-obyek kongkrit,tetapi jika anak-anak tertantang oleh sesuatu yang ingin mereka pelajari, mereka mencoba untuk menghubungkan informasi yang sudah mereka miliki di dalam struktur kognitifnya dan pengalaman sebelumya. Dengan perkataan lain mereka membangun pengetahuan baru dan menarik maknanya dengan jalan menghubungkan informasi baru dengan informasi yang sudah mereka miliki. Aliran pembelajaran seperti disebut aliran konstruktivisme Iskandar, 2001:32. Karakteristik teori belajar konstruktivistik Driver dan Bell dalam ThobroniMustofa, 2011:111 mengajukan karakteristik teori belajar konstruktivisme sebagai berikut: 1. Siswa dipandang sebagai sesuatu yang pasif, tetapi memiliki tujuan. 2. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa. 3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar, melainkan dikonstruksi secara personal. 4. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas. 5. Kuriulum bukanlah sekadar dipelajar, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber. Berdasarkan uraian diatas, terdapat lima karakteristik teori belajar konstruktivisme. Dalam penerapannya untuk pembelajaran IPA melalui model kooperatif tipe GI dengan media CD pembelajaran siswa berperan aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya dalam menganalisis atau menginvestigasi penemuannya dalam memecahkan masalah yang telah mereka diskusikan dengan kelompoknya sesuai topik yang mereka pilih untuk kemudian dipresentasikan. Guru hanya sebagai fasilitator apabila dalam proses pembelajaran siswa menemui kesulitan. 2.1.5. Model Pembelajaran 2.1.5.1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif tipe

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKn MELALUI MODEL TIME TOKEN ARENDS DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS V SDN KANDRI 01 KOTA SEMARANG

0 10 290

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MEDIA CD PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS VB SDN KALIBANTENG KIDUL 01 SEMARANG

0 2 316

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA KELAS V SDN SENDANG BATANG

1 11 217

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD MENGGUNAKAN CD PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS V SDN GEDANGAN REMBANG

0 3 229

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DENGAN MEDIA CD PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS V SDN MANGUNSARI SEMARANG

0 27 302

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL TEMATIK DENGAN MEDIA CD INTERAKTIF PADA SISWA KELAS III B SDN WATES 01 KOTA SEMARANG

1 22 479

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL ROLE PLAYING DENGAN MEDIA VIDEO SISWA KELAS V SDN KANDRI 01 KOTA SEMARANG

1 7 270

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT SISWA KELAS V SDN KANDRI 01 SEMARANG

0 3 210

Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Model Direct Instruction Pada Siswa Kelas IV SDN Kandri 01 Gunungpati Semarang

0 11 234

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT SISWA KELAS V SDN KANDRI 01 SEMARANG.

0 0 1