2.1.4.3 Epidemiologi Shigella sp.
Insidensi shigellosis di Indonesia belum ada data yang pasti, namun di Australia data shigellosis sudah terdata dengan baik. Pada tahun 2012 dilaporkan
terdapat 2,4 kasus100.000 populasi 549 kasus yaitu kasus akibat bawaan makanan dan yang tidak diakibatkan bawaaan makanan. Terjadi penurunan kasus
shigellosis, 5 tahun sebelumnya mencapai 2,8 kasus100.000 populasi per tahun mulai dari 2,2-3,9 kasus100.000 populasi per tahun.
27
Bagian Utara Australia memberi sumbangan shigellosis paling tinggi pada tahun 2012 yaitu 48,9 kasus100.000 populasi. Terjadi penurunan yang signifikan
rata-rata per tahun, mulai tahun 2005-2009 yaitu 70,1 kasus100.000 populasi, hal ini disebabkan karena promosi preventif yang digencarkan pada tahun
20072008 dalam memberikan kesadaran tentang pentingnya mencuci tangan pada masyarakat pribumi, non pribumi maupun masyarakat kecil di Australia.
28
Kasus shigellosis di AS mengalami penurunan dari 2009 ke 2010. Pada tahun 2010, AS menyumbang shigellosis sebanyak 4,82 kasus100.000 populasi
dan tahun 2009 sebanyak 5,24 kasus100.000 populasi.
29,36,37
Prevalensi shigellosis tertinggi ada pada anak usia 0-4 tahun pada tahun 2010 yaitu laki-laki 7,5 kasus100.000 populasi dan perempuan 8,3 kasus100.000
populasi.
28
Sedangkan di Selandia Baru pada tahun 2011 didapatkan hasil 23 kasus100.000 populasi 101 kasus dan tahun 2010 terdapat 2,4 kasus100.000
populasi.
30
Shigellosis atau sering dikenal disentri basiler adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Shigella sp. Organisme ini sangat menular, dengan wabah
foodborne diseasenya. Tidak seperti bakteri penyebab penyakit makanan umum lainnya, bakteri ini habitat alaminya hanya pada manusia tepatnya di saluran
cerna.
3,26
2.1.4.4 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Shigella sp.
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup Shigella sp. dalam makanan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti suhu, pH, kandungan garam dan adanya
bahan pengawet. Inaktivasi akan cepat terjadi pada suhu sekitar 65°C. Sebaliknya,
di bawah beku -20°C atau didinginkan 4°C kondisi Shigella sp. dapat bertahan untuk waktu yang lama.
34,36
Nygren 2012 mengatakan bahwa terjadi 120 kasus wabah foodborne disease di Amerika Serikat AS antara tahun 1998-2008. Faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain: penjamah makanan 58, kontak langsung tangan telanjang dalam menyajikan makanan 38, suhu makanan 15, dan sanitasi
peralatan yang digunakan. Foodborne disease dapat terjadi dari lebih satu faktor.
34
Shigella sp. tumbuh di kisaran pH 5-9 ICMSF 1996. Zaika 2001 menyatakan bahwa S. flexneri akan toleran terhadap asam dan dapat bertahan
hidup pada pH 4 selama 5 hari dalam kaldu saat dilakukan uji dengan inkubasi 28°C. Shigella sp. lebih dapat bertahan hidup dalam kondisi pH dan suhu
rendah.
37
Host juga mempunyai peran penting sebagai faktor pertumbuhan Shigella sp. Sebenarnya, semua usia rentan terkena infeksi Shigella sp. namun pada bayi,
manula dan penderita immunocompromised memiliki faktor resiko yang lebih tinggi.
26
Imun tubuh sebagai proteksi terhadap infeksi Shigella sp. dapat terbentuk dengan sendirinya akibat paparan yang berulang dari Shigella sp.
38
Jika sebelumnya sudah mengalami Shigellosis, maka imun tubuh akan memberikan
perlindungan diri 72 terhadap penyakit dengan Shigella sp. serotipe yang sama. Namun, sebelum terinfeksi Shigellosis dengan serotipe Shigella sp. yang sama,
maka serotipe Shigella sp. yang menginfeksi tersebut tidak akan melindungi terhadap penyakit akibat serotipe Shigella sp. lainnya.
33,39
2.1.4.5 Gejala penyakit Shigella sp.
Gejala klinis shigellosis sangat beragam, mulai dari diare ringan sampai disentri berat, tergantung pada serotype Shigella sp. yang menyebabkan infeksi
dan imunitas hostnya. Masa inkubasi 1-7 hari biasanya 3 hari dan gejala biasanya berlangsung selama 1-2 minggu.
32
Gejala awal termasuk diare berair, demam dan kelelahan. Dalam kasus yang lebih berat, seperti halnya untuk S.
dysenteriae serotipe 1, yang awalnya hanya infeksi dapat menjadi disentri