UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DENGAN MEDIA GAMBAR Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas I Sekolah Dasar Negeri 03 Wuryorejo, Wonogiri

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN

MENULIS PERMULAAN DENGAN MEDIA GAMBAR

Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas I Sekolah Dasar Negeri 03 Wuryorejo, Wonogiri

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh :

1.1.1.1.1 HARYANTO

S 840208105

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa dalam kehidupan sehari-hari sangat memegang peranan penting terutama dalam pengungkapan pikiran seseorang. Konsep, pikiran dan angan-angan seseorang diungkapkan melalui bahasa baik, lisan maupun tertulis.

Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.

Membaca dan menulis sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa diajarkan di sekolah dengan tujuan agar para siswa dapat mengerti maksud yang terkandung dalam bacaan sehingga dapat memahami isi bacaan dengan baik dan benar.

Menurut St. Y. Slamet (2008: 57) bahwa Membaca dan Menulis Permulaan (MMP) merupakan dua aspek kemampuan berbahasa yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan. Pada waktu guru mengenalkan menulis, tentu anak-anak akan membaca tulisannya. Menulis sebagai salah satu aspek kemampuan berbahasa wajib dikuasai oleh siswa. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Djago Tarigan dan Henry guntur Tarigan (1997:20) bahwa pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan (MMP) dengan tujuan memperkenalkan cara membaca dan menulis dengan teknik-teknik tertentu


(3)

sampai dengan anak mampu mengungkapkan gagasan dalam bentuk tulisan, dengan kata lain kalimat sederhana.

Kegiatan membaca dan menulis merupakan kegiatan yang unik dan rumit, sehingga seseorang tidak dapat melakukan hal tersebut tanpa mempelajarinya, terutama anak usia sekolah dasar yang baru mengenal huruf atau kata-kata.Kemampuan membaca merupakan dasar bagi anak untuk menguasai berbagai bidang studi. Lebih lanjut, dijelaskan oleh J.W. Lerner (1998: 349) anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi di kelas berikut. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar.

Dengan keterampilan membaca dan menulis, seseorang dapat mengerti berbagai macam informasi yang terkandung dalam tulisan secara benar.

Keterampilan membaca yang baik dapat dikuasai melalui pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan berlatih secara teratur. Untuk itu diperlukan rencana pembelajaran yang matang yang disusun berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditegaskan bahwa siswa sekolah dasar perlu belajar bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan membaca maupun menulis, sehingga siswa dapat berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis. Keterampilan membaca permulaan ditekankan pada membaca nyaring suku kata dan kata serta melafalkan kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat.


(4)

Sedangkan dalam keterampilan menulis permulaan ditekankan pada menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, dan menyalin serta dikte. Dalam keterampilan membaca yang baik, di dalamnya perlu dikemukakan secara jelas kompetensi apa yang harus dicapai, kompetensi yang dimiliki siswa, indikator-indikator serta pengalaman belajar apa yang harus benar-benar dilatihkan dan dialami oleh siswa.

Berbagai upaya telah dilakukan guru untuk memberi bekal pengetahuan membaca serta pelatihan membaca, namun kenyataan menunjukkan bahwa sampai sekarang ini kemampuan membaca dan menulis permulaan di kalangan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri 03 Wuryorejo, Wonogiri masih jauh dari harapan. Berdasarkan wawancara dengan guru, pembelajaran kurang berhasil dengan ditandai prestasi atau nilai yang dicapai oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia terutama dalam hal membaca dan menulis kurang memuaskan. Hal ini banyak ditemukan pada siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri 03 Wuryorejo, Wonogiri yang belum dapat membaca dan menulis dengan baik, sehingga banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh siswa dalam mempelajari berbagai bidang studi yang lain.

Beberapa faktor yang menjadi penyebab kesulitan siswa dalam membaca dan menulis adalah: (1) siswa kurang latihan; (2) kemampuan guru yang kurang dalam menggunakan media pembelajaran; (3) sistem kegiatan belajar mengajar yang monoton dan kurang menarik, sehingga siswa bosan.


(5)

Pembelajaran membaca dan menulis kelas I SDN 03 Wuryorejo bersifat konvensional, belum menerapkan pembelajaran yang inovatif, dimana siswa belum berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran masih berpusat pada guru (central teaching), selain itu guru belum memanfaatkan media pembelajaran secara maksimal terutama penggunaan media gambar dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Dalam penelitian ini peneliti ingin menyampaikan salah satu alternatif tindakan dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan dengan media gambar bagi siswa kelas I pada Sekolah Dasar Negeri 03 Woryorejo, Wonogiri. Metode pengajaran dengan menggunakan media gambar merupakan salah satu strategi dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan media gambar ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan bagi siswa. Penggunaan media gambar dalam proses pembelajaran perlu dibahas mengingat sebagian besar siswa kelas I pada Sekolah Dasar Negeri 03 Wuryorejo, Wonogiri masih rendah kemampuannya dalam membaca dan menulis.

Media gambar yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa potret, kartu pos, ilustrasi dari buku, dan gambar cetak sesuai dengan tema dalam bacaan. Sedangkan gambar yang digunakan meliputi gambar: orang, binatang, tumbuh-tumbuhan, peristiwa, dan alam sekitar yang sering di kenal oleh siswa.


(6)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan menggunakan media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SDN 03 Wuryorejo Kecamatan Wonogiri ?

2. Apakah Pembelajaran dengan menggunakan media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SDN 03 Wuryorejo Kecamatan wonogiri ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian

Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan dan motivasi belajar pada siswa kelas I SDN 03 Wuryorejo Kecamatan Wonogiri melalui pembelajaran dengan media gambar.

2. Tujuan Khusus Penelitian

Secara khusus, penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk : a. Meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada


(7)

b. Mengetahui dampak penggunaan media gambar bagi peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SDN 03 Wuryorejo Kecamatan Wonogiri.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khazanah keilmuan yang terkait dengan proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan secara efektif dengan menggunakan media gambar.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi : a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah kemampuan membaca dan menulis siswa dengan menggunakan media gambar, sehingga kemampuan membaca dan menulis dapat ditingkatkan.

b. Bagi Guru Kelas

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan guru untuk mengembangkan kemampuan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran membaca dan menulis yang benar-benar efektif dengan menggunakan media gambar, serta dapat menambah pengalaman guru.


(8)

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran tentang kompetensi guru dalam mengajar dan kompetensi siswa dalam mengembangkan kemampuan membaca dan menulis, sehingga diharapkan kemampuan membaca dan menulis siswa dapat ditingkatkan.

d. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para peneliti lain untuk menambah pemahaman wawasan keilmuan dan penelitian guna merancang penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian dan focus masalah yang berbeda.


(9)

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori 1. Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan

a. Pengertian Kemampuan

Kemampuan membaca merupakan hal yang sangat urgen dalam mempelajari segala ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang.membaca merupakan kemampuan yang sangat kompleks. Membaca tidak sekadar kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata, bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seseorang pembaca agar ia mampu memahami materi yang dibacanya. Pembaca berupaya agar lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.

Kemampuan (Chaplin,2000:1) dapat diartikan sebagai kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan; tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan sesuatu perbuatan. Sedangkan menurut Sternberg (1994: 3) kemampuan adalah suatu kekuatan untuk menunjukkan suatu tindakan khusus atau tugas khusus, baik secara fisik maupun mental. Senada dengan pendapat Sternberg, Warren (1994: 1) mengemukakan bahwa kemampuan adalah kekuatan siswa dalam menunjukkan tindakan responsif, termasuk gerakan-gerakan terkoordinasi yang bersifat kompleks dan pemecahan problem mental.


(10)

Lain halnya dengan pendapat Gagne dan Briggs (1997: 57) kemampuan adalah hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu proses belajar-mengajar. Selaras dengan itu, Eysenck, Arnold, dan Meili (1995: 5) mengemukakan bahwa kemampuan adalah suatu pertimbangan konseptual. Selanjutnya mereka mengatakan bahwa kemampuan berarti semua kondisi psikologi yang diperlukan siswa untuk menunjukkan suatu aktivitas.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah suatu kecakapan atau kesanggupan yang sangat diperlukan siswa untuk melakukan suatu tindakan atau aktivitas. b. Pengertian Membaca

Ada beberapa ahli memberikan definisi tentang membaca, baik membaca sebagai suatu aktivitas umum bagi kebanyakan orang dan sebagai aspek yang digunakan dalam pembelajaran bahasa. Menurut Heilman, dalam suwaryono Wiryodijoyo (1989: 1), ”Membaca ialah pengucapan kata-kata dan perolehan arti dari barang cetakan. Kegiatan itu melibatkan analisis, dan pengorganisasian berbagai keterampilan yang kompleks. Termasuk di dalamnya pelajaran, pemikiran, pertimbangan, perpaduan, pemecahan masalah, yang berati menimbulkan kejelasan informasi bagi pembaca”. Senada dengan pendapat Davis (1995: xi-1) menyatakan:

” Reading is a complex which, since the turne of the century, has been extensively studied across a wide range of different disciplines. Lebih jauh dikatakan: ”Reading is privet. It is a mental, or cognitive, process whicen involves a reader in trying to follow and respond to a massage from a writer who is distant in space and time”


(11)

Pernyataan di atas dapat dipahami bahwa membaca pada dasarnya adalah suatu proses yang kompleks, yang sejak permulaan abad ini telah banyak dilakukan studi dan penelitian dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Membaca merupakan proses mental atau kognitif yang membawa seorang pembaca untuk mencoba mengikuti dan merespon pesan dari seorang penulis yang berada jauh dan waktu yang berbeda.

Horby, (1995; 699) mengemukakan , ” Reading is a look and understand something written or printed”. Senada dengan pendapat Harris (1971: 13) bahwa, ” Reading is a meaningfull interpretation of printed or written verbal symbols”. Berdasarkan pendapat tersebut bahwa membaca

adalah melihat dan mengetahui sesuatu yang berupa tulisan atau cetakan. Membaca adalah suatu penafsiran yang bermakna dari cetakan atau simbol verbal tulisan.

Lain halnya menurut Martinus Yamin (2006: 106) membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi yang disampaikan secara verbal dan merupakan hasil ramuan pendapat, gagasan, teori-teori, hasil peneliti para ahli untuk diketahui dan menjadi pengetahuan siswa. Sementara Ngalim Purwanto (1997: 27) menyebutkan bahwa ”membaca ialah menangkap pikiran dan perasaan orang lain dengan tulisan (gambar dari bahasa yang dilisankan)”.

Membaca merupakan suatu proses sensoris, membaca dimulai dari melihat. Stimulus masuk lewat indra penglihatan atau mata. Kelemahan penglihatan yang umum diderita anak adalah kekeliruan kesiapan (refractive error), yang berarti tidak lain dari kondisi mata yang tidak terpusat. Kesiapan


(12)

membaca dimulai dengan mendengarkan. Persiapan auditoris anak dimulai dari rumah dalam bentuk pembinaan kosakata, menyimak efektif dan keterampilan membedakan.

Membaca sebagai proses perkembangan, ini dapat dilihat bahwa kemajuan kemampuan membaca pada umumnya bergerak teratur, anak yang tidak dapat membaca karena belum cukup matang , mereka akan meminta kesabaran guru untuk menanti dia sampai pada tingkat kematangannya. Kesiapan anak didik itu harus dikembangkan pada setiap taraf perkembangan kemampuannya. Oleh karena itu, guru harus betul-betul menyiapkan kesiapan anak tersebut pada taraf sebelumnya. Ada dua hal yang harus diperhatikan guru dalam proses perkembangan membaca anak. Yang pertama adalah guru harus selalu sadar bahwa membaca merupakan sesuatu yang diajarkan dan bukan sesuatu yang terjadi secara insidental, tidak ada seorang anak yang dapat membaca dengan jalan menonton orang lain membaca dan yang kedua membaca bukanlah sesuatu subjek melainkan suatu proses.

Fathur Rohman (2005: 1-2) mengemukakan bahwa membaca merupakan proses psikologis. Proses psikologi tentang peristiwa membaca yaitu dengan cahaya, bacaan masuk ke mata dan oleh saraf sensorik sebaagi reseptor di teruskan ke pusat bahasa yaitu pusat pembentukan kalimat dan langsung ke pusat organisasi berpikir. Setelah di olah melalui proses transtendensi dikembalikan melalui reseptor di mulut dan alat-alat ucap maka terjadilah peristiwa membaca. Dalam proses ini tidak hanya terjadi proses psikologis, yaitu berpikir, tetapi sekaligus peristiwa fisikologis yaitu


(13)

pekerjaannya alat-alat ucap sewaktu membaca. Selain alat-alat produksi suara, hal-hal grafis juga berperan, yaitu besar, bentuk dan jenis huruf, gambar atau kertas. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah membaca merupakan peristiwa individual. Apabila perkembangan berpikir atau mata seseorang dalam hal ini adalah siswa terganggu maka perkembangan membaca siswa itu juga terganggu.

Proses membaca ialah proses ganda, meliputi proses penglihatan dan membaca tergantung kemampuan melihat simbol-simbol, oleh karena itu mata memainkan peranan yang penting (http://www.bkkpenabur.or.id./Jurnal /08/01/-035.pdf). Selain itu membaca juga sebagai salah satu alat untuk

belajar berbagai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Membaca itu sendiri adalah salah satu dari empat kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan (Tampubolon, 1987: 5) http://www1.bpkpenabur.or.id/Jurnal/08/017-035.pdf.

Sabarti Akhadiah, (1991: 24) menyatakan bahwa “membaca merupakan kesatuan terpadu yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkan dengan bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan”. Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis, yang reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan dapat memperoleh informasi ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru (St. Y. Slamet, 2008:58). Sementara Eric Doman (1991: 64) mengemukakan bahwa “membaca adalah suatu proses pengenalan kata dan memahami kata-kata


(14)

serta ide, selain itu membaca merupakan ketrampilan yang wajib dimiliki anak usia sekolah dasar”.

Pendapat lain yang disampaikan oleh Cennedy (1981: 5) bahwa membaca merupakan kemampuan individu untuk mengenali bentuk visual, menghubungkan dengan suara dan makna yang diperoleh, dan berdasarkan pengalaman masa lampau berusaha untuk memahami dan menginterpretasikan makna tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah melihat kemudian memahami sesuatu yang berupa tulisan atau cetakan. Membaca adalah suatu penafsiran arti yang bermakna dari suatu simbol-simbol verbal yang berupa cetakan atau tulisan. Membaca adalah memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tertulis atau bacaan.

Dalam strategi pemahaman terhadap bacaan, Brown (2001: 306-310) mengemukakan, “Strategies for reading comprehension: (1) Identify the purpose in reading; (2) Use graphemic rules and patterns ti aid in bottom-up decoding (especially for beginning level learners); (3) Use efficient silent reading technicques for relatifelly rapid comprehension (for intermediate to advanced levels); (4) Skim the text for main ideas; (5) Scan the text for specific information; (6) Use Semantic mapping or clustering; (7) Guess when you aren’t certain; (8) Analyze vocabulary; (9) distinguish between literal and implied meanings; (10) Capitalize on discourse markers to process relationships”.

Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa strategi untuk memahami bacaan adalah: (1) mengidentifikasi tujuan membaca; (2) menggunakan aturan dan pola-pola bentuk tertulis untuk membantu pengkodean (bagi pelajar pemula); (3) menggunkan teknik membaca dalam hati untuk pemahaman bacaan yang cepat dan efisien (bagi pelajar menengah


(15)

dan lanjutan); (4) membaca cepat untuk menemukan ide utama; (5) scanning teks untuk informasi-informasi khusus; (6)menggunakan pemetaan semantic; (7) menebak saat anda tidak yakin; (8) menganalisa kosa kata; (9) membedakan makna tersurat dengan makna tersirat; (10) mengkapasitasikan penanda wacana pemrosesan hubungan.

Seorang pembaca dapat dikatakan berhasil dalam membaca, apabila ia telah memiliki kemampuan. Kemapuan yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan untuk: (1) menggunakan kata-kata sesuai dengan arti leksikal; (2) menggunakan pengetahuan gramatikalnya untuk menangkap makna, misalnya menafsirkan anak kalimat yang tak terbatas; (3) menggunakan teknik-teknik berbeda untuk tujuan yang berbeda pula, misalnya membaca melompat dan sekaligus untuk kata atau sebuah informasi; (4) menghubugkan isi teks denga latar belakang pengetahuannya terhadap objek yang dibacanya; dan (5) mengidentifikasi makna retorika atau fungsi dari kalimat atau segmen teks misalnya dengan memahami kapan penulis memberikan suatu definisi atau ringkasan walaupun tidak diberi frasa-frasa penanda (Nunan, 1998: 32).

Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang membaca yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa membaca adalah merupakan suatu proses kegiatan terpadu yang melibatkan berbagai proses psikologis, sensoris, motoris, dan perkembangan keterampilan untuk mengenal, mengolah serta memahami smbol-simbol bunyi yang terdapat di dalam bacaan.


(16)

c. Pengertian Membaca Permulaan

Membaca permulaan (Depdikbud, 1991) termasuk jenis-jenis pengajaran membaca dan menulis. Sedangkan menurut (Tarigan,1979) membaca permulaan adalah mengasosiasikan lambang tulisan sebagai proses mencocokkan huruf atau melafalkan yang ditempuh sebagai langkah yang pertama. (http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/tarbiyah/peningkatan kemampuan membaca permulaan Alqur’an melalui pendekatan quantum-t).

Berdasarkan dari beberapa pengertian tentang kemampuan, membaca, dan membaca permulaan maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemampuan membaca permulaan adalah kecakapan atau kesanggupan siswa dalam mengasosiasikan lambang tulisan sebagai proses untuk mencocokkan huruf serta melafalkan dengan tepat sebagai langkah awal dalam pembelajaran membaca.

d. Tujuan Membaca

Tujuan utama dalam membaca adalah mencari dan memperoleh informasi yang terkandung dalam suatu bacaan. Makna yang terkandung dalam suatu bacaan erat sekali berhubungan dengan maksud dan tujuan dalam membaca. Menurut Anderson (1972: 214) mengemukakan beberapa tujuan penting dalam membaca :

1) Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts);

2) Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas);

3) Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization);


(17)

4) Membaca untuk menyimpulkan (reading for inference); 5) Membaca untuk mengklasifikasikan (reading for classify);

6) Membaca menilai, membaca untuk evaluasi (reading for evaluate); 7) Membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading

to compare or contrast).

Menurut Ngalim Purwanto (1997: 27) bahwa, “ tujuan membaca ialah menangkap bahasa yang tertulis dengan tepat dan teratur”. Menangkap bahsa yang tertulis yang dimaksudkan adalah memahami isi bacaan yang merupakan buah pikiran penulisnya.

Tujuan pembelajaran membaca dan menulis secara rinci disampaikan oleh St. Y. Slamet (2008: 77) adalah sebagai berikut :

(1) memupuk dan mengembangkan kemampuan anak untuk memahami dan mengenalkan cara membaca dan menulis permulaan dengan benar;(2) melatih dan mengembangkan kemampuan anak untuk mengenal dan menuliskan huruf-huruf;(3) melatih dan mengembangkan kemampuan anak untuk mengubah tulisan menjadi bunyi bahasa atau menuliskan bunyi-bunyi bahasa yang didengarnya;(4) memperkenalkan dan melatih anak mampu membaca dan menulis sesuai dengan teknik-teknik tertentu;(5) melatih keterampilan anak untuk memahami kata-kata yang dibaca, didengar atau ditulisnya dan mengingatnya dengan baik;(6) melatih keterampilan anak untuk dapat menetapkan arti tertentu dari sebuah kata dalam suatu konteks.

Kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca permulaan berikutnya. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan pengenalan membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru, sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca


(18)

permulaan anak akan mengalami kesulitan untuk memiliki kemampuan membaca permulaan yang memadai. Kemampuan membaca sangat diperlukan oleh setiap orang yang ingin memperluas pengetahuan dan pengalaman, mempertinggi daya pikir, mempertajam penalaran, untuk mencapai kemajuan, dan peningkatan diri (St. Y. Slamet, 2008: 58).

e. Fungsi dan Manfaat Membaca

Membaca dilakukan dengan tujuan tertentu. Sebagaimana dalam tujuan membaca permulaan yang telah dikemukakan di atas, bahwa membaca bertujuan untuk memahami isi pikiran orang lain melalui bahasa tulis. Dengan membaca maka pembaca dapat mempersepsi pikiran orang lain lebih tepat. Ngalim Purwanto (1997: 27) mengemukakan manfaat membaca antara lain:

(a) Di sekolah, membaca itu mengambil tempat sebagai pembantu bagi seluruh mata pelajaran;(b) Mempunyai nilai praktis. Sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Bagi perseorangan, membaca itu merupakan alat ntuk menambah pengetahuan;(c) Sebagai penghibur. Untuk pengisi waktu luang;(d) Memperbaiki akhlak dan bernilai keagamaan; jika yang dibaca adalah buku-buku yang bernilai etika ataupun keagamaan.

Menurut St. Y. Slamet (2008 : 68-69), kegiatan membaca yang sangat bermanfaat itu bahkan ada yang menyatakan sebagai jantungnya pendidikan, memiliki banyak fungsi, antara lain :

1) Fungsi intelektual

Dengan banyak membaca kita dapat meningkatkan kadar intelektualitas, membina daya nalar kita.


(19)

2) Fungsi pemacu kreativitas

Hasil membaca kita dapat mendorong, menggerakkan diri kita untuk berkarya, didukung oleh keluasan wawasan dan pemilikan kosakata.

3) Fungsi praktis

Kegiatan membaca dilaksanakan untuk memperoleh pengetahuan praktis dalam kehidupan.

4) Fungsi rekreatif

Membaca digunakan sebagai upaya menghibur hati, mengadakan tamasya yang mengasyikan.

5) Fungsi informatif

Dengan banyak membaca informatif seperti surat kabar, majalah, dan lain-lain dapat memperoleh berbagai informasi yang sangat kita perlukan dalam kehidupan.

6) Fungsi religious

Membaca dapat digunakan untuk membina dan meningkatkan keimanan, memperluas budi, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. 7) Fungsi sosial

Kegiatan membaca memiliki fungsi sosial yang tinggi manakala dilaksanakan secara lisan atau nyaring. Dengan demikian, kegiatan membaca tersebut langsung dapat dimanfaatkan oleh orang lain mengarahkan sikap berucap, berbuat dan berpikir.


(20)

8) Fungsi pembunuh sepi

Kegiatan membaca dapat juga dilakukan untuk sekedar merintang-rintang waktu, mengisi waktu luang.

Menurut St. Y. Slamet (2008 : 69) Kegiatan membaca mendatangkan berbagai manfaat, antara lain :

a) Memperoleh banyak pengalaman hidup.

b) Memperoleh pengetahuan umum dan berbagai informasi tertentu yang sangat berguna bagi kehidupan.

c) Mengetahui berbagai peristiwa besar dalam peradaban dan kebudayaan suatu bangsa.

d) Dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir di dunia.

e) Dapat mengayakan batin, memperluas cakrawala pandang dan pikir, meningkatkan taraf hidup dan budaya keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa.

f) Dapat memecahkan berbagai masalah kehidupan, dapat mengantarkan seseorang menjadi cerdik pandai.

g) Dapat memperkaya perbendaharaan kata, ungkapan, istilah, dan lain-lain yang sangat menunjang keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis.

Mempertinggi potensialitas setiap pribadi dan mempermantap eksistensi dan lain-lain.

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca

Sabarti Akhaidah (1991: 26) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca, yaitu:


(21)

Artinya bahwa motivasi merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap kemampuan membaca. Sering kegagalan membaca terjadi karena rendahnya motivasi.

2) Lingkungan Keluarga

Artinya orang tua yang memiliki kesadaran akan pentingnya kemampuan membaca akan berusaha agar anak-anaknya memiliki kesempatan untuk belajar membaca. Untuk itu orang tua memegang peranan penting untuk pengembangan kemampuan membaca anak.

3) Bahan Bacaan

Artinya bahan bacaan akan mempengaruhi seseorang dalam minat maupun kemampuan memahaminya. Bahan bacaan harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan anak jangan terlalu sulit dan terlalu mudah. Faktor yang diperhatikan dalam penantuan bahan bacaan adalah topik dan taraf kesulitan pembaca.

Sunarto dan Agung Hariono (1994: 115) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yang ringkasannya sebagai berikut:

1) Umur Anak

Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman dan meningkatkan kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik akan mempengaruhi


(22)

sehubungan dengan sempurnanya orang bicara, kerja otot untuk gerak dan isyarat.

2) Kondisi Lingkungan

Lingkungan memberi andil yang cukup besar dalam bahasa. Perkembangan bahasa diperkotaan akan berbeda dengan lingkungan pedesaan, lingkungan disini adalah linkungan dimana anak tumbuh dan berkembang.

3) Kecerdasan Anak

Untuk meniru lingkungan tentang bunyi dan suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda memerlukan kemampuan motorik yang baik. 4) Status Sosial Ekonomi Keluarga

Kelurga yang berstatus sosial ekonomi tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial ekonomi rendah dalam kemampuan bahasanya.

5) Kondisi Fisik

Kondisi fisik yang dimaksud adalah kondisi kesehatan anak seseorang yang cacat dan terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap akan menggangu perkembangan bahasanya.

Sementara itu Suyatmi (1997: 11) menjelaskan beberapa faktor penunjang kegiatan membaca, antara lain:


(23)

1) Faktor intern, meliputi: kompetensi bahasa, minat, motivasi, konsentrasi, ketekunan, kesehatan jasmani dan rohani, kemampuan menetralkan titik kelelahan, memiliki latar belakang pengetahuan yang sesuai dan penguasaan kosakata yang memadai serta kemampuan memahami maksud bacaan secara cepat dan cermat. 2) Faktor ekstern, meliputi: (a) pengadaan buku-buku bacaan yang

baik, yang sesuai dengan kebutuhan, menarik dan menimbulkan keasyikan dan harap yang dapat di jangkau masyarakat luas, (b) unsur-unsur dalam bacaan dan sifat-sifat lingkungan baca atau faktor keterbacaan, (c) kondisi dan situasi lingkungan yang merangsang kegemaran membaca, termasuk di dalamnya pengadaan tempat belajar, suasana keluarga, sekolah. Masyarakat sekitar, teman guru, dan tokoh masyarakat.

Faktor-faktor selain faktor akademik yang perlu dipertimbangkan di dalam kesiapan membaca menurut SuwaryonoWiryodjoyo (1989: 4-7), yang ringkasannya sebagai berikut:

1) Kecerdasan

Kematangan untuk belajar membaca belum tentu sama untuk setiap anak, meskipun umumnya orang menganggap bahwa pada umru 6-7 tahun, anak sudah matang untuk belajar membaca. Antar IQ, usia mental dan keberhasilan belajar membaca ada hubungannya. Anak yang taraf kecerdasannya (IQ) 50, misalnya hanya dapat diajari bahan-bahan yang sangat mudah.


(24)

2) Kesehatan Jasmani

Pengaruh kesehatan jasmani atas hasil belajar membaca cukup besar terutama persepsi mata dan telinga sama pentingnya dengan tingkatan energi yang dipergunakannya.

3) Rumah dan Masyarakat

Latar belakang pengalaman, gaya hidup anak dirumah mempengaruhi hasil belajarnya di sekolah.

4) Kematangan Sosial dan Kebebasan

Sebelum ada kematangan sosial biasanya anak belum banyak mengadakan kontak sosial dengan teman-temannya.

5) Integrasi Persyaratan

Adanya koordinasi antara mata, telinga, dan psikomotor untuk belajar membaca.

g. Metode Pembelajaran Membaca Permulaan

Pembelajaran membaca permulaan merupakan langkah awal proses pembelajaran di tingkat pendidikan dasar sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.

St. Y. Slamet (2008: 62-70) mengemukakan empat metode dalam pembelajaran membaca permulaan adalah sebagai berikut :

1) Metode SAS

SAS singkatan dari Struktural Analitik Sintetik.

Struktur bahasa terdiri atas kalimat. Kalimat merupakan bagian


(25)

mempunyai bagian yang disebut unsur bahasa (kata, suku kata, dan bunyi atau huruf). Berbahasa berarti mengucapkan, menuliskan, menyatakan atau menggunakan struktur bahasa yang dimulai dari struktur kalimat dan disambung dengan struktur kalimat berikutnya.

Analitik berarti memisahkan, menceraikan, membagi,

menguraikan, membongkar, dan lain-lain. Sebelum kita membuat suatu rencana, biasanya mengadakan analisis. Dalam analisis itu dapat diperoleh dat tentang fungsi, nilai dan arti.

Sintetik berarti menyatukan, menggabungkan, merangkai,

menyusun. Setelah mengenal struktur, mengenal bagian secara analitik, selanjutnya mensintesiskan kembali untuk mengenal struktur. Metode SAS dalam pembelajaran bahasa menekankan sekali hal-hal yang fungsional. 2) Metode Abjad dan Metode Bunyi

Akhaidah (dalam St. Y. Slamet, 2008: 68-69) menyatakan bahwa metode abjad dan metode bunyi merupakan metode-metode yang sudah sangat tua. Dalam penerapannya, kedua metode tersebut sering menggunakan kata-kata lepas.

Beda antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada pengucapan huruf. Pada metode abjad, huruf diucapkan sebagai abjad, misalnya “a”, “be”,”ce”, dan seterusnya; sedangkan pada metode bunyi, huruf diucapkan sesuai dengan bunyinya, misalnya [m], [n], [b], [c], [a], dan seterusnya.


(26)

3) Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan metode Kata Lembaga

Metode kupas rangkai suku kata dan metode kata lembaga dalam penerapannya menggunakan cara mengurai dan merangkaikan.

Dalam metode kupas rangkai suku kata, penerapannya dengan cara memperkenalkan huruf kepada siswa, suku kata kata yang sudah dikenal oleh siswa diuraikan menjadi huruf, kemudian huruf dirangkaikan lagi menjadi suku kata.

Sedangkan pada metode kata lembaga, penerapannya dengan cara menyajikan kata-kata kepada siswa : salah satu diantaranya merupakan kata lembaga, yaitu kata yang sudah dikenal oleh siswa. Kata tersebut diuraikan menjadi satu suku kata, suku kata diuraikan menjadi huruf. Setelah itu dirangkai lagi menjadi kata.

4) Metode Global

Metode global timbul sebagai akibat adanya pengaruh aliran psikologi gestalt, yang berpendapat bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna daripada jumlah bagian-bagiannya.

Dalam penerapannya, metode ini memperkenalkan kepada siswa beberapa kalimat, untuk dibaca. Sesudah siswa dapat membaca kalimat-kalimat itu, salah satu diantaranya dipisahkan untuk dikaji, dengan cara menguraikannya atas kata, suku kata, huruf-huruf. Setelah siswa dapat membaca huruf-huruf itu, kemudian huruf-huruf dirangkaikan lagi sehingga terbentuk suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat lagi.


(27)

Menurut Ngalim Purwanto (1997: 31) ada lima metode pembelajaran membaca permulaan yaitu : metode eja, metode bunyi, metode lembaga kata, metode global, dan metode struktur analisis sintesis.

i. Metode Eja

Metode ejaan adalah metode yang paling awal, yang sekarang sudah jarang atau tidak pernah dipakai lagi. Metode ini mengajarkan kepada anak-anak huruf-huruf dalam abjad dengan namanya, bukan dengan bunyinya.

ii. Metode Bunyi

Metode bunyi adalah metode pembelajaran membaca permulaan dengan mengajarkan bunyi huruf. Pembelajaran membaca permulaan dengan metode ini sama dengan metode eja, namun yang diajarkan adalah bunyinya.

iii. Metode lembaga kata

Metode lembaga kata adalah mengajarkan membaca dengan mengenalkan kepada anak tentang kata yang sudah dikenal, kemudian menguraikan kata tersebut menjadi suku kata dan huruf, dan kemudian merangkaikan lagi. iv. Metode global

Metode global merupakan metode yang ditemukan oleh ahli ilmu jiwa dari Belgia yaitu Decroly. Metode ini berdasarkan ilmu jiwa Gestalt. Metoed ini dilakukan dengan mengenalkan kata-kata yang mudah dan berhubungan dengan diri anak, kemudian mengenalkan kata-kata yang hampir sama. Setelah dapat membedakan kata-kata yang hampir sama


(28)

maka anak akan mengenal suku kata, mengenal huruf dan bunyi huruf., dan kemudian dapat merangkai kata dilanjutkan dengan merangkai kata dilanjutkan dengan merangkai kalimat.

v. Metode struktur analisis sintesis (SAS)

Metode ini mirip dengan metode global. Perbedaannya pada kata yang dikenalkan pada anak. Jika pada metode global, kata yang dikenalkan kepada anak sudah berbentuk kalimat sederhana, sedangkan pada metode SAS, hanya mengenalkan satu kata saja.

2. Hakikat Menulis a. Pengertian Menulis

Menulis merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dengan membaca. Jika membaca merupakan kegiatan yang dilakukan oleh mata dan pikiran, sedangkan menulis merupakan kegiatan membaca yang ditambah dengan kegiatantangan. Kegiatan menulis merupakan kegiatan untuk menampakkan simbol dari kata-kata yang dikehendaki oleh penulis. Dengan menulis maka seseorang dapat menyampaikan informasi kepada orang lain tanpa harus bertemu secara langsung dengan orang yang bersangkutan.

Henry Guntur Tarigan (1993: 13) menyatakan bahwa “menulis adalah kegiatan menuangkan ide/ gagasan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampai”. Pendapat senada dikemukakan oleh Burhan Nugiyantoro (1988: 273) bahwa “menulis adalah aktivitas aktif produktif, yaitu aktivitas menghasilkan bahasa”.


(29)

Pendapat lain mengatakan bahwa menulis adalah suatu kegiatan atau aktivitas dari seseorang untuk menyampaikan suatu gagasan secara tidak langsung kepada orang lain dengan pembaca dengan menggunakan lambang grafik yang dapat dipahami oleh penulis dan pembaca sehingga terjadi komunikasi tidak langsung diantara penulis dan pembaca (Muchlisoh,1992: 233).

Sementara Ferneaux (1999: 57) mengatakan, “Writing is essentially act: you usually write to communicate with audience. Which has expatitions the key type (orgence) you produce”. Dalam pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa menulis pada dasarnya merupakan suatu tindakan, dimana dalam proses menulis ini penulis berkomunikasi dengan seorang audien yang memiliki kecakapan tentang jenis teks yang dihasilkan oleh penulis.

Bell dan Burnaby dalam Nunan (1989: 141) menyatakan bahwa “menulis adalah aktivitas kognitif yang kompleks dimana penulis membutuhkan untuk mempertunjukkan pengaturan sejumlah variable secara bersamaan”.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat dinyatakan bahwa menulis merupakan aktivitas yang bertujuan untuk menuangkan ide dengan menggunakan bahasa. Jika dikaitkan dengan pengertian bahwa tulisan adalah simbol bahasa, maka menulis dapat dikatakan sebagai menuangkan ide atau gagasan melalui simbol bahasa dengan tujuan agar ide atau gagasan tersebut dapat dipahami oleh orang lain dalam waktu dan tempat yang berlainan.


(30)

b. Dasar-Dasar Pembelajaran Menulis

Pembelajaran menulis telah diberikan kepada siswa sejak kelas 1 Sekolah Dasar. Keterampilan menulis tidak diperoleh secara ilmiah tetapi, melalui proses belajar. Meskipun demikian bukan berarti bahwa pemahaman anak terhadap tulisan, baru dimulai sejak di sekolah formal. Strickland dalam Burns, dkk (1996: 42) menyatakan anak mulai membaca dan menulis dalam awal hidupnya tanpa pengajaran formal. Bahkan sebelum dapat menulis anak telah memahami cerita dan dapat bercerita kepada orang lain. Pendapat tersebut memang benar bahwa anak sebelum mengenal tulisan dan bacaan, mereka telah memahami cerita dan dapat bercerita kepada orang lain.

Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang multiaspek, yaitu keterampilan yang melibatkan berbagai ragam keterampilanlain. Tidak hanya melibatkan kegiatan fisik, namun juga melibatkan kegiatan mental. Keterampilan menulis melibatkan beragam aspek mulai dari memegang pensil, menggerakkan tangan dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah dan sebaliknya, menggerakkan tangan sambil memperhatikan apa yang sedang ditulis, menggambarkan bunyi dalam bentuk huruf dan merangkainya sampai menuangkan pikiran dan perasaan yang mengandung pesan.

Dalam pembelajaran menulis, anak sudah belajar mencorat-coret, membuat garis dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah dan sebaliknya dan membuat gambar tertentu, menunjukkan bahwa dalam diri anak sudah muncul keberwacanaan sejak awal sebelum masuk sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut, Jalango (1992: 233) menyatakan bahwa “menggambar


(31)

dan menulis merupakan proses mengarang yang digunakan anak berkomunikasi”. Dengan demikian untuk mengembangkan kemampuan menulis, salah satunya dengan cara mengajari anak belajar menulis melalui tulisan. Faris (1993: 182) mengemukakan bahwa “jika menginginkan anak terampil menulis maka dalam belajar menulis mereka harus aktif berpartisipasi dalam tugas-tugas menulis”. Dari pendapat tersebut berarti bahwa jika menginginkan anak memiliki keterampilan menulis, maka ia harus sering latihan belajar menulis. Karena itu, beberapa metode pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dapat menjadi alternatif yang dipilih oleh guru.

Kemampuan menulis merupakan salah satu jenis kemampuan yang bersifat produktif. Artinya kemampuan menulis merupakan kemampuan yang menghasilkan tulisan. Dalam kegiatan menulis memerlukan kemampuan yang lain misalnya berpikir logis, menggunakan bahasa yang komunikatif, dan menerapkan kaidah-kaidah yang benar.

Pada awal pembelajaran di kelas I SD, siswa mulai dikenalkan dengan lambang-lambang bunyi. Permulaan pembelajaran menulis inilah yang akan menjadi dasar kemampuan selanjutnya. Maka Pembelajaran menulis permulaan sangat perlu mendapatkan perhatian yang serius bagi guru.

c. Tahapan-Tahapan Kegiatan Menulis

Menulis permulaan merupakan langkah awal dalam kegiatan pembelajaran pada pendidikan tingkat dasar. Maka didalam memberikan


(32)

pembelajaran menulis permulaan dilakukan beberapa fase atau tahapan. urut ST. Y. Slamet (2008: 73) mengatakan sebelum pembelajaran menulis permulaan diajarkan kepada anak, maka perlu diberikan persiapan pramenulis permulaan. Kegiatan paramenulis persiapan meliputi : (1) Duduk wajar dan baik (kepala tegak, punggung lurus, posisi tangan dan kaki pada tempatnya); (2) Meletakkan buku tangan dengan jarak ke mata yang cukup dengan sudut tegak lurus; (3) Memegang buku dengan baik, membuka buku dari kanan ke kiri, mulai halaman 1, 2, dan seterusnya, melihat tulisan dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah; (4) Melemaskan lengan tangan dengan gerakan menulis ke udara; (5) Memegang pensil dengan benar (pensil tajam, jarak mata, pensil dari jari cukup posisi atau kemiringan pensil benar, dan posisi tangan kiri benar; (6) Melemaskan jari dengan mewarnai, menjiplak, menggambar, meniru, melatih dasar menulis (garis tegak, garis miring, garis lurus, dan garis lengkung); (7) Melemaskan jari dengan cara menuliskan huruf dengan menggunakan jari (di bak pasir, di tanah, di meja, atau di udara).

Sedangkan untuk menulis permulaan pada semester II kelas I SD yaitu: (1) Penulisan kata-kata dan kalimat sederhana yang sudah dikenal atau yang baru dengan huruf balok; (2) Menyalin kata-kata yang cocok dengan gambar yang ditunjukkan guru; (3) Penulisan huruf yang ada pada kartu, yang telah disusun menjadi kata atau nama diri; (4) Menulis jelas dan rapi; (5) Penulisan kata-kata (yang sudah dikenal) didiktekan guru; (6) Penulisan kalimat sederhana yang dimulai dengan huruf capital, diakhiri tanda titik; (7) Penulisan jawaban atas pertanyaan berkaitan dengan isi bacaan; (8)


(33)

Penggunaan huruf capital untuk nama orang, nama Tuhan, dan nama agama/kitab suci.

Djago Tarigan (5.44 – 5.49) mengemukakan, bahwa langkah-langkah kegiatan menulis permulaan terbagi kedalam dua kelompok, yakni: (a) pengenalan huruf dan (b) latihan.

Pada pengenalan huruf, penekanan pembelajaran diarahkan pada pengenalan bentuk tulisan serta pelafalannya dengan benar. Langkah-langkah yang hendak ditempuh guru dalam memperkenalkan huruf, contoh mengenalkan huruf a, i, dan n, adalah sebagai berikut: (1) guru menunjukkan gambar seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Dua anak tersebut diberi nama “nani” dan “nana”, (2) gru memperkenalkan kedua anak itu sambil menunjukkan tulisan “nani” dan “nana” yang tertera di bawah masing-masing gambar, (3) melalui proses tanya-jawab secara berulang-ulang anak diminta menunjukkan mana “nani” dan mana “nana” sambil diminta menunjuk bentuk tulisannya, (4) selanjutnya guru memindahkan dan menuliskan kedua bentuk tulisan tersebut di papan tulis dan anak diminta memperhatikannya. Guru hendaknya menulis secara perlahan-lahan anak diminta untuk memperhatikan gerakan-gerakan tangan serta contoh pengucapan dari bentuk tulisan yang sedang ditulis guru, (5) setiap tulisan kemudian dianalisis dan disentesiskan kembali.

Proses pemberian latihan menulis dilaksanakan dengan prinsip dari yang mudah ke yang sukar, dari latihan sederhana menuju latihan yang


(34)

kompleks. Beberapa bentuk latihan menulis permulaan yang kita lakukan antara lain :

(a) Latihan memegang pensil dan duduk dengan sikap dan posisi yang benar. Tangan kanan berfungsi untuk menulis, tangan kiri berfungsi untuk menekan buku tulis agar tidak mudah bergeser. Pensil diletakkan di antara ibu jari dan telunjuk. Ujung ibu jari, telunjuk, dan jari tengah menekan pensil dengan luwes, tidak kaku. Posisi badan kita duudk hendaknya tegak, dad tidak menempel pada meja, jarak antara mata dengan buku kira-kira 25 – 30 cm.

(b) Latihan gerakan tangan; mula-mula melatih gerakan tangan di udara dengan telunjuk sendiri atau dengan bantuan alat seperti pensil, kemudian dilanjutkan dengan latihan dalam buku.

(c) Latihan mengeblat, yakni menirukan atau menebalkan suatu tulisan dengan menindas tulisan yang telah ada. Guru hendaknya memberi contoh cara menulis dengan benar di papan tulis, kemudian anak menirukan gerakan tersebut dengan telunjuknya di udara. Setelah itu, barulah kegiatan mengeblat dimulai. Pengawasan dan bimbingan dilakukan secara individual.

(d) Latihan menghubung-hubungkan tanda titik-titik yang membentuk tulisan. (e) Latihan menatap bentuk tulisan. Dimaksudkan untuk melatih koordinasi

antara mata, ingatan, dan jemari anak ketika menulis sehingga anak dapat mengingat bentuk kata/huruf dalam benaknya dan memindahkannya ke jari-jemari tangannya.


(35)

(f) Latihan menyalin, baik dari buku pelajaran maupun dari tulisan guru pada papan tulis. Latihan ini hendaknya diberikan setelah dipastikan bahwa semua anaktelah mengenal huruf dengan baik.

(g)Latihan menulis halus/indah. Latihan dapat dilakukan dengan menggunakan buku bergaris untuk latihan menulis atau buku kotak.

(h) Latihan dikte/imla; latihan ini dimaksudkan untuk melatih siswa da;lam mengkoordinasikan antara ucapan, pendengaran, ingatan, dan jari-jemari (ketika menulis), sehingga ucapan seseorang itu dapat di dengar, diingat, dan dipindahkan ke dalam wujud tulisan dengan benar.

(i) Latihan melengkapi tulisan yang secara sengaja dihilangkan. (j) Menuliskan nama benda yang terdapat dalam gambar. (k) Mengarang sederhana dengan bantuan gambar.

Senada dengan pendapat Sabarti Akhadiah (1997 : 2) bahwa suatu kegiatan menulis melalui beberapa tahapan yakni (1) tahap prapenulisan, (2) tahap penulisan, (3) tahap revisi.

Lain halnya pendapat Weaver (1990: 179),mengemukakan secara padat di dalam proses penulisan terdiri atas lima tahap, yaitu (1) persiapan penulisan (rehearsing), (2) pembuatan draft (drafting), (3) perevisian (revising), (4) pengeditan (editing), dan (5) pemublikasian (publishing).

Senada pendapat tersebut, Murray dalam Tompkins dan Hoskisson (1995: 88) ada lima tahap atau kegiatan yang dilakukan pada proses penulisan, yaitu (1) prapenulisan (prewriting), (2) pambuatan draft (drafting), (3) perevisian (revising), (4) pengeditan (editing), (5) pemublikasian (publishing/ sharing).


(36)

(i) Prapenulisan (Prewriting)

Prapenulisan merupakan tahap persiapan. Pada tahap ini merupakan langkah awal dalam menulis yang mencakup kegiatan (1) menentukan dan membatasi topik tulisan, (2) merumuskan tujuan, menentukan bentuk tulisan dan menentukan pembaca yang akan ditujunya, (3) memilih memilih bahan, serta (4) menentukan generalisai dan cara-cara mengorganisasi ide untuk tulisannya. Tahap ini merupakan tahap yang amat penting dalam kegiatan menulis. Oleh karena itu, pada tahap pramenulis kadang diperlukan stimulus unbtuk merangsang munculnya respon yang berupa ide atau gagasan.

(ii)Pembuatan Draf (Drafting)

Dalam orientasi pembelajaran yang berpusat pada siswa, tahap menulis ini dimulai dengan menjabarkan ide ke dalam tulisan. Pada tahap ini diperlukan berbagai pengetahuan kebahasaan dan teknik penulisan. Pengetahuan kebahasaan digunakan untuk pemilihan kata, gaya bahasa, pembentukan sedangkan teknik penulisan untuk penyusunan paragraf dengan penyusunan karangan secara utuh.

(iii)Perevisian (Revising)

Pada tahap revisi dilakukan koreksi terhadap keseluruhan karangan. Koreksi dilakukan terhadap berbagai aspek, misalnya struktur karangan dan kebahasaan. Struktur karangan meliputi penataan ide pokok dan ide penjelas, serta sistematika dan penalarannya. Sementara itu, aspek


(37)

kebahasaan meliputi pilihan kata, struktur bahasa, ejaan, dan tanda baca. Pada tahap revisi masih dimungkinkan mengubah judul yang telah ditentukan dirasakan kurang tepat.

(iv) Pengeditan/ Penyuntingan (Editing)

Hasil tulisan/ karangan perlu dilakukan pengeditan (penyuntingan). Adapun tujuan kegiatan penyuntingan adalah membuat tulisan dapat dibaca secara optimal oleh pembacanya. Jika sebuah tulisan tidak dapat dibaca berarti penulis telah melakukan hal-hal yang sia-sia karena ungkapan perasaannya tidak dibaca orang.

(v) Pemublikasian (Publishing/ Sharing)

Publikasi mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama, publikasi berarti menyampaikan karangan kepada publik dalam bentuk cetakan, sedangkan pengertian kedua menyampaikan dalam bentuk noncetakan. Penyampaian noncetakan dapat dilakukan dengan pementasan, penceritaan, peragaan, pembacaan di depan kelas.

3. Hakikat Media Pembelajaran a. Pengertian Media

Pengertian media menurut Sharon E. Smaldino (2005: 9) mengemukakan, “A médium (plural, media) is a means of communcation dan source of information. Derived from the Latin word meaning

“between,”the term refers to anything that carries information between a


(38)

berarti komunikasi dan sumber informasi. Berasal dari bahasa Latin yang berarti “diantara”, perantara segala sesuatu untuk menyalurkan informasi atau pesan antara sumber ( pengirim) dan penerima.

Hal senada disampaikan oleh Soeparno (1980 : 1) bahwa Media adalah suatu alat yang merupakan saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan (resource) kepada penerima (receiver). Sedangkan Arief Sadiman (1996: 6) mengemukakan bahwa media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Senada dengan pendapat Iman Supadi (1987: 18) menyebutkan bahwa media sebagai sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, yang dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan seseorang sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada dirinya. Sedangkan Elita D Nugroho (1983: 5) berpendapat media adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan rangsang pada siswa.

Menurut Romiszowski yang dikutip oleh Basuki Wibowo dan Farida Mukti (2001: 12) mengemukakan bahwa “media adalah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan”. Dalam proses belajar mengajar penerima pesan itu adalah siswa. Pembawa pesan berinteraksi dengan siswa melalui indera mereka. Siswa dirangsang oleh media itu untuk menggunakan inderanya untuk menerima informasi.

Penggunaan media dalam pelaksanaan pengajaran akan membantu kelancaran, efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan. Bahan pelajaran


(39)

yang dimanipulasi dalam bentuk media pengajaran menjadikan siswa seolah-olah asyik dan bekerja dengan media dan sudah tentu pengajarannya akan menjadi bermakna.

Beberapa pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa media adalah seperangkat alat yang dapat menyalurkan informasi dari sumber pesan ke penerima pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan seseorang sehingga memudahkan dalam menerima pesan yang telah disampaikan.

b. Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Yudhi Munadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.

Senada dengan pendapat Sri Anitah ( 2008: 2) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah setiap orang , bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Lain halnya dengan Oemar Hamalik (1994: 16) yang berpendapat bahwa media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi, dan merupakan bahan integral demi keberhasilan proses pendidikan dan usaha pengajaran di sekolah.

Beberapa pengertian dari para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat


(40)

menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber yang terencana sehingga dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

c. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Menurut Yudhi Munadi ( 2008: 58-144) mengemukakan bahwa media pembelajaran dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) Media Audio; (2) Media Visual; (3) Media Audio Visual. Ketiga jenis media pembelajaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Media Audio adalah media pembelajaran yang melibatkan indera pendengaran dalam menyalurkan pesan. Karakteristik media ini berdasarkan kemampuan media dalam membangkitkan rangsangan indera pendengaran. Ciri utama media ini adalah pesan yang disalurkan melalui media audio dituangkan dalam lambang auditif, baik verbal (bahasa lisan/kata-kata) maupun nonverbal (bunyi-bunyian dan vokalisasi, seperti gerutuan, gumam, musik, dan lai-lain). Media audio meliputi: Phonograph, Open Reel Tapes, Cassette, Compact Disc, Radio, dan Laboratorium Bahasa.

Media Visual adalah media pembelajaran yang melibatkan indera penglihatan dalam menyalurkan pesan. Ada dua jenis pesan yang dimuat dalam media visual, yaitu pesan verbal dan nonverbal. Pesan verbal visual terdiri atas kata-kata (bahasa verbal) dalam bentuk tulisan; dan pesan nonverbal visual adalah pesan yang dituangkan ke dalam simbol-simbol nonverbal visual. Jenis pesan verbal visual meliputi: gambar, grafik,


(41)

diagram,bagan, dan peta. Sedangkan jenis pesan nonverbal visual meliputi: buku dan modul, komik, majalah dan jurnal, poster, dan papan visual.

Media Audio Visual adalah media pembelajaran yang melibatkan indera pendengaran dan indera penglihatan dalam menyalurkan pesan. Media audio visual dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) media audio visual murni, contoh: film bergerak bersuara, televisi,dan video; (2) media audio visual tidak murni, contoh: slide, opaque, OHP.

Senada dengan pendapat Sri Anitah (2008: 7-67) bahwa ada tiga jenis media pembelajaran, yaitu:

1) Media Visual; 2) Media Audio;

3) Media Audio Visual.

Media Visual juga disebut media pandang, karena seseorang dapat menghayati media melalui penglihatannya. Media visual ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Media visual yang tidak diproyeksikan, contoh: gambarmati, illustrasi, karikatur, poster, bagan,diagram, grafik,peta datar, realia dan model, dan berbagai jenis papan; (2) Media visual yang diproyeksikan, contoh; OHP, slide, film strip, dan apoque projector.

Media Audio dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Media audio tradisional, contoh: kaset, siaran dan telephon; (2) Media audio digital, contoh: media optik, audio internet, dan radio internet.


(42)

Media Audio Visual, dengan melalui media ini seseorang tidak hanya dapat melihat atau mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang divisualisasikan atau diperlihatkan. Media audio visual,meliputi: slide bersuara, televisi, kerucut pengalaman, dan multimedia.

d. Fungsi Media Pembelajaran

Menurut Arief Sadiman, dkk (1996: 17) menjelaskan kegunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis

(dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan terbuka); 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera;

3) Dengan menggunakan media oendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa.

Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 154), mengemukakan beberapa fungsi media secara umum, yaitu :

1) Alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif;

2) Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar;

3) Meletakkan dasar-dasar yang konkrit dari konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme; 4) Membangkitkan motivasi belajar siswa;


(43)

Media dapat digunakan dalam proses belajar mengajar dengan dua arah yaitu sebagai alat bantu mengajar dan sebagai media belajar yang dapat digunakan sendiri oleh siswa. Basuki Wibowo dan Farida Mukti (2001: 13-14) “Media yang dipakai sebagai alat bantu mengajar disebut dependent media sedangkan media belajar yang dapat digunakan oleh siswa dalam kegiatan belajar mandiri disebut independent media”. Media itu dirancang, dikembangkan dan diproduksi secara sistematis, serta dapat menyalurkan informasi terarah untuk mencapai tujuan instruksional tertentu. Bila media independent digunakan dalam sistem pengajaran klasikal, waktu belajar yang tersedia dapat digunakan untuk berdiskusi atau membahas bagian-bagian yang penting yang sulit dipelajari siswa sendiri. Kalau sistem belajar mengajar ini dapat diterapkan, menurut Basuki Wibowo dan Farida Mukti (2001: 13-14) “ada keuntungan yang diperoleh dari penggunaan media independent”. Adapun keuntungan dari penggunaan media independent tersebut antara lain:

1) Guru mempunyai banyak waktu untuk membantu siswa yang lemah, sementara siswa sibuk belajar sendiri, guru dapat memberikan bantuan kepada siswa yang membutuhkannya;

2) Siswa akan belajar secara aktif;

3) Siswa dapat belajar sesuai dengan gaya dan kecepatan masing-masing.

Fungsi media pembelajaran menurut Yudhi Munadi (2008: 37-48) mengemukakan ada lima fungsi media pembelajaran yaitu : (1) fungsi


(44)

media pembelajaran sebagai sumber belajar, (2) fungsi semantik, (3) fungsi manipulatif, (4) fungsi psikologis, dan (5) fungsi sosio-kultural. Secara rinci fungsi media pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar

Media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar, tersirat makna keaktifan, yakni sebagai penyalur, penyampai, penghubung dan lain-lain. Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar merupakan fungsi utama.

Mudhoffir dalam bukunya yang berjudul Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar (1992: 1-2) menyebutkan bahwa sumber belajar

pada hakikatnya merupakan komponen sistem instruksional yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan, yang mana hal itu dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Dengan demikian sumber belajar dapat dipahami sebagai segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (siswa) dan mrmungkinkan (memudahkan) terjadinya proses belajar.

Pemahaman di atas sejalan dengan pernyataan Edgar Dale (Ahmad Rohani, 1997: 102) bahwa sumber belajar adalah pengalaman-pengalaman yang pada dasarnya sangat luas, yakni selkuas kehidupan yang mencakup segala sesuatu yang dialami, yang dapat menimbulkan peristiwa belajar. Maksudnya adanya perubahan tingkah laku ke arah yang lebih sempurna sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.


(45)

Diagram F. J. Brown sebagaimana dikutip L. D. Crow and A. Crow, (1989: 147) menuunjukkan pengalaman dan interaksi anak yang meluas, seperti tampak di bawah ini :

Gambar. 01

Perluasan pengalaman dan interaksi anak menurut F. J Brown (L. D. Crow and A. Crow, (1989: 147)

(Tanda panah yang tebal menggambarkan pentingnya interaksi yang mungkin relatif antara anak dengan berbagai individu dan kelompok)

2) Fungsi Semantik

Fungsi Semantik yakni kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik (tidak verbalistik).


(46)

Unsur dari bahasa itu adalah kata. Kata atau kata-kata sudah jelas merupakan simbol verbal. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk atau dipandang sebagai wakil sesuatu lainnya.

3) Fungsi Manipulatif

Fungsi manipulatif didasarkan pada ciri-ciri umum yang dimilikinya. Berdasarkan karakteristik umum ini, media memiliki dua kemampuan, yakni mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan mengatasi

keterbatasan inderawi.

Pertama, kemampuan media pembelajaran dalam mengatasi

batas-batas ruang dan waktu yaitu :

a) Kemampuan media menghadirkan obyek atau peristiwa ynag sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya.

b) Kemampuan media menjadikan obyek atau peristiwa yang menyita waktu panjang memjadi singkat.

c) Kemampuan media menghadirkan kembali obyek atau peristiwa yang telah terjadi.

Kedua, kemampuan media pembelajaran dalam mengatasi

keterbatasan inderawi manusia yaitu :

a) Membantu siswa dalam memahami obyek yang sulit diamati karena terlalu kecil.

b) Membantu siswa dalam memahami obyek yang bergerak terlalu lambat atau terlalu cepat.


(47)

c) Membantu siswa dalam memahami obyek yang membutuhkan kejelasan suara.

d) Membantu siswa dalam memahami obyek yang terlalu komplek. 4) Fungsi Psikologis

Fungsi Psikologis dalam media pembelajaran meliputi :

a) Fungsi Atensi yaitu media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian siswa terhadap materi ajar.

b) Fungsi Afektif yaitu media pembelajaran dapat menggugah perasaan, emosi, dan tingkat penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu.

c) Fungsi Kognitif yaitu melalui media pembelajaran siswa yang belajar akan memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili obyek-obyek yang dihadapi, baik obyek itu berupa orang, benda, atau kejadian/ peristiwa.

d) Fungsi Imajinatif yaitu media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengembangkan imajinasi siswa.

e) Fungsi Motivasi yaitu media pembelajaran dapat memberikan motivasi siswa untuk mendorong melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

5) Fungsi Sosio-Kultural

Fungsi media pembelajaran dilihatdari sosio-kultural yaitu mengatasi hambatan sosial-kultural antar peserta komunikasi pembelajaran.


(48)

e. Tujuan Penggunaan Media Pembelajaran

Tujuan pengggunaan suatu media yaitu untuk membantu guru menyampaikan pesan secara mudah kepada siswa sehingga siswa dapat menguasai pesan tersebut secara cepat dan akurat. Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 153) mengemukakan tujuan digunakannya media pengajaran secara khusus, yang ringkasannya sebagai berikut:

1) Memberikan kemudahan kepada siswa untuk lebih memahami konsep prinsip, sikap dan ketrampilan tertentu, dengan menggunakan media yang paling tepat menurut karakteristik bahan.

2) Memberikan pengalaman belajar berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat siswa untuk belajar.

3) Membutuhkan sikap dan ketrampilan tertentu dalam teknologi karena siswa tertarik untuk menggunakan atau mengoperasikan media tertentu.

4) Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan siswa.

Media digunakan dengan tujuan untuk menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Oleh karena itu, dalam penggunaan media guru harus mempertimbangkan tujuan pengajaran, materi pengajaran, dan strategi pengajaran. Menurut Budi Nuryanta (1998: 15) ada beberapa hal yang harus di perhatikan pada penggunaan media yaitu: (a) media yang digunakan harus transparansi dan tersedia, (b) teknik atau metode yang


(49)

diguanakan oleh guru harus sesuai, dan (c) memperhatikan kondisi kelas yang digunakan dalam proses belajar-mengajar.

Maka dalam pemilihan media harus mengetahui prinsip-prinsip yang merupakan pertimbangan pokok dalam memilih media, terdiri atas beberapa kriteria sebagai berikut : (a) media yang dipilih hendaknya selalu menunjang tercapainya tujuan pengajaraqn; (b) media yang dipilih hendaknya selalu disesuaikan dengan kemampuan siswa; (c) media yang digunakan hendaknya tepat guna; (d) media yang dipilih hendaknya memang tersedia, artinya alat/bahannya atau tersedia waktu untuk mempersiapkan dan mempergunakannya; (e) media yang dipilih hendaknya disenangi guru dan siswa; (f) persiapan dan penggunaan media hendaknya disesuaikan dengan biaya yang tersedia; (g) kondisi fisik lingkungan turut mempengaruhi media. Oleh karena itu perlu diperhatikan baik-baik kondisi lingkungan pada saat merencanakan penggunaan media.

Prosedur pemilihan media pembelajaran menurut Ronald H. Anderson (dalam Yudhi Munadi, 2008 : 194-196) dalam bukunya Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran.

Anderson lebih menitik beratkan pemilihan media yang didasarkan pada bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan pembelajaran. Prosedur pemilihannya dimulai dari sifat-sifat belajar seperti belajar kognitif, psikomotorik, dan afektif tampak pada flow chart sebagai berikut:


(50)

(51)

Gambar. 02

Prosedur Pemilihan Media Menurut Anderson (telah mengalami penyesuaian oleh Arief S. Sadiman, dkk. 1990: 97)


(52)

f. Pemanfaatan Media Pembelajaran di Sekolah

Menurut Arief S. Sadiman (dalam Yudhi Munadi, 2008 : 208-209) membagi pemanfaatan media pembelajaran menjadi dua pola, yakni pemanfaatan media dalam situasi belajar-mengajar di dalam kelas atau ruang (seperti auditorium) dan pemanfaatan media di luar kelas. Dalam konteks pemanfaatannya di dalam kelas, kehadirannya dimaksudkan untuk menunjang tercapainya tujuan tertentu.

Pemanfaatan media pembelajaran di kelas harus di perhatikan langkah-langkah sebagai berikut :

Pertama, persiapan guru: pada langkah ini guru menetapkan

tujuan yang akan dicapai melalui media pembelajaran sehubungan dengan pelajaran (materi) yang akan dijelaskan berikut dengan strategi-strategi penyampaiannya.

Kedua, persiapan kelas: pada langkah ini bukan hanya menyiapkan

perlengkapan, tetapi juga mempersiapkan siswa dari sisi tugas.

Ketiga, penyajian: penyajian media pembelajaran sesuai dengan

karakteristiknya.

Keempat, langkah lanjutan dan aplikasi: sesudah penyajian perlu ada kegiatan belajar sebagai tindak lanjutnya.

Pola pemanfaatan kedua adalah pemanfaatan media pembelajaran di luar kelas. Pola pemanfaatan media di luar kelas menurut Arief Sadiman (1990: 190-197) dapat di bedakan dalam tiga kelompok, yakni kelompok yang terkontrol, tidak terkontrol (bebas), dan jumlah sasarannya.


(53)

Pertama, pemanfaatan media secara terkontrol, yakni media itu

digunakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang di atur secara sistematik untuk mencapai tujuan tertentu. Hasil belajar melalui pemanfaatan media secara terkontrol biasanya dievaluasi secara teratur dengan alat evaluasi yang terukur.

Kedua, pemanfaatan media secara bebas (tidak terkontrol), yakni pemanfaatannya tanpa ada kontrol atau pengawasan.

Ketiga, pemanfaatan media dilihat dari jumlah penggunaannya, yakni secara perorangan, kelompok dan massal. Pemanfaatan media secara perorangan biasa dilengkapi dengan petunjuk penggunaan sehingga pengguna dapat memanfaatkannya secara mandiri. Pemanfaatan media secara kelompok biasanya dilengkapi buku petunjuk bagi pimpinan kelompoknya. Setelah atau sebelum memanfaatkan media, kelompok dapat melakukan diskusi. Terakhir, pemanfaatan media secara massal biasanya disalurkan melalui pemancar seperti radio dan televisi. Sebelum memanfaatkan media ini, peserta diberi bahan tercetak yang memuat tujuan pembelajaran, garis besar isi, petunjuk tindak lanjut, dan bahan dari sumber lain untuk pendalaman pemahaman.

4. Hakikat Media Gambar

a. Pengertian Media Gambar

Menurut Oemar Hamalik (1994: 95) bahwa media gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual ke dalam bentuk dua


(54)

dimensi sebagai curahan ataupun pikiran yang bermacam-macam seperti lukisan, potret, slide, film, strip,opaque proyektor. Pendapat lain mengatakan media gambar merupakan peniruan dari benda-benda dan pemandangan dalam hal bentuk, rupa serta ukurannya relatif terhadap lingkungan (Soelarko, 1980: 3). Senada dengan pendapat Arif Sadiman (1996: 29) Media gambar juga diartikan media yang paling umum dipakai, yang merupakan bahasan umum yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana saja.

Gambar merupakan salah satu bentuk media yang masuk dalam kategori grafis. Gambar didefinisikan sebagai representasi visual dari orang, tempat, ataupun benda yang diwujudkan diatas kanvas, kertas atau bahan lain baik dengan cara lukisan, gambar atau foto. Menurut Hackbarth yang dikutip oleh Soedjono Sumarto (1996: 82) mengemukakan pemanfaatan gambar dalam proses pembelajaran sangat membantu guru dalam beberapa hal, yaitu:

1) Menarik perhatian, pada umumnya semua orang senang melihat foto/ gambar.

2) Menyediakan gambaran nyata dari obyek yang karena suatu hal tidak mudah untuk diamati.

3) Memperjelas hal-hal yang bersifat abstrak. 4) Mampu mengilusikan suatu proses.

Dari beberapa pendapat diatas dapat simpulkan bahwa media gambar adalah segala sesuatu yang diujudkan dalam bentuk gambar


(55)

yang merupakan peniruan dari benda-benda dan pemandangan berupa lukisan, potret, slide, film, strip, opaque proyektor yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana saja.

b. Macam-Macam Media Gambar

Media gambar sebagai sarana media pembelajaran bermacam-macam, menurut Yudhi Munadi (2008: 85-89) media gambar secara garis besar dibagi menjadi tiga jenis yakni sketsa, lukisan, dan photo.

Pertama, Sketsa atau bisa disebut juga sebagai gambar garis (stick

figure), yakni gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan

bagian-bagian pokok suatu obyek tanpa detail.

Kedua, lukisan merupakan gambar hasil representasi simbolis dan

artistik seseorang tentang suatu objek atau situasi.

Ketiga, photo yakni gambar hasil pemotretan atau photografi.

Gambar merupakan media visual yang penting dan mudah didapat. Dikatakan penting sebab ia dapat mengganti kata verbal, mengkonkritkan yang abstrak, dan mengatasi pengamatan manusia. Gambar membuat orang dapat menangkap ide atau informasi yang terkandung didalamnya dengan jelas, lebih jelas daripada yang diungkapkan oleh kata-kata. Akan tetapi, karena setiap orang merasa mudah untuk memperoleh gambar, ia menganggapnya sebagai ” hal yang biasa” atau ” terlalu biasa” sehingga melupakan manfaatnya.

Walaupun hanya menekankan kekuatan indera penglihatan, kekuatan gambar terletak pada kenyataan bahwa sebagian besar orang


(56)

pada dasarnya pemikir visual. Tidak heran apabila kita kemudian menjadi kandidat utama target pengeluaran miliaran rupiah untuk periklanan, televisi, media, film, dan multimedia.

Sementara Asnawair dan Basyirudin Usman (2002: 51) mengemukakan jenis-jenis media gambar/foto antara lain meliputi :

1) Gambar/foto dokumentari, yaitu gambar yang mempunyai nilai sejarah bagi individu maupun masyarakat.

2) Gambar/foto aktual , yaitu gambar yang menjelaskan sesuatu kejadian yang meliputi berbagai aspek kehidupan.

3) Gambar/foto pemandangan, yaitu gambar yang melukiskan pemandangan suatu daerah/lokasi.

4) Gambar/foto iklan, yaitu gambar yang dipergunakan untuk mempengaruhi orang atau masyarakat konsumen.

5) Gambar/foto simbolis, yaitu gambar yang menggunakan bentuk simbol atau tanda yang mengungkapkan message (pesan) tertentu dan dapat mengungkapkan kehidupan manusia yang mendalam serta gagasan atau ide-ide anak didik.

c. Manfaat Media Gambar

Pemanfaatan media pembelajaran ada dalam komponen metode mengajar sebagai salah satu upaya untuk mempertinggiproses interaksi guru-siswa dan interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya. Oleh sebab itu, fungsi utama dari media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang dipergunakan guru.


(57)

Menurut Oemar Hamalik (1994: 12) secara garis besar fungsi utama media gambar adalah : a). Fungsi Edukatif; artinya mendidik dan memberikan pengaruh positif pada pendidikan, b). Fungsi Sosial; artinya memberikan informasi yang autentik dan pengalaman berbagai bidang kehidupan dan memberikan konsep yang sama kepada setiap orang, c). Fungsi Ekonomis; artinya memberikan produksi melalui pembinaan prestasi kerja secara maksimal, d). Fungsi Politis; berpengaruh pada politik pembangunan, e). Fungsi Seni Budaya dan Telekomunikasi; mendorong dan menimbulkan ciptaan baru, termasuk pola usaha penciptaan teknologi kemediaan yang modern.

Sejalan dengan fungsi media gambar diatas, Ahmad Rohani (1997: 6-7) mengemukakan fungsi praktis media gambar sebagai berikut : (a) mengatasi perbedaan pengalaman pribadi siswa, misalnya kaset video rekaman kehidupan di luar sangat diperlukan oleh anak yang tinggal di daerah pegunungan, (b) mengatasi batas ruang dan kelas, misalnya gambar tokoh pahlawan yang dipasang di ruang kelas, (c) mengatasi keterbatasan kemampuan indera, (d) mengatasi peristiwa alam, misalnya rekaman peristiwa letusan gunung berapi untuk menerangkan gejala alam, (e) menyederhanakan kompleksitas materi, (f) memungkinkan siswa mengadakan kontak langsung dengan masyarakat atau alam sekitar.

Lain halnya yang dikemukakan James W. Brown (1959: 416) Penemuan –penemuan dari penelitian mengenai nilai guna gambar


(58)

mempunyai sejumlah implikasi bagi pengajaran ”. Adapun penemuan mengenai nilai guna gambar tersebut antara lain:

1) Bahwa penggunaan gambar dapat merangsang minat atau perhatian siswa.

2) Gambar-gambar yang dipilih dan diadaptasi secara tepat, membantu siswa memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal yang menyertainya.

3) Gambar dengan garis sederhana seringkali dapat lebih efektif sebagai penyampaian informasi ketimbang gambar dengan tayangan ataupun gambar fotografi yang sebenarnya.

Selanjutnya dari 50 buah hasil penelitian Edmund Faison tentang penggunaan gambar dan grafik dalam pengajaran, James W. Brown, dkk (1959: 416) menyimpulkan tentang hasil penelitian tersebut di atas yang pada garis besarnya dapat disampaikan sebagai berikut:

1) Terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa untuk memperoleh hasil belajar siswa secara maksimal, gambar-gambar harus erat kaitannya dengan materi pelajaran, dan ukurannya cukup besar sehingga rincian unsur-unsurnya mudah diamati, sederhana, diproduksi bagus, lebih realistik dan menyatu dengan teks.

2) Terdapat bukti bahwa gambar-gambar berwarna lebih menarik minat siswa daripada hitam putih, dan daya terhadap gambar bervariasi sesuai dengan umur, jenis kelamin serta kepribadian seseorang.


(59)

3) Dari hasil penelitian Mabel Rudisill mengenai gambar-gambar yang lebih disukai anak-anak, menunjukkan bahwa suatu penyajian visual yang sempurna realismenya adalah pewarnaan pada gambar akan menumbuhkan impresi atau kesan realistik.

d. Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar

Media gambar merupakan salah satu sarana media pembelajaran yang sangat membantu siswa dalam menerima pesan yang di sampaikan oleh guru. Namun demikian media gambar juga tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan sebagai sarana media pembelajaran.

Kelebihan media gambar adalah sifatnya yang konkrit dan lebih realitis dalam memunculkan pokok masalah jika dibandingkan dengan bahasa verbal, dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita, memperjelas masalah bidang apa saja, harganya murah dan mudah didapat serta digunakan (Arief Sadiman, 1996: 31).

Sedangkan kelemahan media gambar adalah hanya menampilkan persepsi indera mata, ukurannya terbatas hanya dapat dilihat oleh sekelompok siswa, gambar diinterpretasikan secara personal dan subjektif, gambar disajikan dalam ukuran yang sangat kecil, sehingga kurang efektif dalam pembelajaran (Ansto Rahadi, 2003: 27).

e. Prinsip-Prinsip Penggunaan Media Gambar Bagi Guru Secara Efektif Menurut Sri Anitah (2008 : 93) prinsip-prinsip umum penggunaan media adalah sebagai berikut :


(60)

1). Penggunaan media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai bagian integral dalam sistem pembelajaran.

2). Media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai sumber daya. 3). Guru hendaknya memahami tingkat hirarki (sequence) dari jenis alat

dan kegunaannya.

4). Pengujian media pembelajaran hendaknya berlangsung terus, sebelum, selama, dan sesudah pemakaiannya.

5). Penggunaan multi media akan sangat menguntungkan dan memperlancar proses pembelajaran.

Prinsi-prinsip penggunaan media gambar bagi guru secara efektif adalah sebagai berikut :

1) Menggunakan gambar untuk tujuan-tujuan pelajaran yang spesifik, yaitu dengan cara memilih gambar tertentu yang akan mendukung penjelasan atau pokok-pokok pelajaran. Tujuan khusus itulah yang mengarahkan minat siswa kepada pokok-pokok terpenting dalam pelajaran.

2) Memadukan gambar-gambar kepada pelajaran/ sebab keefektifan pemakaian gambar di dalam proses belajar mengajar memerlukan keterpaduan.

3) Menggunakan gambar-gambar itu sedikit saja, daripada menggunakan banyak gambar tetapi tidak efektif. Guru hendaknya berhemat dalam mempergunakan gambar yaitu sedikit tetapi selektif, lebih baik daripada dua kali mempertunjukkan gambar-gambar yang serabutan


(61)

tanpa pilih-pilih. Jadi, yang terpenting adalah pemusatan perhatian pada gagasan utama.

Penggunaan media gambar dalam proses belajar mengajar akan memberikan hasil yang optimal apabila digunakan secara tepat, dalam arti sesuai dengan materi pelajaran dan mendukung. Gambar dapat memberikan nilai yang sangat berarti, terutama dalam membentuk pengertian baru dan untuk memperjelas pengertian baru, dan untuk

memperjelas pengertian tentang sesuatu.

(http://www.bpgupg.go.id/index.php?view=article&catid=51%3Avollno2

&id=143%3A)

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sunarti dengan judul ”Pengaruh Media Gambar terhadap Peningkatan Kemampuan Menulis Disiplin Ditinjau dari Kemandirian Belajar Siswa Kelas II SD” pada tahun 2002. Dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan atau pengaruh yang signifikan anatara penggunaan media gambar dengan tanpa media terhadap peningkatan kemampuan menulis siswa kelas II SD. Penggunaan sarana media dalam pelaksanaan pembelajaran akan membantu kelancaran, efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan. Relevansinya dengan penelitian ini sama-sama menggunakan media gambar dalam upaya peningkatan kemampuan menulis, perbedaannya dalam penelitian ini menfokuskan kemampuan membaca dan menulis.


(1)

Cennedy, Eddy. 1981. Methods in Teaching Development Reading. Hasealionis: F. E. Peachock Publisher Inc.

Chaplin, J.P. 2000. Kamus Lengkap Psikologi, Terjemahan Kartini Kartono. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Depdiknas. 2004. Mengenal Pendidikan Terpadu, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/Inklusi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa. __________. 2007a. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/ MI.

Jakarta: BNSP.

__________. 2007b. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Model Silabus Tematis Kelas I. Jakarta: BSNP.

Djago Tarigan, dkk. 2006. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Universitas Terbuka.

Elite D Nugroho. 1983. Penerapan Media dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PPUK Atmajaya.

Evie Hasim. 2007. Peningkatan Efektifitas Penggunaan Media Gambar Seri Dalam Pembelajaran Menulis. Surakarta: UNS

Eysenck, H. J, W.Arnold dan R. Meili. 1995. Encyclopedia Psychology. West Germany: Fontana/ Collins in Assosiation with search Press.

Furneoux, Clare. 1999. Receni Materials on Teaching Writing (ELT Journal Vol 53/1 Januari 1999). Oxford: Oxford University Press.

Fathur Rohman. 2005. “Pengembangan Pembelajaran Membaca”. Makalah disampaikan dalam bimbingan Teknis Guru SMP/ MTs Mata Pelajaran Bahasa Indonesia se-Jawa Tengah, yang diselenggarakan oleh sub Dinas Pengembangan Tenaga Kependidikan dan Non-Kependidikan Seksi PTK-SMP.

Gagne, Robert M. dan Briggs, Leslie J. 1997. Principles of Instructional Design. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Henry Guntur Tarigan. 1993. Menulis sebagai suatu keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Hornby. 1995. Oxfora Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford: Oxford University Press.


(2)

http://akta2008.wordpress.com / 2008/10/31/penggunaan-media-sumber-belajar (diunduh tanggal:27 Februari 2009)

http://www.bpgupg.go.id/index.php?view=article&catid=51%3Avollno2&id=143 %3A Efektivitas Penggunaan Media Gambar seri Dalam Penulisan Karangan Pada Siswa sekolah dasar (diunduh tanggal: 27 Februari 2009) http://www.1.bpkpenabur.or.id/ jurnal/08017-035:pdf (diunduh tanggal: 10 Juni

2008)

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/tarbiyah/peningkatan kemapuan membaca permulaan Alqur’an melalui pendekatan quantum-t (diunduh tanggal: 5 Februari 2009)

IGAK Wardani. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. Imam Supadi. 1982. Media Pendidikan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Jalango, M.R. 1992. Early Childhood Language: A Teacher’s Resource Book. Englewood clifts N.J.: Prentice Hall.

James W. Brown. 1959. Media Dalam Pembelajaran. Jakarta: Pustekkom dan Rajawali ECD Proyek (USAID).

Lexy Moleong. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya

Martinis Yamin.2007, Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaun Persada Press.

Ngalim Purwanto.1997. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Nunan, David. 1998. Designing Task for the Communicative Classroom. Cambridge: Cambrigde University Press.

Oemar Hamalik. 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Sharon E. Smaldino, James D. Russell, R. Heinich,Michael M. 2005. Instructional Technology and Media For Learning. United States of America : Pearson Prentice Hall.

Soelarko. 1980. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.

Soeparno. 1980. Media Pengajaran Bahasa. Proyek Peningkatan dan Pengembangan Perguruan Tinggi, IKIP Yogyakarta.


(3)

Sri Anitah. 2008. Media Pembelajaran. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press Sri Utari Subyakto Nababan. 1986. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Sternberg, Robert J. 1994. Encyclopedia of Human Intelligence. New York: Macmillan Publishing Company.

St. Y. Slamet. 2008a. Dasar-Dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press.

__________. 2008b. Dasar-Dasar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar. Surakarta: UNS Press

Sudjana. 2001. Media Pengajaran. Jakarta: Sinar Baru Agensindo.

Sunarti.2002. Pengaruh Media Gambar Terhadap Peningkatan Kemampuan Menulis Disiplin Ditinjau dari Kemandirian Belajar Siswa Kelas II SD. Surakarta: UNS

Sutopo HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Suwaryono Wiryodijoyo. 1989. Membaca, Strategi Pengantar dan Tekniknya. Jakarta: Depdikbud.

Suyatmi. 1997. Membaca 1. Surakarta: UNS Press.

Tukiman. 2008. Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Argumentasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Menggunakan Media Gambar Foto Pada Siswa Kelas XII IPA SMA Negeri 1 Mojolaban. Surakarta: UNS

Warren, Howard C. 1994. Dictionary of Psychology. Cambridge, Massachusetts: Houghton Mifflin Company.

Yudhi Munadi. 2008. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press.


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Menggunakan Media Gambar Pada Siswa Kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah Yahya Pondok Gede Bekasi Tahun Pelajaran 2015/2016

2 6 104

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN SISWA KELAS I MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU

0 6 147

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARADENGAN MEDIA GAMBAR (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SD Negeri II Nambangan, Selogiri, Wonogiri)

1 41 285

PENERAPAN MEDIA GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN Penerapan Media Gambar Seri untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca dan Menulis Permulaan Siswa Kelas II SD Negeri 01 Pulosari Kebakkramat Tahun 201

0 6 12

PENERAPAN MEDIA GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN Penerapan Media Gambar Seri untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca dan Menulis Permulaan Siswa Kelas II SD Negeri 01 Pulosari Kebakkramat Tahun 201

0 2 16

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR (Penelitian Tindakan Kelas di TK ABA III Sumberlawang Sragen 2011).

0 0 13

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN BAGI SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR : Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas II SD Negeri Cilumber Kabupaten Bandung Barat Tahun Ajaran 2013/2014.

1 2 33

UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI MEDIA CERITA BERGAMBAR DI SEKOLAH DASAR : Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas I SD Negeri Cibatu Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta Tahun Pelaj

0 2 33

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DENGAN MEDIA GAMBAR DI KELAS I SD NEGERI 222 PASIR POGOR | Saonah | Jurnal Elementaria Edukasia 1 PB

0 0 7

PENERAPAN STRATEGI MULTIPLE GAMES UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN (Penelitian Tindakan Kelas pada siswa Kelas I Sekolah Dasar Negeri I Gondang Kecamatan Purwantoro Kabupaten Wonogiri Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016) - UNWIDHA Reposito

1 0 31