Karakteristik Biskuit yang Dihasilkan

windamelisa280891yahoo.com

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Biskuit yang Dihasilkan

Dari hasil penelitian, karakteristik biskuit dengan penambahan tepung bit merah 20 perbandingan antara tepung terigu 80 dan tepung bit merah 20 berwarna cokelat, beraroma khas bit, rasanya didominasi oleh khas bit sehingga menyebabkan adanya rasa sedikit pahit pada biskuit, dan teksturnya sedikit keras. Sedangkan biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah 20 perbandingan tepung terigu 80 dan hasil parutan bit merah 20 berwarna merah muda, beraroma khas biskuit, rasanya khas biskuit dan teksturnya renyah. 5.2. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah Pengujian organoleptik terhadap aroma oleh panelis menunjukkan bahwa panelis menyukai aroma biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah 20 dengan kriteria suka. Walaupun biskuit dengan penambahan tepung bit merah 20 berada dalam kriteria suka tetapi apabila dilihat dari total skor, biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah memiliki skor lebih tinggi yaitu 98 81,7, sedangkan hasil penilaian biskuit dengan penambahan tepung bit merah memiliki skor 86 71,7. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap aroma dari kedua perlakuan biskuit dengan F Hitung 4,26 ternyata lebih besar dari F Tabel 4,18 yang bermakna bahwa Universitas Sumatera Utara windamelisa280891yahoo.com penambahan tepung bit merah dan penambahan hasil parutan bit merah memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma biskuit yang dihasilkan. Berdasarkan Uji Duncan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit hasil parutan bit merah A 2 20 tidak sama dengan aroma biskuit tepung bit merah A 1 20. Hal ini menunjukkan bahwa aroma biskuit A 2 lebih disukai dibandingkan dengan aroma biskuit A 1. Munculnya aroma pada biskuit disebabkan karena bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit yaitu seperti tepung terigu, tepung bit merah, hasil parutan bit merah, mentega dan tepung susu yang masing-masing mempunyai aroma yang khas. Menurut Kartika 1988 yang dikutip oleh Dewinta 2010, aroma yaitu bau yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan setiap orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan. Indera penciuman sangat sensitif terhadap bau dan kecepatan timbulnya bau lebih kurang 0,8 detik. Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang 1 setiap bertambahnya umur satu tahun. Penerimaan indera penciuman akan berkurang oleh adanya senyawa-senyawa tertentu seperti misalnya formaldehida. Kelelahan daya penciuman terhadap bau dapat terjadi dengan cepat Winarno, 1997. 5.3. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Warna Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah Pengujian organoleptik terhadap warna oleh panelis menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah 20 disukai panelis dengan total Universitas Sumatera Utara windamelisa280891yahoo.com skor 92 76,63, sedangkan untuk biskuit dengan penambahan tepung bit merah 20 memiliki total skor 91 75,9. Walaupun hasil penilaian kedua biskuit dengan berada dalam kriteria suka tetapi apabila dilihat dari total skor, biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah memiliki skor lebih tinggi. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap warna dari kedua perlakuan biskuit dengan F Hitung 0,15 ternyata lebih kecil dari F Tabel 4,18 yang bermakna bahwa penambahan tepung bit merah dan penambahan hasil parutan bit merah tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna biskuit yang dihasilkan. Penampakan warna suatu bahan pangan merupakan faktor pertama yang dinilai sebelum pertimbangan lain seperti rasa dan nilai gizi. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Warna makanan yang menarik dapat memengaruhi dan membangkitkan selera makan konsumen, bahkan warna dapat menjadi petunjuk bagi kualitas makanan yang dihasilkan. Warna juga mempunyai peran dan arti yang sangat penting pada komoditas pangan karena memengaruhi penerimaan konsumen terhadap komoditas tersebut Winarno, 1997. 5.4. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah Pengujian organoleptik terhadap rasa, menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai rasa biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah 20. Biskuit Universitas Sumatera Utara windamelisa280891yahoo.com dengan penambahan hasil parutan bit merah 20 lebih disukai oleh panelis karena memiliki rasa tidak jauh berbeda dengan rasa biskuit pada umumnya. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap rasa dari kedua perlakuan biskuit dengan F Hitung 7,60 ternyata lebih besar dari F Tabel 4,18 yang bermakna bahwa penambahan tepung bit merah dan penambahan hasil parutan bit merah memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa biskuit yang dihasilkan. Berdasarkan Uji Duncan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit hasil parutan bit merah A 2 20 tidak sama dengan rasa biskuit tepung bit merah A 1 20. Hal ini menunjukkan bahwa rasa biskuit A 2 lebih disukai dibandingkan dengan warna biskuit A 1. Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan threshold. Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa Winarno 1997. 5.5. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah Pengujian organoleptik terhadap tekstur oleh panelis menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah 20 Universitas Sumatera Utara windamelisa280891yahoo.com dengan kriteria kesukaan suka. Walaupun biskuit dengan penambahan tepung bit merah 20 juga berada dalam kriteria kesukaan suka tetapi apabila dilihat dari total skor, biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah memiliki skor lebih tinggi yaitu 95 79,23. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap tekstur dari kedua perlakuan biskuit dengan F Hitung 14,23 ternyata lebih besar dari F Tabel 4,18 yang bermakna bahwa penambahan tepung bit merah dan penambahan hasil parutan bit merah memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan. Berdasarkan Uji Duncan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit hasil parutan bit merah A 2 20 tidak sama dengan tekstur biskuit tepung bit merah A 1 20. Hal ini menunjukkan bahwa tekstur biskuit A 2 lebih disukai dibandingkan dengan warna biskuit A 1. Menurut Winarno 1997, tekstur dan konsistensi suatu bahan akan memengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan tersebut karena dapat memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa semakin berkurang. Menurut Brenann 1989 yang dikutip oleh Dalimunthe 2011, tekstur adalah atribut suatu bahan pangan yang dihasilkan dari kombinasi sifat-sifat fisik dan diterima oleh indera peraba yang meliputi kinestesis dan mouthfeel, penglihatan dan pendengaran. Sifat fisik meliputi ukuran, bentuk, jumlah dan sifat keasaman unsur- Universitas Sumatera Utara windamelisa280891yahoo.com unsur stuktur dari penyusunnya. Volume pengembangan biskuit erat kaitannya dengan jumlah dan kualitas gluten yang terkandung dalam tepung. Menurut Fellows yang dikutip oleh Gracia 2009, tekstur pada biskuit meliputi kekerasan, kemudahan untuk dipatahkan, dan konsistensi pada gigitannya pertamanya. Tekstur pada makanan sangat ditentukan oleh kadar air, kandungan lemak, dan jumlah serta jenis karbohidrat dan protein yang menyusunnya. 5.6. Kandungan Gizi Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah Berdasarkan Perhitungan DKBM Berdasarkan perhitungan komposisi zat gizi biskuit yang mengacu pada Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM, dapat dilihat perbedaan kandungan zat gizi dalam biskuit A 1 dan A 2 . Biskuit dengan penambahan tepung bit merah 20dan penambahan hasil parutan bit merah 20 dalam setiap 100 gram 10 keping biskuit memberikan sumbangan energi masing-masing sebesar 478,84 kkal dan 447,4 kkal. Sedangkan biskuit dengan penambahan tepung bit merah 20 dan penambahan hasil parutan bit merah 20 dalam setiap 100 gram 10 keping biskuit memberikan sumbangan protein sebesar 7,84 gram dan 6,4 gram. 5.7. Hasil Analisis Kandungan Mineral Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah Dari hasil analisis kandungan mineral pada biskuit dengan penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah menunjukkan adanya peningkatan kandungan fosfor, kalsium dan zat besi dibandingkan dengan biskuit tanpa penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah. Kandungan zat besi pada biskuit A 1 , yaitu sebesar 3,95 mg sedangkan pada biskuit A 2 sebesar 3,95 mg. Dalam Universitas Sumatera Utara windamelisa280891yahoo.com hal ini, zat besi Fe berperan dalam proses pembentukan sel darah merah. Fe berfungsi dalam produksi hemoglobin, dan sebagai bagian dari enzim oksidatif, dalam transportasi dan pendayagunaan oksigen. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan anemia gizi atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah. Kandungan kalsium pada biskuit A 1 yaitu sebesar 91,26 mg sedangkan pada biskuit A 2 sebesar 65,81 mg. Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, mencegah osteoporosis, pertumbuhan, mengaktifkan saraf, kontraksi otot, mencegah penyakit jantung, mengurangi keluhan saat haid dan menopause, mencegah hipertensi, melancarkan peredaran darah, mencegah obesitas, mencegah kencing manis, mengatasi kram, sakit pinggang, wasir dan rematik, menurunkan risiko kanker usus dan menjaga keseimbangan cairan tubuh. Kekurangan kalsium mengakibatkan osteoporosis, osteomalasia,tulang menjadi lunak dan mudah bengkok, stimulasi sel saraf rusak, kontraksi otot tidak terkontrol, tekanan darah tinggi, kanker kolon dan dapat menyebabkan detak jantung tidak beraturan. Kandungan fosfor biskuit A 1 yaitu sebesar 129,73 mg sedangkan pada biskuit A 2 sebesar 91,53 mg. Fosfor merupakan bagian dari ATP, RNA atau DNA dan bagian dari fosfolipida membran. Fosfor berperan dalam pembentukan tulang dan gigi serta memelihara keseimbangan asam dan basa dalam tubuh. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa biskuit dengan penambahan tepung bit merah memiliki kandungan fosfor, kalsium dan zat besi yang Universitas Sumatera Utara windamelisa280891yahoo.com lebih tinggi. Walaupun dari hasil organoleptik terhadap aroma, warna, rasa dan tekstur panelis lebih menyukai biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah, tetapi apabila dilihat dari kandungan mineral sebenarnya lebih tinggi pada biskuit dengan penambahan tepung bit merah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, biskuit yang disarankan untuk dikonsumsi adalah biskuit penambahan tepung bit merah. Biskuit ini dapat dijadikan sebagai salah satu makanan tambahan untuk membantu memenuhi kecukupan mineral baik pada anak usia 1-9 tahun, ibu hamil maupun ibu menyusui. Untuk memenuhi kandungan zat gizi mikro khususnya vitamin A, dan C baik pada anak usia 1-9 tahun, ibu hamil, maupun ibu menyusui, dapat mengonsumsi bit merah dengan cara pengolahan dijus. Selain itu, biskuit ini dapat dijadikan sebagai makanan tambahan bagi balita, yang diolah menjadi bubur susu untuk lebih mudah dikonsumsi. Universitas Sumatera Utara windamelisa280891yahoo.com

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN