BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Determinan dalam pelaksanaan Program KB
Menurut Saroha Pinem 2009 ada beberapa faktor yang meyebabkan PUS tidak mengikuti program KB antara lain:
a. Segi Pelayanan
Hingga saat ini pelayanan KB masih kurang berkualitas terbukti dari peserta KB yang berhenti menggunakan alat kontrasepsi masih banyak
dengan alasan efek samping, kesehatan dan kegagalan pemakaian. Kegagalan pemakaian menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan.
Pelayanan terhadap kelompok unmet need wanita yang tidak terpenuhi kebutuhan KB nya masih belum ditangani dengan serius, khususnya
terhadap unmet need yang bertujuan untuk membatasi kelahiran. b.
Segi Ketersediaan Alat Kontrasepsi Dengan
kebijakan “Sistem Kafetaria” yang diterapkan BKKBN, calon peserta KB dapat memilih sendiri alat maupun metode kontrasepsi yang
sesuai keinginnanya. Akibatnya, terjadi drop out dengan alasan ingin ganti cara yang lebih efektif. Drop out yang paling banyak terjadi pada peserta
KB pil, suntikan atau IUD yang umumnya ingin beralih ke implant. Sayangnya implant tidak tersedia di tempat pelayanan karena harganya
relative mahal. Akibatnya wanita PUS tidak terlindungi dari kehamilan yang tidak diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
c. Segi Penyampaian Konseling maupun KIE Komunikasi, Informasi dan
Edukasi Pada saat ini, kebijakan program lebih mengedepankan pilihan kontrasepsi
yang “rasional, efektif dan efisien”. Tetapi pilihan kontrasepsi secara rasional ini nampaknya belum tersosialisasi dengan baik karena proses
informed choice belum dilaksanakan dengan baik. d.
Hambatan Budaya Di beberapa daerah masih ada masyarakat yang akrab dengan budayanya
“banyak anak banyak rezeki, tiap anak membawa rezekinya sendiri- sendiri” atau “anak sebagai tempat bergantung dihari tua”.Selain itu ada
juga budaya yang mengharuskan keluarga memiliki anak laki-laki maupun anak perempuan dalam satu keluarga. Hal ini terbukti dari adanya
sekelompok wanita yang sudah memiliki anak, namun tetap tidak bersedia menggunakan alat kontrasepsi. Kemungkinan diantara mereka belum
memiliki anak dengan jenis kelamin yang mereka inginkan. e.
Kelompok wanita yang tidak ingin anak lagi tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi unmet need
Menurut Mahmood 1991 dalam BKKBN dan UNFPA 2005 penyebab adanya kelompok wanita unmet need antara lain berkaitan dengan masalah
keuangan, aspek kejiwaan, medis, waktu dan biaya pelayanan, resiko kesehatan dan hambatan sosial.
f. Kelompok Hard Core
Yaitu kelompok wanita yang tidak mau menggunakan alat kontrasepsi baik pada saat ini maupun pada waktu yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Bertrand 1980 sendiri, faktor-faktor yang memengaruhi keikutsertaan dalam ber KB adalah sebagai berikut:
1. Faktor sosio-demografi
Penerimaan KB lebih banyak pada mereka yang memiliki standard hidup yang lebih tinggi. Indikator status sosio-demografi termasuk pendidikan yang
dicapai, pendapatan keluarga dan status pekerjaan, juga jenis rumah, gizi di negara-negara sedang berkembang dan pengukuran pendapatan tidak langsung
lainnya. Beberapa faktor demografi tertentu juga memengaruhi penerimaan KB di
beberapa negara, misalnya di banyak negara sedang berkembang, penggunaan kontrasepsi lebih banyak pada wanita yang berumur akhir 20-30 an yang sudah
memiliki anak tiga atau lebih. Faktor sosial lain yang juga memengaruhi adalah suku dan agama.
2. Faktor sosio-psikologi
Sikap dan keyakinan merupakan kunci penerimaan KB, banyak sikap yang dapat menghalangi KB. Beberapa faktor sosio-psikologi yang penting antara lain
adalah ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap KB, komunikasi suami-isteri, persepsi terhadap kematian anak. Sikap dan kepercayaan
tersebut perlu untuk mencegah isu yang berhubungan termasuk segi pelayanan dan efek samping alat kontrasepsi.
3. Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
Program komunikasi, informasi dan edukasi KIE merupakan salah satu faktor praktis yang dapat diukur bila pelayanan KB tidak tersedia. Beberapa faktor
Universitas Sumatera Utara
yang berhubungan dengan pelayanan KB antara lain keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang sumber kontrasepsi, jarak ke
pusat pelayanan dan keterlibatan dengan media massa. Secara ringkas faktor-faktor tersebut dapat dilihat seperti pada gambar
berikut:
Gambar 2.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi keikutsertaan PUS dalam ber KB Menurut affandi dalam Mutiara 1998, faktor-faktor yang memengaruhi
pemakaian kontrasepsi adalah: a.
Faktor pola perencanaan keluarga Adalah mengenai penentuan besarnya jumlah keluarga yang menyangkut
waktu yang tepat untuk mengakhiri kesuburan. Dalam perencanaan keluarga harus
Faktor sosio-demografi a.
Pendidikan b.
Pendapatan c.
Status pekerjaan d.
Perumahan e.
Status gizi f.
Umur g.
Suku h.
Agama
Faktor yang berhubungan dengan pelayanan
a. Keterlibatan dalam kegiatan
yang berhubungan dengan KB b.
Pengetahuan tentang kontrasepsi c.
Jarak ke pusat pelayanan d.
Paparan dengan media massa Faktor sosio-psikologi
a. Ukuran keluarga ideal
b. Pentingnya nilai anak laki-laki
c. Sikap terhadap KB
d. Komunikasi suami-isteri
e. Persepsi terhadap kematian anak
Keikutsertaan Progarm KB
Universitas Sumatera Utara
diketahui kapan kurun waktu reproduksi sehat, berapa sebaiknya jumlah anak sesuai kondisi, berapa perbedaan jarak umur antara anak. Seorang wanita secara
biologik memasuki usia reproduksinya beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana kehamilan dan persalinan dapat berlangsung dengan aman dan kesuburan
ini akan berlangsung terus-menerus sampai 10-15 tahun, sesudah kurun waktu dimana kehamilan dan persalinan itu berlangsung dengan aman. Kurun waktu
yang paling aman adalah umur 20-35 tahun dengan pengaturan: 1.
Anak pertama lahir sesudah ibunya berumur 20 tahun 2.
Anak kedua lahir sebelum ibunya berumur 30 tahun 3.
Jarak antara anak pertama dan kedua sekurang-kurangnya 2 tahun atau diusahakan jangan ada 2 anak balita dalam kesempatan yang sama.
Kemudian menyelesaikan besarnya keluarga sewaktu istri berusia 30-35 tahun dengan kontrasepsi mantap.
b. Faktor subjektif
Bagaimanapun baiknya suatu alat kontrasepsi baik dipandang dari sudut kesehatan maupun rasaionalitasnya namun belumlah tentu dirasakan cocok dan
dipilih oleh akseptorcalon akseptor. Pilihan ini sangat pula tergantung pada pengetahuannya tentang kontrasepsi tersebut, baik yang didapat dari
keluargakerabat maupun yang didapat dari petugas kesehatan atau tokoh masyarakat.
c. Faktor objektif
Pemilihan kontrasepsi yang digunakan disesuaikan dengan keadaan wanita kondisi fisik dan umur serta disesuaikan dengan fase-fase menurut kurun waktu
Universitas Sumatera Utara
reproduksinya. Biasanya pemilihan kontrasepsi juga disesuaikan dengan maksud penggunaan kontrasepsi tersebut.
Tabel 2.1. Konsep Pemilihan Alat Kontrasepsi Fase Mencegah
Kehamilan Fase Menjarangkan
Kehamilan Fase Mengakhiri
Kehamilan a.
Pil b.
Suntikan c.
IUD a.
IUD b.
Suntikan c.
Pil d.
Implant a.
Kontap b.
IUD c.
Implant d.
Suntikan e.
Pil Umur 20-21 tahun 30-35 tahun
d. Faktor motivasi
Kelangsungan pemakaian kontrasepsi sangat tergantung dari motivasi dan penerimaan pasngan suami istri. Motivasi akseptor KB untuk terus menggunakan
kontrasepsi yang lama, akan merubah metode, atau menghentikan sama sekali penggunaan kontrasepsi dengan tujuan untuk membatasi kelahiran mempunyai
tingkat kemantapan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang bertujuan untuk menunda kehamilan.
Berdasarkan klasifikasi beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesertaan dalam program KB dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
a. Umur
Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga periode, yakni kurun reproduksi muda 15-19 tahun, kurun reproduksi sehat 20-
35 tahun, dan kurun reproduksi tua 36-45 tahun. Pembagian ini didasarkan atas data epidemiologi bahwa resiko kehamilan dan persalianan baik bagi ibu maupun
baik bagi anak lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun dan meningkat lagi secara tajam setelah lebih dari 35 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Jenis kontrasepsi yang sebaiknya dipakai di sesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut Siswosudarmo, 2001.
Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo 2007 yang mengatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
termasuk dalam penggunaan alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi
dibandingkan dengan yang muda. b.
Pendidikan Tingkat pendidikan sangat memengaruhi bagaimana seseoran untuk
bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan berindak lebih rasional. Oleh karena itu
orang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Demikian pula halnya dengan menentukan pola perencanaan keluarga dan pola dasar penggunaan
kontrasepsi serta peningkatan kesejahteraan keluarga Manuba, 1998. Pendidikan juga memengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional
terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan yang tinngi seseorang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru seperti penerimaan, pembatasan
jumlah anak, dan keinginan terhadap jenis kelamin tertentu. Pendidikan juga akan meningkatkan kesadaran wanita terhadap manfaat yang dapat dinikmati bila ia
mempunyai jumlah anak sedikit. Wanita yang berpendidikan tinggi cenderung membatasi jumlah kelahiran dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan atau
bependidikan rendah Soekanto, 2006.
Universitas Sumatera Utara
c. Jumlah anak
Mantra 2006 mengatakan bahwa kemungkinan seorang istri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya.
Seorang istri mungkin memutuskan untuk ber KB setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup. Semakin sering seorang
melahirkan anak, maka akan semakin memiliki resiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat memengaruhi kesehatan ibu dan dapat
meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal. d.
Pengetahuan Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia
melalui pengamatan
inderawi. Pengetahuan
muncul ketika
seseorang menggunakan indera atau akal budaya untuk mengenali benda atau kejadian
tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya Melionolimayanti, dkk. 2007. http:forbetterhealth.wordpress.com, diakses tanggal 8 Desember
2013 Menurut Soekidjo Notoatmodjo 2007: 144, pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang overt behavior. Kerena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
e. Keterjangkauan pelayanan KB
Menurut Manuba 1988, faktor-faktor yang memengaruhi alasan dalam ber KB diantaranya adalah tingkat ekonomi, pekerjaan, dan tersedianya layanan
kesehatan yang terjangkau. Adanya keterkaitan antara pendapatan dengan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan membayar jelas berhubungan dengan masalah ekonomi, sedangkan kemampuan membayar bisa tergantung vaeiabel non ekonomi dalam hal selera
atau persepsi individu terhadap suatu barang atau jasa. Ketersediaan alat kontrasepsi terwujud dalam bentuk fisik, tersedia atau
tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan tempat pelayanan KB. Untuk dapat digunakan, pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah
didapat. Promosi metode tersebut melalui media massa, melalui kontak langsung oleh petugas program KB, oleh dokter dan sebagainya, dapat meningkatkan secara
nyata kesertaan dalam KB. Memberikan konsultasi medis mungkin dapat dipertimbankan sebagai salah satu upaya promosi. Disamping itu daya beli
individu jaga dapat memengaruhi partisipasi dalam KB. Secara tidak langsung daya beli individu juga dipengaruhi oleh ada tidaknya subsidi dari pemerintah.
f. Dukungan petugas kesehatan
Untuk mengubah atau mendididk masyarakat seringkali diperlukan pengaruh dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat community leaders,
misalnya dalam masyarakat tertentu kata-kata kepala suku selalu diikuti; Keberhasilan program KB di Indonesia antara lain karena melibatkan ulama;
iklan-iklan obat atau pasta gigi di televisi menampilkan tokoh-tokoh yang berpakaian dokter atau dokter gigi. Untuk mengubah atau mendidik masyarakat
diperlukan tokoh panutan yang dapat merupakan pemimpin masyarakat, tetapi dapat juga tokoh-tokoh lain professional, pakar, seniman, petugas kesehatan, dan
sebagainya tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang bersangkutan Sarwono, 2007
Universitas Sumatera Utara
g. Pengambilan keputusan
Program KB dapat terwujud dengan baik apabila ada dukungan dari pihak- pihak tertentu. Menurut Sarwono 2007 ikatan suami-istri yang kuat sangat
membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami istri sangat membutuhkan dukungan dari pasangan. Hal itu disebabkan orang yang paling
bertanggung terhada keluarganya adalah pasangan itu sendiri. Masyarakat di Indonesia khususnya di daerah pedesaan sebagai peran penentu dalam
pengambilan keputusan dalam keluarga adalah suami, sedangkan istri hanya bersifat memberikan sumbangan saran.
Hartanto 2004 mengatakan bahwa pertisipasi dalam ber KB tidak dapat diikuti istri tanpa kerja sama suami dan saling percaya. Keadaan ideal bahwa
pasangan suami-istri harus bersama dalam menentukan program KB yang terbaik, saling kerjasama dalam pemakaian kontrasepsi, membiayai pengeluaran dan
memperhatikan efek yang ditimbulkan karena pemakaian kontrasepsi.
2.2 Konsep Perilaku Kesehatan