41
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 KOTA MEDAN
Sebagai salah satu pusat perekonomian regional terpenting di pulau Sumatera dan salah satu dari tiga kota metropolitan di Indonesia, yang memiliki
kedudukan, fungsi, dan peranan strategis sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa perdagangan dan keuangan secara regional atau internasional di
kawasan barat Indonesia, kota Medan secara administratif pemerintahan saat ini terdiri dari 21 Kecamatan dengan 151 Kelurahan, yang terbagi atas 2.001
lingkungan. Berdasarkan batas wilayah administratif, kota Medan relatif kecil dibanding kota lainnya, tetapi posisi secara ekonomi regional kota Medan sangat
penting karena berada dalam wilayah hinterland dengan basis ekonomi sumberdaya alam yang relatif besar dan beragam, serta dukungan kepelabuhanan
LAKIP Kota Medan, 2012:11. Pemerintahan kota Medan terdiri dari organisasi dan satuan kerja
perangkat daerah, yang menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan, kewenangan desentralisasi, serta membantu kelancaran pelaksanaan tugas-tugas
kepala daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Unit Pelaksana Daerah, Kecamatan dan Kelurahan.
Visi pembangunan kota Medan telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM kota Medan tahun 2011-2015. Visi
memberikan inspirasi dan mengarahkan semua pihak stakeholder untuk bergerak dalam satu arah dan tujuan pembangunan kota, sehingga merupakan
acuan dan pedoman bagi perumusan dan penetapan tujuan di masa depan. Visi juga merupakan sumber inspirasi bagi formulasi dan implementasi kebijakan serta
pengembangan program pembangunan kota dalam jangka pendek dan menengah kota Medan yang mempunyai kedudukan, fungsi dan peranan penting dalam
pembangunan baik dalam skala lokal maupun regional. berdasarkan kekuatan, potensi, tantangan, dan masalah serta harapan wujud pembangunan kota lima
tahun ke depan, visi pembangunan kota Medan adalah: ”Kota Medan Menjadi Kota Metropolitan yang Berdaya Saing, Nyaman, Peduli, dan Sejahtera” LAKIP
Kota Medan, 2012:29.
Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan kota yang ditetapkan dan sekaligus mempertegas tugas, fungsi dan tanggungjawab seluruh pelaku
pembangunan, baik oleh penyelenggara pemerintahan daerah maupun masyarakat selama lima tahun ke depan, maka misi yang telah ditetapkan adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan kualitas kepemerintahan yang demokratis, berkeadilan,
transparan, dan akuntabel. 2.
Meningkatkan penataan prasarana dan sarana perkotaan yang serasi dan seimbang untuk semua kawasan kota.
3. Meningkatkan akselerasi pertumbuhan ekonomi kota yang merata dan
berkelanjutan.
4. Mewujudkan penataan lingkungan perkotaan yang bersih, sehat, nyaman,
dan religius. 5.
Meningkatkan kualitas masyarakat kota LAKIP Kota Medan, 2012:30.
Laju pertumbuhan penduduk kota Medan dari tahun 2005 menunjukkan trend menurun atau perlambatan pertambahan penduduk. Penurunan laju
pertumbuhan penduduk antara lain didorong oleh pelaksanaan pengendalian penduduk melalui program keluarga berencana, dan meningkatnya pemahaman
masyarakat tentang pentingnya norma keluarga kecil sejahtera LAKIP kota Medan, 2012:12,13.
Jumlah penduduk kota Medan pada akhir tahun 2011 mencapai 2,117.224 jiwa dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 1,1 per tahun, jika dibandingkan
dengan sensus penduduk 2010, terjadi pertambahan penduduk sebesar 19.614 jiwa dengan luas wilayah kota Medan mencapai 265,10 km². sehingga kota Medan
tercatat sebagai kota dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi Medan dalam Angka, 2012:39
Sementara itu jumlah penduduk kota Medan yang digolongkan sebagai anak yaitu penduduk yang memiliki usia dibawah 18 delapan belas tahun dijelas
pada tabel berikut :
Tabel IV.1
Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin tahun 2011
Golongan Umur Laki-Laki
Perempuan Jiwa
Persen Jiwa
Persen 0-5
116.566 11,14
109.775 10,25
6-12 138.064
13.19 128.672
12.02 13-15
58.709 5.61
57.367 5.36
16-18 61.303
5.86 64.336
6.01 Sumber: Medan dalam Angka, 2012:48
Penduduk kota Medan memiliki ciri keragaman pluralitas baik dari agama, suku etnis, budaya dan adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter
penduduk kota Medan yang bersifat terbuka dan dinamis. Perkembangan kependudukan kota Medan pada saat ini juga ditandai oleh proses transisi
demografi, yaitu proses penurunan tingkat kesuburan sampai terciptanya jumlah penduduk yang stabil. Penurunan tingkat kelahiran antara lain disebabkan oleh
perubahan pola fikir dan perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Selain itu, perbaikan gizi dan status kesehatan juga mempengaruhi penurunan tingkat
kematian. Pada akhir proses transisi demografi, tingkat kelahiran dan kematian tidak banyak berubah sehingga jumlah penduduk cenderung tidak berubah,
kecuali adanya migrasi.
Kombinasi antara kepadatan penduduk, commuters penglaju dan para pencari kerja membuat peran kota Medan sebagai pusat pelayanan regional harus
mampu menyediakan pelayanan dasar bagi masyarakat kota Medan. Adanya
fenomena penglaju di kota Medan, menyebabkan jumlah penduduk pada siang hari lebih banyak, yaitu sekitar 2,5 juta jiwa dibandingkan jumlah penduduk pada
malam hari yang diperkirakan sekitar 2,1 juta jiwa. Penyebab utama fenomena penglaju di kota Medan adalah adanya pandangan bahwa,
1. Bekerja di kota lebih bergengsi
2. lebih mudah mencari pekerjaan di kota
3. tidak ada lagi yang dapat dikerjakan diolah di daerah asalnya, dan
4. upaya mencari nafkah yang lebih baik. Dengan demikian, besarnya dorongan
untuk menjadi penglaju tentunya berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan pelayanan umum yang harus disediakan secara keseluruhan
www.dinsosnaker-pemkomedan.info diakses 25 April 2014.
4.1.1 SITUASI PEKERJA ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN
Jalanan merupakan tempat yang berbahaya bagi anak, terutama untuk perkembangan moral anak. Kehidupan yang keras diperkotaan memaksa anak-
anak jalanan melakukan berbagai pekerjaan di sektor informal untuk bertahan hidup, baik yang legal maupun yang ilegal dimata hukum. Pekerjaan yang
biasa mereka lakukan adalah bekerja sebagai penyapu angkot, pedagang asongan, menjajakan koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas,
mengamen, dan sebagian dari mereka terlibat pada jenis pekerjaan yang kriminal seperti mengompas dan mencuri Bagong Suyanto, 2003:185.
Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia dan merupakan pusat ekonomi di Sumatera Utara, kota Medan dihadapkan dengan permasalahan
pekerja anak, baik pekerja anak yang berada di kota Medan maupun yang datang dari luar kota Medan. Namun, populasi pekerja anak sangat sulit
didapatkan karena tidak adanya data yang akurat berkaitan dengan populasi anak jalanan di kota Medan. Kesulitan tersebut lebih dikarenakan adanya
mobilitas anak dari satu lokasi ke lokasi lainnya dan tidak memiliki jam aktifitas yang sama Misran Lubis dkk, 2010:15.
Menurut Dinas Sosial provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 terdapat 663 anak jalanan baik yang bekerja maupun tidak bekerja di kota
Medan, pendataan PKPA tahun 2010 di kota Medan terdapat 420 anak jalanan baik yang bekerja maupun tidak bekerja, sementara lembaga swadaya
masyarakat Madya Insani yang pada tahun 2009 telah melakukan perhitungan cepat populasi anak jalanan diseluruh kota Medan telah mendata 800-900 anak
jalanan dari 21 Kecamatan yang aktif bekerja dan belum termasuk anak-anak yang bekerja paruh waktu Misran Lubis dkk, 2011;15
Tabel IV,2
8 Kecamatan dengan Jumlah Pekerja Anak Tertinggi
NO Kecamatan
Jumlah Pekerja Anak
1 Medan Johor
57 anak 2
Medan Amplas 81 anak
3 Medan Kota
94 anak 4
Medan Maimun 103 anak
5 Medan Sunggal
75 anak 6
Medan Petisah 60 anak
7 Medan Barat
53 anak 8
Medan Belawan 61 anak
Sumber: www.pkpa-indonesia.org, 2011 Diakses 24 April 2014 Kecamatan Belawan pekerja anak terdapat di pelabuhan terbesar untuk
wilayah pantai timur Indonesia. Sedangkan pekerja anak di kota Medan lebih banyak berasal dari daerah pinggiran kota yang bekerja di pusat-pusat
keramaian di inti kota Medan seperti persimpangan jalan, pasar, dan terminal bus. Berdasarkan data diatas persebaran pekerja anak di kota medan dapat
disimpulkan hampir merata di setiap kecamatan walaupun hanya ada 8 kecamatan yang memiliki jumlah pekerja anak jalanan diatas 50 anak.
Tempat berkumpulnya pekerja anak jalanan di kota Medan terkosentrasi di dua terminal terpadu di kota Medan yaitu terminal Pinang
Baris dan terminal Amplas. Terminal Terpadu Pinang Baris TTPB adalah salah satu terminal terpadu perhubungan darat terbesar di kota Medan.
Terminal ini khusus menampung bus-bus antar provinsi dan dalam provinsi yang masuk ke kota Medan dari sebelah barat, terutama bus-bus dari provinsi
Aceh, kota Brandan, kota Binjai, kota Stabat, Brastagi dan sekitarnya. Kawasan terminal Amplas juga memiliki status yang sama dengan
terminal Pinang Baris, terminal terpadu Amplas, merupakan terminal terbesar di kota Medan dan jga terminal Tersibuk di kota ini, semua jenis angkutan baik
angkutan kota maupun antar kota, dan antar provinsi menggunakan jasa terminal terpadu Amplas. Kedua terminal ini memiliki peran ganda yaitu
sebagai lokasi kerja anak jalanan dan sekaligus kawasan tempat tinggal pekerja anak jalanan.
Secara umum gambaran situasi pekerja anak di kota Medan dapat dilihat di sekitar terminal Pinang Baris dan Terminal Amplas. Jalanan
merupakan tempat yang berbahaya bagi anak, terutama untuk perkembangan moral anak. Kehidupan yang keras diperkotaan memaksa anak-anak jalanan
melakukan berbagai pekerjaan di sektor informal untuk bertahan hidup, baik yang legal maupun yang ilegal dimata hukum. Pekerjaan yang biasa mereka
lakukan adalah bekerja sebagai penyapu angkot, pedagang asongan, menjajakan koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas, mengamen, dan
sebagian dari mereka terlibat pada jenis pekerjaan yang kriminal seperti mengompas dan mencuri. Di bawah ini adalah data jenis pekerjaan utama
pekerja anak jalanan berdasarkan penelitian yang dilakukan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak pada tahun 2010.
Tabel IV.3
Jenis Pekerjaan Anak Jalanan NO Pekerjaan Anak
Laki-laki Perempuan
Total 1
Pengamen 78
29 107
48 2
Tukang Sapu 54
3 57
26 3
Doorsmeer 2
2 1
4 Pedagang Asongan 17
7 24
11 5
Pemulung 13
3 16
7
6 Pengemis
6 2
8 4
7 Tukang Semir
2 1
3 1
8 Tidak Tetap
3 2
5 2
Jumlah 175
47 222
100 Sumber: Misran Lubis dkk, 2011:17
Dalam penelitian yang dilakukan PKPA tahun 2010 tersebut jumlah terbesar pekerja anak jalanan adalah pengamen. Anak jalanan laki-laki dan
anak jalanan perempuan lebih memilih mengamen sebagai pekerjaan utama mereka dalam mencari uang. Resiko dari pekerjaan yang mereka lakukan di
sektor informal sangat tinggi terutama adanya eksploitasi terhadap mereka. Bagi anak-anak yang tidak sekolah mereka dapat berada di jalanan selama 24
jam, sementara anak-anak yang bersekolah pada umumnya berada di jalanan selama 7-8 jam setiap harinya.
Jam kerja anak yang sangat variatif yaitu sebanyak 53 anak jalanan bekerja antara 5-11 jam setiap harinya, 22 bekerja antara 12-24 jam, 23
bekerja dibawah 4 jam setiap harinya, dan 3 anak yang tidak jelas jam kerjanya. Kelompok anak yang bekerja selama 12-24 jam dalam seharinya
sebanyak 22 menjadi kelompok yang paling berisiko tinggi terhadap berbagai bahaya dibandingkan kelompok pekerja anak jalanan lainnya. Mereka
gampang sekali tergerak pada perilaku negatif seperti pencurian, judi, seks, dan ngelem Misran Lubis dkk. 2011:18.
Jam kerja yang cukup panjang yang dilakukan oleh pekerja anak jalanan seharusnya juga menjadi perhatian, dalam sehari mereka menghabiskan
waktu lebih dari 7 jam per hari untuk bekerja. Seorang pekerja anak jalanan yang bersekolah misalnya, mereka harus bekerja setelah pulang sekolah sekitar
pukul 01.00 siang hari, jika mereka melakukan pekerjaan mulai dari pukul 02.00 setiap harinya, maka mereka akan pulang kerumah pada pukul 09.00
malam hari. Keterlibatan mereka sebagai pekerja anak jalanan dengan jam kerja yang cukup panjang tersebut akan menghilangkan minat anak pada dunia
pendidikan.
Gambar IV.1 Pekerja Anak Jalanan di Simpang Terminal Amplas Sedang Membersihkan Angkutan Kota Sumber: Observasi, 3 Juni 2014
Kehidupan dijalanan juga tidak jauh dari tekanan dan stigma sebagai penganggu ketertiban, Situasi seperti itu sering sekali dialami oleh pekerja
anak jalanan di terminal Pinang Baris, Rizki salah satu pekerja anak di terminal tersebut bersama dengan teman-teman pekerja jalanan lainnya sering
mendapatkan makian dari sopir Angkutan Kota karena dituduh telah mencuri di dalam Angkutan Kota saat membersihkan Angkutan Kota, barang yang
sering disangkakan mereka telah mencurinya adalah flashdisk Focused Group Discussion, 5 Maret 2014.
Perlakuan yang buruk terhadap mereka selain dalam bentuk kata-kata yang kasar juga ada kekerasan fisik seperti pukulan dan lainnya. Kekerasan
fisik pernah dialami Sholeh, pekerja anak yang berusia 13 tahun di terminal Pinang Baris tersebut pernah mengalami tindakan kekerasan oleh supir bus saat
dirinya menawarkan untuk menyapu bus. Tanpa disadarinya supir bus tersebut menendangnya dan memukulnya. Kehadiranya dianggap sebagai ancaman
terhadap mereka, padahal Sholeh hanya ingin menawarkan jasanya untuk mendapatkan uang yang tidak terlalu besar Focused Group Discussion, 5
Maret 2014 Bahaya lainnya terhadap pekerja anak jalanan adalah rawannya mereka
menjadi sasaran penculikan anak, anak-anak sering sekali menjadi korban penculikan dengan motif yang berbeda-beda. Minimnya pengawasan orang tua
terhadap mereka menjadi alasannya. Pengalaman tersebut pernah dialami Roni 12 tahun yang pernah diculik seorang ibu yang tidak dikenalnya pada pagi
dini hari pukul 02.00 WIB. dia mengaku dibawa ketempat yang menurutnya jauh dan tidak diketahuinya. Namun akhirnya dia dilepaskan dan berhasil
kembali kerumah dengan berjalan kaki selama 10 jam lamanya Focused Group Discussion, 5 Maret 2014.
Tantangan kehidupan yang berbeda seperti dengan kehidupan yang normatif di masyarakat menjadikan sebagian anak jalanan bertahan hidup
dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima oleh masyarakat. Prilaku mereka merupakan konsekuensi dari stigma sosial
tersebut dan keterasingan mereka di dalam masyarakat. Stigma negatif yang muncul terhadap pekerja anak jalanan mengakibatkan banyak anak jalanan
yang terjerumus dalam tindakan yang salah, seperti prilaku menyimpang yang populer di kalangan anak-anak jalanan yaitu “ngelem” menghisap lem, istilah
tersebut sangat dekat dengan mereka anak-anak jalanan. Dengan ngelem mereka bisa menahan lapar, meringankan penderitaan, menghilangkan
persoalan dan membuat pikiran tenang. Ada tiga tipe anak jalanan jika dilihat dari kegiatannya yaitu:
1 Mereka anak-anak yang berada di jalanan hanya untuk mencari kebebasan
dengan kegiatan seperti mengelem, mengompas, dan seks. 2
Mereka anak-anak yang berada dijalanan karena mencari sesuap nasi dengan melakukan kegiatan ekonomi seperti mengamen, menyapu angkot,
pedagang asongan, dan lainnya. 3
Mereka anak jalanan yang melakukan kegiatan sebagai pekerja anak jalanan seperti mengamen, menyapu angkot pedagang asongan dan lainnya
untuk melakukan kegiatan mengelem dan seks Hasil focused group discussion 5 Maret 2014, observasi dan diskusi dengan seorang supir
angkutan kota di terminal Amplas 3 Juni 2014
Rizky 15 tahun dirinya menolak jika mereka dekat dengan kegiatan “ngelem”, menurut Rizky mereka berbeda dengan anak-anak jalanan lainnya
yang identik dengan kegiatan ngelem. Kegiatan tersebut sering dilakukan oleh anak-anak “Punk” di jalanan. Selama ini dia bersama 10 teman lainnya tidak
pernah melakukan hal tersebut, kami hanya melakukan kegiatan bekerja di jalanan dan tidak semua anak jalanan adalah pekerja anak jalanan Focused
Group Discussion, 5 Maret 2014. Rizky juga mengatakan bahwa selama ini mereka pekerja anak
jalanan yang berada di terminal Pinang Baris tidak pernah ditangkap ataupun berurusan dengan petugas Dinas Perhubungan ataupun Polisi yang selalu
berada di terminal Pinang Baris, karena mereka cuman ingin mencari uang yang halal untuk jajan atau membantu orang tua bukan untuk ngelem ataupun
kegiatan buruk lainnya.
Gambar IV.2Pekerja Anak Jalanan Sedang Mencari Angkutan Umum untuk Dibersihkan
Sumber: Observasi, 3 Juni 2014
Ancaman dan bahayanya kehidupan dijalanan sebagai pekerja anak jalanan seharusnya menjadi perhatian serius semua pihak, walaupun kita sering
melihat mereka tersenyum ataupun bermain-main sambil bekerja. Selain tindak kekerasan, kondisi polusi dan banyaknya kendaraan juga sangat berbahaya bagi
mereka. Kecelakaan ataupun gangguan pernapasan dan penyakit lainnya dapat mereka alami kapan saja. Ironisnya, meskipun sebagian anak jalanan terserang
penyakit, tetapi hanya sedikit dari mereka yang tersentuh pelayanan kesehatan. Hanya beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat Seperti PKPA yang saat ini
sering memberikan pelayanan kesehatan kepada mereka Focused Group Discussion, 5 Maret 2014.
4.1.2 PENYEBAB ANAK BEKERJA DI JALANAN
Adanya peluang untuk mendapatkan uang di jalanan dikarenakan arus perputaran uang yang cukup tinggi terutama di sekitar terminal yang menjadi
tempat berkumpulnya pengguna transportasi umum untuk berpergian. Setiap harinya orang yang berstatus sebagai pengguna transportasi umum akan
mengeluarkan sebagian pendapatannya untuk pembayaran biaya transportasi. Demikian juga supir angkutan yang hilir mudik, mereka akan mengeluarkan
sebagian penghasilannya untuk membeli rokok, minuman atau makanan. Tujuan utama bekerja di jalanan adalah untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Aktivitas yang dilakukan pekerja anak jalanan, yaitu mengamen, mengasong, mengemis, buruh pasar atau kuli, menyemir sepatu, parkir mobil,
kernet, ojek payung, pekerja seks hingga berkeliaran tidak tentu. Aktivitas- aktivitas tersebut dilakukan di tempet-tempat atau pusat keramaian. Misalnya,
terminal, stasiun, perempatan jalan, pelabuhan, tempet hiburan Plaza, dan sebagainya Bagong Suyanto, 2003:185. Ada banyak faktor yang menjadi
alasan kenapa mereka melakukan pekerjaan di jalanan, yaitu: kemiskinan, ketidakharmonisan keluarga, hingga pengaruh dari teman Focused Group
Discussion, 5 Maret 2014.
Gambar IV.3
Faktor Terbesar yang Mendorong Anak Menjadi Pekerja Anak Jalnan
Internal
Eksternal
Kondisi kehidupan keluarga yang tergolong miskin atau sangat miskin menjadikan alasan sehingga dengan mudah anak akan dimanfaatkan oleh
keluarganya untuk ikut menanggung beban ekonomi keluarga. Kemiskinan menjadi faktor terbesar kenapa mereka menjadi pekerja anak jalanan.
Penghasilan orang tua yang di bawah Upah Minimum Regional UMR jauh lebih kecil dibandingkan jumlah kebutuhan yang di perlukan secara tidak
langsung memaksa anak untuk mencari penghasilan baik untuk diri mereka sendiri maupun untuk membantu orang tua.
Dari pengakuan Rizky pekerja anak jalanan yang berusia 15 tahun, ia melakukan pekerjaan sebagai pembersih bus pada siang hari setelah pulang
dari sekolah, dan bekerja sebagai pengantar papan bunga pada malam hari yang biasanya dia lakukan setiap akhir pekan. Pekerjaan ini dia lakukan karena
orang tuanya tidak mampu membiayai uang sekolah dan kehidupan sehari-hari. Ibunya yang bekerja sebagai tukang cuci pakaian dengan penghasilan
yang tidak tetap menjadikan dirinya sebagai tulang punggung ekonomi
- Kemiskinan
- Ketidakharmonis
an Keluarga
- Ajakan Teman
Pekerja Anak
keluarga bersama dengan saudaranya. Dalam sebulan Rizky hanya mampu mengumpulkan uang sebesar Rp 600.000,- yang dia gunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya dan membayar uang sekolahnya, penghasilan tersebut sangat kurang dari Upah Minimun Regional UMR yang ditetapkan
oleh pemerintah kota Medan, apalagi tahun ini dirinya sedang menghadapi Ujian Nasional UN, diakuinya Ujian Nasional memberikan beban biaya yang
lebih baginya apalagi Rizky juga harus mengatur waktu bekerjanya untuk bisa memfokuskan persiapan menghadapi UN.
Membantu ekonomi keluarga juga dilakukan teman-teman Rizky yang juga sebagai pembarsih Angkutan Kota. Jika lagi beruntung dengan bekerja
selama 7 tujuh jam setiap harinya mereka pekerja anak jalanan mampu memberikan penghasilannya kepada orang tua sebesar Rp. 20.000,- sampai
dengan Rp.30.000,-. Jumlah uang tersebut mereka dapatkan dengan membersihkan sekitar 20 mini busangkutan kota setiap harinya dengan
bayaran Rp. 2.000,- per angkutan kota. Kehidupan ekonomi keluarga yang kekurangan menyebabkan mereka tidak pernah diberikan uang jajan. Oleh
karena itu, sisa uang yang mereka dapatkan dari hasil bekerja yang sebagian untuk orang tua menjadi uang jajan mereka sehari-hari, jika dalam sehari
mereka tidak bekerja maka tidak ada uang jajan yang mereka dapatkan. Dengan penghasilan tersebut tidak semua kebutuhan sehari-hari dapat
dipenuhi, apalagi setiap harinya mereka tidak selalu beruntung mendapatkan banyak Angkutan Kota yang ingin dibersihkan. Masalah kemiskinan juga
dalami Roni pekerja anak jalanan, ia mengatakan:“ Saya tidak mau
bersekolah karena masih ingin membantu ibu bekerja” Focused Group Discussion, 5 Maret 2014
Roni adalah seorang anak berusia 12 tahun yang bekerja sebagai penyapu angkutan kota, dengan usianya yang masih anak-anak dia sudah harus
memikirkan ekonomi keluarganya. Roni bersama ibunya yang telah bercerai dengan ayahnya hanya tinggal berdua dirumah kontrakkan yang kecil. Ibunya
bekerja sebagai penjual pakaian bekas monja yang tidak mampu membiayai uang sekolah jika Roni bersekolah.
Salah satu bentuk eksploitasi yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya bondage adalah adanya paksaan dari orang tua kepada anaknya
untuk mencari uang. Eksploitasi secara tidak langsung hampir dialami setiap anak, mereka tidak disuruh oleh orang tua bekerja tetapi orang tua selalu
menerima jika anaknya memberikan sebagian hasil mereka dari bekerja sebagai pekerja anak jalanan.
Eksploitasi orang tua juga dapat dilakukan secara langsung seperti yang dialami Roni walaupun tidak adanya batasan terhadap jumlah uang yang harus
diberikan tetapi ada keharusan, yang harus diserahkan kepada keluarga sistem setoran. Sistem ini terbentuk karena kondisi ekonomi keluarga, kemiskinan
menyebabkan anak-anak tersebut berada dijalanan hanya untuk sekedar mencari uang jajan maupun untuk hal yang lebih besar yaitu untuk membantu
ekonomi keluaraga. Keluarga miskin sering sekali tidak tahu kemana mereka harus mencari
bantuan ketika mereka menghadapi kesulitan keuangan. Kondisi ini memaksa
mereka melakukan apa saja di sektor informal untuk bertahan hidup. Termasuk meminta, menyuruh, atupun memaksa anaknya untuk bekerja di sektor
informal. Sebagai seorang anak Roni lebih ingin membantu ibunya dari pada harus
bersekolah, tetapi Roni juga mengaku mengalami sistem setoran yang diterapkan oleh ibunya, selama ini dia diharuskan untuk bekerja oleh ibunya,
jika tidak bekerja dalam sehari saja atau pendapatan yang kurang dari biasanya ia akan dimarahi ibunya.
Keluarga menjadi lingkungan pertama yang mendidik anak sebelum mereka masuk ke bangku sekolah. Jumlah anak terlantar dan anak jalanan yang
semakin banyak tidak terlepas dari masalah keluarga, selain masalah kemiskinan masalah ketidakharmonisan keluarga juga mengakibatkan
kurangnya perhatian orang tua terhadap anak. Kondisi ini berakibat terhadap kondisi mental anak.
Dari informasi yang dikumpulkan melalui focused group discussion FGD terhadap pekerja anak jalanan menunjukkan tidak adanya lagi keutuhan
keluarga di rumah mereka. Seperti yang dialami Dicky pekerja anak jalanan berusia 13 tiga belas tahun ini ayah dan ibunya telah lama bercerai. Ia tinggal
bersama ayahnya yang juga bekerja sebagai penyapu angkutan kota di sekitar terminal Pinang Baris. Kondisi Dicky yang telah ditinggal ibunya dari kecil
mengakibatkan kurangnya perhatian orang tua terhadap dirinya, walaupun sama-sama bekerja sebagai penyapu angkutan kota, Dicky tidak bersama
dengan ayahnya bekerja di terminal. Ia selalu bekerja dengan teman-teman se- usianya sesama penyapu angkutan kota lainnya.
Keadaan yang sama dialami Roni dan Rizky. Kedua pekerja anak jalanan tersebut hanya tinggal bersama dengan ibunya yang telah bercerai
dengan ayah mereka. Namun dari kondisi keluarga yang mereka hadapi mereka adalah anak-anak yang sangat mencintai ibunya bahkan menjadi tulang
punggung ekonomi keluarga. Permasalahan yang dihadapi orang tua mereka tidak menghilangkan
rasa sayang mereka kepada orang tuanya, mereka mempunyai harapan yang sama ketika ditunjukkan foto tentang pemerintahan, keinginan mereka adalah
pemerintah membantu ekonomi keluarga mereka sehingga ibunya tidak harus bekerja keras lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Focused Group
Discussion, 5 Maret 2014. Kemiskinan dan Ketidakharmonisan keluarga menjadi faktor yang
dominan membentuk adanya pekerja anak. selain itu faktor lingkungan juga sangat berpengaruh, seorang anak masih sangat mudah dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal yang mereka dapatkan. Dalam hal ini, untuk menjadi pekerja anak jalanan dapat disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan dan
ajakan dari teman bermain. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui Focused Group
Discussion FGD dengan memberikan pertanyaan yang sama kepada setiap anak mengenai penyebab pekerja anak turun kejalan sebagai pekerja anak
jalanan, diskusi dengan seorang supir angkutan di terminal Amplas, dan staf
Sanggar Kreatifitas Anak SKA Pusat Kajian dan Perlindungan Anak serta Observasi di terminal Pinang Baris dan terminal Amplas kota Medan, berikut
adalah skema proses masuknya anak sebagai pekerja anak jalanan akibat pengaruh teman.
Gambar IV.4
Skema Proses Seorang Anak Menjadi Pekerja Anak Jalanan Yang Dipengaruhi oleh Teman Lingkungan eksternal
Sumber: Hasil Penelitian, 2014
Pada tahap I, sedikitnya ketersediaan fasilitas untuk anak bermain di wilayah perkotaan memaksa mereka melakukan kegiatan bermain di keramaian
kota yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Pinggiran jalan atau bahkan lahan parkir menjadi tempat yang cocok untuk sekedar berlari-lari, bermain bola,
atau sebagai tempat bersepeda. Disinilah mereka mendapatkan pengetahuan terhadap pekerjaan yang biasanya dilakukan pekerja anak jalanan. Mereka
melihat sekelompok anak yang se-usianya yang mendagangkan barang dagangannya, membawa gitar untuk mengamen, membawa sapu kecil, dan
lainnya.
Tahap I Tahap II
Tahap III Tahap IV
Sedikitnya fasilitas
untuk anak bermain
Ajakan Teman
Pelaksanaan
turun ke jalan
Membentuk Komunitas
Pekerja Anak Jalanan
Seringnya anak-anak bermain di pusat keramaian yang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan melihat anak-anak seusianya yang telah memiliki uang
dari hasil kerja, kemudian menimbulkan ketertarikan anak untuk melakukan kegiatan yang sama sehingga memasuki tahap berikutnya yaitu ketertarikan.
Pada tahap II, muncul ketertarikan mereka terhadap pekerjaan yang dilakukan teman-teman se-usianya. Mereka membayangkan dengan membawa sapu kecil,
gitar, barang dagangan dan lainnya, dan melakukan pekerjaan bersama teman- teman sambil sesekali bermain, mereka bisa mendapat uang yang cukup besar
untuk menambah uang jajan. Ketertarikan mereka juga muncul karena kemiskinan dan masalah keluarga ditambah adanya ajakan teman atau hanya
dari mendengar cerita teman-teman yang melakukan kegiatan pekerja anak jalanan.
Ketertarikan yang muncul mendorong anak memasuki tahap III yaitu melakukan kegiatan sebagai pekerja anak jalanan. Pada tahap III, mereka mulai
melakukan kegiatan sebagai pekerja anak jalanan bersama dengan teman- teman se-usianya yang lain. Pada tahap ini anak akan menghabiskan waktu
lebih banyak dijalanan yang mengakibatkan sedikitnya waktu anak berada dirumah dalam pengawasan orang tua. Sehingga kontrol dari orang tua
terhadap kegiatan anak sangat kecil. Sedikitnya waktu anak berada dirumah dalam kontrol orang tua
dibandingkan anak berada di jalanan menghasilkan ikatan kekeluargaan yang lebih besar diantara pekerja anak jalanan sehingga si anak telah memasuki
tahap IV. Pada tahap IV, mereka mulai memasuki komunitas anak jalanan yang
berpengaruh terhadap perkembangan moral anak. Mereka mulai meninggalkan norma agama dan kemasyarakatan dan cenderung berprilaku menyimpang
seperti bermain judi, seks bebas, atau tindakan kriminal lainnya. Selain ketiga faktor diatas ada faktor lainnya yang mendorong anak
melakukan pekerjaan dijalan antara lain adalah karena rasa tanggung jawab untuk membantu usaha orang tua, keinginan untuk memiliki uang sendiri dan
juga karena bekerja dijalanan dapat dijadikan waktu untuk berkumpul dengan teman-teman sebaya Focused Group Discussion, 5 Maret 2014
4.1.3 Pengembangan Kota “Layak Anak” Medan
Kabupaten atau Kota Layak Anak yang selanjutnya disingkat KLA adalah kabupatenkota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak
anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan
berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak Salinan Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2011
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Biro Pemberdayaan Perempuan sejak tahun 2009 telah mendorong dan mencanangkan 8 kabupaten
dan kota di Sumatera sebagai pilot proyek pengembangan kabupaten dan kota layak anak. Daerah yang dijadikan pilot proyek adalah kota Medan, kota
Tebing Tinggi, kabupaten Serdang Berdagai, kabupaten Deli Serdang,
kabupaten Langkat, kota Pematang Siantar, kabupaten Simalungun, dan kabupaten Batu Bara Misran Lubis dkk, 2011:62.
4.2 DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN